Helena tersenyum. "Anda ingin minum apa, Tuan-tuan?" tanya wanita itu sambil memberikan menu pada Johan Bolton. Mata zamrud milik Helena tak pernah sekalipun menatap Shane Digory."Tentu saja minuman yang paling tepat untuk siang hari ini, es kelapa dengan madu. Apa Anda juga ingin mencicipi es kelapa juga, Tuan?" tanya Johan Bolton dengan alis bertaut melihat bosnya seakan masih terpesona dengan Helena. 'Apa wanita ini tipenya? Helena bahkan jauh sekali dengan Nona Athena yang berambut merah. Apa Tuan Shane ingin bermain api?'"Tuan Shane?" tanya Johan Bolton lagi saat bos besarnya itu masih mengalihkan pandangannya pada Helena. Helena melempar pandangannya pada buku menu di hadapan Johan Bolton seolah ia tak hapal ejaan 'es kelapa madu' yang akan ia tulis di kertas pesanan."Anda baik-baik saja?" tanya Johan Bolton lagi sambil berdeham. 'Astaga, ia benar-benar terpesona dengan Helena hingga terlihat seperti pria kurang waras. Kukira bos besar seseorang yang sangat mengerikan dan ta
Tanya Shane dalam hatinya sambil melihat ke arah kedai. Di pintu yang dicat berwarna hijau tosca tertulis waktu operasional kedai dari pukul delapan pagi hingga pukul enam sore. Shane melihat jam tangannya. 'Masih sejam lagi.''Aku hanya ingin mencari sarapan, dan satu-satunya tempat yang menjual makanan adalah restoran ini.' Shane menegaskan maksud dan tujuannya datang ke kedai kecil itu entah pada siapa. Karena ia hanya berkata dalam hati. Hingga, sosok seorang wanita dengan balutan kaos polo putih, celana panjang khaki, dan rambut panjang hitam yang diikat ekor kuda. Terlihat berjalan dengan perlahan sambil mendorong tiga galon air dalam kereta belanja.Jantung Shane langsung berdetak lebih cepat terlihat dari data smartwatch yang melingkar di pergelangan tangannya. Helena tak menyadari ada seseorang yang mengamatinya dari jarak tak begitu jauh.Bahkan sepagi ini wanita dengan wajah cantik dan tatapan teduh itu membuka pintu kedai dan langsung mengangkat tiga galon air satu persatu
Tepat saat Shane Digory berpikir seperti itu, Helena keluar dari dapur dengan ekspresi dinginnya. Wanita itu membawa nampan berisi menu sarapan yang biasa dipesan oleh para pekerja proyek. "Helena tersenyumlah sedikit padaku, agar hariku cerah," erang seorang pria pada Helena yang baru saja meletakan sepiring sarapan dan kopi hangat. Namun, wanita yang mengenakan apron itu tampak tak peduli dan tetap meneruskan pekerjaannya bolak balik mengantarkan makanan dari dapur ke meja-meja pelanggan. Shane asyik mengikuti tingkah laku mantan istrinya dari sudut ruangan. Tampaknya tak ada seorangpun dari pekerja proyek itu yang sadar kalau bos besar mereka sedang mengawasi di kedai kecil itu saat waktu sarapan tepat di pukul sembilan. Shane yang sengaja berlama-lama di mejanya sedari tadi, tak menyangka akan mendapat kesimpulan baru tentang istrinya. Alih-alih tersenyum dan senang ketika digoda oleh para pria pekerja proyek, Helena lebih ke tak mempedulikan mereka. “Anda pesan minum apa?” t
