Naura menutup mulutnya karena merasa mual dan tanpa sadar wanita itu langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Padahal yang memakan bubur Kesya, tetapi justru yang muntah malah Naura.
***
Perut Naura semakin mual dan terus memuntahkan isi perutnya yang hanya air itu dikarenakan pagi ini ia belum ada secuilpun makanan yang masuk.
Wanita itu menatap pantulannya di cermin. Ia sedikit meringis ketika menyadari wajahnya sedikit pucat dan badannya tiba-tiba menjadi lemas.
“Ada apa denganku?” tanyanya dalam hati.
“Bunda.” Panggil Kesya yang sudah berdiri di daun pintu. Menampilkan wajah pucat dan mata sayunya karena demam.
“Astaga, Sayang, kenapa turun dari tempat tidur?!” Kaget Naura dan langsung berjalan kea rah putrinya tersebut berniat untuk memangkunya, akan tetapi sebelum tangannya sampai, Kesya mundur satu langkah dan menolaknya secara harus karena ia merasa ibunya sedang tidak baik-baik saja.
“Bunda sakit
Setelah berjalan-jalan di Chidorigafchi Eros mengajak Zora untuk pergi ke kampus Chiko yang kebetulan juga berada di Tokyo. Pria itu terlihat berseri-seri karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan sang adik yang sangat sulit dihubungi itu. Namun, sebelum pergi Eros mengajak Zora untuk makan siang terlebih dahulu disalah satu restoran jepang yang cukup terkenal di kota Tokyo, Restoran Hitsumabushi Bincho. Terletak di Ginza, restoran di Tokyo ini menyajikan hidangan khas ala Nagoya, dengan menu andalan mereka yaitu unagi panggang. Unagi atau kita menyebutnya belut air tawar dipanggang sampai kulitnya renyah dan dagingnya empuk, lalu diletakan di atas nasi yang masih panas, dan dihidangkan dengan beberapa pelangkap serta kaldu. Bangunan restoran estoran Hitsumabusi Bincho ini didominasi warna kayu dengan ornamen besar dari bambu di tengah-tengah ruangan, serta latar belakang gedung-gedung metropolitan yang menambahkan nuansa modern. Saking enak
“Bagaimana bisa?” tanya Eros entah kepada siapa. Pria itu merasa dibohongi karena setelah mengecek nama-nama pendaftar benar saja Chiko tidak ada di daftaran tersebut. Lantas dimana adiknya itu berada sekarang? Kenapa hidupnya penuh teka-teki seperti ini? *** “Mas,” panggil Zora sedikit khawatir karena semenjak suaminya itu pulang dari Waseda University ia belum juga membuka mulutnya. Padahal biasanya suaminya itu sering menggodanya sampai membuatnya terkadang kesal. Zora lebih memilih Eros menggodanya sesuka hatinya dari pada murung seperti ini. Ah, bahkan wanita itu tidak yakin apakah suaminya itu murung, bingung, marah, sedih, atau kecewa. Karena pria itu begitu pintar menyembunyikan perasaannya. “Sayang.” Panggil Zora lagi dan kali ini memanggi suami tampannya itu dengan panggilan sayang. Zora berharap siapa tahu saja jika ia memanggilnya dengan sebutan yang sangat disukai pria itu, dia bisa merespon walaupun hanya mengeluarkan satu kata p
‘Nyonya aku ingin berhenti’ Rahang wanita setengah abad itu mengeras dan tidak terasa bahwa tangannya itu menggenggam erat benda pipih pintar tersebut seakan bend aitu akan hancur dalam sekali tekanan. Tanpa menunggu-nunggu lagi wanita itu langsung mendial nomor untuk menanyakan apa maksud pesan singkat dari orang tersebut. Emosinya benar-benar sudah di ubun-ubun. “Hallo,” ucap seseorang di sebrang sana. “Apa maksud pesanmu itu? Kau ingin bermain-main denganku anak kecil?” tanya Naima kepada seseorang yang ia sebut anak kecil itu. “Maaf, Nyonya. Saya sudah tidak sanggup menutupinya lagi. Saya tidak bisa terus-terusan membohonginya,” katanya. Wanita itu menggeram sebelum menimpalinya, “Hei! Rupanya kau benar-benar ingin bermain dengan saya ya? Baiklah jika kau ingin mengakhirinya, silakan, tetapi jangan salahkan saya jika hidupmu dan hidup keluargamu akan menderita, jauh lebih menderita dari dulu.” Orang yang disebut anak kecil
Naura mengehela napasnya lalu beranjak untuk membawakan segelas air minum untuk sang adik. Siapa tahu setelah adiknya itu minum ia bisa membuatnya sedikit tenang dan mau menceritakan masalahnya. “Minumlah.” Perintah Naura memberikan segelas iar minum untuknya. Manik wanita itu tidak pernah melepaskan pandangannya dari sang adik yang kini masih menundukkan kepalanya – tidak berani menatap matanya. “Apakah lantai rumahku begitu menarik perhatiamu hingga kau sangat betah memandangnya?” tanya Naura yang sebenarnya menyindirnya secara halus. Karena Eros sama sekali tidak membuka mulutnya, wanita itu menjadi kesal. Ia tidak habis pikir kenapa adik bungsunya itu tidak pernah mau berbagi masalah dengannya, tetapi dengan kakak iparnya pria itu masih bisa menceritakannya walau tetap tidak semua cerita. “Aish! Sebenarnya di sini siapa yang kakak kandungmu itu? Aku atau mas Arya?” saking kesalnya wanita itu sampai memiliki pikiran konyol seperti ini. “ken
