"Apa-apaan lo ha! Ngaku-ngaku jadi calon istri gue, apalagi sebarin kalau gue udah cerai sama Dinda," bentak Arka dihadapan mereka.
Hana langsung menunduk, nyalinya menciut saat mendapatkan bentakan dari Arka. Lelaki itu menarik lengan Hana dan cepat ingin melayangkan tangan ke pipi wanita tersebut. Tertahan dengan suara teriakan Adzkia."Ka ... jangan sakiti perempuan!" pekik Adzkia menarik lengan Hana masuk ke dalam pelukannya."Habisnya dia yang kurang ajar, Mah. Coba mulutnya jangan gitu, Arka gak bakal main tangan," seru Arka menjatuhkan bokongnya ke sofa sedangkan Mona hanya menunduk."Itu karna disuruh Mama, Ka. Jadi kamu jangan sakitin Hana," seru Adzkia dengan suara gemetar ia tak menyangka Arka semarah ini."Kenapa Mama bersikeras menjodohkanku sama dia, Arka tidak akan sudi menikah dengan dia camkan itu!" seloroh Arka lalu menarik lengan Mona agar di sisinya."Sebentar lagi kami akan menikah, sepulang dari sini Arka akPernikahan itu terjadi, mereka kini telah duduk dipelaminan setelah acara ijab kabul itu. Perasaan Mona sangat gugup, apalagi yang datang kebanyakan orang terhomat dan wartawan. Hana datang dengan penampilan bak model, berjalan berlonggak lenggok mendekati pelaminan."Selamat yah," ucap Hana dan bersalam lalu bercipika-cipiki sambil berbisik."Ingat! Aku tidak akan membuat hidupmu tenang, aku akan mengambil Mas Arka karna dia pantas bersanding denganku bukan denganmu," tutur Hana pelan lalu beralih memeluk Arka lelaki itu hanya diam tak membalas.Setelah acara repsesi selesai, Mona diboyong ke apartemen Arka. Lelaki itu langsung menjatuhkan bokong ke ranjang. Tubuhnya sangat letih, tatapan datar tertuju pada Mona yang terus berdiri."Kenapa berdiri terus! Ayo cepat duduk," perintah Arka dibalas anggukan kaku Mona dengan ragu-ragu mendaratkan bokong ke ranjang."Ayo lebih dekat! Kaya kita belum pernah gituan aja," gerutu Arka menarik Mona
Tubuh Mona terasa tak enak, memilih tidak masuk sekolah. Ia memijit kening yang sangat pusing dan mual meradang. Ia bingung kenapa tiba-tiba sakit begini, tak biasanya. Karena dia selalu makan makanan sehat, Mona memejamkan netra berusaha buat tidur."Ah ... hoekkk." Mona yang baru saja memejamkan mata malah ingin muntah, bergegas berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya."Haduh ... kenapa perutku mual banget, apa aku harus berobat ya," gumam Mona menyandarkan tubuh di dinding."Mendingan pergi aja kalau begini terus jadi lemes," monolog Mona saat sekali lagi mengeluarkan isi perut yang hanya keluar cairan saja.Mona bergegas memesan taksi online, lekas meraih tas dan melangkah keluar. Setelah masuk ke mobil, Mona memerintahkan agar sopir lebih cepat melajukan kecepatan kendaraan roda empat ini. Beruntung jalan tol sedang tak macet, sesampai di sana Mona langsung mendaftar dan menunggu gilirannya."Dari gejala Mbak kayan
"Maaf buat kamu menunggu, Sayang," ucap Arka membuat Mona terkejut lalu lekas memasukan handphone ke tas."Gak papa, Mas. Kan, Mas, lagi cari uang buat anak kita," tutur Mona membuat Arka terdiam."Semoga Arka junior cepat hadir di rahimmu," kata Arka ikut duduk lalu mengusap perut Mona."Mas, aku punya kado buat kamu," ucap Mona mengeluarkan kado dari tas dan menyodorkan pada Arka."Ini, kan, bukan hari ulang tahunku. Makasih kadonya, Mas buka ya," tutur Arka dibalas anggukan Mona."In ... ini bukannya hasil USG dan tespack?" tanya Arka dengan terbata, ia mengambil kertas itu."Iya, Mas," balas Mona singkat."Ini punya siapa, Sayang. Jangan membuatku melambung tinggi terus kamu jatuhkan, Mas akan terus bersabar sampai benih Mas tumbuh," ujar Arka pelan, ada rasa kecewa karena memang lelaki itu menginginkan anak dari sang istri."Ish ... Mas, mah. Coba deh baca di hasil USG itu nama siapa," seru Mona dengan kesa
