Eros POV
Aku berbaring di atas ranjang, menatap langit-langit kamarku. Padahal aku ingin lebih lama dan berbincang dengan Kanya, tapi tampaknya Samuel Wijaya tidak akan mengizinkan kami untuk berbincang. Dia selalu ada di tengah-tengah dan mengambil alih percakapan, hingga aku terusir dari sana.
“Huh! Eros, sejak kapan kamu menjadi pecundang!”
Aku menggerutu pada diriku sendiri, bukannya aku mengalah pada pria itu, tapi aku tidak ingin membuat Kanya kesusahan. Meskipun Samuel Wijaya meminta maaf padaku atas sikap kasarnya, tapi aku merasa kalau dia tidak tulus dengan perkataannya. Semua itu dia lakukan hanya untuk membuat Kanya tidak marah padanya.
Pasalnya Kanya tampak marah dan membelaku tadi. Aku cukup senang dia membelaku di depan sahabatnya, yang sudah lama dia kenal. Padahal dia belum lama mengenalku dan sudah membelaku.
Hatiku terasa hangat saat itu, bahkan sampa
Berikan komentar kalian untuk cerita ini ya
Kanya POV “Eros!” aku berteriak ketakutan di depan apartemen Eros, bahkan sampai menggedor pintu beberapa kali. Saking paniknya, aku lupa kalau setiap apartemen bisa membunyikan bel. Perlahan pintu terbuka dan memperlihatkan wajah Eros. Ya, wajah yang ingin aku lihat saat ini. Tanpa berpikir panjang, aku menghempaskan diriku ke pelukan Eros, melingkarkan lenganku pada lehernya dengan erat. “... Kanya, ada apa?” “Aku takut Eros,” jawabku seraya membenamkan wajahku pada bahu bidangnya. “Kamu tenang dulu. Jelaskan dengan tenang.” Pinta Eros. “Sam, dia marah dan ....” aku tidak sanggup untuk melanjutkan. Apalagi ketika wajah marah dan kesal Samuel Wijaya terlintas. “Samuel Wijaya? Dia melakukan apa sama kamu? Coba cerita pelan-pelan, Kanya.” Dari nada Eros, dia tampak marah saat ini.
Warna merah itu bagaikan darah di tengah malam gelap, bahkan bintang tidak tampak untuk menyaksikan seseorang dalam balutan merah menyeret seorang wanita berusia sekitar 25 tahun. Wajah wanita itu cukup cantik dan bisa dibilang menggemaskan. Namun, wajah itu dipenuhi horor dan rasa takut berlebih yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata, sedangkan tubuhnya yang diseret bergetar tanpa henti. Mulutnya yang bersimbah darah tidak dapat mengatakan apa pun. Memang, manusia tidak akan dapat mengeluarkan suara ketika mereka tidak punya lidah, atau lebih tepatnya orang dalam balutan merah itu telah memotong lidah si wanita. Begitu kejam dan bengis perbuatannya. Si wanita hanya dapat menangis sampai tubuhnya menggigil. Ia tidak punya lagi kekuatan untuk memberontak dan sudah mengetahui kalau dewa kematian akan menjemputnya sebentar lagi. Pria dalam jas hujan merah itu tidak akan membiarkannya hidup. Lagi pula jika ia
Kanya POV Sudah satu bulan sejak kejadian malam itu; Samuel Wijaya tidak datang ke apartemenku dan juga tidak menghubungiku. Aku juga tidak pernah menghubunginya karena aku menunggu agar dia yang menghubungiku lebih dulu. Aku menjadi agak khawatir pada Samuel karena malam itu dia sangat marah. Samuel Wijaya menarikku ke kamar dan menghempaskan tubuhku di atas kasur, dan aku tidak dapat berpikir ataupun menebak yang akan dia lakukan padaku, tapi dia sudah berada di atasku seraya mencengkeram pergelangan tanganku. Baru pertama kalinya aku melihat Samuel seperti itu. Seperti kehilangan dirinya sendiri, mungkin karena terlalu marah, hingga dia lupa kalau aku adalah temannya. Aku tidak memberitahu Eros akan hal ini, takut kalau dia akan marah dan mencari Samuel. Namun, semakin hari aku tidak tenang karena Samuel tidak memberi kabar, dan berita tentang orang hilang semakin hari semak
Eros POV Bibirnya sangat lembut dan terasa manis. Aku ingin melumat bibir Kanya lebuh dalam lagi. Aku memasukkan lidahku ke dalam mulut Kanya, kedua bibir kami saling bersentuhan dan menari dengan riang di dalam sana. Kanya membuat pertahanan diriku goyah dengan memelukku yang tanpa busana. Apalagi sentuhan tangannya pada dada dan beralih ke perutku. Membuat semua pertahanan itu runtuh. Aku tidak tahu, apakah Kanya sengaja melakukan itu? Namun, apa pun itu aku menyukai caranya yang meruntuhkan pertahananku. Hanya dia yang mampu melakukan hal itu, dan aku sudah tidak tahan untuk membawanya dalam pelukanku. Napas kami beradu cepat, dan debaran jantung yang semakin kuat, bahkan telingaku dapat mendengar dengan jelas kalau detak jantung Kanya semakin cepat. Tubuhku sudah menegang dan ingin masuk ke dalam Kanya. Kanya tersengal-sengal sepertinya kehabi