Lampu-lampu disko dan music keras menemani hari-hari Endru di kota Paris. Pria itu duduk di salah satu kursi seraya menuangkang bir pada gelas kecilnya dan ini sudah botol ke empat – menuangnya lalu meneguknya. Terus seperti itu sampai minuman itu habis tidak tersisa. “Satu bolol lagi!” Teriak Endru kepada bartender dengan memakai bahasa inggris. Bartender tersebut langsung membawa satu botol penuh dan memberikannya. Setelah itu ia pergi – kembali ke tempatnya untuk melayani pelanggan yang lain. “Hai, tampan.” Sapa sesorang wanita seksi – menggodanya. “Aish! Pergi wanita sialan!” pekik Endru mengibas-ngibaskan tangannya di udara. “Mari bersenang-senang.” Ajak wanita itu menyentuh pipi Endru serta menggigit bibir bawahnya – benar-benar seorang wanita penggoda. Bahkan ia tidak merasa tersinggung sedikitpun padahal pria itu telah melontarkan kata-kata kasar padanya. “Pergi, sialan! Aku tidak berminat dengan tubuhmu itu.” Teriak En
Setelah bertemu dengan wanita setengah abad tersebut pemuda itu jadi banyak melamun. Berulang kali ibunya memanggilnya untuk makan malam, tetapi pemuda itu tidak menggubrisnya. Tatapannya kosong tidak bercahaya, bibirnya pucat karena sedari tadi perutnya belum terisi apapun. “Apa yang harus kulakukan ayah? Aku tahu engkau pasti sangat kecewa memiliki putra sepertiku,” ucap pemuda itu menatap satu bintang di atas sana – menganggap bahwa bintang itu adalah sosok ayahnya. “Nak,” panggil Maya – ibunya menghampirinya. “Ibu.” Balas pemuda tersebut memutar kepalanya untuk melihat siapa yang memanggilnya. “Ini sudah malam, mau sampai kapan kau berada di sini?” tanya sang ibu. Pemuda itu tersenyum tipis agar wanita paruh baya itu tidak khawatir. “Sebentar lagi Deni masuk, Bu. Deni masih ingin berada di sini untuk menenangkan diri.” Jawab pemuda itu lagi, “Ibu masuklah. Di sini dingin, tidak baik untuk kesehatan Ibu.” Wanita paruh baya i
“Di mana aku?” Bingung Deni menatap tempat yang sangat asing di matanya. Lapangan luas yang diapit oleh dua air terjun, dan pohon-pohon di sana tidak berwarna hijau seperti di bumi melainkan berwarna putih akan tetapi bukan karena tertutup salju. “Di mana aku? Apakah aku sedang berada di dunia lain?” pikir pemuda itu karena ia benar-benar tidak akan pernah percaya bahwa tempat yang sedang dipijaknya adalah bumi. Namun detik berikutnya ia menggeleng-gelengkan kepalanya karena sudah memiliki pemikiran aneh seperti itu. Jika ini bukan di bumi, lantas di manakah dia berada sekarang? Dan kenapa ia bisa berada di sana? Pemuda itu benar-benar tidak tahu akan kemana ia sekarang, dia hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah. Sampai suara berat yang sangat dirindukannya membuat tubuh pemuda itu menegang. “Deni,” panggil pemilik suara berat tersebut. “A-ayah,” ucap Deni dengan suara yang sedikit bergetar. “Benarkah ini Ayah?” Tanya deni
“Demi Tuhan, Deni, Ayah menyesal memliki putra sepertimu!” Lanjut pria tua itu bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan memudar lalu hilang dibawa kabut putih yang tiba-tiba muncul. “Tidak. Ayah! Ayah! Ayah!!” Teriak Deni semakin histeris memanggil ayahnya. Pemuda itu berlari ke sana ke mari sembari memanggil ayahnya seperti orang kesetanan. Kata-kata ayahnya beberapa detik lalu terus terngiang di telinganya membuatnya berhenti berlari dan jatuh terduduk di atas rumput. “Ayah, maafkan aku,” katanya sangat pelan. Jika ada orang lain yang mendengar dan melihat betapa hancurnya pemuda itu sekarang mungkin mereka akan merasa miris atau justru … mentertawakannya? Sia-sia! Semua yang dilakukannya benar-benar sia-sia. Sosok yang sangat dihormatinya sudah dengan lantang mengatakan kekecewaannya. *** “Ayah!” Pemuda itu bangun dengan puluh yang membanjiri rambutnya dan dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti lari marathon.
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek