Om Steven masih melongo mendengar semua penuturan Harum. Namun segera ditepisnya kemungkinan itu. Kalau memang Harum memiliki putri darinya, tak mungkin dia meninggalkannya dan meminta cerai dulu. Bukan hanya Om Steven yang terkejut, akan tetapi Rinai, Wira dan Satrio pun sama. Mereka menatap ibunda Rinai itu dengan netra penuh rasa penasaran.
“Kamu pasti hanya mengada-ada ‘kan Harum?” Om Steven mematung. Namun dirinya tetap memindai wajah Rinai yang jika diperhatikan dengan seksama memiliki hidung yang mancung seperti miliknya.
“Maafkan aku yang menyembunyikan semua kebenaran ini dari kalian! Rinai, maafin Ibu. Hari ini sekalian Ibu kasih tahu jika ayah kamu bukan ayah Harsuadi, tetapi ayah kandung kamu adalah dia!” Suara Harum bergetar. Sementara itu, Rinai yang tadi dipeluknya kini mengangkat wajah dan menatap lekat-lekat.&nbs
Waktu berputar cepat, tetapi Wira yang belum mengantar mereka pulang kembali ke kampung. Dikarenakan beberapa kasus kemarin yang menyita perhatiannya ada beberapa masalah krusial di perusahaan. Dalam waktu seminggu itu, kadang hanya pagi hari saja Wira mampir ke apartemen dan menamui Harum dan RInai yang masih berada di sana. Bahkan Wira tak tahu jika semenjak kejadian itu, Rinai memiliki masalah pada lambung. Beberapa obat yang dibelinya di apotek terdekat bahkan hanya bisa mengurangi nyeri pada ulu hatinya sekejap saja.[Bang, anterin aku pulang, dong!] sore itu Rinai mengirim pesan pada Wira. Tetapi hanya centang hitam dua, berarti pesan itu belum dibaca.Ah, mungkin kekasihnya itu tengah sibuk. Wira meminta waktu selama sekitar dua minggu untuk membereskan permasalahan internal perusahaan pada Rinai.Malam menjelang, Rinai menatap Harum yang sudah terlelap.
Kedua pengantin itu berdiri di atas pelaminan dengan senyuman sumringah di wajah Pak Sutono saja. Para tamu undangan beruntun menyalami. Namun tiba-tiba sebuah mobil mewah yang menerobos masuk ke area resepsi mengalihkan semua perhatian. Kursi-kursi terjungkal dan suara deru mesin yang mendesing kencang. Semua menatap pada pintu mobil yang perlahan terbuka. Batin Tasya yang sudah hancur berantakan semakin kacau dengan keadaan resepsi sekarang.Semua mata memandang ke arah mobil Pajero yang berhenti di tengah ramainya acara. Turun tiga orang perempuan dengan pakaian yang cukup mencolok. Pada usianya yang sepertinya sudah di atas empat puluh tahunan ketiga perempuan itu masih mengenakan pakaian yang seksi dan menampakkan sebagain auratnya.“Maaf, ibu-ibu ini siapa?” salah seorang panitia yang memakai pakaian batik tergopoh menyapa. Sementara itu, netra Juragan Suto
Kedua netra Rinai terasa basah. Ada haru yang menyentuh hatinya. Gerakan mulut Wira dan seluruh ucapannya berputar dalam ingatan membuat lengkung indah pada kedua sudut bibirnya merekah. Namun nuansa romantic itu tak berlangsung lama. Derit pintu mengalihkan perhatian mereka. Kedua pasang mata Rinai dan Wira menatap sosok yang datang. Wira bangkit dan berjalan tenang dengan sorot mata yang tajam.“Ada perlu apa Om ke sini?” tanyanya dengan suara dingin.Om Steven menarik napas panjang. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan sebelum memulai ucapannya.“Om mau ketemu putri Om, Wira!”Kedua alis Wira saling bertaut, dia mencari kejujuran dari kedua bola bening Om Steven. Lelaki paruh baya itu mengangguk dengan yakin. Satu per satu langkahnya mengayun m
