"Eh, eh, kok kalian saling kenal gini," ucap Kean terkejut sedangkan Mona terkekeh melihat raut wajah kaget lelaki itu."Kita gituloh!" seru Gaia membuat Kean mendengkus karna itu bukan jawaban yang ia tanyakan. "Apa jangan-jangan kalian cenayang, sampe tau nama calonku," kata Kean sekali lagi membuat Gaia menoleh menatapnya."Calon apaan, Om?" tanya Gaia seraya bersidekap menatap tajam ke arah Kean. "Eh, anu." Kean menggaruk kepalanya yang tak gatal, lelaki itu melihat sang kekasih memandangnya seraya menaikan alis. "Anu apaan, Om ... ayo dong! Ngomong jangan setengah-setengah," cecar Gaia lalu disambut senyuman meringis lelaki itu. "Ayo lho! Jawab dong, jangan bisanya godain Gaia doang," cibir Arka lalu disambut dengkusan Kean. "Anu, Gaia. Ini calon istri, Om. Om sebentar lagi nikah," ujar Kean pelan."Ohh jadi Om mau nikah, gitu," kata Gaia seraya mengangguk-anggukan kepala. "Maafin, Om ya, Gaia. Kalau nunggu kamu besar nanti yang ada Om udah tua." Kean berkata dengan lirih,
"Kamu ...," gumam Kean geram, ia mengepalkan tangannya lalu mengembuskan napas pelan. "Ayoo Ka! Lihat nih, adikku ganteng banget, kan," seru Gaia menarik lengan Aurel dan mengajak duduk di dekat kasur sang adik. "Ishh ... ganteng banget sih, gemes deh. Pengen gendong Tante tuh, tapi takut," celetuk Aurel mencolek pipi anak kedua Mona. "Takut apa, sini Mas ajarin. Mas dulu selalu bantu gendong Gaia waktu kecil," ucap Kean mendekati kekasihnya lalu meminta izin pada Mona dulu dan dibalas anggukan wanita itu."Nah gini, caranya gendong bayi yang masih merah gini," ujar Kean seraya memperaktekan. "Tetep aja, aku masih gak berani," tutur Aurel yang disambut senyum tipis Mona."Nanti juga, kalau kalian dah nikah dan hamil lalu punya anak. Kamu pasti bisa kok," seru Mona membuat pipi Aurel langsung bersemu."Doain ya, biar lancar sampe hari H, dan kami cepet punya momongan." Kean memamerkan deretan giginya kala sang kekasih memukul pundaknya. "Kamu ini, nikah aja belum udah ngomongin mo
Pagi mulai menjelang, suasana kediaman orang tua Kean sangat ramai. Sebentar lagi mereka akan mengebumikan jasad Papanya Kean. Lelaki itu hanya diam tanpa banyak bicara, ia sama sekali tak mengeluarkan suara bahkan mengisi perut yang sejak kemari belum terisi. Arka telah berada disana, menemani sang sahabat. "Hey, kuatkan hati lo, Kean. Ayo! Kita antar Papa lo ke rumah barunya," tutur Arka membuat Kean menoleh memandang sahabatnya itu. "Lo itu harus kuat, kalau lo rapuh. Siapa yang menegarkan hati Ibu lo," lanjut Arka lagi membuat Kean terdiam lalu mengangguk. ***Waktu berputar dengan cepat, Kean menjadi lebih pendiam. Lelaki itu tidak kadang kebanyakan melamun. Kini sudah seminggu semenjak mengantarkan sang Papa ke rumah barunya. "Hey! Kerja yang bener, jangan kebanyakan melamun," tegur Arka kala memergoki sang sahabat di toilet, lelaki itu melirik Arka. "Maaf, saya bakal usahain profesonal di sini," seru Kean membuat Arka mengeryitkan alisnya."Yang bener aja, masa mau usahain