Kanya POV Setelah malam yang panas dan penuh gairah itu, aku bahkan tidak bisa bangun dari ranjang Eros. Aku menutup diriku dengan selimut dan badanku rasanya remuk, juga bagian bawahku sakit. Eros sangat bersemangat tadi malam, hingga dia memakanku seutuhnya. Inilah akibat dari ulahnya, bahkan untuk menggerakkan tubuhku rasanya tidak mampu. “Pria brengsek!” Percuma saja aku mengutuknya, melihat wajahnya pagi ini membuatku tidak ingin memakinya. Wajah polos tanpa dosa itu sudah menelanku semalam, tapi dia tetap saja terlihat polos dan tidak berdosa, seolah akulah yang telah memangsanya. Kami menyatukan tubuh kami untuk kedua kalinya, tapi sekarang lebih sakit dari sebelumnya karena Eros bersemangat dan sepertinya dia tidak lelah ketika melakukannya. Suara langkah kaki dapat aku dengar ketika pintu kamar terbuka. Kututup wajahnya men
Eros POVDasar wanita keras kepala. Namun, aku juga yang salah terlalu bersemangat, hingga Kanya pingsan tiga kali. Aku tidak dapat mengontrol diriku dan menyakiti wanita ini. Jadi, mungkin tidak akan ada lain kali lagi, hanya karena kebodohanku tadi malam.Jika saja aku dapat mengontrol diriku, maka pasti akan ada lain kali. Dia sangat manis tadi malam, hingga aku merasa dipenuhi kehangatan sampai aku tidak mau berhenti begitu saja dan tetap melanjutkan.Bahkan jika aku minta maaf berkali-kali pun, Kanya pasti tidak akan memaafkan aku.“Kanya, kalau kamu tidak mau diperiksa dokter, bagaimana kalau aku obati lukamu.”“Luka?” Kanya bertanya seraya melahap bubur yang akus suapi. Dia tampak menikmati bubur yang aku buatkan untuknya.Aku sengaja membuat banyak pilihan makanan karena aku takut dia akan bosan jika sarapan bubur terus. Namun,
Eros POV“Kalau begitu, kamu harus menunggu sebentar. Kanya ... dia tidak dapat ditemui sekarang.”Benar. Rudy tidak bisa bertemu Kanya saat ini. Kanya sedang telanjang dan badannya penuh dengan bitemark. Aku tidak bisa membiarkan orang lain melihatnya, dan juga dia pasti sedang berusaha bangkit dari rajang.Aku harap dia bisa bangun sendiri.“Jadi, berapa lama saya harus menunggu, Pak—”“Eros!” suara Kanya dari kamarku menginterupsi pertanyaan Rudy.Wajah Rudy yang tampak terkejut itu membuatku gelisah. Dia pasti sudah dapat menebak kalau Kanya ada di kamarku saat ini. Namun, aku harus memeriksa keadaan Kanya lebih dulu.Aku bangkit dan akan melangkah ke kamarku, tapi suara Rudy yang berdehem dari belakang menghentikan langkahku.“Pak Direktur. Apakah Nona Kanya ada di
Kanya POVAku merasa malu karena Eros menyentuh seluruh tubuhku ketika memandikan aku. Meskipun dia tidak melihatnya karena ditutupi oleh busa, tetap saja aku merasa malu. Terlihat dari wajahnya yang memerah, Eros juga pasti merasa malu, tapi dia pasti lebih senang lagi karena dapat menyentuh badanku lebih banyak.Kalau saja aku memiliki tenaga untuk berjalan sendiri. Dia pasti tidak akan mendapatkan kesempatan untuk memandikanku. Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya aku dimandikan oleh seorang pria dewasa, dan dia adalah pria yang tidak memiliki hubungan yang jelas denganku.Aku bukan wanita agresif yang akan menyatakan isi hatiku lebih dulu, tapi Eros juga kelihatannya adalah pria pasif atau mungkin saja dia tidak berniat untuk memiliki hubungan yang jelas denganku.Apa aku harus sabar menunggu Eros? Bisakah aku sabar untuk menunggu pria ini berbicara lebih dulu?“Eros, n
