“Aku bilang aku baik-baik saja! Apa kau tidak dengar, hah?!” Tanpa sadar Eros membentak Zora.
“Ma-maaf,” ucap wanita itu berusaha mati-matian menahan lelehan kristal yang akan keluar – terlalu terkejut dengan suara keras sang suami.
Ini pertama kalinya pria itu membentaknya setelah berstatus sebagai suaminya. Terakhir kali Eros melakukannya yaitu disaat pertemuan pertama mereka di kantor, disaat Zora melakukan kesalahan dengan memberinya kopi super asin.
Setelah mengatakan itu Eros bangkit dan pergi meninggalkan sang istri yang masih mematung di tempatnya.
Perlahan lelehan kristal itu keluar dari pelupuk mata Zora. Wanita itu sudah tidk tidak bisa menahannya lagi dan pada akhirnya membiarkan air mata tersebut mengalir di kedua pipi putihnya.
***
Sementara di tempat lain Mastur menggeleng-gelengkan kepalanya ketika ia menemukan fakta mengejutkan selain Chiko yang telah mendonorkan jantungnya untuk Eros.
Awalnya Mastur ke rumah s
Setelah sampai dipekarangan rumah sakit Eros langsung menyimpan mobil mewahnya tanpa diparkirkan dengan benar. Tidak peduli jika ia akan dikenakan denda karena parker sembarangan. Pria itu berjalan dengan langkah tergesa-gesa menuju ruangan rawat yang disebutkan Mastur di telepon tadi. “Pak Eros,” ucap Mastur ketika melihat kedatangan Eros. “Apa maksud ucapanmu di telepon? Kau jangan sembarangan bicara!” marah pria itu masih berusaha menyangkal kecurigaan Mastur. “Anda bisa memastikannya sendiri jika Anda tidak percaya pada perkataan saya, Pak Eros,” ucap Mastur. “Ya, tentu saja aku akan memastikannya sendiri. Dan jika kecurigaanmu itu salah, kau akan menerima surat pemecatan esok hari,” timbal Eros terdengar begitu kejam, tetapi siapa yang tidak akan mengatakan itu jika orang-orang yang sangat disayanginya itu dicurigai seperti itu. “Ya, saya siap,” balas Mastur tanpa ada sedikit keraguan didalam ucapannya tersebut. Sebenarnya
Pria itu terus berlari tanpa tujuan. Entah suda berapa orang yang ditabraknya, ia tidak tahu bahakan tidak mempedulikannya. Yang ada dalam pikirannya hanyalah pergi sejauh-jauhnya hingga tubuhnya sudah tidak mampu berlari lagi dan pria itu pun bersimpuh di pinggir jalan dengan kedua lutut yang menjadi tumpuannya. Argh! Ia berteriak sekeras mungkin untuk meluapkan kemarahan, kekecewaan, dan sakit hati dalam hatinya. Pria itu lagi-lagi tidak mempedulikan tatapan tanya atau mungkin iba dari orang-orang yang berjalan berlalu lalang ke sana-kemari. Kenapa dunia begitu kejam padanya? Kenapa dia harus lahir dengan semua penderitaan yang dialaminya? Mulai dari kasih sayang yang tidak pernah didapatkannya sedari kecil dari sang ibu walaupun baru beberapa bulan ini ia mendapatkan dan merasakannya, lalu pengkhianatan dari adik dan ayah tirinya sendiri yang berakhir dengan ia koma selama beberapa minggu, dan terakhir hal yang paling menyakitkan dari semua itu ada
“Suami Anda tidak apa-apa. Saat ini ia sedang tertidur karena efek dari obat bius,” jelas sang dokter yang memeriksa Eros. “Namun, meski begitu sebaiknya untuk satu sampai dua hari suami Anda di rawat di sini agar kami lebih leluasa memperhatikan perkembangannya dan tolong jangan membuatnya terlalu memikirkan sesuatu,” lanjut sang dokter mengingatkannya. “Tapi, tadi saya melihatnya mimisan dok. Benar suami saya tidak apa-apa kan? Dokter tidak sedang menutupi penyakitnya dari saya kan?” tanya Zora lebih kepada menginterogasi sang dokter. Wanita itu hanya takut suaminya sedang sakit parah dan pria itu merahasiakan penyakitnya sama seperti dulu. “Sejauh ini tidak ada sesuatu yang serius. Mimisan itu terjadi karena selaput hidungnya bocor dan itu dikarenakan demamnya yang tinggi juga kelelahan. Namun, jika Anda masih khawatir kami akan memeriksanya secara keseluruhan,” timpal sang dokter memberikan penjelasan agar wanita itu tidak terlalu cemas. “
Bersamaan dengan itu Zora merasakan tangan Eros yang digenggamnya bergerak gerak dan tidak lama kemudian mata indah yang tertutup itu perlahan terbuka. Namun, bukan kata manis yang keluar dari mulut pria itu melainkan usiran yang membuat kedua wanita itu terkejut dan juga semakin sedih.“Eros.”“Mas Eros.”Panggil kedua wanita itu secara bersamaan setelah mencoba melupakan rasa keterkejutannya.Eros menarik tangannya yang kembali di genggam oleh Zora dengan cukup kasar. Pria itu memandang dua wanita tersebut dengan sorot mata terluka, marah, dan kecewa.Pria itu pikir bahwa Zora dan Naura juga ikut terlibat menyembunyikan msalah ini.“Aku bilang pergi! Apa kalian tidak mempunyai telinga hah?!” kekeh sekaligus marah Eros tetap mengusir kakak dan juga istrinya tersebut.Argh!“Eros! Mas!”Kedua wanita itu sama-sama khawatir ketika Eros kembali memegangi kepalanya yang sakit.
