"Dokter, benarkah apa yang dokter katakan barusan?"Dokter Marzuki kaget dan seketika menarik tangannya dari pipi Laila. Pipi keduanya memerah saat saling beradu pandang. Jantung Laila berdebar kencang kedua tangan dan kakinya panas dingin. Tapi dia tidak ingin melewatkan momen saat dokter Marzuki baru saja mengatakan cinta padanya. "Dokter? Kok diam? Tolong dong jawab pertanyaan saya?""Kamu ... sudah bangun tidur sejak kapan?" Dokter Marzuki justru bertanya balik. "Saya sudah bangun sejak mobil ini berhenti di halaman rumah saya.""Kalau begitu, ayo turun dari mobil, La. Kamu pasti sudah ditunggu oleh orang tua kamu." Dokter Marzuki masih berusaha mengalihkan pembicaraan nya. "Saya tidak akan turun kalau dokter belum menjawab pertanyaan saya. Dari tadi lho dokter selalu mbulet kalau menjawab pertanyaan saya, padahal saya sudah satset menjawab pertanyaan dari dokter Marzuki," sahut Laila mengerucutkan bibirnya. Dokter Marzuki tampak menyerah. Dia juga harus segera menurunkan Lai
Laila pun turun dari mobil dokter Marzuki dan masuk ke dalam rumah dengan diantar oleh sang dokter. Setelah berbasa-basi sejenak dengan pak Jaka, dan keluarga Laila yang mengucapkan turut berbela sungkawa atas musibah yang sedang dialami oleh Yasmin, dokter Marzuki pun pamit pulang. "La, duduk dulu!" instruksi pak Jaka saat dokter Marzuki sudah pulang dari rumahnya. Laila mengerutkan keningnya. "Ada apa, Pak?" Laila mengurungkan niatnya untuk berdiri, dia pun tetap duduk di depan bapak dan ibunya."Kamu beneran nggak melakukan hal yang buruk dengan dokter itu kan?"Laila melongo. "Enggak lah, Pak. Ada-ada saja bapak ini. Laila sungguhan hanya menengok keadaan Yasmin lalu mendonorkan darah padanya. Ada apa sih, Pak?""Nggak apa-apa. Bapak cuma khawatir kalau kamu khilaf, La. Banyak kejadian yang dialami oleh teman-teman kamu kan?"Laila menghela nafas. "Insyallah, Laila bisa jaga diri, Pak. Bapak tenang saja ya. Laila akan menjaga perasaan bapak dan ibu. Laila juga akan lulus kuli
"Kamu ... belum tidur?" tanya dokter Marzuki saat melihat putrinya yang mencoba duduk dari posisi berbaring nya. Marzuki segera menolong Yasmin dengan menarik tuas yang menempel di ranjang putri nya, sampai posisi Yasmin menjadi setengah duduk. "Papa, beneran kalau Tante Laila mau jadi ibu sambung Yasmin?" tanya Yasmin. Matanya berbinar. Marzuki mengangguk mengiyakan. "Iya.""Alhamdulillah ya Allah! Yasmin tidak akan sendiri lagi ya nanti. Jadi kapan Tante Laila pindah ke rumah?" tanya Yasmin antusias. Papanya tersenyum. "Masih lama, Sayang. Kamu sudah nggak sabar ya?" tanya dokter Marzuki. Sebenarnya lelaki itu hampir saja mengatakan tiga bulan lagi menunggu Laila lulus kuliah dan diwisuda. Tapi tidak mungkin. Marzuki khawatir kalau Laila ingin bekerja dahulu.Wajah Yasmin tampak kecewa. "Yah, papa! Ternyata masih lama?" Marzuki mengelus rambut anaknya. "Enggak lama kok. Kamu berdoa saja ya agar Tante Laila bisa jadi mama sambung kamu," sahut Marzuki tersenyum. Yasmin pun terse