Shane membelalakan matanya. Entah kenapa ada riak senang yang membuncah di dadanya. ‘Ia begitu terpukul karena bercerai denganku?’Sedikit menahan senyum tipis di wajahnya, Shane menanggapi info dari Matilda. “Mantan suaminya pasti pria hebat.”Matilda menggeleng dengan kencang. “Ia cerai mati.”Shane bungkam. Tak sanggup berkata-kata.“Suaminya sudah mati. Bahkan tak meninggalkan warisan sepeserpun pada dirinya. Kasihan hidup wanita itu, sangat sial. Setidaknya jika ia harus menikahi pria yang segera menemui ajal, ia harusnya memilih pria kaya raya agar bisa mengambil hartanya.”“Oh yah seperti itu.” Shane mengangguk canggung, rasa senang yang tadi sempat muncul di dadanya lenyap begitu saja karena Helena mengatakan ia -si mantan suami- sudah meninggal. ‘Ia sudah menikah denganku, bahkan tinggal sejengkal lagi mendapat harta Digory, tapi ia mengembalikan semua itu begitu saja. Hal itu yang menjadi tanda tanyaku tiga tahun terakhir ini.’Shane tak ingin mendengar Matilda membahas Helen
"Mana orang tuamu?" tanya Shane kesal. Ia masih menghilangkan pasir di pipi dan rambutnya. 'Untung tidak masuk mata.' "Mama kelja, papaku disana," jawab gadis mungil itu. Shane mengikuti arah telunjuk dari jari gemuk mungil itu. Menunjuk ke laut. 'Oh, ayahnya sudah meninggal.' Tiba-tiba saja Shane merasa iba dan rasa kesalnya menguap begitu saja. "Papa jadi ubul-ubul,” lanjut si bocah kecil itu yang membuat rasa sedih Shane menjadi tawa kecil. 'Ia pasti tak mengerti arti kata meninggal hingga ibunya hanya memberi penjelasan seperti itu.' Shane kemudian memperhatikan dengan lekat sosok mungil di hadapannya itu. 'Ia lucu sekali dengan rambut abu gelapnya yang diikat dua, juga mata besar coklat hazelnut itu terlihat sangat bersinar. Tunggu-.' Shane menghentikan pujian dalam hati yang berisi kegemasan akan manusia mungil di depannya. Ia memperhatikan anak itu sekali lagi. Dengan teliti. "Kenapa kau sangat mirip denganku?" tanya Shane begitu terkejut. Anak itu benar-benar mirip deng
Hari sudah sore, dan pesisir pantai pulau Rhee terlihat semakin cantik karena tertimpa sinar matahari dari arah barat. Helena menikmati pemandangan itu. Pemandangan yang membantunya mengobati rasa kehilangan tiga tahun yang lalu. Kehilangan dirinya akan banyak hal. Helena tak memiliki siapapun dalam hidupnya di tiga tahun lalu baik itu keluarga, teman, dan juga pasangan hidup. Semuanya lenyap begitu saja saat adiknya -Rose- meninggal, saat Kakek Graham meninggal, dan saat suaminya -Shane Digory- menceraikannya.Tiba- tiba pelukan kecil di punggung wanita cantik itu menyadarkan dirinya kalau ia sekarang tak sendiri lagi. Ada seseorang yang menjadi teman menjalani hidup ini.Gadis mungil yang baru saja memeluk Helena kemudian menjatuhkan ciuman bertubi- tubi ke pipi Helena sebelum akhirnya kembali berlari di sekitar wanita dengan manik hijau zamrud itu. “Cayang, Mama!” teriak Primrose.Setengah jam yang lalu. Helena yang baru saja pulang dari bekerja di kedai, langsung diseret Primrose
Setidaknya begitulah hasil tes kesehatan yang langsung membuatnya sangat tak berdaya. Shane Digory yang selalu berkuasa tak pernah merasa selemah saat ia menerima hasil tes kesehatan itu setahun lalu. Ia yang selalu bisa mengatur apa pun dan semua dalam kendalinya harus bertekuk lutut kalah karena hasil tes kesehatannya itu. Shane Digory sebagai lelaki merasa tak berguna. Ia tak pernah menyangka kalau dirinya pria yang mandul. Dan itu merupakan satu-satunya kelemahan terbesar menurut Shane yang dimiliki oleh seorang pria. Jika Mandul adalah aib yang sangat besar bagi seorang pria, aplagi jika berasal dari keluarga Digory. Di mana keluarganya sangat menuntut keturunan. Shane berdiri nyaris sejam dari tempat ia melihat Helena dan Primrose, hingga hawa hembusan angin yang hangat dari arah pantai menyadarkan pria itu kalau ia sudah terlalu lama berada di sana. ‘Tapi bagaimana jika ada kemungkinan satu persen saja?’ Pertanyaan di kepalanya itu membuat pria tampan dengan rambut abu gel