Sejak pagi Kirana merasa tubuhnya lemas dan tidak berselera makan. Lantas ia memutuskan untuk membeli tespek secara diam-diam dan sebentar lagi ia akan mengetahui hasilnya. “Semoga negatif,” harapnya dengan jantung berdebar cepat. Dengan tangan gemetar ia memberanikan dirinya untuk melihat berapa banyak garis di sana dan matanya tubuhnya seketika semakin lemas ketika terpangpang jelas ada dua garis di sana yang artinya Kirana positif hamil. “Tidak. Ini tidak boleh terjadi!” Gumamnya seraya menyentuh perutnya yang masih datar. “Endru sialan!!” Teriaknya dari dalam kamar mandi. Wanita itu terus mengeluarkan sumpah serapahnya dan karena suaminya sedang pergi bekerja ia jadi leluasa tanpa takut pria itu mendengarnya. *** Keadaan Eros sudah lebih tenang daripada tadi. Kini Zora sedang menyuapinya apel sedangkan Naura sedang membaca majalah di sopa dalam ruangan. “Mas harus banyak makan, biar cepat sembuh,” ucap Zora dengan t
Hari ini adalah hari pertama Endru bekerja setelah pulang dari bulan madu yang tidak pantas di sebut bulan madu itu. Setiap berpapasan dengan karyawannya pria itu tidak pernah lupa memberikan senyumannya membuat para pelayan wanita semakin terpesona padanya. Namun, mereka masih sadar dengan statusnya dan mereka juga tahu bahwa bosnya tersebut bukanlah pria single sehingga mereka hanya bisa mengagumi tanpa bisa memilikinya. “Pak Endru sudah lama tidak bertemu dengan Anda. Apa kabar?” tanya manajer di restoran tersebut yang kebetulan adalah seorang wanita. “Tidak lebih baik dari ini.” Jawab Endru lagi-lagi memberikan senyuman yang mampu membuat para wanita terpesona padanya. “Ah syukurlah. Kalau begitu saya ijin kembali ke ruangan saya, Pak.” Balas manajer tersebut seraya mengusap belakang telinganya – sedikit salah tingkah karena senyuman bosnya tersebut. “Sakila!” panggil Endru sebelum wanita itu benar-benar keluar dari ruangannya. “Ya? Ada ya
“Biarkan aku ikut denganmu,” pintanya. Chiko terdiam sejenak sebelum menjawab permintaan kakak tirinya yang sangat disayanginya tersebut. “Kau yakin?” tanyanya dengan ekspresi tenangnya. Eros menganggukkan kepalanya meski terlihat ada keraguan di sana. “Ya.” Chiko tersenyum miring lalu menggelengkan kepalanya. “Manfaatkan kesempatan hidup yang Tuhan berikan. Berbahagialah.” Pesannya sebelum kabut menyelimutinya dan membawanya pergi. *** “Chiko!” Pekik Eros langsung terperajat. Napasnya memburu sangat cepat dan peluh sudah membanjiri keningnya. Pria itu melihat sekeliling. Tidak ada lagi taman indah yang dikelilingi oleh air terjun. Hanya ada alat kedokteran dan hanya ada dirinyalah di ruangan itu. Eros hanya sedang bermimpi. “Terima kasih sudah datang ke mimpiku,” gumam Eros tanpa sadar kembali meneteskan air matanya. Pria itu benar-benar menjadi begitu sensitif sekarang. Dan bersamaan dengan itu
“Will you merry me?” Lanjut Endru yang kini sudah berjongkok dihadapannya dengan memegang kotak perhisanan yang ada sebuah cincin berlian cantik di dalamnya. Mata wanita itu berkaca-kaca dan tanpa memikirkan status Endru yang sudah memiliki istri ia mengganggukkan kepalanya. “Yes, I will.” Sepasang kekasih baru itu tersenyum bahagia dan tanpa ragu mereka saling berpelukan. *** “I love you,” gumam Sakila membuat Endru yang sedang santai menyantap makannya melihat padanya. “Kau berbicara padaku?” tanya Endru. Sebenarnya pria itu tidak terlalu jelas mendengar apa yang wanita itu ucapkan. “Apa?!” Bukannya menjawab, wanita itu justru kembali bertanya lengkap dengan ekspresi bingungnya. Tunggu! Mereka tidak sedang berpelukan. Pria itu masih berada di kursinya. “Cincin?” Sakila melihat jarinya dan benda berkilau itu tidak ada di sana. “Kau bicara apa? Maaf, aku tidak mendengarnya,” tanya Endru lagi yang hanya dibalas o
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek