Dengan mata membola, Luca menyuarakan rasa penasarannya. "Jadi, Loui harus benar-benar menghisap darahnya?"
Sekali lagi, Leona memukul tengkuk Luca spontan. Bisa-bisanya adiknya bertanya sepolos itu. Jika Malia mendengarnya, gadis itu akan salah paham bahkan salah kaprah. Bisa-bisa, ia menyerahkan dirinya begitu saja pada Loui."Awh! Kenapa kau memukulku lagi, Leona?" Luca bersungut-sungut kesal."Pertanyaanmu itu terlalu gegabah, Luca!" seru Leona."Apa yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Luca datar.Sungguh, Luca memang tidak paham dengan ucapannya. Entah memang tidak paham, atau, ia memang menolak paham? Entahlah. Siapa yang tahu?Leona mendesah pasrah. Menyerah dengan tingkah adiknya yang satu itu. Terpaksa, ia harus menjelaskan semuanya sejelas mungkin, agar tak ada kesalah pahaman antara dirinya, Luca, bahkan Malia jika gadis itu mendengar percakapan itu tanpa sepengetahuan mereka."Jadi, bagaimana?" tanya Luca penasaran."Loui tidakBeberapa minggu berlalu. Tak ada kejadian berarti yang mereka lalui. Semuanya berjalan normal seperti kehidupan remaja kebanyakan.Hubungan Malia dan Loui tidak lebih baik dari sebelumnya, namun semuanya mereka jalani dengan "baik-baik saja", sebaik yang mereka bisa jalani.Sementara Ash sudah pulih sepenuhnya. Ia kembali beraktifitas seperti biasanya, bahkan sudah mulai berlatih Rugby, dan sesekali ikut menemani sang adik, Gabe, berlatih basket. Juga dilain kesempatan, ia menyempatkan diri menemani Archie berlatih sepak bola.Hubungan Ash dan Leona pun tak banyak kemajuannya. Keduanya menjalani hari mereka dengan penuh rasa kesal, benci, dan perasaan campur aduk lainnya.Sayangnya, hubungan Ash, Gabe, Archie juga Lyla memburuk. Sejak kejadian di rumah sakit hari itu, Lyla semakin sering bertingkah menyebalkan. Sesekali ia mengganggu keintiman antara Ash dan Leona. Bahkan, dilain waktu, secara terang-terangan ia menemui Irina juga Skarsgard lainnya.Entah ap
Lyla benar-benar datang. Gadis itu berdiri tegap di hadapan Ash dan Leona. Ia mengulas senyum manisnya saat manik hazelnya bertemu dengan milik Ash. Namun, ia langsung memasang ekspresi datar saat Leona mendongak –menatapnya tanpa eskpresi."Aku ingin berbicara denganmu, Ash," ujar Lyla to the point, apa adanya."Hanya berdua. Tanpa diganggu siapapun." ucap Lyla dengan penekanan pada setiap kata yang diucapkannya.Benar-benar ingin menegaskan, bahwa, ia hanya ingin berbicara empat mata dengan Ash. Tak menginginkan kehadiran siapapun di sana, termasuk Leona. Tentu saja.Leona tertawa sumbang melihat gaya bicara dan tingkah Lyla yang dianggapnya begitu menyebalkan. Sangat menyebalkan.Gadis itu mengubah tatapan tanpa ekspresinya dengan tatapan menantang. Tiga detik berikutnya, ia bangkit dari tempat duduknya –berdiri menantang sembari melipat kedua tangannya di dada. Benar-benar tak mau kalah, ia menunjukkan sisi angkuhnya di hadapan Lyla.Bag
"Aku yang menghisap darahnya sampai habis tak bersisa. Lalu, aku penggal kepalanya dengan kuku-kuku tajamku. Terlalu merepotkan menciptakan seorang Hybrid, terutama, ia adalah seorang Alpha." jelas Damien dengan tawa sebagai penutup kalimatnya.Kalimat Damien berhasil menyulut amarah Ash. Perlahan tubuhnya bertransformasi. Kuku-kuku panjang dan tajamnya muncul ke permukaan, bulu abu-abunya mencuat, dan ukuran tubuhnya sedikit demi sedikit membesar.Ash berubah menjadi serigala bertubuh besar dengan bulu abu-abu.Tatapannya dingin dan tajam. Ia meraung –melolong penuh amarah. Ia berlari ke segala penjuru, mengejar Damien yang melesat kesana kemari. Ash berusaha menerjang –menerjang Damien sebisanya, namun, sayangnya, pergerakannya masih kalah cepat dengan Damien.Pria bersurai ikal itu tertawa keras melihat segala macam usaha Ash yang ingin menyerangnya –mencabiknya dengan membabi buta."BERHENTI SAJA, BOCAH SERIGALA! DATANG PADAKU DENGAN CA