Laila bangkit dari lantai lalu mengelus kepalanya yang nyeri, tapi tak lama kemudian dia tersenyum. "Ah, jatuh cinta emang seindah ini," desisnya. Laila lalu bangkit dan mengambil pashmina instan nya lalu berfoto dan mengirimkannya pada dokter Marzuki disertai pesan whatsapp pada dokter muda itu. [Buat dipandang sebelum tidur, Mas. Boleh juga sih dicetak buat nakut-nakutin tikus.]***Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, Laila pun akhirnya wisuda. Dengan langkah penuh percaya diri, Laila maju ke panggung sesuai dengan urutannya dan rektor kampus nya memindahkan tali di toganya dari arah kiri ke arah kanan. Seusai acara peresmian wisuda, Laila dan keluarga nya berfoto di area kampus. Mendadak seluruh pandangan keluarga Laila bahkan beberapa tatapan teman-teman nya mengarah pada satu sosok. Laila dan semua orang itu melongo dengan kedatangan dokter Marzuki yang mengenakan kemeja warna biru laut dengan celana jins panjang. Sepatu kets warna hitam membuatnya tampak semak
"Apa kamu serius dengan anak saya?" tanya Pak Jaka menatap tajam ke arah Marzuki. Sementara itu jantung Laila berdebar kencang. "Saya sangat serius, Pak. Bagi saya, Laila itu bisa membuat saya tidak merasakan trauma lagi. Dan bagi Yasmin, Laila bisa menjadi ibu sambung sekaligus teman bermain bagi nya," sahut dokter Marzuki. "Tapi anak saya masih terlalu kecil untuk menikah. Bagaimana kalau dia tidak bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk Yasmin?"Dokter Marzuki tersenyum. "Saya rasa anak saya akan senang jika bermain dengan ibu yang berjiwa anak-anak. Saya tidak akan menuntut Laila untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, karena saya mempunyai ART dan masih banyak warung jika memang belum bisa memasak. Laila akan saya ratukan dan tidak akan saya biarkan kecapaian. Kalau Laila ingin meniti karier, saya akan membantunya. Laila bisa mengurus izin membuka praktek dan saya akan mendirikan tempat praktek untuknya di samping klinik kecil saya. Tapi kalau pun Laila ingin di rumah saja,
Acara resepsi telah selesai. Sekarang Laila berada di rumah dokter Marzuki.Laila baru saja membacakan cerita sebelum tidur pada Yasmin saat dokter Marzuki menyusulnya.Tanpa membangunkan istrinya yang juga tertidur di samping Yasmin, dokter Marzuki menggendong Laila.Laila terbangun dan terkejut tapi segera tersenyum dalam gendongan suaminya.Dia bahkan mengalungkan kedua tangannya ke leher Marzuki dan mengenduskan hidung pada leher sang suami."Ih, geli, Yang," ujar dokter Marzuki pada Laila. Laila tertawa lalu mencium pipi dokter Marzuki malu-malu.Dokter Marzuki tertawa melihat tingkah istrinya. Lalu dia membuka kamar perlahan dan meletakkan tubuh Laila secara hati-hati di atas ranjang yang telah dihias dengan kelopak mawar dan seprei warna putih.Aroma bunga sedap malam di pojok ruangan dan lilin beraroma terapi membuat suasana semakin romantis.Dokter Marzuki mematikan lampu kamarnya dan mendekati Laila. "Sayang, aku bahagia sekali, setelah apa yang terjadi kita bisa menikah," uc
Aku tidak ingin kamu hanya menjadi seperti pelangi di langit ku, yang hanya muncul setelah hujan sejenak kemudian meninggalkan pergi.***Beberapa hari setelahnya,"Wah bagus sekali kamar hotel yang kamu pesan, Mas," kata Laila seraya membuka tirai kamar dan memandang keluar. Langsung terlihat kolam renang yang dikelilingi perpaduan rumpun mawar dan pohon palem botol sebagai pagar hidupnya."Kamu suka?" tanya dokter Marzuki memeluk Laila dari belakang. Hembusan napasnya terasa hangat di telinga.Sekarang musim liburan sekolah, dan Marzuki memutuskan untuk mengajak Laila bulan madu di Bali, sedangkan Yasmin ingin menghabiskan liburannya di rumah Ambar dan Iwan. "Suka banget Mas. Makasih ya," sahut Laila lalu membalikkan badan dan mengecup hidung dokter Marzuki dengan lembut."Kamu ..., minta jatah ya?"Pertanyaan Marzuki membuat Laila nyaris tersedak."Apa? Nggak kok! Memang kalau istri mencium suami lebih dahulu berarti minta gituan ya?" tanya Laila manyun tapi tetap mengalungkan ked