Kalimat ijab qabul akhirnya mengalun memenuhi ruangan sempit itu. Kedua saksi sudah mengucap sah. Satu kecupan Wira daratkan pada kening Rinai. Wira mencium punggung tangan Om Steven dan Harum sebagai permintaan restu.Hati Satrio yang hancur, setidaknya terobati dengan senyuman tulus dari bibir mungil Rinai. Gadis yang terbaring di ranjang pasien itu masih terlihat lemas dan pucat.Satrio memeluk Wira singkat dan mengucap selamat. Sebagai seorang ksatria seperti yang tersirat pada namanya. Satrio bersikap tegar. Dia ikut bahagia karena Rinai berada pada orang yang seharusnya.“Gue memang selalu kalah satu langkah di belakang lu, Tan! Congrats, ya, Bro!”“Lu memang sobat terbaik gue, Sat! Moga lu cepet dapet
Rinai membuka lemari es, kemarin dia belanja kebutuhan harian mereka untuk satu minggu. Wira tak membolehkannya keluar dari apartemen sendirian, karena itu belanja kebutuhan dapur pun hanya seminggu sekali.Diambilnya satu bungkus daging sapi segar, bawang bombay dan beberapa bumbu lainnya untuk membuat beef teriyaki. Sebuah menu baru yang dipelajarinya beberapa waktu lalu dari laman web. Akhir-akhir ini, untuk membunuh kejenuhan karena belum memiliki kegiatan. Rinai sering sekali mengeksplor kemampuannya dalam mengolah makanan.Semua bahan sudah disiapkan, minyak sudah dipanaskan, hanya saja tengah menunggu satu jenis saus yang ternyata habis. Akhirnya dia memesan online pesanan tersebut. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore ketika daun pintu diketuk. Rinai tersenyum sumringah, mengira yang ditunggunya sudah datang.Rinai membukakan pintu apartemen. Dia lupa pesan W
“Apa yang akan kalian rencanakan?!”Mami dan Angel terkejut menatap sosok tinggi tegap sudah berdiri dengan wajah masam. Wira berjalan dan mendekati kedua perempuan yang berada di apartemennya itu.“Ahmmm … baru saja kami membahas masalah Angel yang kemarin sakit, Sayang!” Mami dan Angel saling bertukar pandang. Angel berharap Wira tak mendengar apa yang baru saja dia ucapkan pada Mami.“Berarti pendengaranku salah. Aku mendengar jika kamu meminta Mami berpura-pura sakit agar aku menikahimu, Angel! Kalian pikir aku tuli dan kalian pikir aku bodoh dan akan mengikuti kemauan kalian?!” Wira tersenyum miring.“Wira! Kamu salah dengar, Sayang! Mana mungkin kami berbuat seperti itu!” Mami berdiri dan menepuk pundak Wira lembut.“Aku harap ucapan Mami benar. Aku harap, aku
Mami masuk kembali ke dalam kamar yang ditempati Wira. Wajahnya tampak tegang setelah mengobrol dengan orang yang dipercayanya sebagai dokter itu. Dia mendekat pada Wira lalu mengusap pucuk kepalanya.“Wira, Sayang! Kamu istirahat saja dulu, ya! Jangan banyak pikiran! Kamu pasti baik-baik saja!” Mami menatap putranya penuh kekhawatiran.Wira yang kini tengah bersandar pada beberapa tumpukkan bantal itu hanya diam. Sama sekali tak menggubris pernyataan Mami. Tatapan matanya lurus ke depan dan kosong.“Papi, ayo berangkat dulu! Kita sebentar saja ya menghadiri acaranya!” bisik Mami pada lelaki yang terdiam seribu bahasa ketika Mami kembali ke ruangan.“Hmmm!” Tuan Dharma berdiri lalu berjalan mendahului Mami untuk pergi ke luar.Mami tampak tergesa
Rinai berjalan pulang. Beberapa peser rupiah yang didapatnya hari ini cukup untuk menyambung hidup. Uang sisa kerja waktu di rumah Mami dulu, sama sekali sudah tak dipegangnya. Rinai sudah memberikan semuanya pada Harum kala pindahan rumah. Begitu pun uang bulanan dari Wira. Semua kartu debit dan kreditnya ditinggal di apartemen. Rinai memilih menjalani hidup seperti dulu.Rinai menyimpan bakul bekas jualan keliling. Awalnya dia hendak mangkal lagi di tempat yang lama, akan tetapi sudah dicobanya sekali pada waktu itu suasananya sepi.Rinai bergegas membersihkan diri lalu menunaikan empat rakaat kewajiban yang tak boleh ditinggalkannya.Rinai bermunajat, menengadahkan tangan pada sang pencipta. Ditengah kekhusukannya meminta, terdengar deru mobil yang berhenti samar. Tak berapa lama ketukan bertubi pada daun pintu membuatnya bergegas beranjak setelah menyelesaikan penghujung doa.
