Langit segera mengambilkan nasi beserta lauk pauk ke dalam piring untuk Sora. Setelahnya ia segera menyodorkan sendok berisi makanan tersebut ke arah mulut Sora. "Ayo makan." Kata Langit.Sora tergugu. Berdekatan dengan Langit seperti saat ini sedikit membuatnya takut namun tidak ingin meminta Langit untuk menjauh."Ayo buka mulutnya. Katanya kau mau disuapi makan." Lanjut Langit sebab Sora hanya diam saja.Kepala Sora mengangguk. Kemudian ia membuka mulut dengan gerakan perlahan.Langit segera menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulut Sora setelah mulut Sora terbuka sempurna. Dan di luar ekspetasi, Sora yang awalnya tidak berselera untuk makan kini terlihat lahap memakan makanannya bahkan meminta Langit untuk menambah makanannya.Melihat nafsu makan Sora yang begitu besar karena disuapkan makan olehnya membuat Langit mengulum senyum. Dengan wajah polos yang ditunjukkan Sora saat ini, mengingatkan dirinya pada sosok kekasihnya yang hampir sama polosnya dengan Sora."Qiandra..." tanpa
Tak puas mengomel di depan Sora, Bella langsung saja melakukan panggilan telefon dengan Langit. Setelah panggilan telefon terhubung, wanita itu melampiaskan kekesalannya dengan mengomel panjang lebar pada Langit.Sora yang hanya bisa diam mengatupkan bibir rapat-rapat seraya mengerutkan dahi. Ia merasa amat bersalah pada Langit karena pria itu menjadi pelampiasan kemarahan Bella karena dirinya."Walau kalian menikah tidak berdasarkan keinginanmu, kau tidak bisa bersikap sesuka hatimu seperti ini, Langit. Seharusnya kau itu tinggal di sini untuk menjaga Sora. Bagaimana bila tiba-tiba dia membutuhkan bantuanmu!" Langit di seberang sana hanya diam sambil melangkah ke lift yang akan mengantarkannya ke lantai dimana ruangan kerjanya berada sebab kini ia baru saja tiba di perusahaan. "Kau dengar kata Kakak, kan?" Lanjut Bella karena adiknya itu hanya diam saja."Aku dengar. Semua omelan Kakak terdengar jelas di telingaku." Kata Langit yang akhirnya bersuara."Jangan hanya didengar saja. K
Mulai saat itu, Zoya mulai mencari informasi loker sebagai seorang sekretaris dari teman-temannya yang bekerja di perusahaan besar. Dari semua informasi yang ia dapat, belum ada satu pun loker yang sesuai dengan keinginannya. Tak putus asa sampai di situ saja, Zoya lanjut mencari tahu informasi loker sebagai seorang sekretaris dari sosial media hingga akhirnya mendapatkan loker yang ia inginkan."Sekretaris bos di perusahaan Abimayu?" Gumam Zoya membaca loker yang tertera di layar ponselnya saat ini.Senyuman di wajah Zoya terkembang. Ia sangat tahu sebesar apa perusahaan Abimayu dan pengaruhnya di kotanya. Jika ia bisa bekerja di perusahaan tersebut, ia yakin hidupnya terasa amat bahagia. Selain bisa bekerja di perusahaan besar, ia juga bisa mencoba mendekati salah satu bos yang ada di sana."Aku harus mengirim lamaran pekerjaan secepatnya!" Gumam Zoya. Tanpa membuang waktu lama, Zoya segera menyiapkan beberapa file yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan di perusahaan Abimayu."Zoya,
Sora mengangguk pelan. "Tahu, tapi bayinya menginginkannya, Tuan." Balas Sora lirih.Langit menghela napas dalam-dalam. Jika sudah menyangkut urusan bayi mereka, entah mengapa ia sangat sulit untuk menolak. Langit pun akhirnya berpikir keras bagaimana caranya agar Sora tidak memakan makanan yang dibeli dipinggir jalan tersebut dan menggantinya dengan cemilan yang lebih sehat."Memangnya kau mau makan apa?" Langit bertanya. Mencoba mencari tahu keinginan wanita hamil itu."Saya mau telur congkel, otak-otak dan sosis bakar, Tuan." Jawab Sora mengungkapkan beberapa jajanan yang diinginakannya."Telur congkel?" Ulang Langit. Ia tidak mengetahui seperti apa jajanan pertama yang Sora sebutkan."Iya. Rasanya enak sekali. Apa lagi disiram pakai saos." Balas Sora sambil membayangkan betapa nikmatnya makanan tersebut jika masuk ke dalam mulutnya. Membayangkannya sudah membuat air liur Sora hampir menetes.Merasa penasaran seperti apa makanan yang Sora maksud tersebut, Langit segera mencari tahu
Sora terlalu asik menonton acara televisi sampai tidak menyadari jika Langit dan Bibi Nina sudah selesai membuatkan cemilan untuknya. Kesadaran Sora pun timbul pada saat Langit datang sambil membawakan otak-otak goreng lengkap dengan saos di dalam mangkuk."Ini cemilan yang kau inginkan." Kata Langit setelah meletakkan piring berisi otak-otak di atas meja.Sora memperhatikan cemilan tersebut kemudian menatap pada Langit. "Tuan sudah selesai membuat cemilannya?" Tanyanya tak percaya.Langit dengan cepat mengangguk. Cukup memakan waktu hampir satu jam lamanya ia membuat cemilan tersebut untuk Sora. Dan selama itu pula ia harus berpikir keras bagaimana caranya agar tidak salah dalam mengerjakan apa yang Bi Nina perintahkan kepadanya."Tapi..." Sora menatap otak-otak goreng itu lagi. Bukannya tadi ia menyebutkan tiga macam cemilan, lantas kenapa Langit hanya membawa satu cemilan saja?Menyadari arti tatapan Sora, Langit pun bersuara kembali. "Makan telur congkel dan sosisnya setelah makan
Langit akhirnya jengah juga karena sudah dituduh yang bukan-bukan oleh Bella. Setelah cukup lama mendengar Bella mengomel, Langit pun akhirnya mengungkapkan alasan sebenarnya kenapa dirinya tidak ingin tinggal di apartemen yang sama dengan Sora."Aku ingin membuatnya nyaman. Dan salah satu cara agar dia bisa nyaman adalah tidak tinggal di tempat yang sama denganku. Ini juga atas keinginannya sendiri. Jika dia bersedia, aku pasti sudah tinggal dengannya." Jelas Langit.Bella diseberang sana terdiam. Ternyata pemikiran buruknya salah. Langit bukannya tidak ingin tinggal bersama Sora. Hanya saja pria itu ingin memberikan kenyamanan dengan Sora."Apa Kakak ingin dia terus ketakutan karena sering bertemu denganku?" Tanya Langit kemudian.Bella di seberang sana menggeleng. Dan tentu saja gerakan kepalanya itu tidak akan terlihat oleh Langit."Jika dia nyaman, janin yang ia kandung juga akan nyaman. Aku tidak ingin membuat kesehatan anak kami terganggu di dalam rahim karena ibunya merasa ter
Tidak sampai dua puluh empat jam, Zoya akhirnya mendapatkan email dari pihak HRD jika ia diterima sebagai sekretaris di perusahaan Abrisam. Setelah membaca deretan kalimat yang tertera di pesan emailnya tersebut, lantas saja membuat Zoya berteriak kegirangan. Suaranya yang terdengar amat besar, membuat Bibi Rida yang sedang istirahat di dalam kamarnya malam itu terganggu dan bergegas menghampiri Zoya ke dalam kamarnya."Zoya, ada apa ini? Kenapa kau berteriak seperti orang kesetanan saja?" Omel Bibi Rida.Kedua sudut bibir Zoya tertarik sempurna menatap wajah Bibi Rida. "Mamah, aku diterima bekerja di perusahaan Abimayu!" Beru tahu Zoya girang."Apa?!" Kedua bola mata Bibi Rida membulat. Sedetik kemudian ia pun terpekik girang sama seperti yang Zoya lakukan. "Kau tidak bercanda kan, Zoya?" Tanya Bibi Rida memastika di tengah kegirangan."Aku tidak bercanda, Mah. Mama lihat aja ini!" Zoya memperlihatkan pesan masuk ke emailnya kepada Bibi Rida. Dan setelah membaca pesan tersebut, akhir
Langit menutup layar laptopnya setelah memutuskan untuk menunda pekerjaannya demi menghampiri Sora di apartemen. Dengan gerakan cepat, pria itu bergegas pergi meninggalkan perusahaan menuju apartemennya berada. Di tengah perjalanan, pria itu menepikan mobilnya saat melihat beberapa jajanan yang mungkin disukai oleh istrinya."Apa aku harus memberikannya makanan tidak sehat seperti ini lagi?" Tanya Langit dalam hati. Ia merasa gundah. Ingin membuatkan cemilan sehat untuk Sora rasanya tidak sempat waktu, tapi jika membeli cemilan atau jajanan dari luar itu sama saja ia menelan ludahnya sendiri yang sempat melarang Sora untuk tidak memakan makanan sembarangan.Lama Langit berpikir untuk mengambil keputusan yang tepat. Hingga akhirnya, pria itu menghela napas dalam-dalam setelah mengambil keputusan yang mungkin akan membuatnya menyalahkan diri sendiri."Sudahlah, sepertinya tidak masalah untuk kali ini saja. Dari pada perutnya tidak terisi." Gumam Langit. Di saat situasi sedang genting s
Beberapa hari berlalu, Pandu nampak masih berupaya untuk bertemu dengan Sora. Namun lagi-lagi, dia harus menelan kekecewaan sebab Sora begitu sulit untuk ditemui bahkan tidak pernah keluar dari dalam apartemen. Pandu dibuat bingung dan bertanya-tanya, kenapa sikap Sora saat ini seperti orang yang sedang dikurung saja? Agh, memikirkannya membuat Pandu jadi semakin berpikiran buruk saja.Di saat Pandu terus kepikiran dengan sosok Sora, sosok yang tengah dipikirkannya itu ternyata turut memikirkannya. Dia bahkan sering berupaya untuk bisa keluar dari dalam apartemen namun selalu berujung dengan kegagalan sebab Langit begitu sulit untuk memberikannya izin untuk keluar.Bukan tanpa alasan Langit melakukannya, dia hanya tidak ingin Sora bertemu kembali dengan bibinya dan membuat hati wanita itu jadi bersedih karenanya.Berita Sora yang dikurung di dalam apartemen akhirnya sampai di telinga Bella. Ibu dari satu anak itu nampak berang karena Langit sudah bersikap sangat gegabah mengurung istr
Pertemuan Sora tadi bersama Pandu akhirnya membuat Sora terus kepikiran dengan pria itu. Bagaimana masa sekolahnya saat bersama Pandu dulu hingga pada saat ia menolak cinta Pandu karena takut bibinya akan marah jika ia ketahuan menjalin hubungan dengan seorang pria."Huh, kenapa aku jadi memikirkan Kak Pandu terus." Gumam Sora diikuti helaan napas yang terasa berat. Akibat terlalu banyak memikirkan sosok Pandu, Sora sampai lupa jika tadi ia sempat merindukan sosok Langit dan ingin segera bertemu dengannya."Baby, apa kau akan marah pada Mama jika Mama memikirkan pria yang bukan ayah kandungmu?" Sora berbicara pada janinnya yang masih bersemayam di dalam rahimnya. Rasanya tidak pantas sekali dia memikirkan pria yang tidak memiliki hubungan apa pun di dalam hidupnya.Di apartemen berbeda, Pandu yang tadi sempat berniat untuk melanjutkan pembicaraannya dengan Sora berinisiatif menghampiri apartemen Sora setelah memastikan putri kecilnya sudah tertidur dengan lelap di atas ranjang.Keluar
