Keesokan harinya. Pagi itu Adam dan Jiya datang ke ruko tempat di mana Dila selalu sibuk dengan kue-kue pesanan pelanggan. Tentu saja kedatangan Adam dan Jiya ini membuat Dila langsung keluar dari belakang etalase karena dia merasa sangat penasaran sejak pagi tidak ada anak buah Raka yang datang untuk memata-matai dia.“Kenapa kalian bisa datang ke sini? Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah semuanya sudah selesai?“ Rentetan pertanyaan Dila itu membuat Jiya tersenyum kecil sambil mengangguk pelan.“Lah aku kok malah cuma disenyumin, jawab dong!“ desak Dila yang merasa sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.“Iya Dil, semuanya sudah selesai,” jawab Jiya.“Syukurlah jika semuanya sudah selesai! Lalu lalu apa yang terjadi semalam?“ Jiwa kepo Dila meronta.“Aku akan menceritakannya nanti lewat telepon saja,” jawab Jiya.Langsung saja kening Dila mengerut mendengar ucapan sahabatnya ini. Namun, sesaat kemudian Adam menimpali. “Aku dan Jiya datang ke sini untu
Akhirnya mereka pun sampai di rumah Jiya. Tempat yang sudah tidak Jiya sambangi selama dua tahun ini. Setelah sampai di halaman rumah, Jiya pun langsung menghirup udara kampung halamannya itu. Adam dan Jiya pun langsung turun dari mobil tersebut.“Ayo Mas, masuk. Aku buatin kopi dulu, kamu pasti capek nyupirin dari Kediri sampai ke sini,” ucap Jiya sambil tersenyum manis.Tapi di sisi lain, sopir tersebut merasakan hawa dingin di belakang tubuhnya. Ternyata hawa itu berasal dari Adam yang sedang menatapnya tajam.‘Astaga, kamu katakan saja bos apa yang harus aku lakukan. Kenapa harus menatapku seperti itu,’ batin anak buah Adam tersebut. Setelah itu..“Tidak usah Nyonya. Saya pergi dulu, saya masih ada urusan lain. Jika sewaktu waktu Anda membutuhkan saya, silakan menghubungi saya,” ucap anak buah Adam dan kemudian bergegas pergi meninggalkan rumah Jiya karena tidak kuat jika harus merasakan hawa dingin yang yang dipancarkan oleh Adam.“Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya, Mas
Setelah menyalakan semua lampu yang ada di rumah itu, kemudian Adam kembali ke ruang tamu. Adam pun tersenyum menatap ke arah sofa di ruang tamu itu.“Kamu benar-benar kecapean ya?” ucap Adam melihat Jiya yang sudah tertidur di atas sofa tersebut, dengan pose yang tidak karuan.Kemudian Adam segera menggendong Jiya dan membawanya masuk ke dalam kamar yang dulu ditempatinya.“Ternyata kamu menjadi lebih berat dari kelihatannya,” ucap Adam sambil terus memperhatikan wajah Jiya yang sedang tertidur pulasKemudian saat Adam menaruh Jiya di atas ranjang kamar tersebut, Jiya tiba-tiba membuka mata, dan …BAM! saat Jiya membuka matanya yang dia lihat adalah sesosok tubuh yang sedang mendekap dirinya. Lalu Jiya pun refleks menendang orang yang dia kira ingin berbuat hal yang tidak baik padanya itu. Namun pada kenyataannya, saat ini Jiya ternyata baru saja menendang Adam. “Uhk uhuk!” suara Adam yang terbatuk-batuk akibat tendangan Jiya yang mendarat tepat di perutnya.Kemudian Adam bangun
“Pak aku mau beli ini dua bungkus,” ucap Jiya sambil berdiri di depan penjual cilok daging. Jiya lalu berpindah ke beberapa penjual yang ada di tempat itu. Jiya memesan beberapa jenis makanan dan minuman yang dia sukai, termasuk jagung rebus yang entah apakah bisa dia makan bersama dengan makanan-makanan yang dia pesan itu.Dan di saat Jiya memesan jajanan yang paling ujung, Adam pun mendekat ke arah Jiya.“Kamu benar-benar akan menghabiskan ini semua?” tanya Adam.“Ah tenang saja, kalau tidak habis kan ada kamu,” sahut Jiya dengan santai. Lalu Adam menghela napas saat mendengar kata-kata Jiya tersebut dan ya bisa tersenyum melihat kelakuan wanita yang ingin dimanjakannya itu. Setelah itu penjual bika ambon yang ada di dekat Adam pun menyahut, “Kalian pasti pengantin baru ya? Dan pasti embak ini sedang hamil muda kan?” tebak pedagang bika ambon tersebut sambil menatap ke arah Jiya.“Aku tidak …,” ucap Jiya terputus.Adam menyela. “Istriku belum hamil Pak, semoga saja sebentar lagi
Adam yang sempat mendengar jiya berdecak, kini mulai penasaran.Kemudian Adam menoleh ke arah Jiya yang sedang memijat kakinya.“Kamu kenapa?” tanya Adam sambil mengerutkan keningnya. Jiya lalu gelagapan saat mendengar pertanyaan dari Adam“Ah tidak ada apa-apa,” ucap Jiya canggungKemudian Jiya kembali memijat kaki Adam dengan menambah tenaga‘Huh, kalau dia bisa melihat isi pikiranku tadi, pasti dia akan mengejekku tanpa ampun,’ batin Jiya dengan ekspresi wajah yang tidak jelas.'Sebenarnya apa yang dipikirkan dia? Apakah dia mulai berpikiran kotor? Aku sangat penasaran,’ batin Adam.Ya, dulu saat mereka masih bersama, Jiya adalah orang yang paling senang mengeksplor gaya-gaya bercinta. Bahkan lebih dari separuh gaya yang mereka pelajari adalah ide dari Jiya.Setelah itu Jiya mulai memijat kaki Adam lebih ke atas hingga ke bagian paha yang bawah. Pijatan itu penuh dengan tenaga, hingga Adam pun merasa cukup nyaman dengan pijatan dari tangan Jiya. Dan setelah beberapa menit memija
Setelah selesai sahur dan menunggu waktu subuh selesai kemudian pagi itu Jiya dan Adam langsung berboncengan naik motor ke rumah orang tua Jiya. Setelah mengetuk pintu dan menunggu selama lebih dari 10 menit akhirnya pintu rumah itu pun dibuka oleh Bu Mutia.“Jiya!“ Mata Bu Mutia terbelalak melihat putrinya ada di hadapannya.“Ini benar kamu?“ tanya Bu Mutia masih tidak percaya kalau Jiya ada di hadapannya.“Lah iya toh Buk ini aku, memangnya siapa lagi,” jawab Jiya sambil terkekeh.Sesaat kemudian Mutia langsung memeluk dengan kuat anak perempuan satu-satunya itu. “Kamu benar-benar pulang, kenapa kamu nggak ngomong ke ibuk?““Aku sudah menelpon ibu sejak semalam, tapi nggak ibu angkat. Pasti HP ibu nggak ibu cas kan?“ ucap Jiya.Kemudian Bu Mutiah tersenyum canggung. “Iya, sepertinya ibuk lupa kalau soal itu. Lha terus kalian sampai di sini sejak kapan?““Sejak kemarin malam sekitar jam tujuh atau delapan,” jawab Jiya.Saat kemudian Bu Mutia menoleh ke arah Adam. “Lha terus kal
Setelah menyalami semua tamu undangan kemudian Adam segera duduk di tempat yang sudah dipersiapkan oleh pak Ghofur.Ada menghela nafas panjang sebelum duduk di tempat tersebut. Setelah itu acara pun dimulai. Satu-persatu rentetan acara pun dilaksanakan, mulai dari pembukaan, lantunan ayat suci Alquran yang dibacakan secara hikmat. Lalu hingga ke proses intinya, saat akan melakukan ijab qobul. Jiya pun dipanggil untuk keluar dari kamarnya. Jiya berjalan dengan pelan karena memakai pakaian tradisional berwarna putih yang terlihat sakral. Wajahnya dipoles dengan make up yang membuat wajahnya terlihat semakin cantik mempesona, seperti putri kerajaan Jawa. Lalu Adam menatap ke arah Jiya tanpa berkedip selama beberapa detik. 'Kenapa aku merasa dia lebih cantik sekarang dari pada saat dulu pertama kali kami menikah,' pikir Adam. Setelah itu Jiya duduk dengan pelan di samping Adam sambil terus menundukkan wajahnya. Lalu momen sakral pun dimulai. Jantung Adam dan Jiya berdegup sangat kenc
Setelah itu terdengar suara motor sport miliknya keluar dari dalam garasi. Adam lalu pergi ke ruang tamu untuk mengintip dari jendela, melihat Jiya yang sudah berganti dengan celana kini pergi meninggalkan halaman rumah itu. Kemudian Adam duduk di sofa ruang tamu tersebut sambil memegang secangkir kopi buatan Jiya tadi. Lalu Adam meletakkan kopi tersebut di atas meja. Dia pun mengambil ponsel yang ada di sakunnya. Adam lalu segera mengusap-usap ponsel tersebut, ia berusaha menelepon seseorang.Setelah cukup lama menunggu, akhirnya panggilan tersebut diangkat.“Halo, selamat pagi Pak,” suara sekretaris Adam dari seberang telepon. “Ya, pagi. Kamu katakan padaku, apa saja lowongan pekerjaan yang ada di kantor kita!” pinta Adam.“Ada beberapa pekerjaan Pak, mulai dari...” Sekertaris itu mulai menerangkan.“Hentikan!” ucap Adam memotong perkataan sekretaris tersebut, karena tiba-tiba merasa tidak begitu penting mendengar penjelasan tersebut.“Katakan padaku, pekerjaan apa yang bisa diam
“Sudah turunin aku, aku bisa jalan ke kamar sendiri,” ucap Jiya yang juga mendengar panggilan dari lantai satu.“Tidak perlu, biarkan saja orang itu menunggu,” sahut Adam yang mempercepat langkahnya naik ke lantai dua.Jiya pun tersenyum menatap Adam yang sedang membawanya naik tangga. “Lucu,” gumamnya.“Apa?“ tanya Adam yang kini terus menatap ke arah depan.“Nggak ada Mas,” sahut Jiya lalu kembali menunduk.Setelah mengantar Jiya masuk ke dalam kamar mandi, kemudian Adam mengganti pakaiannya dan turun ke lantai satu untuk melihat orang yang bertamu ke rumahnya pagi itu. Dia berjalan ke arah ruang tamu, tetapi dia tidak menemukan siapa pun di sana.“Apakah orangnya sudah pulang?“ gumam Adam karena dia mendengar kalau orang yang bertamu itu memanggil namanya, jadi seharusnya orang itu sudah sangat mengenal dirinya.Sesaat kemudian terdengar langkah kaki yang berasal dari ruangan yang lebih dalam. Adam pun menoleh, menunggu pemilik suara langkah kaki tersebut.“Tuan muda,” ucap pemban
Mata Jiya terbelalak ketika tiba-tiba Adam mencium pipinya. “Apa sih kamu, Mas,” ketusnya.Adam terkekeh karena merasa geli melihat Jiya yang salah tingkah. Merasa kesal dengan tawa Adam, Jiya dengan cepat mengambil sebuah potongan apel dan memasukkannya ke dalam mulut Adam. Dan seketika Adam pun berhenti tertawa.“Bagaimana kalau aku tersedak,” ucap Adam sambil mengunyah apel itu.“Ya habisnya kamu ngeselin sih, Mas,” sahut Jiya sambil cemberut.Adam kemudian tersenyum kembali lalu menggelitiki pinggang Jiya, hingga membuat Jiya tertawa terbahak-bahak. “Aduh, ampun Mas,” ucap Jiya sambil mencoba untuk menjauh dari Adam, tetapi Adam terus menahan dan menggelitiki pinggang Jiya. Hingga akhirnya dia merosot ke lantai karena lemas terlalu banyak tertawa.Namun, tiba-tiba salah satu asisten rumah tangga kiriman Nyonya Titi masuk ke dalam ruangan itu dan membuat Adam berhenti menggelitiki Jiya.“Kenapa kamu ke sini?“ tanya Adam dengan tatapan tajamnya.“Itu … saya, saya ….“ Asisten rumah
Jiya mendesis cukup keras ketika dia akan bangun dari ranjangnya. 'Pinggangku rasane koyo copot,' batin Jiya lalu berpegangan pada pinggiran ranjang itu dan kemudian berdiri.“Apa yang yang kamu lakukan?“ tanya Adam sambil memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Jiya.“Aku ngadek Mas, berdiri.“ Jiya mengucap kata Berdiri dengan pernekanan agar Adam tahu arti istilah jawa yang dia ucapkan. “Masa kamu nggak lihat,” ketusnya.Adam tersenyum kecil. “Lalu kenapa kamu seperti nenek-nenek? Ingin berdiri harus berpegangan kepada sesuatu,” selorohnya.“Pinggangku habis diseruduk truk tronton, puas?“ Jiya masih menyahut dengan ketus. Kini Jiya berjalan ke arah kamar mandi sambil memegangi pinggangnya.“Apa perlu aku bantu?“ Tanya Adam.“Nggak usah Mas, yang ada kamu malah nyusahin bukannya ngebantu,” jawab Jiya sambil masuk ke dalam kamar mandi.Adam pun merebahkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamar itu, tak lupa sebuah senyum masih terukir di wajahnya.“Jiya,” gumam Adam.*Keesokan
“Pak Adam,” gumam semua orang sambil berdiri dari kursi mereka, termasuk Nathan yang langsung meletakkan berkas di tangannya.“Berani sekali kalian!“ teriak Adam dengan tatapan tajam yang seolah ingin membakar semua laki-laki yang ada di dalam ruangan itu.Para laki-laki itu saling melirik karena tidak mengerti asal mula kemarahan Adam.Kemudian Adam menoleh ke arah Jiya. “Ke sini!“ Namun Jiya langsung melengos. “Pulanglah, aku bisa pulang sendiri,” sahutnya dengan ketus.Mendengar hal itu Adam mengepalkan tangannya dan kemudian melangkah ke arah Jiya. “Apa yang ingin kamu lakukan di sini?“ tanyanya sambil menggenggam tangan Jiya.“Tunggu Pak,” ucap Nathan yang ingin membela Jiya karena merasa kalau Adam akan memarahi Jiya, walaupun dia juga tidak tahu apa penyebab kemarahan Adam saat ini. “Dia datang ke sini untuk menjemput Leni, dia—”“Siapa kamu berani berbicara mewakili istriku!“ sentak Adam.Mata Nathan pun membulat mendengar kalimat Adam, begitu juga dengan semua orang yang ada
Feni lebih terkejut lagi saat melihat dua orang yang sedang belutut di halaman rumah itu. “Siapa mereka?“ tanya Feni karena saat ini dua orang itu menundukkan kepala mereka.“Angkat kepala kalian!“ teriak Dimas memberikan perintah.Kemudian dua orang tersebut mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Feni.“Dia …,” ucap Feni lalu kembali menatap ke arah Dimas.“Benar, orang yang ada di foto itu adalah dia bukan aku. Ada orang yang sengaja ingin merusak hubungan kita,” sahut Dimas.“Ini benar?“ tanya Feni sambil kembali menatap ke arah laki-laki yang mirip dengan suaminya itu.“Tentu saja. Aku tidak mungkin menghianati kamu dan dua anak kita,” sahut Dimas sambil mengusap perut Feni dengan lembut.Feni pun terdiam dan menundukkan pandangannya. “Maaf,” ucapnya lirih.Dimas kemudian menggenggam tangan Feni. “Kamu tidak perlu minta maaf, ini tidak sepenuhnya kesalahan kamu,” sahutnya sambil mengecup punggung tangan Feni itu.Feni kembali mengangkat pandangannya. “Apakah kamu tahu siapa
Mereka pun cukup lama bersantai di pinggir kolam tersebut sambil terus membicarakan masalah mereka masing masing, dan juga membahas masalah rencana Dimas dan memaltangkan rencana tersebut.Hingga malam menjadi semakin larut, dan mereka pun masuk ke dalam rumah. Mereka memutuskan untuk beristirahat malam itu. Dimas pun memilih menempati salah satu kamar tamu di rumah itu. Dimas juga sempat memperhatikan pelayan yang dibicarakan Adam tadi, dan benar saja pelayan itu ternyata cukup mencurigakan.****3 hari kemudian..Setiap hari Adam menjemput dan mengantar Jiya pulang ke rumah Dimas, tapi dalam beberapa hari itu semua yang mereka bahas hanya seputar masalah Dimas dan Feni tidak ada yang lain.Hingga malam pun tiba...Adam dan Dimas sedang berada di luar sebuah club malam. Anak buah Adam menemukan bahwa wanita itu bekerja di club malam ini sebagai penari striptis. “Gimana, semua udah siap?” tanya Dimas lewat telpon yang ada di genggamannya“Siap Tuan!” suara di dalam telpon
