“Kenapa kamu melakukan itu?”
“Melakukan apa?”
“Terry itu anakmu. Lalu kenapa kamu tidak memberikan dukungan? Kuliahnya terputus padahal hanya tinggal satu tahun lagi dan ia akan mendapatkan gelar S1-nya.”
“Adakalanya tidak semua informasi perlu kamu ketahui.” Verdi berdalih. “Dan aku sudah mengingatkan kamu di awal kita menikah.”
Rania membulatkan mata. Kalau Verdi tidak mau membuka penyebab masalah, lalu bagaimana masalah itu diselesaikan? Tapi ia juga sadar bahwa apa yang diucapkan Verdi itu benar. Ada salah satu perjanjian ketika mereka akan menikah dahulu dimana perjanjian itu menekankan perlunya kedua belah pihak untuk tidak memaksakan informasi yang dianggap rahasia oleh yang lain.
Saat itu semua terasa masuk akal. Namun ketika memasuki pernikahan dalam arti sesungguhnya Rania mendapatkan bahwa sepertinya ia telah membuat keputusan yang salah. Entah bagaim
“Selain itu, Mama minta kamu jaga jarak pada Terry.”“Memang apa yang salah dengan Terry?”“Tidak ada yang salah. Tapi dengan suamimu makin menua dan Terry masih segar bugar, apakah kamu tidak menganggap itu sebagai sebuah potensi masalah?”Rania menatap orangtuanya dengan mata membelalak. Mungkinkah ia main gila dengan Terry? Rasanya sangat tidak mungkin. Terry sekarang adalah anaknya. Walau ‘hanya’ anak tiri tetap ada ikatan batin kuat yang rasanya tidak mungkin membuat ia jadi gelap mata. Atau?*Sebuah konflik baru terjadi. Bermula dari Verdi yang melihati struk pembelian yang mereka beli seminggu sebelumnya dari sebuah supermarket. Verdi marah besar karena ia baru sadar bahwa apa yang ia bayarkan secara tunai ternyata lebih besar daripada jumlah yang seharusnya dibayarkan. Untuk mereka melakukan klaim balik sudah tidak bisa karena jangka wak
“Aku sudah ngomong. Lima hari lalu, saat kita belanja bersama di mall.”“Aku gak ingat,” Verdi melanjutkan pemasangan dasi.“Aku juga udah kirim chat saat aku di kantor.”“Chat itu dikirim kapan?”“Kemarin sore.”“Pantas saja. Aku belum membacanya. Dan kenapa kamu tidak sampaikan malam kemarin saat aku pulang kantor.”“Aku mengirim chat hanya sebagai pengingat.”“Tapi aku tidak bisa untuk hari ini.”“Waktunya hanya ada hari ini.”“Itu bukan urusanmu!!!”Rania kaget mendengar bentakan itu.“Terry itu anakmu. Dia butuh kamu. Lebih daripada dia butuh uangmu. Please, luangkan waktu untuk dia atau kamu akan kehilangan dia selamanya.”“Aku udah terbiasa kehilangan dia.”“Verdi!!” Rania tak percaya dengan apa yang ia de
“Inget gak waktu dua hari lalu datang paket karena Mama belanja online? Kecerobohan Mama bikin banyak barang jadi nggak kepake.”Rania mengerenyitkan kening. “Mama emang beli 5 macam barang, tapi 4 itu kan buat Papa semua. Ada ikat pinggang, sweater, dompet, sama pencukur kumis.”“Papa tahu. Tapi buat apa juga beli barang yang Papa nggak butuh? Itu sebabnya Papa bilang Mama itu ceroboh.”“Gimana sih. Papa suka ngeluh soal dompet karena katanya udah lusuh. Ikat pinggang dibeli karena emang Papa pernah bilang suka sama modelnya. Sweater dibeli karena yang lama Papa hilangin.”“Itu Mama yang hilangin.”“Papa yang hilangin.”“Mama.”“Papa.”Dan konflik berikut pun tercipta. Meledak. Sampai kemudian Terry mendadak muncul.“Papa tadi yang bersih-bersih dapur sambil buang-buangin sampah kan?”
"Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?"Itu pertanyaan retoris yang belum juga ia bisa pahami. Pertanyaan yang terus bergayut dan mengisi hari-harinya tanpa ada kepastian kapan akan terjawab.*Sudah lama sebetulnya ada kecurigaan yang tumbuh dalam diri Verdi mengenai apa yang sebetulnya ada dalam pikiran isterinya. Ia sempat mendengar rumor miring. Namun sebagai seseorang yang selalu mengedepankan logika, ia tidak mau sembarang menuduh kecuali mendapatkan bukti kuat.Ponsel menjadi sasaran pertamanya. Hari itu Rania akan memulai perjalanan menuju konvensi tahunan perusahaan yang akan berlangsung di luar negeri. Saat Rania sedang mandi, ia dengan segera meraihnya. Di layar ponsel kini terpampang 9 titik dimana ia harus membentuk alur sebagai password untuk membuka gadget.Verdi yang sudah lama memperhatikan dengan d
“Aku tidak mengerti jalan pikiranmu.”“Aku lebih tidak mengerti lagi jalan pikiran kamu.”Itu hanyalah komentar awal tas pembicaraan yang diinisiasi Rania mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan terhadap Terry. Momen ketika Verdo mengantar Rania ke bandara menjadi kesempatan bagi Rania untuk berdiskusi karena ada waktu hampir dua jam yang bisa dimanfaatkan.“Dengar baik-baik, ini bukan untuk pertama kali aku sampaikan padamu. Terry itu anakku dan jangan ragukan perhatianku padanya. Dan aku memberi perhatian bukan hanya padanya tapi padamu juga, Rania. Kasus dia terkena razia polisi karena menggunakan mobil untuk balapan seharusnya membuat dirimu sadar, Rania. Begitu pun kasus yang membuatku harus balik lagi ke Polsek karena kasus pelecehan seksual yang ia lakukan pada anak gadis orang lain. Kamu perlu sadar bahwa sifat baiknya itu memperdaya. Dan ini bukan kasus pertama yang kamu ketahui, kan?”
Apa yang Rania ucapkan sebetulnya terlalu dan sangat sering Verdi dengar, baca, dan lihat. Ia sudah sangat tahu dari berbagai sumber. Apalagi di media sosial, hal semacam itu sudah terlalu banyak berseliweran. Itu sebuah pendapat yang pada akhirnya jadi terasa basi, dan tak lagi punya kekuatan untuk membangkitkan semangat.Kegamangan juga terjadi pada diri Rania. Walau mencoba menenangkan Verdi, ia sendiri sebetulnya galau. Untuk sesaat Rania kembali diingatkan tentang survey bahwa hanya lima persen kemungkinan terjadinya pernikahan yang sukses pada mereka yang menikah dengan beda usia amat jauh. Apakah ini mulai terjadi dalam kehidupan pernikahannya?*Konvensi tahunan kali ini diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia. Rania juga ikut dalam konvensi sebagai wakil dari Surabaya. Renty dan beberapa manager dari Jakarta juga ikut hadir. Di dua tahun berturut-turut ada rasa gamang dalam diri Rania keti
Luasnya ruangan dan banyaknya meja membuat rombongan tidak bisa berada dalam satu kumpulan. Rania yang mengikuti Renty jadi mendapat sebuah meja yang sangat terpisah dengan rekan-rekan mereka yang lain. Sebuah meja kecil dengan empat kursi yang segera ditempati Renty dan Rania. Baru saja Rania mengorder minuman keras untuk mereka berdua, Renty tiba-tiba berteriak memanggil seseorang. Rania terkejut saat mengetahui bahwa yang dipanggil ternyata adalah Carl dan seorang rekannya. Rania lupa nama rekan Carl, yang jelas pria itu sudah cukup akrab dengan Renty. Bisa jadi pria itu teman kencan Renty di event ini. Siapa tahu. Toh Rania juga kurang yakin sifat nakal Renty telah berubah. Wanita itu sepertinya selalu saja dapat teman kencan baru di tiap kali kunjungan bisnis ke luar negeri seperti.Rania tak berdaya melarang ketika kedua pria tadi datang dan duduk dekat mereka. Mereka berempat segera terlibat dalam percakapan dan Rania pun akhirnya mulai ikut mengobrol yan
Pria dengan T-shirt baru saja hendak bergerak – yang sepertinya hendak melakukan sebuah serangan - ketika dengan jauh lebih cepat lagi sebuah hantaman dilancarkan Carl tepat ke dagu orang itu. Pukulan itu keras dan sepertinya mematahkan beberapa gigi. Pria dengan T-shirt hitam tanpa ampun terjengkang dan jatuh ke lantai. Sebuah upper-cut yang dilancarkan Carl dengan seketika menyelesaikan pertandingan dengan hasil knocked out.Dengan suara di dalam ruangan yang bising membahana dan pemandangan banyak tertutup asap rokok dan dry ice, hanya beberapa orang yang mengetahui kejadian itu. Pria dengan topi baseball baru mau melakukan balasan ketika Vladimir buru-buru berkata.“Aku takkan melakukan itu kalau jadi kamu,” katanya yang ternyata menghentikan langkah orang itu untuk mendekati Carl. “Kecuali kalau kamu mau tulangmu remuk dihantam pelatih judo terhebat di negara ini.”Itu jelas hanya bluff
“Sayang, aku sekarang ngerti. Kamu sebetulnya tadi itu sedang dijebak oleh Renty. Dia dengan rekannya adalah orang yang nyusupin barang haram itu ke dalam tas kopermu.” Rania tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membelalak sembari menggeleng-geleng kepala. Mama Lidya tak kurang terkagetnya. “Saat dia sendirian, dia ngelakuin aksinya. Seperti yang kamu cerita saat dini hari itulah dia mem-finalisasi rencananya. Mungkin saat itulah dia dikirimi paket narkoba dari temannya yaitu ganja dan segala macam obat haram itu. Mungkin juga Renty adalah penggunanya. Tidak tertutup kemungkinan ke arah itu. Saat pagi harinya ketika kamu nggak di kamar, dia sisipkan itu di bagian tas koper. Mungkin dengan membuat robekan kecil di koper kamu yang memang hanya berbahan kain. Sayangnya, rencana itu gagal. Ada Tuhan yang jagain kamu. Kamu dibuat mengalami peristiwa buruk yang bikin tas koper kamu robek dan barang haram yang disisip di dalamnya terjatuh. Paket itu lantas kamu bua
“We gonna make it?”“Absolutely, Mister.” Rania mencondongkan wajahnya ke samping wajah Verdi. “Dan udah terbukti kamu masih tetap joss.”Verdi terbahak lagi. Apalagi kini Rania menatap dengan gerak alis dan tatapan laiknya seorang wanita yang nakal hendak mengajak bercinta. Benar-benar sudah tak ada lagi duka di wajah itu seperti ketika ia baru saja tiba.*Kebahagiaan kedua Rania alami ketika ia dan Verdi tiba di kendaraan mereka. Rupanya ada Mama di sana yang menunggui. Dan yang membuat Rania terkaget adalah bahwa Mama di sana dengan seorang bayi lucu dalam pelukannya.Cerita kemudian mengalir satu demi satu baik dari Mama maupun dari Verdi. Tentu saja porsi terbesar cerita ada pada Mama yang secara runut menceritakan keajaiban yang ia alami. Mungilnya sang bocah membuat Rania jatuh cinta seketika. Permintaan Mama untuk ia merawat bersama-sama diterima de