Dua minggu sudah berlalu, Abian berangkat ke rumah sakit ditemani Steven untuk mengambil hasil test DNA. Hatinya harap-harap cemas, Almeera yang cantik itu adalah darah dagingnya. Jika bukan, Abian hanya mengkhawatirkan nasib Almeera di masa depannya. Bagaimanapun seorang perempuan jika hamil di luar nikah, maka anaknya bernasab pada ibunya. Satu lembar amplop putih itu sudah diterima Abian. Dia melirik Steven yang turut menyaksikan isinya. Berulang kali, Steven meminta maaf karena dia baru tahu apa yang sebetulnya terjadi. Selama ini, Angel hanya bercerita pada Elissa---maminya. Sementara itu, Steven menganggap semuanya baik-baik saja. Bahkan ketika Angel memutuskan untuk tinggal di rumah mereka pun alasannya karena Abian sering pulang malam dan jadi kesepian. Dia percaya begitu saja. Keduanya duduk di lorong rumah sak
Abian yakin, Milalah yang mengompori Azizah untuk menikahkannya lagi. Abian sadar jika Mila iri pada Angel karena langsung hamil dan Azizah mengistimewakannya. Karena itu, dia kini ingin melihat reaksi perempuan itu, jika suaminya yang harus menikah.Seketika wajah Mila memucat. Dia lupa karena terlalu sibuk mengurusi ibu mertuanya agar membenci Angel, dia pun sama memiliki kekurangan. Usia pernikahannya dengan Abizar sudah cukup lama, tetapi cucu yang dinantikan keluarga belum juga ada. Dia lupa setiap ujian pernikahan itu berbeda, jika Abian diuji dengan kehamilan Angel yang terlalu cepat, maka dirinya pun sama yaitu diuji dengan menunggu buah hati yang tak kunjung datang.“Abian! Kamu gak pantas bicara seperti itu pada kakak iparmu, di depan tamu pula!” Azizah merasa tak enak. Dia melirik pada keluarga calon besannya yang kini tampak tak nyaman.&ld
“Nanti kamu paham!” bisik Satrio sambil menarik tubuh istrinya untuk berbaring di tempat tidur yang sama.Wajah Maila semakin memanas. Tubuhnya serasa melayang ketika Satrio mulai menyentuhnya. Dia memejamkan mata karena malu. Perasaan bercampur baur menjadi satu. Awalnya keduanya pun masih canggung melakukannya. Namun naluri akhirnya menuntunnya, tubuh Maila yang awalnya tegang karena gugup pun sudah semakin rilex. Perlahan penyatuan itu terjadi, meski sakit dan perih pada awalnya, tetapi perlahan membawanya membumbung menuju puncak surga dunia.Udara yang dingin karena AC tak lagi terasa, keringat membanjiri tubuh Satrio, begitupun Maila. Ada tetes air mata terjatuh pada sudut netra Maila ketika mereka usai melakukannya. Satrio mengecup pucuk kepala gadis yang sudah menyerahkan hidupnya padanya.“Kenapa nangis, May?”
“Saya hanya gak percaya diri, Pak! Saya hanya gadis yatim piatu yang miskin, tak berani bermimpi jadi istri Bapak!” tukas Maila lirih.Satrio mendekat. Tangannya mengambil dagu itu agar wajah Maila terangkat. Ditatapnya manik hitam yang selah terhipnotis itu dengan lekat. Entah magnet apa yang membuat wajahnya semakin mendekat, mendekat dan hampir tak menyisakkan jarak bersama gelayar hangat yang menjalar di dadanya.Satrio kembali menjauhkan wajahnya dari Maila setelah mereguk manis bibir yang gemetar itu. Wajah Maila merona dan memanas. Seluruh dunia rasanya berhenti ketika mereka melakukannya. Bahkan kaki Maila saja masih gemetar, ini sentuhan pertama yang di dapatnya dari seorang lelaki.“Aku tak pernah mempermasalahkan status sosial. Hanya saja aku mempermasalahkan ketidak konsistenan kamu