"Dari siapa sih, Sayang?" tanya Arka menatap istrinya."Apa yang harus aku lakukan," batin Mona berseru sambil mencengkram handphonenya."Sayang," panggil Arka membuat Mona tersentak kaget."Anu ... Mas, ini ada pesan dari." Mona memilih tak mengucapkannya, memutuskan langsung menyodorkan handphone pada Arka. "Dinda," gumam Arka saat melihat barisan huruf yang merangkai menjadi kata. "Iya, Mas. Dia chat aku, aku harus gimana, Mas?" tanya Mona pelan, ia sungguh bingung."Untuk apa uang sebanyak itu, dia, kan, sudah mengambil hartaku," seru Arka memikirkan apa alasan mantan istrinya yang sekarang berstatus kakak ipar. "Gak tau, Mas. Itu terserah, Mas. Mas mau bawa kasus Kak Dinda ke kantor polisi silahkan, aku tau perbuatan Ka Dinda salah," ujar Mona dibalas anggukan Arka."Mumpung ada nomor Ka Dinda, bisa dilacak," lanjut Mona lagi membuat Arka gemas lalu mengacak-acak rambut istrinya."Mas sayang k
"Gak osah teriak-teriak kali, norak bangat! Sebentar gue ambil uangnya," seru Dinda kesal lalu mengeluarkan uang di tas dan memberikan ke tangan wanita itu."Nih! Gue bayar lunas, udah lo sono pergi. Makasih dah di kasih minjem, gue tau lo mau mempermalukan gue, kan," sinis Dinda membuat wanita itu mencebik kesal lalu menghentakan kaki melangkah pergi."Hey, Din," sapa Sinta yang berada di kiri kontrakan Dinda. Dinda menatap malas Sinta, ia memilih masuk ke kontrakan tidak memperdulikan wanita itu. Sedangkan Sinta memandang kesal kepergian Dinda. Dia berniat meminta uang karena tetangganya itu seperti memiliki banyak cuan sekarang. Dengan menghentakan kaki kesal, Sinta langsung ke kontrakan yang di tempati janda tersebut.*** Waktu berlalu begitu cepat, Dinda terus meminta dikirimkan uang saat dia butuh. Sedangkan Mona terus mengirimnya setelah diizinkan Arka. Arka sudah tahu kenapa Dinda memeras Mona dan Arka merasa iba saat tau p
Arka segera membantu Mona mengganti pakaian. Wanita itu sudah tak malu-malu lagi karena sudah tak sanggup memakai pakaian sebab perut sudah besar. Selesai menolong sang istri, Arka langsung keluar dan menatap kesal ke arah dua orang masih berada di kediaman sehabis membikin kekacauan."Lo gak tau malu banget sih, pergi sana dari rumah gue! Jangan injakan kaki ke sini lagi," usir Arka menatap murka pada Hana."Ma-Mas ... Hana gak maksud nyiram Mona," cicit Hana pelan, jemarinya saling memilin karena takut melihat sorot mata Arka."Iya gak maksud, cuma memang lo rencanain. Cepat pergi dari rumah gue!" bentak Arka menunjukan pintu keluar, wajah Hana sudah sendu dan mata berkaca-kaca."Ka ... sudahlah, Mona juga gak papa ini, kan," ujar Adzkia membuat Arka mendengkus kesal lalu memilih melangkah pergi menuju kamar."Terus kalau Mona kenapa-kenapa dia mau tanggung jawab Mah, udahlah Mah. Jangan belain dia terus, besar kepala nanti," tutur Ark
Mata Adzkia membulat sempurna lalu bergegas bangkit merebut ponsel Arka. "JANGAN! Jangan beli tiket pesawat, Arka tidak akan ke mana-mana, awas kalau beli tiket pesawat," ancam Adzkia lalu mematikan sambungan telepon itu."Mama ...," tegur Arka kesal lalu hendak meraih handphonenya tetapi di sembunyikan oleh Adzkia yang terus menggeleng."Mama mau berubah, tolong jangan pergi," pinta Adzkia dengan suara lirih menatap sendu anak semata wayangnya." Tapi kalau Mama melukai hati istriku lagi, maaf ... mendingan kalian tak saling bertemu saja bukan, caranya ya itu, kami akan pergi ke luar negeri yang tak akan ku sebutkan di mana," tutur Arka pelan dibalas gelengan lemah Adzkia."Mama janji bakal menerima Mona," kata Adzkia menggenggam jemari menantunya membuat Mona menoleh."Tolong ... bilang sama Arka, jangan tinggalin Mama, Mama sudah tua, Mon," ujar Adzkia menatap memohon pada menantunya, Mona mencerna semua perkataan sang mertua lalu men