"Kau di sini?"Athena sedikit berteriak menjawab pertanyaan Shane karena suara angin sedikit mengganggunya. "Ya! Kau dimana, Sayang?"Shane berdecak terdengar kesal. "Kita bertemu di villa saja ya. Aku akan kesana sekarang." Hanya itu jawaban Shane sebelum ia mematikan panggilan itu.Athena menggeram kesal karena Shane langsung mematikan panggilannya. 'Bukankah dia seharusnya bersyukur aku memberi kejutan seperti ini?'Syal bermerk yang terkenal mahal melingkar di leher jenjangnya ikut tertiup bersama rambut merah miliknya. Athena menahan topi pantainya agar tidak terbang sembari mengumpat. "Brengsek, Memang apa bagusnya pulau ini sampai ia begitu betah di sini?" Athena meludah sambil bergidik. "Tak ada apa pun yang menyenangkan di sini, selain panas yang bisa merusak kulitku."Di waktu yang sama tempat yang berbeda. Helena tergeletak lemas di atas kasur, di sampingnya Primrose tampak khawatir."Mama enggak apa-apa? Maafkan Pim gak akan nakal. Pim gak akan belmain sama temen Pim kema
“Tes… Tes… satu, dua, tiga, tes, tes. Pim di sini.” Pim ketuk-ketuk dulu microphone ini ya. Kedengaran tidak? Pim mau cerita, ini ada kaitannya sama mainan baru, Pim. Kemarin Shane kasih ini diam-diam ke Pim ini. “Kamera buat ngerekam. Jadi sekarang Pim akan buat Vlog tentang keseharian Pim!” Pim semangat banget bicara di depan kamera. Sebentar, coba Pim ketok-ketok dulu kamera ini. Sudah jalan belum ya? Oh oke sudah baik. Mari kita rekaman lagi. “Hai selamat datang di Pim Vlog.” Sebentar Pim mikir dulu mau bilang apa lagi. “Okeh, terus apa lagi ya? Oh ya! Di Pim Vlog akan menceritakan-.” Cerita apa ya? Pim mau cerita apa ya? Mama nikah sama Shane? Rumah baru? Kamar baru? Boneka baru yang banyak? Tinggal di kota besar terus kemarin lewat toko kue yang warnanya merah muda. Duh mana duluan ya yang Pim ceritakan? Coba minta usulan Mama ah! “Mama, Mama!” Pim berlari-lari kecil ke dapur. Pasti Mama lagi di dapur. Kata Mama mau buat makan malam sih tadi. “Kenapa, Sayang?” Mama nany
Helena menautkan keningnya. “Tapi masih banyak masakan yang harus aku buat lagi pula bukankah banyak waiters di depan?” Jam makan siang baru saja dimulai, pesanan silih berganti tak henti-henti masuk ke dalam dapur. Helena juga turut sibuk menyiapkan hidangan untuk para pelanggan. Jeremy menggeleng kencang. “Tolong, hanya kau yang bisa melakukannya.” Helena menoleh ke arah pegawai lain yang berada di dalam dapur. Wajah semua orang tampak tidak keberatan, bahkan salah satu chef senior berkata, “tolong bantu Tuan Jeremy saja Nyonya Helena. Disini biar aku yang mengatasi.” Helena menangguk dan mengikuti Jeremy keluar dapur. “Memangnya ada apa, Jeremy?” tanya wanita berambut panjang itu masih bingung. “Itu, Tuan Besar Shane Digory. Ia -seperti biasa- ingin dilayani olehmu,” jelas Jeremy dengan senyuman lebar. Helena langsung terlihat kesal. Ia mengira terjadi sesuatu yang begitu darurat. Tapi bagi Jeremy dan semua pegawai lain, kehadiran Shane Digory adalah sesuatu yang darurat d