"Tiara?" gumam Marzuki kaget.Laila juga tidak kalah kagetnya karena dia ingat betul siapa Tiara itu."Tolong! Ada yang berprofesi dokter di sini? Atau tenaga medis? Perempuan ini dadanya tidak bergerak lagi."'Ya benar! Walaupun aku belum pernah melihat fotonya, tapi aku yakin dia pasti ibunya Yasmin. Garis wajah dan lengkung bibirnya yang sensual sama persis dengan gadis kecil itu. Kenapa dia di sini. Apa mas Marzuki sengaja mengajakku ke sini untuk mencari ibu Yasmin lagi? Tapi perempuan itu butuh tenaga medis untuk menyelamatkan nyawanya. Ya Tuhan, jika mas Marzuki yang melakukan CPR, hatiku tidak ikhlas karena kalau memberikan nafas buatan, bib*r mereka akan langsung bersentuhan. Bagaimana ini?' gumam Laila bingung.Hati Laila berperang antara rasa cemburu dan rasa kemanusiaan. Digenggamnya tangan Marzuki yang berdiri di sebelahnya. Terasa dingin dan tatapan matanya seakan juga menyiratkan kegalauan dan kebimbangan hati.'Mas, apakah masih ada namanya di hatimu?'Laila menghela
Tiara mendelik, dia langsung terduduk di ranjang hotel dan memutar ulang video yang menampilkan sosoknya yang sedang marah-marah. "Sial*n! Siapa yang telah merekam dan mempermalukanku? Ini pasti kerjaan bocil genit itu! Bisa-bisa nya mas Marzuki mencintai anak kecil padahal aku masih hidup. Aku tidak terima! Aku akan membalas bocil itu!"Tangan Tiara mengepal. "Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk membuat mas Marzuki meninggalkan bocil itu?!"Tiara berdiri lalu mondar mandir di dalam kamar hotelnya, mencari ide untuk membuat Marzuki membenci Laila. Mendadak sebuah ide terlintas di kepalanya. "Ah, betul juga! Kalau wajah Laila menjadi cacat, Mas Marzuki dan Yasmin pasti tidak mau mendekati bocil itu lagi. Dan saat itulah aku akan merebut perhatian mereka. Mereka pasti akan menerima perhatian dariku," desis Tiara dengan penuh keyakinan. Dia lantas membuka internet lalu mencari tahu di online shop tentang barang yang bisa membantu rencananya. ***Laila dengan tangan gemetar mencelupk
Tiara yang sudah mengenal suara di belakang nya menghela nafas dan berbalik ke belakang. "Hai, Mas Rizki. Kamu sampai di sini juga?" tanya Tiara berbasa basi seraya menyedekapkan kedua tangan di depan dadanya. "Tentu saja. Setelah kamu minggat, aku langsung memerintahkan orang untuk mencari keberadaan kamu. Ternyata kamu di sini. Jauh-jauh dari jakarta ke kota terpencil ini hanya untuk mengganggu suami orang. Ck, ck, aku tidak menyangka kalau kamu akan berbuat sesuatu seperti ini. Kamu benar-benar berbakat menjadi pelakor, Ti," sahut Rizki, sang suami. Tiara tergelak. "Pelakor? Hati-hati kalau kamu bicara, Mas! Dia mantan suamiku, jadi aku ...""Memang di masa lalu, dia adalah suami kamu. Tapi saat ini dia kan sudah mempunyai keluarga baru, istri baru, seharusnya kamu tahu diri dan tidak merusak kehidupan rumah tangganya!"Tawa Tiara semakin terdengar keras. "Hahaha! Kamu ini lucu sekali, Mas! Kamu dulu menjadi pebinor dan merebutku dari mas Marzuki sehingga kami bercerai, dan sek