"Sini handphonenya, Gaia. Om mau ngomong sama dia," pinta Kean menyodorkan tangannya."Udah dimatiin, Om. Telat! Bukan dari tadi," balas Gaia memberikan handphone Kean pada pemiliknya. "Kalau gitu Gaia pamit dulu ya," kata Gaia lalu mendekat mencium punggung tangan Kean dan melangkah keluar lalu ia menyimpang ke ruangan sang Papa. "Papa, Ka Aurel ada di sini, katanya bawain makan siang buat Om Kean. Sama ... badan Om Kean panas, Pah. Kayanya sakit deh, mendingan di suruh pulang, kasian, Pah," cerocos Gaia membuat Arka yang tengah melahap makanannya mendongak memandang sang anak. "Ya udah kasih tau si Aurel, ajak Kean pulang. Bilang aja ini perintah Papa," sahut Arka membuat Gaia mengulas senyum lalu segera mendaratkan bokong ke sofa dan memgirim pesan pada Aurel. "Siap, Pah," balas Gaia, gadis kecil itu mengambil handphone di tasnya lalu menelepon Aurel. "Ada apa, Gaia. Kakak bentar lagi sampe ke ruangan," lontar Aurel kala merima telepon dari Gaia."Nanti, ajak Om Kean pulang aj
"Udah, mendingan sekarang kamu makan lalu kita bakal pulang," lanjut Aurel membuat Kean mendongak sambil mengeryitkan alis. "Pulang? Aku masih banyak kerjaan, Rel. Mendingan abis aku habisin makanan, kamu langsung pulang aja sendiri," lontar Kean dibalas gelengan Aurel."Kamu harus pulang, ini perintah dari Papanya Gaia," kata Aurel membuat Kean mengembuskan napas lalu mengangguk menurut. "Ini pasti Gaia yang bilang ya?" tanya Kean yang dibalas anggukan Aurel yang kini tengah menyiapkan makanan di atas meja."Ayo makan! ingat ini semua harus dihabisin," perintah Aurel membuat Kean memandang wajah calon istrinya. "Yang bener aja, Rel, ini banyak lho," protes Kean membuat Aurel terkekeh lalu mencubit pipi calon suaminya. "Canda kok, kamu serius banget sih," kata Aurel dengan gemas lalu menyendok nasi berserta lauk dan menyodorkan ke mulut Kean."Kenapa diem aja, ayo buka mulutnya. Kita saling suapin ya, sampe hid
*** Waktu yang ditunggu oleh sepasang kekasih itu akhirnya tiba. Bahkan kata sah sudah menggema di ruangan ini. Ucapan syukur terlantunkan, kini Aurel telah menjadi istri Kean. Mereka sekarang berdampingan duduk di pelaminan, menjadi raja dan ratu dalam sehari. "Ciee ... akhirnya sah juga," ledek Arka kala melihat Kean mendekatinya yang tengah duduk di kursi menimang sang buah hati. "Iya dong, hebat kan gue, sekali ucap bener gak ada diulang," ucap Kean seraya ikut duduk di kursi, sedangkan Mona dan Gaia pamit untuk mengisi perut. "Iyain aja dah, biar seneng," balas Arka membuat Kean geram dan hendak meninju Arka tetapi tak jadi karna sadar sang sahabat tengah menggendong anaknya. "He, main tinju-tinju aja, gue gini-gini bos lo tau," gerutu Arka yang dibalas dengkusan Kean."Status kita kalau di luar kantor itu sahabat, kalau di kantor baru lo bos gue," balas Kean telak membuat Arka mendelik dan berdiri mendekati Mona member
Aurel terbangun dari tidurnya, wanita itu mengerjap dan memandang lelaki yang kini menjadi suaminya. Ia lekas melirik jan dan perlahan bangun. Rasa nyeri masih terasa, ia bergegas meraih pakaian yang berserakan lalu memakainya. Baru saja hendak melangkah ke bilik mandi, suara serak pria membuat dia menghentikan langkah."Kamu mau kemana, kenapa enggak bangunin aku," lontar Kean lalu bangkit dari duduknya dan meraih boxer dan memakainya."Mau mandi, Mas, sekalian wudhu. Kan sekarang waktunya salat subuh," balas Aurel tanpa membalikkan badan menatap suaminya. "Kalau gitu ayo mandi bersama," celetuk Kean lalu mendekat dan menggendong sang istri membuat Aurel memekik. "Mas! Apaan sih, bikin kaget aja," protes Aurel seraya membuang muka karena malu akibat merasakan dada bidang suaminya. "Cuma gendong kamu, Mas liat kamu jalannya ampe gitu banget. Sakit banget kan?" seru Kean seraya bertanya yang dibalas anggukan pelan Aurel."