Satrio melirik ke arah Maila yang masih bengong. Dia berdiri lalu menarik tangan Maila menuju kamarnya. Maila setengah menolak, tetapi tak kuasa. Bingung juga harus berbuat apa, tiba-tiba dirinya kini tengah berduaan dengan atasan yang mendadak menjadi suaminya.Keduanya memasuki kamar yang cukup luas itu. Satrio menggiring Maila untuk duduk di tepi tempat tidur. Hati Maila berdentum, terlebih ketika Satrio memegang dagunya dan membuat wajahnya terangkat.“Ya Tuhaaan? Apakah hari ini kami akan melewati malam pertama?” batin Maila seraya debaran dalam dadanya bertalu tak karuan.Maila sudah memejamkan mata, akan tetapi Satrio melepas tangannya. Dia menjauh dan mengambil kotak P3K. Satrio kembali dan duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Maila. Dia mengeluarkan alkohol dan kapas, lalu tangannya kembali mendekat ke wajah Maila yang masih terpejam.&nbs
“Mas, andai kamu gak ridho … maka ceraikan saja aku! Aku ikhlas, aku tak ingin membuat kamu dan keluargamu kecewa pada akhirnya! Aku akan menerimanya dengan lapang dada, Mas!” tukas Angel dengan suara parau karena tangisan.Menatap kedua netra Angel yang mengembun, sontak membuat Abian terkesiap. Dia sadar ada sosok rapuh di depannya yang butuh dikuatkan, tetapi pernyataan Angel yang diluar dugaan membuatnya shock. Bahkan kebahagiaan yang belakangan ini hadir karena dirinya akan mejadi ayah, gelar baru yang diidam-idamkannya.Abian hanya bergumam, tak terdengar jelas. Namun tangannya merengkuh Angel dan disandarkan pada dadanya. Dikecupnya pucuk kepala Angel. Ada hembusan napas berat terdengar.“Jangan bicara seperti itu, Sayang! Aku tak akan menceraikanmu! Sab
“Bos!”Satrio berdiri sambil mengusap keringat dingin di dahi. Wira menepuk bahunya lalu menoleh pada ketua wilayah tersebut. Wira memberikan kartu namanya dan memperkenalkan diri.“Saya Sultan Prawira Eka Dharma---pemilik Dharma Grup! Ini Bapak Satrio, tangan kanan saya! Jadi saya pastikan dia itu terdidik dan tak mungkin berbuat asusila! Mungkin dia hanya dijebak!” tukas Wira dengan tenang.“Saya Badri, Tuan! Koordinator wilayah di sini! Wah berkesan sekali bertemu langsung dengan Tuan Sultan! Namun, semua bukti sudah jelas, Tuan! Mereka ditemukan hampir tak berpakaian dan saksinya banyak! Tak mungkin kami melepaskan mereka begitu saja! Hukum di wilayah kami, jika menemukan pasangan yang seperti itu jika keduanya lajang maka akan ka
Keesokan harinya, Satrio terjaga karena sorot matahari sudah menembus celah gorden apartemennya. Dia terperanjat karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.“Ah, sial!” umpatnya dalam dada.Berantakan sudah rencananya untuk mengetahui siapa sebetulnya gadis itu. Apakah benar Maila atau orang yang hanya mirip saja dengannya.Satrio akhirnya harus rela menunda rasa penasarannya. Dia bergegas membersihkan diri lalu memakai pakaian kantor dan berangkat. Dia mengendarai mobilnya sambil merutuki diri sendiri, kenapa begitu kepo pada asal usul gadis yang tiba-tiba mencuri perhatiannya itu.“Kenapa gue ngurusin dia, ya?” batin Satrio sambil melajukan mobilnya. Dia mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya, akan tetapi tak kunjung ditemukan. Dia tak memiliki alasan kenapa harus sekepo itu pada kehidupan Maila
“Ya, silakan mau pesan apa, Nyonya, Tuan?” Seorang gadis dengan pakaian press bodi muncul. Wajahnya penuh dengan polesan make up lengkap. Satrio menatap wajah yang rasanya taka sing itu. Kenapa gadis itu sangat mirip dengan Maila, tetapi bedanya gadis ini full make up dan tak memakai kerudung.“Maila?”Satrio bergumam dalam dada. Rasanya wajah itu bukan hanya mirip, akan tetapi benar memang wajah itu milik Maila. Dia kembali memindai wajah itu dengan seksama.Gadis tersebut tampak terkejut. Atau mungkin pikiran Satrio saja yang menebaknya seperti itu. Satrio yakin, tak mungkin dia akan menimbulkan ekspresi seperti itu jika memang dirinya tak mengenal Satrio.Sekretaris Mr Lee menyebutkan pesanannya. Gadis itu menunduk sambil mencatat. Dari raut wajahnya tampak ada kilat tak nyaman. Satrio diam, entah kenapa dia yakin jika gadis