Gosip tentang Susan yang menjadi istri simpanan tersebar luas. Istri sah, suami Susan datang ke rumahnya untuk memberikan pelajaran. Banyak orang yang membicarakan wanita itu bahkan menjauh karena takut laki mereka diincar. "Itu Susan, ayo mendingan kita cepet-cepet belanjanya," seru Ibu-Ibu saat mereka tengah memilih sayur di kang sayur keliling."Iya Bu, Ibu. Ayo cepat! Bisa-bisa istri saya mengamuk kalau tau Mbak Susan beli sayur di saya," ujar Kang sayur dibalas anggukan para perempuan itu lalu segera pergi membuat Susan berhenti mendekat."Haduh ... kalau bukan karena bahan makanan udah habis, gue gak mau keluar sampe gosip itu mereda," gumam Susan pelan saat melihat para emak-emak menjauh saat ada keberadaannya."Mang berhenti ...," teriak Susan membuat semua orang yang mendengar langsung menoleh ke arahnya, kang sayur yang dipanggil berusaha lari begitu cepat dan berhenti saat Susan memegang gerobaknya."Haduh Mang, saya panggilin
Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran."Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan Ghibr
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k
Annisa yang membaca itu langsung berjongkok, ia memegang lengan Dara."Aku mohon, Dara. Jangan buat aku dipecat oleh Tuan Arka, kalau aku gak kerja bagaimana nanti ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara menepis pegangan tangan wanita itu. Terlihat Dara menghela napas lalu mengetik sesuatu. [Berdiri! Kamu membuat aku seperti orang jahat.]Annisa menggeleng kala Dara menyodorkan handphone agar ia membacanya. Dara mengepalkan tangan lalu mengetik sesuatu lagi. [Iya-iya aku gak bakal lapor, ayo cepat bangun! Bikin malu aja.] Setelah membaca ketikan itu, Annisa langsung mengulas senyum. Ia bangkit dan menghapus jejak air mata. "Jangan pulang dulu, Dara. Kita jalan-jalan, udah lama bukan gak jalan-jalan gini," celetuk Annisa. Dara yang mendengar itu memandang Annisa. "Emang gak bosen di rumah terus," lanjut Annisa. Dara mengangguk mengiyakan, ia langsung mengecek saldonya dan mengulas senyum. Bergegas melangkah diikuti Annisa. Wanita itu langsung memesan taksi, Annisa yang melihat i
"Kamu mau coba-coba bohongin aku, ya!" omel Mona pelan.Tangan wanita itu bergerak mencubit pinggang sang suami. Membuat Arka mengaduh, sedangkan Gaia menutup mulut agar tidak menertawakan Papanya. "Aku gak bohongin kamu, kok. Kamu, kan yang ngomong sendiri," sahut Arka. Arka membela dirinya, sedangkan Atha yang melihat adegan itu hanya tersenyum kecil. Ia mengajak Gaia untuk berkeliling dan meninggalkan sepasang suami istri ini. Mona hanya melirik kesal Arka, ia langsung melangkah pergi kala Dewi memanggil. "Iya, Dew. Sebentar," sahut Mona. Kala melangkah pergi, Mona menjulurkan lidah meledek sang suami. Sedangkan Arka hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu."Istriku, istriku. Kenapa semakin kesini semakin menggemaskan sih," gumam Arka.Lelaki itu akhirnya melangkah untuk melihat-lihat keadaan."Semoga Dara sadar deh, dan tau diri. Dia masih aja ngejar-ngejar suami temannya sendiri, padahal Mona begitu baik sama dia," batin Arka berseru.Sedangkan Atha dan Gaia, mereka te
"Ayo Dara," ajak Annisa. Dara yang mendengarnya melengos, ia langsung melangkah meninggalkan Annisa. "Kita mau ke mana kira-kira, Dara?" tanya Annisa. Dara melirik kesal Annisa. Ia menghentikan langkahnya lalu mengetik sesuatu. [Kamu berisik, banget! Kita cari tukang bubur kacang hijau.]Annisa memutarkan bola mata, dan mengangguk. Mereka berjalan menuju tempat yang biasa Dara membeli.Sesampai di sana, keduanya langsung memesan kala sampai."Dara, kamu bawa uang gak? Aku kelupaan bawa dompet nih, soalnya," ucap Annisa. Dara membulatkan matanya kala mendengar ucapan Annisa. Ia langsung mengambil ponsel untuk meminta uang pada Arka. Kala melihat benda pipih itu, bertepatan suara notifikasi pesan masuk.[Aku sudah meminta Mas Arka mengirim uang ke akun dana, kamu. Cek deh,] Wanita tersebut langsung memanyunkan bibirnya, ia lekas mengecek aplikasi yang disebutkan Mona. Terlihat dia menghela napas, dan menaruh ponselnya ke saku."Huh ... padahal tadi kesempatan aku mengirim pesan sa