"Mas, tolong aku!" ujar Tiara dengan penuh harap menatap ke arah Marzuki. "Aku mengalami KDRT! Aku kabur dari suamiku! Tolong tampung aku di rumah kamu, Mas!" seru Tiara lagi dengan sangat memelas. Laila mendelik, sebenarnya dalam hatinya sangat ingin mencakar dan menjambak Tiara. Tapi ditahannya karena Laila tidak mau mengotori tangan nya dengan memegang sampah. Wajah Marzuki menegang melihat Tiara yang datang menemui mereka, apalagi di hadapan Yasmin. "Kok kamu bisa kesini?" tanya Marzuki dengan wajah parau. Ditatapnya wajah dan tubuh Tiara yang terdapat lebam-lebam di beberapa tempat. "Mas, kalau enggak di sini, aku harus kemana? Lihatlah luka-luka di tubuhku ini. Aku dipukuli suami ku. Tidakkah kamu kasihan, Mas? Aku hanya punya kamu. Kamu kan tahu kalau orang tuaku meninggal sejak SMA dan aku bisa hidup karena bantuan kamu," ujar Tiara dengan wajah memelas. Baru saja Laila hendak merespon ucapan Tiara saat Marzuki menunjuk wajah Tiara dengan serius. "Kamu tahu bahwa hanya a
Laila terbangun dan merab* ranjang di samping nya."Kok kosong? Mana mas Marzuki ya?" gumam Laila lalu duduk di atas ranjang dan melihat sekeliling kamar."Mungkin masih salat di masjid atau lihat tivi. Hm, ini kan hari Minggu. Puskesmas libur dan hanya on call," ujar Laila lagi. Dia melihat ke arah jam di kamar. "Sudah jam lima nih. Musti mandi dulu sebelum salat."Laila pun bergegas ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar lalu segera membersihkan diri. Setelah mandi dan menunaikan salat subuh, Laila mengering kan rambut nya dengan hair dryer lalu keluar dari kamar. "Mama! Selamat ulang tahun!" seru Yasmin riang begitu Laila membuka pintu kamarnya. Laila yang saat itu sedang mengenakan daster warna kuning merasa sangat bahagia dan terkejut saat melihat kue berbentuk lingkaran mungil yang sedang dipegang oleh Yasmin. Lalu dari arah belakang tampak Marzuki yang sedang mengenakan celemek dan membawa sendok sayur sedang berjalan menuju ke arah Laila dan Yasmin. Sedangkan bi Inah
Laila terbangun saat merasakan dinginnya AC yang menyentuh kulitnya, dengan segera di Laila menarik selimut nya lagi. "Dingin ya?" sapa sebuah suara yang berbisik di telinga Laila. Laila mengangguk manja. Dan Marzuki yang ada di belakang Laila memeluk erat sang istri semakin erat. "Ya sudah. Aku peluk lagi. Atau kamu mau kita mengulang yang semalam?" tanya Marzuki seraya menciumi pundak dan punggung Laila sehingga perempuan itu terkikik geli dan manja. "Mas, geli tahu!" bisik Laila lalu membalikkan badannya ke arah Marzuki. Mereka saling bertatapan di dalam remang cahaya lampu kamar tidur. Laila memandang jam bulat melalui pundak Marzuki yang tertempel di dinding kamar. 'Masih jam satu rupanya.'Marzuki meletakkan tangannya ke pipi Laila dan berbisik merdu. "Kenapa kamu memandang kearah belakang ku? Aku hanya ingin kamu menatap ke arahku, Sayang."Marzuki menangkup wajah Laila lalu mengecup pipi istrinya perlahan. Laila mengalihkan pandangan nya ke arah Marzuki. "Lalu aku harus
"Mama! Papa!" Yasmin melambaikan tangan pada Laila dan Marzuki dari layar ponsel. "Sayang!" Laila memberikan kecup jauh untuk gadis kecil itu."Mama dimana?" tanya Yasmin lagi."Bagaimana ini, Yang? Kita jemput Yasmin di pintu masuk hotel. Daripada nanti dia bertemu dengan Tiara lebih dulu."Marzuki menoleh pada Laila dan terlihat bingung."Baiklah Mas, ayo kita jemput mami dan Yasmin." Laila menarik tangan Marzuki dan mereka berjalan menuju gapura pintu masuk hotel."Mama!"Yasmin berlari dan menghambur memeluk Laila. "Hap!"Laila memeluk Yasmin beberapa lama, lalu melanjutkan langkah menuju papi dan mami kemudian mencium punggung tangan keduanya."Yasmin sudah makan?" tanya Laila sambil mengelus kepala Yasmin perlahan. "Belum, Ma.""Ayo makan dulu ke resto. Restonya bagus dan ada kolam renangnya." Laila berjalan mendahului Marzuki dan orangtuanya menuju ke resto."Yasmin mau makan apa?" tanya Marzuki."Ayam goreng, Pa."Marzuki segera menulis ayam goreng krispi di kertas menu l