“Nyonya Helena!” sambut Jeremy dengan nada riang sambil membuka pintu cafe. Ia memakai kemeja merah muda dan celana bahan berwarna coklat kopi yang senada dengan keseluruhan warna bangunan di belakangnya. “Aku sudah menunggumu dari tadi.” Helena masih terpaku di tempatnya dan tak memperdulikan kedatangan Jeremy. Lelaki itu akhirnya mengikuti arah pandang wanita itu. “Nama yang norak ya?” Jeremy kemudian menyemburkan tawanya setelah mengatakan hal itu, tak lama sampai ia sadar Helena menatapnya tajam. “Ah, maafkan aku Nyonya Hel, tolong jangan laporkan pada suamimu. Aku masih harus mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahanku dengan Barbara.” Helena langsung tertawa pelan. “Kalau begitu cepatlah kalian menikah agar kau lebih sadar.” “Tapi kulihat Tuan Shane semakin tak waras karena menikah Lihat aku tak menyangka ia akan memilih nama senorak itu. Dan kurasa hanya itu kekurangan cafe ini, semua sangat sempurna, dari bangunan, suasana, rasa masakan, promosi, dan para pengunjung sa
Lelaki tampan itu akhirnya mengekori kembaran dengan ukuran mininya itu menunggu di meja makan. Helena kemudian menggulung rambutnya ke atas dan mulai memasak sekaligus merapikan keadaan dapur yang berantakan. Shane tak bisa melepaskan tatapannya pada sosok wanita itu. Helena terlihat sangat luar biasa saat ini. ‘Cara ia menjepitkan rambutnya begitu seksi.’. “Ckck. Kau harus ingat ini, Shane.” Primrose merapatkan tubuhnya pada pria tinggi besar itu. “Jangan pernah membuang-buang makanan. Terakhir kali aku melakukannya, Mama membuatku menulis tulisan ‘aku menyesal’ sebanyak tiga lembar halaman folio dan Mama tak banyak bicara selama tiga hari.” Shane langsung menghela napasnya dengan berat. “Jadi aku melakukan kesalah lagi?” Ketimbang hukuman menulis tiga lembar halam folio, Shane lebih sedih ucapan Primrose yang mengatakan kalau Helena makin irit bicara selama tiga hari. ‘Aku ingin mendengar wanita itu bercerita padaku.’ Helena menghentikan obrolan ayah dan anak itu saat menghi
“Shane,” panggil Helena. Seketika laki-laki itu menoleh dengan wajah sangat terkejut, bahkan sutil di tangannya ikut terjatuh. “Kau sudah bangun, Helena?” Shane terlihat gugup sambil berusaha menyembunyikan ponselnya yang ia taruh di atas meja counter dapur. “Apa aku terlalu ribut hingga kau terbangun?” Helena memiringkan kepalanya, tapi tubuh besar Shane sudah menutupi layar ponselnya. ‘Seorang wanita ya? Kenapa aku berpikir setelah Athena ia tak memiliki wanita lain? Tunggu, kenapa aku harus peduli? Apa karena ia mengungkapkan rasa sukanya denganku kemarin jadi aku berharap lebih?’ “Helena…,” panggil Shane mengembalikan kesadaran wanita itu dari lamunannya. “Tunggu saja di ruang baca. Apa kau butuh sesuatu di dapur? Aku akan mengantarkanmu.” Helena langsung tersadar penyebab dia buru-buru ke dapur karena ada bau gosong yang sekarang mulai perlahan menghilang karena alat penghisap asap yang berada di atas kompor. “Tidak, aku hanya mencium bau masakan tadi-.” “Kau sudah lapar?” Sh
“Hah!” Helena bergumam terkejut. “Apa maksudmu?” “Apa kau tidak tahu, aku sudah dipindah-tugaskan ke cabang Digory Valley cafe itu. Begitu juga Barbara.” Helena menelan salivanya. ‘Ini pasti semua ulah Shane. Selain memindahkan sekolah Pim ke sini, ia bahkan memindahkan penempatan kerja orang tua sahabat-sahabat Pim, hingga mereka juga ikut pindah sekolah ke Digory Valley bersama dengan Pim. Astaga, pria itu benar-benar berniat kami berada di sini. “Baiklah aku akan ke cafe Shiny yang berada di Digory Valley untuk bekerja besok.” Jeremy tertawa. “Maksudmu bekerja sebagai owner dan mengawasi kami kan?” “Hentikan candaanmu. Aku masih anak buahmu, Jeremy,” bantah Helena serius. Selang beberapa lama panggilan ponsel itu Helena akhiri. Jeremy masih tak serius menganggapnya akan kembali bekerja -benar-benar bekerja sebagai waiters. ‘Aku dan Shane Digory tak ada kaitannya. Sama seperti dahulu, pernikahan ini sama seperti dahulu, kan?’ Ketika malam hari, Helena mendapat panggilan dari
