"Tok ... tok ... tok ... " suara pintu yang diketuk oleh Han.
"Nona Roti, bangunlah sebentar! Maaf kalau mengganggu tapi ini sangat darurat," katanya panik.
"Tok ... tok ... tok ..."
"Nona Roti!"
Suara berisik Han berhasil membangunkan Evelyn dari tidur nyenyaknya.
Dengan rambut berantakan dan tentunya dengan ekspresi marah, ia membuka pintu kamar.
"Sudah kubilang jangan mengganggu kenapa malah ribut-ribut tengah malam?"
"Tunda marahmu sebentar saja, Nona! Sesuatu terjadi pada Si bayi. Tolong bantu saya!"
Dia menarik tangan Evelyn menuju kamarnya.
"Owek ... owek ... "
"Lihatlah! dia belum berhenti menangis sedari tadi. Bahkan aku sudah membuatkan susu untuknya malah dia seperti menolak."
Mereka melangkah bersama mendekati si bayi.
Evelyn mengecek popoknya, "Hoek!"
Secara reflek, dia menutup hidung setelah melihat kotoran didalam popok bayi itu.
"Dia buang air besar. Cepat ganti popoknya!"
"Saya tidak tahu caranya. Saya belum pernah melakukan hal itu"
"Kau pikir aku pernah? Aku juga belum punya anak!"
"Tapi, setidaknya Nona sudah hidup sebagai manusia lebih lama."
"Apa kau merasa kau baru lahir?"
Bayi tersebut terus menangis di tengah keributan mereka.Pada akhirnya, Evelyn pun mengalah dan mencoba mengganti popok dengan segenap rasa jijik.
Memegang popok di antara ujung jari telunjuk dan ibu jari. Lalu, melemparkannya ke arah Han, "Buang ke tempat sampah!"
Evelyn menahan nafas selama mengelap pantat bayi menggunakan tisu basah sampai akhirnya ia berhasil memakaikan popok baru.
"Fyuhh ... " Evelyn membuang nafas lega.
Namun baru sebentar suasana tenang, tiba-tiba, "Pruuutt ... "
Han buang angin!
Han yang sebelumnya belum pernah mengalami itu, merasa panik. Sama seperti ketika ia merasakan lapar pertama kali.
"Perutku terasa sangat sakit. Apa yang terjadi padaku?"
"Kau juga mau BAB? Cepat ke toilet, Bodoh!" kesal Evelyn.
"Bagaimana caranya? Apa kau juga yang akan membersihkanku?"
"Kau gila? Sini cepat!" Menyeret tangan Han menuju toilet lalu memperagakan bagaimana cara BAB.
"Pertama, buka celanamu. Lalu duduk di atas sini. Setelah selesai, tekan tombol ini untuk menyiram kotoranmu. Bersihkan dirimu dengan tisu ini! Paham?"
"Paham," Dengan polos, dia hendak melepas celana di depan Evelyn.
"Eh eh eh!" cegah Evelyn, "aku keluar dulu baru kau boleh melepasnya."
"Makhluk apa dia sebenarnya?" kata Evelyn sambil mendengus kesal setelah keluar dari toilet.
Merasa lelah dan mengantuk, Evelyn tak sadar terlelap di samping bayi itu.
Sementara Han yang baru saja keluar dari toilet pun, ikut tertidur begitu saja.
Mereka terlihat seperti keluarga bahagia hingga pagi tiba.
"Eeek ... eeek ... eeek ... " rengekan bayi membangunkan Evelyn dari tidurnya.
"Ctak!" Evelyn menyentil kening Han yang masih tertidur pulas.
"Awh!" Han mengusap kening kesakitan
"Bayimu bangun. Buatkan susu untuknya!"
"Baiklah!"
Sementara Han membuat susu, Evelyn memangku bayi itu dan sesekali menciuminya, "Mmuah! Kau laki-laki tapi kau sangat cantik dan menggemaskan.
"Nona, kau terlihat sangat menyayanginya," ucap Han yang baru saja datang membawakan susu.
"Siapa namanya?" tanya Evelyn.
Han menggeleng, "Bagaimana jika Nona yang berikan nama?"
"Siapa namamu? Masukkan saja margamu ke dalam namanya."
"Nama saya Han. Saya tidak memiliki marga."