Pandu yang turut melihat wajah Sora dibuat terkejut melihat wajah wanita itu setelah sekian lama mereka tidak bertemu."Sora." Kata Pandu sambil menatap intens wajah Sora.Bi Nina yang menyadari jika keduanya saling kenal pun menatap pada Sora. "Nona kenal sama pria itu?" Tanya Bi Nina.Sora mengangguk pelan. "Dia Kak Pandu, Bi. Kakak kelasku di sekolah dulu." Bi Nina yang hendak kembali bersuara mengurungkan niatnya saat Pandu berjalan mendekat pada mereka sambil menggendong gadis kecil di tangannya. "Sora, kau benar Sora, kan?" Tanya Pandu seakan memastikan. Sora mengangguk pelan. Dirinya sungguh tidak menyangka setelah sekian lama tidak bertemu dengan pria yang sempat menjadi idolanya, kini mereka kembali di pertemukan dalam situasi yang tak terduga.Pandangan Sora tertuju pada gadis kecil yang nampak manja berada di dalam gendongan Pandu. "Apa gadis kecil ini anak Kakak?" Tanya Sora.Pandu menganggukkan kepalanya. "Ya. Dia anakku dengan almarhum istriku." Jawab Pandu apa adanya
"Ada beberapa hal yang tidak bisa saya jelaskan pada Bibi. Yang terpenting saat ini, saya harap Bibi dapat mengikuti segala perintah saya demi kebaikan Sora."Bi Nina akhirnya mengangguk tanpa berniat bertanya lebih jauh. Ia mengerti Langit memiliki privasi dan ia tidak ingin terlalu ikut campur di dalamnya.Setelah berbincang sejenak dengan Bi Nina, Langit segera kembali ke ruangan tengah dimana Sora tengah menunggunya di sana.Wajah Sora terlihat tegang melihat kedatangan Langit. Wanita itu tengah berpikir jika Langit akan memarahinya mengingat kejadian yang terjadi tadi siang.Namun di luar ekspetasi, nyatanya Langit tidak memarahi atau membahas perkara yang terjadi tadi siang. Pria itu justru membahas hal lain tentang kehamilan Sora. Ya, jelas saja Langit tidak akan memarahinya karena pria itu tahu marah pun tiada guna. Memarahi Sora itu sama saja membuat Sora semakin takut kepadanya. Selain dari pada itu, dia juga sudah membicarakan permasalahan Sora tadi siang bersama Bi Nina. La
Sora menanti kedatangan Langit ke apartemen dengan harap-harap cemas setelah mendengar cerita dari Bibi Nina jika sudah menceritakan apa yang terjadi di supermarket tadi pada Langit."Apa Tuan Langit akan memarahiku. Atau dia akan melarangku untuk keluar lagi karena sudah membuat kekacauan." Sora bermonolog.Kecemasan yang Sora rasakan semakin bertambah saat melihat pintu apartemen terbuka dan memperlihatkan wajah Langit di sana."Tuan..." Sora bangkit dari posisi duduk menyambut kedatangan Langit.Langit yang sedang menenteng beberapa bungkus makanan di tangannya tak menyahut dan terus melangkah ke arah Sora. "Ini aku bawakan makanan untukmu." Kata Langit datar seraya menyerahkan plastik berisi makanan tersebut pada Sora.Sora menerimanya. Ia menatap kotak makanan tersebut dengan tatapan lapar. Kecemasan yang melandanya sejak tadi pun perlahan hilang melihat makanan tersebut.Langit dapat menangkap ekspresi Sora. Dia segera meminta Bi Nina untuk menyalin makanan yang ia bawa agar bis
"Heh, siapa anda yang berani ikut campur dalam urusan saya dan Sora!" Sahut Bibi Rida dengan tatapan tak kalah nyalang. Ia menatap tubuh Bi Nina dari atas sampai bawah dengan tatapan menghina. Dari penampilan Bi Nina saja Bibi Rida sudah dapat menyimpulkan jika Bi Nina adalah wanita rendahan sama seperti Sora."Saya adalah orang yang bertugas menjaga Nona Sora saat ini. Termasuk menjaganya dari wanita jahat seperti anda!" Tegas Bi Nina."Hahah." Bibi Rida tertawa mencemooh Bi Nina. "Kau pikir dia ini adalah bangsawan yang harus dijaga segala?!" Ketusnya.Bi Nina hendak kembali menjawab, namun Sora dengan cepat menghentikan niatnya dengan memegang lengannya."Bibi, sudahlah. Jangan membuat keributan di sini." Pinta Sora. Namun permintaan Sora tidak akan membuat Bi Nina menurut begitu saja. Sebab dia sangat tidak suka dengan sikap arogan yang Bibi Rida tunjukkan saat ini."Heh, Sora. Siapa wanita ini, kenapa dia sok dermawan sekali membela wanita seperti dirimu?" Tanya Bibi Rida dengan