“Ahhkk!” ucap Jiya sambil bangun dari lantai tempatnya terjatuh. Setelah itu Jiya bangun, dan melihat ke arah orang yang sedang memegang daun pintu tersebut.“Astaga Mbak, kamu kenapa?” ucap Jiya terkejut melihat Feni yang kusut, berantakan. Kemudian Jiya segera menggandeng Feni untuk duduk di sofa ruang tamu tersebut. Feni lalu menangis keras “Hiks.. hiks.. huwa…!” “Bagaimana nasibku dan anakku. Kenapa mas Dimas tega seperti ini padaku,” ucap Feni sambil terus menangis memeluk Jiya.Kemudian Jiya pun memeluk sambil mengelus pundak Feni “Sabar mbak, Sabar. Ingat Mbak sedang mengandung, kasihan anak Mbak kalau Mbak menangis seperti ini,” ucap Jiya mencoba menenangkan Feni“Tapi Ji, bagaimana aku bisa tenang saat tahu kalau mas Dimas selingkuh seperti itu,” ucap Feni“Iya Mbak, aku sudah tahu itu dari Mas Dimas,” ucap Jiya“Jadi kamu kesini disuruh Dimas?” ucap Feni langsung melepaskan pelukannya dari dia‘Eh, aku salah bicara,’ batin Jiya kaget“Tentu saja tidak. Aku memang mendenga
Pyarrrr! Brughhh!… Terdengar suara piring pecah dan di ikuti benda jatuh dari dapur.Kemudian Jiya, Lena dan Leni saling menatap sejenak. Lalu, mereka bertiga pun langsung berlari ke arah dapur. Dan saat sampai di pintu dapur, mereka pun kaget melihat Ibu kantin sedang terbaring di lantai dan sebuah piring pecah di sampingnya.Lena yang sampai di dapur duluan, langsung mencoba membangunkan ibu kantin, tapi tidak ada respon“Kita tidak mungkin kuat menggotong dia,” ucap Lena sambil melihat tubuh Ibu kantin yang memang bisa di sebut mengalami obesitas.Lalu Lena meletakkan kepala ibu kantin di pangkuannya, dan terlihatlah ada darah di lantai tepat di bagian bekas tempat kepala ibu kantin terjatuh.“Astaga, darah!” teriak Leni.Lena pun terdiam seketika, wajahnya berubah memucat.. “Len, sabar… Len,” ucap Leni menggoyang-goyangkan tubuh saudara kembarnya tersebut“Astaga!”teriak Jiya “Leni, kamu jaga Lena dan Ibu kantin. Aku cari bantuan,” ucap JiyaKemudian Jiya pun langsung berla
Setelah mengendarai mobil selama 15 menit, kemudian mereka sampai di sebuah kafe langganan Adam dan Dimas.Adam pun segera masuk ke dalam cafe tersebut, dikuti oleh Jiya yang ada di belakangnya.Setelah mereka masuk ke dalam Cafe tersebut. Kemudian Adam dan Jiya melihat ke sekitar, lalu menemukan Dimas yang sedang duduk di salah satu meja yang agak jauh dari mereka. Dimas terlihat tak bergerak sedikitpun, ia teeus menatap ke arah luar jendela kaca di sebelahnya.Kemudian mereka pun mendekat ke arah Dimas. Tapi, Dimas tidak bergeming sedikitpun. Dia tidak sadar dengan kedatangan Jiya dan Adam yang sudah duduk di depannya.“Ehem!” Adam berdehem. Kemudian Dimas pun tersadar dari lamunannya, dan langsung menoleh dan melihat ada Adam dan Jiya yang sudah duduk depannyaLalu Dimas pun kini mengusap-ngusap wajahnya.“Ada apa?” tanya Adam penasaran pada sahabatnya tersebut karena terlihat sangat kacau“Aku sedang pusing, istriku minta cerai,” ucap Dimas“Apa!” ucap Adam dan Jiya bersamaan, kag