"Kau itu sebenarnya siapa? Kelakuanmu sangat aneh. Asal-usulmu juga tidak jelas."
"Sebenarnya, saya tidak boleh meceritakan siapa diri saya sembarangan. Tapi, karena saya mempercayai Nona, saya akan menceritakan dengan jujur agar Nona tidak bingung. Nona harus berjanji tidak boleh menceritakan ke siapa pun, ya?"
"Iya, aku janji."
"Jadi sebenarnya saya adalah malaikat yang ... "
Belum selesai Han berbicara, Evelyn sudah memotong karena menganggap Han selalu mengada-ngada, "Sudah-sudah kau adalah pria aneh. Mendengar ceritamu hanya akan membuang-buang waktu."
"Bayi ini kuberi nama Hwang Hyun Ki. Dia ikut marga keluarga besar kakekku."
"Terdengar bagus."
"Tentu! Oh ya, selama kau numpang di tempatku kau tidak boleh enak-enakan saja. Kau harus membuatkan sarapan untukku, makan malam juga membereskan rumah ini setiap hari."
"Pasti akan saya kerjakan, Nona. Tapi, tolong ajari aku sekali saja karena saya belum pernah melakukannya."
"Oke, hari ini aku tidak akan pergi ke toko untuk mengajarimu."
"Kita mulai dari membuat sarapan terlebih dahulu. Perhatikan baik-baik, oke!""Oke!" Mengacungkan jempol tangan kanan sementara tangan kiri menggendong bayi.""Nyalakan kompornya terlebih dahulu seperti ini! Ceklik ..." bunyi kompor dinyalakan."Aku akan mengajarkan menu paling sederhana dulu. Yaitu ... telur ceplok." Gaya bicara Evelyn meniru pembawa acara progam memasak di stasiun televisi."Panaskan teflon! Lalu pecahkan telur diatasnya! Tambahkan sedikit garam! Ini yang namanya garam. Kau juga harus belajar membedakan mana garam, mana gula, dan lain-lain."Han sangat fokus meperhatikan Evelyn, "Bagaimana cara membedakannya?""Kau bisa menjilatnya sedikit. Nanti lama kelamaan kau bisa membedakan hanya dengan melihatnya."Han pun menjilat masing-masing toples bumbu menggunakan ujung jari dengan menampilkan ekspresi sesuai rasa. Evelyn yang sedang mengangkat telur, melirik ke arah Han, "Sudah matang ... Pakai sendok, Bodoh! Itu menji
"Kau bisa memandikan Hyunki?"Belum sempat Han membuka mulut, Evelyn kembali berkata, "Sudahlah jangan menjawab! Kau pasti tidak bisa.""Hehe ... Kalau begitu tolong ajari!""Masalahnya aku juga belum pernah memandikan bayi." berpikir sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tas. Ia menonton sebuah video memandikan bayi di internet. Han juga ikut menonton."Aku tetap tidak berani melakukannya. Hyunki terlalu kecil," ucap Evelyn."Saya bisa melakukannya.""Kau yakin?"Sambil mengangguk, dia berkata, "Seperti yang saya bilang, saya bisa melakukan segala hal jika sudah pernah melihatnya."Segera, Han memandikan bayi yang diberi nama Hyunki tersebut dan benar dia bisa melakukannya dengan baik."Wah, ternyata kau tidak bodoh sepenuhnya," puji Evelyn, "Kalau begitu, aku juga tidak perlu mengajarimu cara melakukan pekerjaan rumah sendiri. Kau tonton saja video di internet!""Tentu saja," balas Han sambil tersenyum.
Sepanjang hari dan malam, pikiran Han tak berpaling sedikit pun dari kata-kata Evelyn bahwa dirinya adalah beban.Hal itu membuat dirinya bertekad untuk mencari kerja meski tanpa kartu identitas apa pun.Hari ini setelah Evelyn berangkat ke toko roti dan dia sudah selesai dengan pekerjaan rumah, ia pergi berangkat melamar pekerjaan.Di bawah sinar mentari pagi, ia berjalan menyusuri kota sambil mendorong kereta bayi yang berisi Hyunki.Dia mendatangi semua toko dan tempat makan menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan.Tak banyak toko yang sedang menambahkan pekerja. Sekalipun ada, mereka selalu bertanya kartu identitas yang tak dimiliki oleh Han.Dia terus berjalan dan menemukan sebuah tempat makan yang sedang membutuhkan karyawan tanpa meminta identitas apa pun. Tapi tentunya, pemilik tempat makan itu tidak mau menerima karyawan yang bekerja membawa bayi.Hari semakin siang.Terik matahari terasa membakar kulit. Han memilih b
Biasanya, Han makan malam lebih dulu tanpa menunggu Evelyn. Tapi, berbeda dengan hari ini, ia mengganjal perutnya yang lapar dengan makanan ringan agar bisa makan malam bersama Evelyn.Waktu pulang Evelyn pun telah tiba. Ia datang dengan membawa bungkusan roti di tangan dan raut muka yang lesu."Selamat datang, Evelyn!" sambut Han begitu Evelyn masuk ke dalam."Untukmu!" kata Evelyn sambil memberikan bungkusan roti yang ia bawa, "kau pasti belum makan karena di rumah tidak ada bahan makanan.""Benar, saya belum makan karena menunggumu. Tapi, saya sudah memasak untuk makan malam kita. Ayo!""Kenapa menungguku? Setiap hari kan aku sudah makan malam di toko.""Sudah! Pokoknya malam ini kau harus makan malam dengan saya!" Han pun menarik tangan Evelyn menuju dapur.Melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan yang tersaji, membuat Evelyn bertanya karena yang ia tahu bahan makanan dirumah sudah habis."Kau dapat dari mana semua
Di depan jendela kamarnya, Evelyn berdiri. Menatap gemerlap bintang di langit sambil menangis."Ev, Kau belum tidur?"Evelyn menoleh, "Kau? Kau sangat tidak sopan memasuki kamar perempuan sembarangan!" katanya sambil mengelap air mata."Maaf! Saya ingin mengetuk pintu tapi saya takut kau tidak mengijinkan saya masuk." Mendekat ke arah Evelyn."Kenapa menangis?" Mengelap air mata Evelyn menggunakan tangan kanannya.Evelyn hendak menolak perlakuan Han dengan menepis tangannya, tetapi Han malah memegang pipinya dengan kedua tangan dan menghapus air matanya.Hal itu membuat sebuah kenangan terbesit di kepalanya. Kenangan dengan seorang anak laki-laki yang mengusap air matanya ketika menangis di masa kecil.Air matanya mengalir semakin deras membuat Han bingung dan langsung memeluknya."Apakah saya menyakitimu sedalam itu? Maafkan saya." Mengusap punggung.Otak Evelyn hendak menolak, namun tidak dengan tubuhnya. Ia mera
Kehidupan beberapa bulan telah dilaluinya dengan profesi sebagai Model. Setiap kali ia ada jadwal pemotretan, maka Evelyn tidak akan berangkat ke toko untuk menjaga Hyunki.Gaji yang di peroleh Han cukup besar. Ia sudah bisa membeli kebutuhannya sendiri, seperti Gadget dan lain-lain. Untuk kebutuhan Hyunki juga sudah terpenuhi dengan layak.Tak terasa Hyunki juga sudah tumbuh menjadi besar. Perkembangannya cukup pesat. Ia sudah bisa merangkak dan mengucapkan beberapa kata."Papapa ... Mamama ... ""Kasihan dia tidak pernah melihat orang tuanya," ucap Han."Kita bisa menggantikannya.""Kau mau dipanggil Mama?""Awalnya, aku tidak mau. Tapi saat bersamanya, aku ingin menjadi sosok ibu untuknya."Han tersenyum.Suara tawa Hyunki memenuhi ruang kamar ketika Han mengangkat tubuhnya ke atas dengan kedua tangan. "Pesawat terbang ... ngeng ... ngeng ... ""Hei kalung Hyunki lepas!" Evelyn melihat kalung yang d
Rintik hujan mengguyur bumi di petang hari. Dari jendela dalam rumah ia melihat gadis kecil duduk meringkuk di teras rumah depan rumahnya. Gadis itu menundukan kepala sesekali mendongak hanya untuk mengusap air mata. Merasa tak tega melihatnya, ia mencari payung lalu menghampiri gadis tersebut."Eyin ... hari sudah gelap kenapa kau masih di luar? Kau dikunci di luar lagi?""Iya. Tadi aku tidak sengaja menumpahkan air ke lantai.""Kalau begitu ke rumahku saja dulu.""Apa tidak papa? Bagaimana jika orang tuamu marah?""Tidak apa. Orang tuaku sangat baik."Hanya sepenggal, adegan mimpi telah berakhir.Han terbangun dari tidurnya. Mengecek jam di ponsel menunjukkan pukul 08.32. Dilayar ponsel juga ada notifikasi pesan masuk yang berisi permintaan untuk hadir di acara perayaan perusahaan.Han meletakkan ponsel lalu mengecek Hyunki di ranjang bayinya. Bayi itu baru saja meregangkan otot-ototnya."U ... Ganten
Meski hari telah berganti, tapi sensasi semalam masih belum terhenti. Dia mengingat ketajaman mata Han saat menatapnya. Kata-kata Han yang ternggiang di kepala. "Kenapa dia berkata begitu? Jangan-jangan ... dia jatuh cinta kepadaku." Senyum-senyum sendiri. Dan teringat ciuman dari Han semalam, ia jadi heboh sendiri dikamar. "Aaaa ... Bisa gila aku! Sebaiknya aku keluar." Saat melihat Han sedang duduk membopong Hyunki di sofa ruang tengah, ia merasa malu untuk menghampiri. Ia menarik narik nafasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melangkah ke arah mereka. "Ehem!" Berdiri dengan rasa canggung yang membebani. "Eh, Mama Ev sudah bangun. Selamat pagi, Mama Ev! Duduk sini!" sapa Han seolah tidak terjadi apa-apa semalam. "Apa dia tidak ingat kejadian semalam?" batin Evelyn. Kemudian, ia sengaja menggulung seluruh rambutnya ke atas untuk memperlihatkan kiss mark yang dibuat oleh Han di lehernya.
Go Minji adalah nama pria yang sedang bersama Evelyn saat ini. Mereka berteman sangat akrab bahkan sering bertukar cerita tentang masalah yang sedang dialami masing-masing, meskipun dalam pertemanannya mereka lebih senang menggunakan kata-kata kasar dibanding kata-kata kasih sayang. Pertemuan itu adalah pertemuan yang tak pernah terduga setelah bertahun-tahun tidak memberi kabar satu sama lain. Mereka berpisah sejak mereka lulus SMP karena orang tua Minji harus pindah ke luar kota untuk mengurus pekerjaan. "Kau dulu sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dariku sampai aku memanggilmu Jerapah, tapi sekarang aku terlihat lebih tinggi. Apa selama ini kau tidak tumbuh? Hahaha ... " "Ah, aku tahu! Kau pasti sering mengalami patah hati hingga pertumbuhanmu terhambat oleh itu." lanjutnya masih dipenuhi dengan tawa. "Diam kau! Tubuhku masih termasuk tinggi jika dibandingkan dengan standar tinggi tubuh para wanita, Bodoh." "Ah, tapi yang jelas kau sering p
Kecepatan berjalan cepat di area teras rumah sakit jiwa yang dilakukan Ae Ra dalam mengejar Han tidaklah berjalan lancar. Beberapa pasien dan para perawat yang sedang melakukan aktivitas berlalu lalang menghambat langkahnya. Pada sebuah tikungan sudut bangunan di sana, seorang pasien tak diduga berlari kencang menabraknya hingga terjatuh. Begitu ia bangun kembali, Han bersama dengan Evelyn dan Hyunki sudah menghilang dari pandangannya. "Haisss ... Kenapa mereka berjalan bagaikan mengkuti lomba jalan cepat?" Nafasnya masih tak beraturan. "Hwa!" Dia berteriak kencang karena kedatangan Kang Areum yang muncul secara tiba-tiba. "Kupikir kau sudah terlatih sejak kecil melihat arwah sepertiku. Kenapa kau masih saja terkejut?" Ae Ra mendengus kesal, "Meski sudah terlatih, aku akan tetap terkejut jika kau muncul tanpa aba-aba." "Kau penasaran dengan pria yang tadi? Apa kau pikir dia seorang manusia atau hantu?" Ae Ra menggeleng se
Sudah hampir setengah jam Evelyn mondar-mandir karena bimbang ingin keluar dari kamar. Rasa malu atas tindakannya yang berani mencium Han masih ia rasakan. Berulang kali ia mengintip dari balik pintu untuk memastikan keberadaan Han. "Dia tidak ada. Sebaiknya aku keluar sekarang. Tapi ... Bagaimana kalau dia tiba-tiba muncul?" Matanya tidak menemukan keberadaan Han ketika ia mengintip sekali lagi. Dia melangkah dengan mengendap-endap layaknya pencuri. Empat lima langkah dari kamarnya sudah tercapai. Namun ... "Hah!" Spontan mengelus dada karena tiba-tiba Han keluar dari kamarnya. Tangannya yang gugup kelabakan menarik beberapa helai rambut ke belakang telinga. "Pagi, Ev!" sapa Han yang sebenarnya juga merasa gugup, namun ia sukses menyembunyikannya. "Pagi!" bola matanya kesana kemari seakan bingung ingin menatap ke mana. "Mau sarapan bersama?" tawar Han. "Bukannya aku menerima tawaranmu, tapi sejak awal aku memang ingin sarapan." Menuju meja makan dan disusul oleh Han. Sebuah
Di atas ranjang yang berbalut sprei warna navy polos, Han masih terbayang-bayang dengan perlakuan Evelyn kepadanya. Bahkan, ia masih memegangi dadanya yang berdetak dengan cepat.Ia berbaring tanpa bantal sambil menatap layar ponselnya yang terdapat foto dirinya dengan Jasmine. "Rasa suka ini berbeda dengan rasa suka pada Jasmine. Dan rasa bahagia ini sangat berbeda saat bertemu dengannya.""Mungkinkah ini yang disebut cinta?" Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Hal ini tidak boleh terjadi." Bangkit dari tidurnya."Secepatnya aku harus mencarikan cinta sejatinya." Mengambil buku harian Evelyn yang masih ia simpan dan membacanya.'Dear My book,''Tadi sepulang sekolah, aku dan Stevan pergi ke suatu tempat dengan pepohonan yang rindang dan angin yang berhembus lembut.'Aku tidak tahu bagaimana dia yang baru pindah bisa mengetahui tempat seperti itu.''Dia menunjukkan sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu di atas salah satu pohon di sana.''Aku menyaksikan betapa lincahn
Sebelum pulang ke apartemen, Han menyempatkan diri untuk membeli sebuah CD . Han langsung menuju ke kamar Evelyn begitu sampai di apartemen. Namun, ia tak menemukannya di sana. Tempat yang dituju setelahnya adalah kamarnya. Sudah pasti dia ada di sana bersama dengan Hyunki. Baru setengah perjalanan, ia sudah berpapasan dengan Evelyn di ruang tengah. "Hai, Ev! Kau baru dari kamar Hyunki?" "Ya. Aku baru saja menidurkannya. Kau sendiri dari mana?" "Saya habis keluar mencari udara segar. Em, kau mau menemani saya menonton film?" "Horor? Action? Komedi?" Han menggelengkan kepala. "Romance." "Seleramu sangat murahan. Tapi, baiklah. Akan kutemani." Mereka duduk bersebelahan di sofa panjang depan televisi. Film sudah mulai diputar. "Film romantis sangat membosankan. Aku pasti akan tertidur di petengahan film." Menguap. "Apa lagi tadi aku tidak tidur siang." "Saya pastikan kau tidak akan mengantuk, karena ini adalah film romantis terbaik menurut rekomendasi di Yucub." "Semoga saja.
Ae Ra tidak ingin Kang Areum mengetahuinya sekarang, jika dia mempunyai kelebihan melihat makhluk tak kasat mata karena ia belum merangkai rencana apapun. Jadi, ia berpura-pura terkejut karena melupakan sesuatu untuk mengalihkan hal tersebut. "Hah! Aku lupa belum membawa uang." Putar balik menghapiri James. "Kau belum memberiku uang." Menadahkan tangan kanannya. "Kau sangat Khawatir aku tidak membayar? Aku pasti akan mentransf ..." bicaranya terpotong. Ae ra mengode dengan menutup mulutnya menggunakan jari telunjuk dan memelankan suaranya, "Ssshhhttt ... Lihat di depan pintu!" James melihat ke arah pintu dan menyaksikan Kang Areum berdiri di sana. "Haissh ... Kalau begitu aku ikut denganmu." "Kita perlu berakting." Ae ra mulai berbicara dengan nada normal, "Berikan uangnya!" James sengaja menunjukkan rasa takutnya. "Aku ikut bersamamu. Aku tidak mau sendirian di sini. Wanita itu datang lagi. Lihat! Dia di depan pintu saat ini." Mengacungkan jarinya ke arah Kang Areum. "Mana?