Luca menapakkan kedua kakinya dengan payah. Ia memasuki lingkungan Universitas, tempat di mana kedua saudaranya juga Malia berkuliah. Dengan kikuk ia memandangi sekitarnya, sesekali ia mengangguk samar –membalas sapaan beberapa gadis yang berlalu lalang dengan sopan."Luca!"Suara bass yang begitu familiar dalam pendengaran Luca menggema mengisi kekosongan lorong yang baru saja ia jajaki. Dengan berani Luca mengangkat kepalanya, menatap lurus ke sumber suara.Pria bertubuh tinggi tegap tengah berdiri, menunggunya di ujung lorong sana.Luca memperbesar langkahnya, dalam waktu singkat ia tiba di hadapan sang kakak yang tengah menatapnya penuh tanya."Aku baru akan menjemputmu, tapi, aku tak menemukan Leona di manapun. Kau menunggu terlalu lama?" ucap Loui panjang pendek. Terdengar kekhawatiran dalam setiap kata yang diucapkannya.Bagaimana tidak? Ini kali pertama Luca mendatanginya langsung selepas jam sekolahnya selesai. Ditambah, tatapan Luca terl
"BERHENTI! AKU MOHON!" pekik seseorang.Waktu seolah terhenti. Semua orang bergeming –terpaku mendengar teriakan tak terduga tersebut, termasuk Luca yang baru saja memijakkan kedua kakinya di atas tanah, membawa Malia dalam pangkuannya.Di sepersekian detik berikutnya, setelah masing-masing dari tersadar, satu persatu menoleh ke sumber suara.Gadis berpakaian serba ungu berlari menghampiri Loui yang kala itu masih mencengkram –berusaha mencekik leher Irina.Gadis itu tiba-tiba duduk bersimpuh –bersujud di depan kedua kaki Loui, memohon dengan sangat, agar pemuda itu melepaskan gadis bertubuh sintal yang tengah berada dalam kontrolnya.Beberapa pasang mata membola, –terkejut luar biasa mendengar permintaan tak terduga dari seorang Lyla. Tanpa terkecuali Gabe, Archie, juga Ash yang terkulai lemas. Mereka benar-benar kaget mendengar rangkaian kalimat yang diucapkan seorang Lyla Justice, gadis yang notabene tidak pernah mau terlihat lemah
"Apa Leona akan kembali ke pelukan si brengsek itu?" tanya Ash pada Loui.Ash yang sejak di hutan menekan rasa ingin tahunya pun akhirnya memberani kan diri bertanya. Ternyata ia tak bisa menghiraukan rasa ingin tahunya terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang Leona Argent.Leona memiliki pesonanya sendiri di mata seorang Ash. Gadis itu sudah memiliki tempat yang begitu rapih di dalam hati sang Alpha.Mungkin, untuk hal sepele, Ash masih bisa menghiraukan rasa ingin tahunya. Namun, untuk yang satu ini ia tak bisa. Benar-benar tak bisa. Pasalnya, rungu mendengar jelas –sangat jelas, Leona memohon pengampunan atas dirinya.Selain itu, Leona mengatakan bahwa ia akan melakukan apapun asalkan Damien dan ketiga saudaranya melepaskan Ash –menghentikan pertarungan yang terjadi di hutan.Meski Ash adalah pria yang lambat dalam memahami segala macam hal sensitif, namun agaknya untuk yang satu ini adalah pengecualian. Ia benar-benar bisa memb
"Apa yang kalian ributkan?" tanya Leona pada kedua saudara laki-lakinya. "Kalian sampai meninggikan intonasi bicara kalian. Pasti ada sesuatu, kan?" Leona mencurigai keduanya.Hening. Keduanya bungkam –diam seribu bahasa. Tak satupun dari mereka bersedia memberi jawaban, sampai akhirnya Ash angkat bicara."Hanya masalah lelaki." jawab Ash apa adanya.Tidak, bukan apa adanya. Ash hanya beralibi, namun memang yang ia katakan ada benarnya. Hal yang tengah diributkan Luca dan Loui memanglah sesuatu yang diributkan para lelaki, sebab masalah tersebut memang terjadi diantara sesama lelaki, tak ada campur tangan perempuan.Dengan sigap Leona mengangguk tak peduli. Bagaimanapun, gadis itu memang benar-benar mempercayai ucapan Ash."Kau... Sudah pulih?" Sepasang mata bulat Leona membola saat melihat sang Alpha duduk tegap dengan wajahnya yang terlihat lebih segar dari sebelumnya. Ash sudah pulih. Energinya telah kembali.Ash mengangguk yakin, lantas
Dengan napas terengah, Leona dan Ash membanting tubuh masing-masing di atas kasur pasien. Di detik berikutnya, keduanya menoleh –saling menatap dalam diam.Segera Ash menutupi dada Leona yang hampir terekspos sebagian dengan kemeja yang melekat di tubuh sang gadis, ia memasangkan kancingnya satu persatu hingga seluruh tubuh ada Leona tertutup rapat.Di sepersekian detik berikutnya, ia mengulas senyum hangatnya saat mendapati gadisnya tengah menatapnya lurus dengan senyum simpul menghiasi wajah cantiknya."Apa ini sakit?" Leona mengusap sudut kanan bibir Ash yang tampak sedikit lecet –berdarah.Ash buru-buru menggeleng. Digenggamnya jemari sang gadis, lantas diusapnya punggungan halus tangan mungil itu dengan ibu jarinya."Apa aku akan berubah menjadi seorang Hybrid? Karena seorang purebloods telah menggigitku." Ash merajuk manja.Ucapannya berhasil membuat si gadis vampire terkekeh pelan, –hampir meledakkan tawanya jika ia tak memiliki