Dokter 91"Insyallah saya lebih baik dalam mengasuhnya daripada sang ibu kandung yang menelantarkannya. Dan jangan coba-coba mendekati suami saya setelah Mbak dengan semena-mena membuangnya. Tolong jangan hadir sebagai orang ketiga diantara kami. Terimakasih atas pengertiannya," kata Laila seraya memandang tajam pada Tiara. Laila melihat tangan Tiara yang putih terkepal di atas meja kafe. "Kalem saja Mbak. Bukankah mbak sudah punya suami juga? Jadi mari kita berusaha melakukan yang terbaik untuk keluarga kita."Tiara menatap tajam ke arah Laila. "Tunggu saja Laila. Saya pastikan kita akan segera bertemu lagi. Bagaimanapun Yasmin itu adalah darah daging saya. Dan saya pastikan Mas Marzuki akan menceraikan kamu!"Tiara mengacungkan telunjuknya ke arah Laila. Dan Laila menurunkan telunjuk Tiara dengan santai. "Oh ya? Baru ingat kalau masih punya darah daging? Kemana saja kamu selama ini saat Yasmin kesepian dan tidak punya teman bermain karena ibunya menghilang?"Kamu yang tidak tahu
"Tiara?" gumam Marzuki kaget.Laila juga tidak kalah kagetnya karena dia ingat betul siapa Tiara itu."Tolong! Ada yang berprofesi dokter di sini? Atau tenaga medis? Perempuan ini dadanya tidak bergerak lagi."'Ya benar! Walaupun aku belum pernah melihat fotonya, tapi aku yakin dia pasti ibunya Yasmin. Garis wajah dan lengkung bibirnya yang sensual sama persis dengan gadis kecil itu. Kenapa dia di sini. Apa mas Marzuki sengaja mengajakku ke sini untuk mencari ibu Yasmin lagi? Tapi perempuan itu butuh tenaga medis untuk menyelamatkan nyawanya. Ya Tuhan, jika mas Marzuki yang melakukan CPR, hatiku tidak ikhlas karena kalau memberikan nafas buatan, bib*r mereka akan langsung bersentuhan. Bagaimana ini?' gumam Laila bingung.Hati Laila berperang antara rasa cemburu dan rasa kemanusiaan. Digenggamnya tangan Marzuki yang berdiri di sebelahnya. Terasa dingin dan tatapan matanya seakan juga menyiratkan kegalauan dan kebimbangan hati.'Mas, apakah masih ada namanya di hatimu?'Laila menghela
Aku tidak ingin kamu hanya menjadi seperti pelangi di langit ku, yang hanya muncul setelah hujan sejenak kemudian meninggalkan pergi.***Beberapa hari setelahnya,"Wah bagus sekali kamar hotel yang kamu pesan, Mas," kata Laila seraya membuka tirai kamar dan memandang keluar. Langsung terlihat kolam renang yang dikelilingi perpaduan rumpun mawar dan pohon palem botol sebagai pagar hidupnya."Kamu suka?" tanya dokter Marzuki memeluk Laila dari belakang. Hembusan napasnya terasa hangat di telinga.Sekarang musim liburan sekolah, dan Marzuki memutuskan untuk mengajak Laila bulan madu di Bali, sedangkan Yasmin ingin menghabiskan liburannya di rumah Ambar dan Iwan. "Suka banget Mas. Makasih ya," sahut Laila lalu membalikkan badan dan mengecup hidung dokter Marzuki dengan lembut."Kamu ..., minta jatah ya?"Pertanyaan Marzuki membuat Laila nyaris tersedak."Apa? Nggak kok! Memang kalau istri mencium suami lebih dahulu berarti minta gituan ya?" tanya Laila manyun tapi tetap mengalungkan ked