Setelah mendapatkan izin keluar dari David, Sora segera bersiap-siap untuk pergi. Dia mengganti pakaian dengan pakaian bepergian yang dibelikan oleh Langit tak lupa memakai sepatu sesuai dengan perintah Langit. Setelah merasa sudah siap, dia langsung menghampiri Bi Nina yang sudah menunggu dirinya di ruang tengah apartemen."Bibi, aku sudah siap!" Kata Sora semangat.Bibi melukis senyum melihat wajah senang yang Sora tunjukkan. "Baiklah, kalau begitu ayo kita pergi, Non." Ajak Bibi.Dengan semangat kepala Sora mengangguk. Kemudian ia dan Bi Nina melangkah keluar dari dalam apartemen.Tiba di lobby, seorang sopir yang ditugaskan oleh Langit sudah menunggu kedatangan mereka. Pria paruh baya itu segera menuntun Sora dan Bi Nina menuju mobilnya berada."Bi Nina kenapa?" Tanya Sora melihat wajah Bi Nina yang nampak berbeda setelah bertemu dengan sopir tersebut."Bibi gak apa-apa, Nona." Balas Bi Nina tak ingin jujur.Sora merasa tak percaya. Namun dia memilih menghargai jawaban Bi Nina. Ke
Satu bulan tanpa terasa telah berlalu sejak Sora tinggal di apartemen milik Langit. Selama itu pula Sora lebih banyak menghabiskan waktu di dalam apartemen. Dia tidak boleh keluar jika tidak bersama dengan Langit dan tidak boleh memakan jajanan dari luar jika bukan Langit yang membelikannya.Sora akhirnya merasa jenuh. Dirinya sudah biasa bekerja dan menghabiskan banyak waktu di luar rumah beberapa tahun belakangan ini. Jadi saat ia lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen, ia merasa hidupnya terasa hampa. "Aku bosan," keluh Sora setelah membuang napas kasar di udara. Jika saja Langit mengizinkannya untuk berjalan-jalan meski hanya di sekitar apartemen, dia pasti sudah sangat senang.Bi Nina mendengar keluhan Sora. Sebenarnya ia juga merasa kasihan pada Sora yang lebih banyak dikurung di apartemen. Namun mau bagaimana lagi, ia tidak bisa memberikan izin pada Sora untuk keluar tanpa izin dari Langit lebih dulu.Sora mengusap perutnya yang terasa mulai besar. Dia mulai berpikir bag
Regina berjalan mondar-mandir di dalam pantry memikirkan cara untuk dapat bertemu dengan Theo di saat sedang waktu bekerja seperti saat ini. Jika ia masuk ke dalam ruangan Theo tanpa membuat janji lebih dulu, bisa saja Theo memarahinya dengan alasan tidak sopan dan mungkin memecat dirinya."Apa aku saja ya yang membuatkan minum untuk Tuan Theo siang ini?" Pikir Regina. Dari semua cara yang ia pikirkan sejak tadi, seperti hanya cara itu yang terbaik untuk ia lakukan agar bisa bertemu dengan Theo.Regina mengarahkan pandangan pada Tiwi yang nampak sedang mengambil gelas dan ingin membuatkan minuman dingin untuk Theo."Tiwi, siang ini aku saja yang membuatkan minum untuk Tuan Theo." Kata Regina dengan nada memerintah.Dahi Tiwi mengkerut saat mendengar perkataan Regina. "Maaf ya, Regina. Tapi ini adalah tugasku. Aku tidak ingin Tuan Theo memarahiku karena aku melimpahkan tugas ini kepadamu."Lidah Regina berdecak. Selama bekerja sebagai bawahannya, baru kali ini Tiwi berani melawan diriny