"Mas! Sarapan udah siapa, kamu udah selesai belum?" tanya Mona seraya membuka pintu dan melihat sang suami baru saja keluar dari bilik mandi. "Belum nih, baru selesai mandi aja," balas Arka lalu meletakan bayinya di kasur. "Sini aku bantuin," tutur Mona lalu mengambil pakaian anaknya dan tak lupa minyak telon. "Sudah kamu panggilin Gaia aja, biar Mas yang pakein minyak telon sama pakaian jagoan kita," perintah Arka yang langsung dipatuhi sang istri.Mona melangkah keluar rumah, ia melihat sang anak yang tengah joging bersama teman sebayanya.Wanita itu mendekat lalu menepuk bahu Gaia membikin perempuan tersebut menoleh begitupun lelaki yang berada di sampingnya."Pagi Tante," sapa lelaki itu tersenyum ke arah Mona."Pagi juga Vin,"balas Mona lalu beralih memandang anaknya lagi."Ayo kita sarapan, udah mateng semua lho. Apalagi menu favorit kamu," ujar Mona membuat Gaia tersenyum sumringah. "Ahh ... Mama meman
Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran."Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan Ghibr
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k
Annisa yang membaca itu langsung berjongkok, ia memegang lengan Dara."Aku mohon, Dara. Jangan buat aku dipecat oleh Tuan Arka, kalau aku gak kerja bagaimana nanti ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara menepis pegangan tangan wanita itu. Terlihat Dara menghela napas lalu mengetik sesuatu. [Berdiri! Kamu membuat aku seperti orang jahat.]Annisa menggeleng kala Dara menyodorkan handphone agar ia membacanya. Dara mengepalkan tangan lalu mengetik sesuatu lagi. [Iya-iya aku gak bakal lapor, ayo cepat bangun! Bikin malu aja.] Setelah membaca ketikan itu, Annisa langsung mengulas senyum. Ia bangkit dan menghapus jejak air mata. "Jangan pulang dulu, Dara. Kita jalan-jalan, udah lama bukan gak jalan-jalan gini," celetuk Annisa. Dara yang mendengar itu memandang Annisa. "Emang gak bosen di rumah terus," lanjut Annisa. Dara mengangguk mengiyakan, ia langsung mengecek saldonya dan mengulas senyum. Bergegas melangkah diikuti Annisa. Wanita itu langsung memesan taksi, Annisa yang melihat i
"Kamu mau coba-coba bohongin aku, ya!" omel Mona pelan.Tangan wanita itu bergerak mencubit pinggang sang suami. Membuat Arka mengaduh, sedangkan Gaia menutup mulut agar tidak menertawakan Papanya. "Aku gak bohongin kamu, kok. Kamu, kan yang ngomong sendiri," sahut Arka. Arka membela dirinya, sedangkan Atha yang melihat adegan itu hanya tersenyum kecil. Ia mengajak Gaia untuk berkeliling dan meninggalkan sepasang suami istri ini. Mona hanya melirik kesal Arka, ia langsung melangkah pergi kala Dewi memanggil. "Iya, Dew. Sebentar," sahut Mona. Kala melangkah pergi, Mona menjulurkan lidah meledek sang suami. Sedangkan Arka hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu."Istriku, istriku. Kenapa semakin kesini semakin menggemaskan sih," gumam Arka.Lelaki itu akhirnya melangkah untuk melihat-lihat keadaan."Semoga Dara sadar deh, dan tau diri. Dia masih aja ngejar-ngejar suami temannya sendiri, padahal Mona begitu baik sama dia," batin Arka berseru.Sedangkan Atha dan Gaia, mereka te
"Ayo Dara," ajak Annisa. Dara yang mendengarnya melengos, ia langsung melangkah meninggalkan Annisa. "Kita mau ke mana kira-kira, Dara?" tanya Annisa. Dara melirik kesal Annisa. Ia menghentikan langkahnya lalu mengetik sesuatu. [Kamu berisik, banget! Kita cari tukang bubur kacang hijau.]Annisa memutarkan bola mata, dan mengangguk. Mereka berjalan menuju tempat yang biasa Dara membeli.Sesampai di sana, keduanya langsung memesan kala sampai."Dara, kamu bawa uang gak? Aku kelupaan bawa dompet nih, soalnya," ucap Annisa. Dara membulatkan matanya kala mendengar ucapan Annisa. Ia langsung mengambil ponsel untuk meminta uang pada Arka. Kala melihat benda pipih itu, bertepatan suara notifikasi pesan masuk.[Aku sudah meminta Mas Arka mengirim uang ke akun dana, kamu. Cek deh,] Wanita tersebut langsung memanyunkan bibirnya, ia lekas mengecek aplikasi yang disebutkan Mona. Terlihat dia menghela napas, dan menaruh ponselnya ke saku."Huh ... padahal tadi kesempatan aku mengirim pesan sa