Helena masih tak bereaksi apa pun, ekspresinya terlihat dingin di mata Shane. “Kau tak percaya ya?” Shane tak menunggu jawaban Helena, ia langsung melanjutkan perkataannya. “Aku pun tak percaya, aku tak percaya telah jatuh cinta padamu sejak hari itu. Hari terakhir kita bertemu. Dan sejak hari itu aku selalu menunggumu, Helena.” Helena tertawa sinis dengan pelan. Aku mengambil apa yang kau berikan padaku, Shane. “Jangan buat kesalahan yg sama dua kali, Shane. Kita pernah berumah tangga dan itu gagal, atau lebih tepatnya hancur berantakan dengan sangat parah. Apa bedanya dengan sekarang?” “Saat itu aku bahkan tak berusaha sama sekali.” Shane membalas perkataan Helena dengan penuh tekad. “Sekarang berbeda Helena. Aku akan berusaha, aku akan merubah apa yang terjadi dulu.” Helena mengangkat alisnya. Luka yang ia dapat dari laki-laki di hadapannya sudah terlalu dalam. “Percuma jika hanya salah satu saja yang berusaha. Karena kurasa aku tak sanggup berusaha lagi bersamamu.” Shane sad
Helena awalnya berpikir kalau Shane sudah lama tak menempati bangunan ini, tapi tak ada setitik debu pun di setiap furniture yang ada. ‘Kukira ia tak tinggal disini, karena setahuku Athena tak suka bangunan tua bergaya klasik seperti rumah ini. Apa ia bisa membujuk Athena dan akhirnya tinggal berdua di sini?’ Helena melangkah menuju rak buku yang memenuhi dinding ruang tengah rumah itu. ‘Bahkan urutan buku yang ku susun tak berubah.’ Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. “Beberapa pembantu menyusun kembali urutan bukunya, tapi tak ada yang seperti kau lakukan hingga membuatku nyaman membacanya kembali,” celetuk Shane yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Helena. “Kau tinggal di rumah ini?” Helena tak dapat menutupi rasa penasarannya. Shane tersenyum. “Ya, terutama setelah tahun-tahun awal kita bercerai,” jawab Shane sambil perlahan berjalan mendekat ke arah Helena. “Aku berpikir kau akan kembali setelah pergi begitu saja tanpa berkata apa pun hari itu, hari dimana ki
Jasper tersenyum. “Betul, Tuan.” Shane tak pernah menceritakan apa pun isi hatinya pada orang lain. Tapi kali ini berbeda, lelaki itu tak tahu harus berbuat apa pada Helena. “Apa yang harus kulakukan, Jasper?” Jasper terkejut, majikannya itu tak pernah bingung dalam menentukan sikap tapi kali ini ia benar-benar terlihat putus asa. “Apa ini berkaitan dengan Nyonya Helena?” “Ya,” jawab Shane terdengar pelan. “Ketika tadi pagi saya menemuinya, Nyonya juga terlihat tak kalah terlukanya dengan Anda, Tuan Shane.” Shane langsung menegakkan punggungnya, karena terkejut sekaligus tertarik dengan informasi yang Jasper sampaikan. “Kenapa? Bukankah ia membenciku- ah ya tentu saja aku pantas dibenci olehnya. Ia tak mungkin memaafkanku atas apa yang telah aku lakukan padanya kan?” Jasper menoleh ke arah Tuannya. “Anda akan membiarkan hal ini berjalan seperti ini, Tuan?” Shane tersenyum menangkap maksud Jasper. “Tidak. Tentu saja tidak!” Tapi pundak Shane langsung turun kembali. “Tapi aku t