Wajah Han terlihat sangat sumringah sepulang dari pemotretan. Ia duduk di sofa sambil tersenyum menatap layar ponselnya. Evelyn yang menyaksikan hal itu pun menanggapinya dengan bertanya, "Apa hal baik sedang terjadi padamu?""Wah, Apa terlihat sangat jelas?""Sudut bibirmu sangat bersemangat naik ke atas."Han tertawa kecil, "Haha ... Ini adalah suatu keberuntungan yang terjadi tanpa diduga.""Oh, ya? Apa itu?" Duduk menyilangkan kaki di sebelah Han."Seperti kebetulan. Baru kemarin kita membicarakan tentang Jasmine YP, hari ini saya bertemu dengannya, bahkan bekerja bersama.""Apa kau baru saja menceritakan tentang khayalanmu?""Saya tidak mengkhayal. Lihat ini!" Menunjukkan layar ponselnya yang terdapat foto berdua, dirinya dengan Jasmine.Evelyn mengambil ponsel itu dan mengamatinya dengan serius. "Bagaimana ini bisa terjadi?""Sudah saya bilang, ini adalah keberuntungan. Kami menjadi Brand Ambassador di sebuah brand yang sama, yaitu Suprim."Ekspresi Evelyn mendadak berubah seper
Ae Ra datang ke kamar James dan memberikan sebuah dokumen. "Apa ini?" tanya James yang sedang duduk di ranjangnya. "Perjanjian kontrak. Untuk berjaga-jaga." tersenyum. James mengambil dan membaca isi dari kontrak tersebut. Di dalam kontrak itu menyatakan, bahwa berhasil atau tidak dalam menyelesaikan misi, pihak kedua tetap menerima bayaran. "Aku juga akan menambahkan perjanjian." ucapnya setelah selesai membaca kontrak tersebut. James menambahkan, pihak kedua harus berusaha bersungguh-sunguh dalam menyelesaikan misinya.Pihak kedua juga harus menuruti seluruh perintah dari pihak pertama. "Agar kau tidak bekerja seenaknya dan tidak berusaha." Kemudian mereka saling berjabat tangan setelah selesai melakukan tanda tangan. ***** Han keluar dari kamar dengan pakaiannya yang sudah terlihat rapi. Memakai celana cargo pants dan kaos putih polos yang dilengkapi dengan kemeja sebagai outer. "Kau jadi pemotretan hari ini?" tanya Evelyn yang sedang duduk di sofa. "Iya." sambil melip
Tak terasa beberapa menit berlalu digunakan James dan Ae Ra untuk mengobrol. Mereka duduk bersebelahan di atas ranjang yang sempit tersebut.James meminta agar Ae Ra bersedia untuk menjadi perawat pribadinya dengan membayar lebih pada pihak rumah sakit dan membayar Kim Ae Ra."Wanita itu dulunya adalah kekasihku. Suatu hari, aku memutuskan untuk meninggalkannya karena dia selingkuh bahkan hamil dan melahirkan seorang anak dari pria lain. Mungkin karena itu ia akhirnya melakukan bunuh diri.""Kau satu-satunya orang yang mampu melihat wujudnya. Aku mohon, bantu aku lepas dari dia. Aku ingin kau menjadi perawat pribadiku. Jadi, kau bisa mengawasiku lebih." sambungnya."Aku tidak ingin terlibat dengan masalah orang lain. Apa lagi ini berurusan dengan makhluk lain.""Ini tidak gratis. Entah berhasil atau tidak aku akan tetap memberimu bayaran.""Meskipun aku mempunyai kemampuan untuk melihat mereka, tapi aku tidak pernah berinteraksi dengan mereka apa lagi memanfaatkannya untuk mencari uan