Alexa yang sedang bicara dengan seseorang di ponselnya, ia keluar dari mobil dengan wajahnya yang murung dan gelisah."Kenapa kau melakukan ini padaku? Kita adalah teman dan kau mengunakan aku untuk menghilangkan rasa kesepianmu. Apa kau sudah gila?" bentak Alexa dengan kesal sambil mengacak rambutnya.Di saat yang sama Micheal sedang berdiri di taman dan mendengar pembicaraan Alexa dengan seseorang.Sesaat setelah memutuskan panggilan teleponnya, Alexa menahan emosi yang memuncak. Tangan kanannya yang dibalut perban meninju pintu mobilnya dengan keras. "Sial," desis Alexa geram. Mata Alexa memanas, ia menggenggam setir mobil dan segera menjauh dari taman itu. Micheal yang merasa ada yang tidak beres dengan sikap temannya, tak ingin melepaskan begitu saja. Dengan hati-hati, ia mengikuti Alexa dari jarak yang aman. Beberapa menit kemudian, Alexa menghentikan laju mobilnya tepat di depan sebuah gedung rumah sakit. Pintu mobil terbuka, dan Alexa segera berlari menuju pintu masuk rumah
Alexa terkejut melihat ekspresi Bryan dan Micheal yang menatapnya tajam, seolah-olah mereka mengetahui sesuatu yang seharusnya tidak mereka ketahui. Keningnya berkerut, mencoba mencari tahu apa yang salah. "Ada apa dengan kalian? Apa yang terjadi?" tanya Alexa dengan wajah kusut, merasa tidak nyaman dengan tatapan mereka. Micheal tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dia bangkit dari kursinya dan langsung melayangkan pukulan keras setrum wajah temannya itu. Bruk! Suara pukulan itu bergema di ruangan. "Aahh!" jeritan Alexa yang kesakitan. Tangannya meraba wajahnya yang terasa panas akibat pukulan tadi. "Kenapa kamu memukulku?" tanyanya dengan nada terluka. "Supaya kamu bisa sadar, Kamu adalah pria yang telah menikah. Kenapa masih dekat dengan Emily? Bagaimana dengan istrimu?" tanya Micheal dengan suara keras, menunjukkan betapa kecewanya pada Alexa. Alexa terdiam sejenak, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja dia terima. "Kenapa kamu bisa tahu? Kamu mengikutiku?" tanyanya d
Malam itu, langit berbalut indah dengan bintang-bintang yang berkelap-kelip. bibir Bryan dan Vivian bertemu dalam sebuah ciuman mesra, dan kedua lengan mereka saling merangkul erat satu sama lain. Ciuman tersebut terasa begitu hangat, penuh cinta dan kepercayaan. Namun, tak lama kemudian, Vivian melepaskan pelukannya dan menatap Bryan dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara lembut namun tegas, "Bryan, aku ingin kamu berjanji satu hal denganku!" Bryan menatapnya dengan penuh perhatian, lalu menjawab, "Katakan saja, aku akan menurut permintaanmu!" Vivian menggenggam tangan Bryan erat-erat, seolah tak ingin melepaskannya. "Apa pun yang terjadi, jangan pernah menyembunyikan dariku lagi. Biarkan aku tetap di sisimu. Di saat kamu menjadi lemah, sakit atau lumpuh. Jangan membiarkan aku menjauh darimu!" ucapnya dengan mata yang semakin berkaca-kaca. Bryan terenyuh mendengar permintaan Vivian. Ia menatap istri tercintanya dengan mata yang penu
Bryan berada di ruang tamu kediamannya bersama Andrew dan Michael, ketiganya tampak serius membahas sesuatu. Tiba-tiba Bryan membaca hasil tes DNA Alexa yang mengandung obat perangsang, ia langsung mengepal tangannya dengan marah. "Emily Dowson sudah bosan dengan hidupnya," ketus Bryan, wajahnya merah padam karena kemarahan yang mendalam. "Kita harus segera menghentikan dia, agar tidak ada yang terjadi pada Tuan Alexa," ujar Andrew dengan tegas.Namun, tiba-tiba suara Alexa terdengar di pintu ruang tamu, "Cena akan menceraikan aku," katanya lesu, wajahnya pucat pasi. "Ada apa denganmu?" tanya Michael dengan khawatir, melihat keadaan Alexa yang tak seperti biasanya. "Cena sudah tahu, dan ingin menggugat cerai," jawab Alexa dengan putus asa, air mata mengalir deras di pipinya. "Cena hanya salah paham denganmu, beri dia waktu untuk memahami semuanya," kata Bryan sambil menepuk bahu Alexa yang duduk di sofa."Aku telah memberitahu semuanya, Tapi, Cena tetap tidak bisa memaafkan aku.
