Keesokan harinya, polisi berhasil menangkap, Safira kembali. Sekarang wanita itu sudah kembali masuk ke dalam jeruji besi, Alya pun kini sudah ada di sana. Meski, Safira selalu berbuat jahat, Alya masih mempunyai hati dan perasaan, bahkan ia berniat untuk mengurangi masa tahanannya.
"Kamu seneng kan, lihat aku seperti ini. Puas kamu!" bentak Safira. Sorot matanya menunjukkan rasa benci.
Alya tersenyum. "Mungkin benar apa katamu, aku senang. Tapi tidak denganku, meski aku benci, tapi justru aku merasa kasihan melihatmu seperti ini."
"Cih, aku nggak percaya. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, aku nggak butuh kamu," usirnya. Safira benar-benar tidak suka akan kehadiran, Alya.
"Kamu tenang aja, aku nggak lama kok. Aku cuma mau bilang, kalau aku akan mengurangi masa tahanan kamu," ungkap Alya. Seketika Safira diam, dan menatap mata wanita yang kini duduk berhadapan dengannya.
Safira menyunggingkan senyumnya. "Aku nggak per
Hari demi hari telah terlewati, sementara bulan terus berjalan. Genap sebulan Alya bekerja di perusahaan ayahnya, bahkan perusahaan itu yang dulunya dipegang oleh Gibran. Kini, Alya yang berkuasa di perusahaan tersebut. Awalnya, Alya tidak tertarik, tetapi untuk mengurangi rasa bosan. Akhirnya ia mau.Saat ini, Alya tengah sibuk dengan tumpukan berkas yang harus ia tanda tangani. Jujur, Alya sering merasa kewalahan, karena sebelumnya ia tidak pernah bekerja di kantor. Namun, Alya akan terus mencobanya, ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya."Huft, ternyata capek juga ya," keluhnya. Alya menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri, agar terasa rileks.Tiba-tiba saja ponsel, Alya berdering, dengan segera ia meraih benda pipih tersebut. Saat dicek, tertera nama Rayhan, Alya pun segera menggeser tombol berwarna hijau agar sambungan telepon terhubung.[Assalamu'alaikum, Rey ada apa][Wa'alaikumsalam, aku cuma mau ngajakin
Roda kehidupan terus berputar, kini Gibran tengah merasakan, bagaimana pahitnya hidup tanpa kemewahan. Harta yang dulu ia bangga-banggakan kini sudah musnah, kini Gibran menjalani hidupnya dengan penuh kesengsaraan. Tak jarang ia sering bertengkar dengan ibunya."Gibran, mama minta uang, beras abis, minyak goreng abis, bumbu dapur juga abis," ucap Ratna seraya menyodorkan tangan kanannya."Ini." Gibran menyerahkan satu lembar uang lima puluh ribuan."Mana cukup uang segini, kamu tuh ada-ada aja," protesnya. Biasa memegang uang ratusan juta, kini memegang uang lima puluh ribu saja tidak setiap hari."Adanya segitu, ini lima puluh ribu buat beli susu untuk, Rava," sahut Gibran. Anak yang Safira kandung telah lahir, dengan jenis kelamin laki-laki. Sebelum, Safira bebas dari penjara, Gibran dan Ratna yang merawat anak itu."Ya udah, mama mau belanja dulu. Kamu jangan dulu pergi." Ratna beranjak keluar dari rumah, sementara
Perlahan Alya mengerjapkan matanya, cahaya yang begitu terang masuk ke retina, membuat ia beberapa kali mengerjap. Setelah kelopak matanya terbuka sempurna, Alya mengedarkan pandangannya, ia melihat ke sekelilingnya. Alya bernapas lega saat menyadari jika ia berada di rumah."Alya, Sayang kamu sudah sadar, Nak," ucap Yulia seraya mengusap kepala putrinya."Ma." Alya bangkit dan terduduk, lalu memeriksa bajunya. Ia sedikit tersentak saat baju yang dikenakan sudah diganti dengan baju tidur."Sayang, kamu kenapa?" tanya Yulia dengan raut wajah khawatir."Ma, Alya .... " ucapannya terhenti, air matanya menetes, mengingat kejadian kemarin."Sabar ya, Nak." Yulia memeluk tubuh putrinya, seketika tangis Alya pecah."Apa benar kalau, mas Gibran sudah melakukannya. Kalau iya, berarti aku ... kamu tega melakukan ini, mas. Bagaimana dengan Reyhan, dia pasti akan membenciku," batin Alya.Selang bebe
Satu jam kemudian, keadaan kembali tenang. Suara yang sempat membuat riuh para tamu undangan, rupanya itu suara kedua teman Alya. Linda dan Nita, mereka berdua berniat ingin menyaksikan jalannya ijab kabul. Itu sebabnya, keduanya terpaksa menghentikan proses tersebut.Setelah keadaan kembali tenang, proses ijab kabul pun kembali dilaksanakan. Pak penghulu kembali menjabat tangan Reyhan, lafadz janji suci pun terucap dengan lantang dan keras. Selang beberapa menit, kata 'SAH' menggema di ruangan yang serba putih itu. Bahkan, Alya sempat meneteskan air matanya.Alya merasa terharu, sekarang dirinya sudah tak lagi menyandang status janda. Kini ia telah menjadi seorang istri, istri dari pria yang sudah lama mengaguminya. Setelah ijab kabul selesai, kini pasangan pengantin ini berdiri di atas pelaminan, untuk menerima ucapan selamat dari para tamu undangan."Alya, selamat ya. Akhirnya kamu nikah lagi, semoga samawa ya," ucap Linda, seraya cipika-cip
Alya melirik ke arah suaminya, bagaimanapun juga sekarang Reyhan adalah suaminya. Terlihat semuanya masih diam, Alya memberi kode pada Reyhan, agar mengijinkan dirinya untuk menghampiri pria tersebut, yang tak lain adalah Gibran, mantan suaminya."Ada apa, Mas datang ke sini?" tanya Alya."Aku butuh uang, Al untuk berobat anakku. Aku tidak tahu harus mencari kemana, itu sebabnya aku datang ke sini. Berharap kamu mau membantuku," jawab Gibran, dengan menundukkan kepalanya.Alya menghela napas, tanpa berkata ia berlalu dari hadapan Gibran. Wanita berambut panjang itu berjalan masuk ke dalam rumah. Mereka semua masih menatap Gibran, mungkin di hati mereka, Gibran sosok pria yang tidak punya malu. Lantaran datang ke rumah mantan istrinya, untuk meminta uang.Lima menit kemudian, Alya keluar. Ia berjalan menghampiri mantan suaminya, lalu memberikan uang ratusan ribu sebanyak sepuluh lembar. "Ini untuk berobat anak kamu, Mas. Maaf tidak
Setelah menerima panggilan telepon, kini Safira tengah bersiap-siap untuk pergi, entah kemana ia akan pergi. Gibran memperhatikan istrinya yang sedari tadi sibuk berdandan, ia merasa jika ada yang tidak beres, ada sesuatu yang Safira sembunyikan. Tapi apa, jika ditanya, Safira selalu menghindar dan mengelak."Kamu mau kemana?" tanya Gibran."Bukan urusan kamu," jawab Safira, tanpa menoleh ke arah suaminya.Gibran menghembuskan napasnya. "Safira, apa kamu lupa, Rava itu lagi sakit. Terus sekarang kamu mau pergi.""Udahlah, aku bosen di rumah terus, makan nggak enak. Asal kamu tahu, aku tidak bisa hidup seperti ini." Safira bangkit, lalu beranjak pergi meninggalkan suaminya."Safira, tunggu." Gibran mencekal pergelangan tangan istrinya. Namun, dengan kasar Safira mengibaskannya."Udah deh, Mas. Urus aja tuh anak kamu, nyesel aku nikah sama kamu," ucap Safira, lalu pergi begitu saja.Sementara itu, Gib
Safira tersentak kaget, bahkan Rava yang mulai memejamkan matanya kembali terjaga dan menangis sejadi-jadinya, lantaran kaget dengan suara Gibran. Dengan emosi Safira beranjak menghampiri suaminya, ia tidak tahu apa yang terjadi, dan apa penyebab suaminya bisa semarah itu."Ada apa sih, Mas. Kamu tahu, Rava jadi kebangun gara-gara denger suara kamu itu." Safira menatap mata suaminya yang sudah memerah. Namun tiba-tiba pandangan Safira beralih pada ponsel miliknya yang kini ada di tangan Gibran."Ini apa! Selama ini kamu udah bohongi aku. Dan anak itu, anak itu bukan anak aku. Tapi anak orang lain iya kan!" teriak Gibran. Mata elangnya menatap tajam wanita yang ada di hadapannya.Seketika nyali Safira menciut mendengar teriakan sang suami, lantaran selama mereka menikah, Safira tidak pernah melihat Gibran semarah ini. Bahkan kini wajahnya sudah pucat pasi, ia tidak berani menatap mata suaminya. Sementara Gibran yang sudah tersulut emosi, ia tida
Ratna merasa menang karena usahanya untuk menjodohkan Gibran dengan Kania berhasil. Awalnya Kania ragu, tetapi akhirnya wanita itu setuju, sedangkan Gibran hanya menurut dengan apa yang sang ibu inginkan. Mungkin benar, jika mereka menikah nanti, Gibran bisa membalas sakit hati pada keluarga Alya.Setelah pertemuan itu, kini Gibran kembali pada rutinitasnya, yaitu ngojek. Meski hasil tidak seberapa, tetapi bisa untuk makan, sedangkan untuk membayar kontrakan, Gibran menggunakan sisa uang dari mantan istrinya. Sejujurnya, Gibran masih sangat mencintai Alya, tetapi dirinya sudah kehilangan kepercayaan dari wanita itu."Alya, jujur aku tidak rela melihat kamu bersanding dengan pria lain. Ingin rasanya aku membawamu pergi jauh dari kota ini. Bahkan negeri ini, aku ingin memilikimu seutuhnya," batin Gibran. Bayangan masa lalu bersama Alya, kembali berputar di benaknya."Kania, cantik juga. Nggak ada salahnya aku coba, aku ingin tahu reaksi Alya baga
Waktu terus bergulir, setelah melewati hari demi hari, hingga bulan demi bulan. Kini penantian Alya dan Reyhan telah terbayar, tepat pukul tujuh pagi Alya melahirkan seorang putri yang sangat cantik. Wajahnya sangat mirip dengan Alya, tetapi hidung dan matanya mewarisi ayahnya."Lihat, Sayang. Wajahnya mirip banget sama kamu, cantik." Reyhan menggendong putrinya dan duduk di sebelah istrinya."Tapi hidung sama mata mirip sama kamu," ucap Alya seraya memandangi wajah putrinya."Iya lah, kan papanya tampan," sahut Reyhan dengan penuh percaya diri."Ish, biasa aja kok," balas Alya. Seketika Reyhan mencubit gemas hidung istrinya."Ih, sakit tahu." Alya memegangi hidungnya, dengan bibir cemberut."Nggak usah cemberut, jelek tahu." Reyhan mengacak-acak rambut panjang istrinya.Selang beberapa menit, pintu ruangan terbuka terlihat Yulia dan Widya masuk ke dalam. Kedua wanita itu segera menghampiri cu
Satu bulan telah berlalu, pukul sebelas malam Alya terbangun dari tidurnya, tangan kanannya meraba sebelahnya yang kosong. Detik itu juga, kelopak mata Alya terbuka sempurna, wanita hamil itu bangkit dan menelisik sudut kamarnya mencari sosok suaminya."Mas, Mas, Mas Reyhan!" teriak Alya. Lalu bangkit dari tempat tidur."Mas." Alya kembali berteriak."Iya, Sayang sebentar!" teriak Reyhan dari ruang kerjanya.Selang lima menit Reyhan masuk ke dalam kamar, terlihat jika istrinya tengah mondar-mandir tak jelas. Reyhan berjalan menghampiri istrinya, seketika Alya memeluk tubuh suaminya. Reyhan merasa jika ada sesuatu yang sang istri inginkan."Ada apa, hem?" tanya Reyhan."Mas, aku pengen makan martabak telor," jawab Alya. Seketika Reyhan menghela napas, sudah diduga."Sayang ini .... ""Aku pengennya sekarang, Mas. Kalau nolak nanti anak kamu ileran, mau." Alya memotong ucapan suaminya.&nb
Satu tahun telah berlalu, pernikahan Alya dan Reyhan semakin hari semakin romantis. Setiap bahtera rumah tangga pasti ada saja rintangannya, dan mungkin saat ini mereka tengah menikmati indahnya menjalin hubungan pernikahan.Sementara itu, Silvi yang dulu mengejar-ngejar cinta Reyhan, kini dia menyerah, rasanya percuma mencintai pria yang sudah beristri. Bahkan kini Silvi memilih untuk rujuk dengan Dony---suaminya demi putri mereka.Berbeda dengan Andin, kini wanita itu tengah mendekam di balik jeruji besi, lantaran untuk menebus perbuatannya. Ternyata, setelah diselidiki mobil yang menabrak Alya adalah mobil milik Andin. Wanita itu sengaja karena merasa sakit hati, lantaran Reyhan lebih memilih Alya.Setahun sudah, Gibran meninggalkan istri serta putrinya, yang masih sangat membutuhkannya. Gibran meninggal lantaran kecelakaan saat hendak menjemput ibunya, dan sebelum Gibran menghembuskan napas terakhirnya, ia berpesan jika kornea matanya akan
Kini mereka sudah berkumpul di rumah sakit, Reyhan dan ibunya, serta kedua orang tua Alya kini mereka ada di ruang rawat Alya. Wanita berambut panjang itu kini terbaring tak berdaya, dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya.Reyhan tidak menyangka jika kejadian buruk kembali menimpa sang istri. Terlalu banyak penderitaan yang Alya alami, Reyhan merasa jika dirinya belum mampu menjadi suami yang baik dan berguna untuk Alya. Untuk kejadian ini, Gunawan dan Reyhan sudah melaporkannya kepada pihak polisi, semoga pelaku segera ketemu.Sementara itu, Gibran merasa bersalah, gara-gara menolong Kania, kini Alya yang harus menanggung semuanya. Gibran berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Alya. Meski sekarang Alya bukan lagi istrinya. Namun, bagaimanapun wanita itu pernah menjadi bagian dari hidupnya, pernah menemani hidupnya."Al, kamu pasti bisa melewati semua ini. Maafkan aku, gara-gara kamu menolong Kania, kini kamu yang harus me
Reyhan terdiam mendengar permintaan Silvi, lagi-lagi ia melirik istrinya. Namun, Alya membalasnya dengan tatapan tajam, melihat tatapan istrinya. Ia sudah paham jika Alya melarang dirinya untuk pergi. Lagi pula, Reyhan juga tidak akan bertindak konyol. Untuk bekerja saja, ia memilih mengalah."Silvi maaf, aku tidak bisa. Kamu lihat sendiri kan, aku rela tidak kerja demi bisa menjaga Alya. Jadi tidak mungkin aku ninggalin istriku ini, kamu kan bisa meminta tolong sama orang lain." Reyhan menolak permintaan Silvi. Jujur, ia merasa kurang suka dengan sikap wanita itu yang terlalu berlebihan."Kamu tega ngomong seperti itu, Rey aku .... ""Silvi, aku sudah membantumu untuk bisa lepas dari Doni, dan mendapatkan hak asuh atas putri kalian. Tapi untuk yang ini, tolong kamu meminta bantuan pada orang lain. Jangan semuanya kamu bergantungkan kepadaku, aku sekarang sudah menikah, aku harus bisa menjaga hati istriku." Reyhan memotong ucapan Silvi. Hal ini benar
Kania membuka pintu utama rumahnya, dan detik itu juga, matanya membulat sempurna. Saat melihat seorang wanita dan anak kecil sudah berdiri di depan pintu. Ia tidak menyangka jika dia bisa nekat datang ke rumahnya."Kamu, mau ngapain datang ke sini?" tanya Kania. Sorot matanya menunjukkan rasa tak suka pada wanita yang ada di hadapannya itu. Yang tak lain adalah mantan istri Gibran.Safira tersenyum. "Aku ke sini ingin bertemu dengan mas Gibran. Memangnya kenapa.""Sayang, siapa yang datang?" tanya Gibran seraya berjalan menghampiri istrinya.Sontak Gibran terkejut, saat melihat mantan istrinya yang tengah bertamu ke rumahnya. Sebisa mungkin Gibran bersikap seperti biasa, ia masih ingat seperti apa kelakuan Safira yang sesungguhnya. Kebohongan yang sudah diperbuat oleh Safira, masih terus berputar di benaknya."Ada urusan apa kamu ke sini?" tanya Gibran seraya berjalan mendekati Kania istrinya."Aku ke sini cuma
Dokter itu terdiam seraya menatap pria yang ada di hadapannya. "Maaf, kami .... "Reyhan semakin merasa panik dan khawatir, saat dokter yang menangani istrinya menggantung ucapannya. Reyhan hanya bisa berdoa semoga istri serta calon anaknya dalam keadaan baik. Meski kemungkinan besar, itu tidak mungkin terjadi."Tolong jelaskan, Dok," ujar Reyhan."Kami harus melakukan tindakan operasi, karena detak jantung bayi yang ada di dalam perut istri, Bapak lemah," jelas Dokter Irma.Bagai disambar petir di siang hari, mendengar hal itu, persendian Reyhan berasa lemas. Haruskah ia kehilangan calon anaknya, haruskah Alya mengalami hal buruk itu untuk kedua kalinya. Reyhan tidak biasa membayangkan jika itu sampai terjadi."Tolong lakukan yang terbaik untuk istri dan calon anak kami, Dok." Reyhan pasrah, apa pun yang akan terjadi nantinya. Reyhan hanya bisa berdo'a, semoga keajaiban terjadi."Baik, kalau begitu, Bapak ikut
Waktu terus bergulir, hubungan Alya dan Reyhan semakin hari semakin romantis. Saat ini Reyhan tengah menikmati perannya sebagai seorang suami dan calon ayah butuh ekstra kesabaran dalam menghadapi sikap istrinya yang berubah-ubah. Tak jarang, Reyhan harus mempunyai stok kesabaran yang cukup banyak.Seperti malam ini, saat Reyhan tengah sibuk dengan pekerjaannya. Alya terus saja mengganggunya, entah itu meminta di pijit kakinya, dan masih banyak lagi. Beruntung, Reyhan termasuk orang yang penyabar, tetapi orang juga mempunyai batas kesabaran."Sudah ya, aku selesein kerjaan dulu, biar nanti tinggal nemenin kamu tidur," ujar Reyhan seraya bangkit dari duduknya."Tapi jangan lama-lama," sahut Alya."Iya, nggak lama kok." Reyhan mencolek hidung istrinya. Setelah itu ia beranjak menuju meja kerjanya.Baru saja Reyhan menjatuhkan bobotnya di kursi, tiba-tiba Alya sudah memanggilnya lagi. Reyhan menghela napas, entah apa lagi
Alya tidak menyangka jika Gibran bisa senekat itu, bukankah pria itu tengah berada di atas pelaminan. Namun kenapa tiba-tiba Gibran ada di toilet, mungkinkah pria itu mengikuti mantan istrinya. Takut terjadi fitnah, Alya mengibaskan tangan mantan suaminya itu."Sayang, aku .... "Plak, satu tamparan mendarat tepat di pipi kanan Gibran. "Aku nggak suka dengan cara kamu yang seperti ini. Ingat, kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Dan satu hal, kamu sudah menikah, bagaimana perasaan Kania, jika melihat suaminya masih saja menggoda mantan istrinya.""Alya, aku tidak rela kamu bahagia dengan pria lain. Aku masih sangat mencintai kamu, tolong kembali lagi padaku. Aku janji akan .... "Plak, Alya kembali menampar pipi mantan suaminya itu. "Hubungan kita sudah berakhir, dan semua ini terjadi juga karena ulah kamu. Aku bahagia menikah dengan mas Reyhan, dia pria baik, tegas, dan punya pendirian."Gibran terdiam mendengar penuturan mantan istri