Eros POVKanya sudah tertidur lelap setelah aku membacakan dongeng untuknya. Seperti anak kecil saja, tumben sekali dia memintaku membacakan dongeng untuknya.Kuperhatikan wajah Kanya yang tertidur pulas di atas lenganku. Aku tidak bisa membantu, tapi menanamkan beberapa kecupan pada wajahnya.Sangat manis dan sangat indah. Andai saja aku bisa melihat wajahnya yang tertidur pulas setiap hari; maka hari-hariku akan dipenuhi kebahagiaan, ‘kan?Akan tetapi, masih ada beberapa masalah yang belum selesai. Aku yakin kalau ambisi Siska tidak akan berhenti sampai di sini. Memang dia belum berhenti mengejarku, bahkan setelah aku permalukan.Mungkin saja dia akan menjadi lebih berkulit tebal.“Aku harus bangun dan berbicara pada Rudy, juga kedua orang bodoh itu.”Aku mengangkat kepala Kanya perlahan-lahan dengan lembut, agar dia t
Kanya POVIni seperti mimpi yang aku alami ketika menginap di apartemen Eros, tapi sekarang aku menyaksikan pria itu secara nyata. Aku ragu untuk menceritakannya pada Eros. Takut kalau dia tidak akan percaya pada cerita.Orang-orang menganggapku aneh, menyarankan agar aku menemui psikiater secepatnya. Namun, aku baik-baik saja dan tidak ingin merepotkan diri bertemu dengan psikiater. Apalagi sekarang yang aku lihat bukanlah ilusi, melainkan kenyataan.Tanpa aku sadari, telapak tangan Eros menyentuh pipiku, “Tidak apa-apa Kanya. Aku tahu kamu pasti berpikir kalau aku tidak akan mempercayaimu, ‘kan? Kamu hanya perlu menceritakannya padaku, bukankah kamu tahu kalau aku selalu mempercayaimu? Lalu mengapa sekarang kamu ragu?”Aku menempatkan tanganku di atas punggung tangan Eros, “Aku takut kamu nggak percaya dan menganggap aku gila.”Eros menggeleng, &ld
Eros POVPria itu ingin membunuh Kanya?Siapa?Siapa yang berani menyentuh wanitaku?“Tenanglah Kanya. Selama aku ada di sisimu, tidak akan ada yang berani menyentuhmu.”Aku menenangkan Kanya untuk beberapa saat, sambil memeluk dan juga menepuk punggungnya. Tubuhnya yang menggigil ketakutan sudah agak lebih tenang.“Tidak apa-apa, kamu bisa membuka matamu sekarang.”Aku membebaskan diri dari pelukan Kanya, lalu mengamati wajahnya. Matanya masih tertutup dan alisnya yang cantik itu berkerut.Jemari tanganku perlahan menyentuh alis cantik milik Kanya, lalu menekannya dengan lembut dan meluruskannya kembali.Dia tampak ketakutan berlebih. Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Kenapa dia mengalami hal-hal tidak terduga yang membuatnya amat ketakutan?“
Kanya POVSamar-samar aku melihat sinar ketika perlahan-lahan membuka kelopak mataku. Namun, masih terasa berat untuk kubuka, aku membiarkan mataku terpejam kembali selama beberapa saat, sebelum aku siap membuka mataku kembali.Aku merasakan kepalaku seolah terbentur keras ke lantai yang menyebabkan kepalaku saat ini menjadi sakit. Ngomong-ngomong, aku masih memejamkan mata, tetapi kesadaranku telah pulih. Tampaknya aku pingsan dan sangat lama, dapat aku rasakan dari badanku yang mati rasa karena tidak bergerak untuk waktu yang lama.Jika aku mengingat kembali, pada saat itu, aku berada di kamar 333 di dalam gedung Sun dan pria berjas hujan merah itu yang merencanakan semua itu. Pria itu benar-benar nyata, bukanlah ilusiku.Kalau aku katakan pada Eros bahwa, pria itu memang nyata dan berniat untuk membunuhku; apakah dia akan percaya padaku? Ataukah dia akan menatapku dengan sorot mata jijik?&
Eros POVHuh!Aku berhasil!Pada akhirnya, aku berhasil meyakinkan kakek. Kalau saja kakek mau mendengarkanku sejak awal, maka aku tidak perlu mengeluarkan usaha untuk menolak dan mempermalukan Siska.Meskipun begitu, aku cukup senang telah memberikan balasan pada wanita ular itu. Setelah aku keluar dari ruangan kakek, aku mendengar Siska menangis tersedu-sedu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak peduli, dan membiarkan kakek mengatasinya sendiri.Kakek yang memulainya dan memberikan harapan pada Siska, maka itu bukanlah urusanku lagi.Aku harap kakek tidak akan mengubah pikirannya lagi karena air mata wanita itu. Bahkan air matanya tidaklah keluar dari lubuk hatinya. Maksudku, dia sama sekali tidak tulus dan hanya berpura-pura saja.“Aku harus merayakannya dengan Kanya. Bagaimana kalau mengajaknya makan malam?”