Emily berdiri di depan Alexa dengan senyum sinis di wajahnya, matanya menatap tajam ke arah Alexa yang tampak gugup dan marah. "Iya, Aku akan melakukan apa saja demi mencapai keinginanku," jawab Emily dengan nada sengaja dan penuh tantangan. Alexa mencoba mengendalikan emosinya, tangannya bergetar dan wajahnya merah padam. "Kamu adalah seorang wanita, kenapa kamu tega sekali bersikap seperti itu? Hanya karena dendammu...kau ingin menghancurkan pernikahanku. Apakah kamu wanita yang tidak memiliki perasaan?" tanya Alexa dengan suara bergetar. Emily tertawa sinis, langkahnya mendekat ke arah Alexa. "Sejak dulu aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanku. Alexa, kita sudah bersama di malam itu. Jangan mengaku kalau kamu tidak menikmatinya. Kamu bahkan melakukannya berulang kali hingga terlelap," ucap Emily dengan nada menggoda sambil mengingatkan Alexa pada malam yang kelam itu. Alexa menutup matanya, mencoba mengusir kenangan buruk tersebut. Hatinya sesak dan rasanya in
Malam hariPria berjenggot itu duduk di ruangan gelap sambil menyalakan sebatang rokok. Dalam keheningan malam, ia menghubungi seseorang melalui telepon genggamnya. "Bryan Anderson memiliki banyak teman, Kenalannya cukup luas. Tapi, tenang saja. Aku akan menghancurkan mereka semua?" ucap pria itu dengan nada dingin dan tegas. Di seberang sana, terdengar suara pria yang lebih tegas dan berwibawa, "Jangan bunuh! Cukup membuat mereka satu persatu kehilangan segalanya!" perintahnya tanpa ampun. Pria berjenggot itu tersenyum sinis, "Baiklah, Serahkan saja padaku!" Jawabnya dengan percaya diri, lalu memutuskan panggilan tersebut. Ia mengambil sebuah buku catatan dan mulai mencatat nama-nama yang akan menjadi targetnya: "Bryan Anderson, Micheal Loas, Alexa, Andrew, Edward. Mereka sepertinya bagian hidupmu," gumamnya penuh niat jahat. "Bryan Anderson, hidup tidak selalu mulus dan bahagia. Aku akan mulai dari orang di sisimu. Biarkan kamu merasakan betapa sakitnya melihat teman-temanmu me
Andy, pria misterius yang mengikuti Bryan. melangkah mantap menuju gedung tinggi yang megah, tempat pria berjenggot itu menunggunya. Sesampai di ruangan itu ia menemui pria berjenggot yang duduk di kursi besar dengan tampilan angkuh. "Tuan, aku sudah mendapatkan data mereka!" ujar Andy dengan suara penuh keyakinan. Pria berjenggot itu menatap tajam ke arah Andy, lalu berkata, "Katakan!" Andy pun mulai menyampaikan hasil penyelidikannya, "Micheal Loas adalah seorang Jaksa yang cemerlang dengan prestasinya. Los Angeles hanya memiliki seorang Jaksa luar biasa seperti dirinya. Sedangkan Alexa adalah pengurus di sebuah perusahaan iklan. Belakangan ini, dia terlibat dalam perselingkuhan dengan seorang dokter bernama Emily Dowson. Sehingga akan bercerai dengan istrinya.""Apa lagi hal yang menarik terjadi pada mereka?" tanya pria berjenggot itu."Micheal Loas sebagai teman dan juga jaksa, berusaha mengadili kejadian ini. Wanita itu telah ditahan dan akan dipersidangkan dalam waktu dekat.
Andrew yang mengenakan sarung tangan, menekan bekas tusukan di bagian leher korban dan melihatnya dengan seksama."Tusukannya sangat cepat, pembunuh ini pasti seorang ahli ilmu bela diri. Gerakannya cepat dan tepat," kata Andrew."Setiap tusukannya tepat pada sasaran dan langsung membuat korban tewas. Lima prajurit ini cukup tangguh sehingga mampu membunuh lebih dari dua puluh lawannya," ucap Bryan.Ketegangan terasa di ruangan itu, seiring dengan kedatangan anggota polisi yang menangani kasus pembantaian brutal. seorang detektif berpengalaman, Kevin dan rekan-rekannya untuk menyelidiki kasus ini. Mereka memeriksa tubuh korban dan pembunuh mencari petunjuk yang mungkin terlewatkan. "Para pelaku tidak memiliki identitas," ucap Kevin dengan ekspresi serius, "Sepertinya mereka telah berencanakan dari awal. Agar kita tidak bisa mengetahui asal usul mereka." Rekannya menambahkan, "Tanpa data, tidak bisa memeriksa DNAnya. Mereka benar-benar pintar menyembunyikan jejak." Bryan, yang sed