Kanya POV“Sial!”Aku memaki, dan mencoba membuka pintu itu, berusaha dengan sekuat tenaga, tapi melebihi kemampuanku. Sepertinya aku akan terjebak di sini kalau dua bodyguard itu tidak datang untuk menolongku.Rupanya benar semua ini adalah jebakan. Namun sampai sekarang tidak ada yang keluar dan mereka benar-benar menakuti.“Keluar kalian semua! Gue bakal lapor polisi setelah gue keluar dari sini.”“Keluar dari sini?”Jantungku tiba-tiba hampir berhenti berdetak, mendengar pertanyaan dari suara yang begitu dingin. Perlahan tengkuku mulai dingin, keringat dingin juga sudah membasahi dahi, apalagi tubuhku. Layaknya dimandikan oleh keringat akan ketakutan.Aku tidak bisa bohong kalau saat ini, begitu sulit bagiku untuk sekadar menelan saliva. Tubuhku perlahan-lahan menggigil ketika kesadaranku telah kemb
Eros POVAku keluar mengejar Siska untuk melihat aktingnya. Dia berjalan agak lambat sambil menangis tersedu, memperlihatkan pada mereka semua kalau aku telah membuatnya kecewa. Hatinya pasti sakit, seperti ditusuk-tusuk ribuan kali.“Pak Direktur.”“Kayaknya mereka berantem.”“Kita pura-pura nggak tahu saja.”“Tapi, tadi sekretaris Siska bilang; wanita itu. Maksudnya Pak Direktur punya wanita lain?”“Pak Direktur selingkuh?”“Shht! Diam semuanya.”Aku dapat mendengar semua yang mereka bisikkan. Siska juga pasti dengar dengan jelas, dan aku sudah dapat mengira ekspresinya saat ini. Dia pasti senang dan mengira kalau akan menyesal, sehingga aku keluar untuk menyusulnya. Aku mau lihat seberapa bagus aktingnya.Siska berhenti, la
Kanya POVAku bosan diganggu oleh wanita itu, dengan berat hati aku memutuskan untuk pergi ke gedung Sun. Memang tidak jauh dari gedung apartemenku, tapi aku menggunakan taksi juga.Entah apa yang akan aku temukan di sana karena wanita itu mengatakan paket itu penting, dan juga berhubungan dengan sahabatku, tapi aku hanya punya satu sahabat di sini, dan itu adalah Samuel. Dia sedang di luar kota sekarang, dan sakit pula.Kemungkinan ada yang mengirim paket padanya, dan meninggalkannya di gedung Sun, atau mungkin ada yang berniat jahat pada Samuel.Sepertinya aku harus mencari tahu, dan keputusanku untuk datang mungkin bisa benar, bisa juga salah. Serius, aku tidak tahu apa yang menungguku di dalam sana.Aku sudah berada di depan gedung Sun, dan dua bodyguard itu tengah mengawasi aku dari jauh. Jika terjadi sesuatu padaku, mereka bisa menolongku dan juga menelepon Eros kalau aku t
Eros POV“Eros!” Siska menggebrak meja.Amarahnya tampak menggebu-gebu. Tadi dia bersikap layaknya seorang istri yang dibuang oleh suaminya. Benar, tadi dia hanya berakting polos di depan kakek. Wanita ular tetaplah wanita ular, dia tidak akan bisa menjadi manusia seutuhnya.“Heh, sudah selesai berakting?” aku mencibir.Wanita ini penuh akan kepura-puraan. Dia tidak perlu diberikan hati sama sekali. Mereka semua buta setelah melihat wajah polos dan aktingnya. Namun, dia tidak akan bisa membohongiku, mau sekeras apa pun dia berusaha.Sekarang sudah terlihat jelas kalau dia marah setelah aku permalukan di restoran tadi. Dia sendiri tidak menolak ketika kakek mengajaknya, dan malah dengan senang hati menerima. Aku tidak segan untuk mempermalukannya di depan banyak orang.Mungkin lain kali, aku akan mempermalukannya lebih dari ini agar kes