Hanya ada bahagia tak terperi. Saat Surabaya sudah makin tenggelam dalam malam bahagia seolah bertumpukan satu per satu menimpa hidup Rania. Dimulai dari ketika ia disambut oleh senyum Verdi di pintu keluar bandara.Ah, beda dengan hampir tiga tahun lalu di pelataran parkir perkantoran di Jakarta ketika cinta menggebu membuat Verdi berani memeluk dirinya berlama-lama di tengah keramaian, situasi itu tak terjadi lagi saat ini. Namun tentu saja itu bukan masalah besar bagi Rania. Cinta Verdi atas dirinya tak perlu diragukan lagi karena toh tak semua orang wajib mewujudkan dan melampiaskan rasa itu dengan cara ekspresif.Verdi memeluk. Sebentar. Namun sangat hangat. Dan betapa Rania merindukan pelukan pria terhebat yang ia bisa miliki itu. Pengalaman mengerikan yang dirancang seorang perempuan jahat bernama Renty gagal terwujud. Dan ia yakin itu terjadi karena doanya yang tulus yang menyertai perjalanan.“Kenapa nangi
Penjelasan itu terasa cukup bagi Rania. Ia mengambil tasnya kembali dan memutuskan tidak perlu bertanya lagi. Jam dinding di salah satu sisi ruangan menunjukkan waktu bahwa ia harus sesegera mungkin menuju ruang tunggu pesawat. Para petugas X-Ray tadi menunjukan sikap hormat ketika Rania bergegas pergi.Sepuluh menit kemudian ketika pesawat yang ditumpangi sudah take off, Rania masih terus memikirkan pengalaman aneh yang terjadi. Ketika ia melihat seorang anak kecil pada bangku di depannya membuka bungkus kemasan biskuit berwarna biru tua, seketika ia teringat sesuatu. Ia teringat pada bungkus berukuran sama dan warna yang sama yang ia buang di tempat sampah bandara. Bungkusan yang menurut pengemudi taksi daring yang ia naiki terjatuh dari koper akibat ada bagian koper yang robek karena terbentur bagasi mobil. Bulu kuduk Rania meremang.Tidak perlu menjadi seorang jenius dengan sederet gelar untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia nyaris
Urusan check in sudah selesai. Dengan alasan bahwa koper yang dibawa Rania adalah koper kecil yang akan dibawa masuk dalam bagasi kabin pesawat, Rania melangkah ke arah ruang tunggu pesawat. Namun saat melewati security-check, ia kaget karena detektor X-Ray berbunyi. Ia melihat sekitar. Tak ada penumpang pesawat lain. Artinya detektor berbunyi saat melakukan scanning atas koper miliknya.‘Maaf, ibu boleh minggir sebentar?”Ajakan seorang ibu petugas bandara tadi membuat Rania sedikit gugup. Para penumpang lain mulai berdatangan ketika Rania menurut.“Maaf, boleh kopornya dibuka?”Rania merutuk dalam hati atas gangguan kecil yang dialami. Namun ia menenangkan diri sendiri karena menurutnya ini bukan pengalaman pertama ia diminta seperti itu. Itu sebabnya dengan tersenyum ia mengikuti permintaan petugas itu dan membuka koper setelah mengisikan nomor kode koper.Dibantu seorang pe
“O gitu? Kamu puasa Senin – Kamis?”“Begitulah?”“Buat apa? Buat supaya sukses bisnis?”“Bukan.”“Buat dapet jodoh?”“Gak lah.”“Terus? Tujuannya apa?”“Buat ngurusin badan.”Wajah innocent alias tak berdosa yang ditunjukan oleh James sukses membuat Terry tertawa. Walau tawa kecil bagi James ini langkah bagus. Hati Terry yang gembira merupakan pintu masuk untuk diskusi yang sebentar lagi dilakukan akan berjalan kondusif dan hangat. Ia masuk ke dalam gerai, mengambil kopi, biskuit, kue, serta menyelesaikan pembayaran dan menemui Terry kembali di tempatnya semula.“Nih, silahkan nikmati,” katanya sembari mulai meletakkan roti dalam bungkusan plastik beserta kopi dalam kemasan botol plastik mungil ke depan Terry.Saat belum lagi menaruh semua, mendadak dari kanton
Dunia pekerjaan umumnya memang seperti itu. Banyak pegawai oportunis. Banyak orang bersifat hipokrit alias munafik. Pegawai oportunis merupakan orang-orang pemanfaat kesempatan ketika ada peluang mendapat tambahan pemasukan atau promosi. Perkara apakah itu terjadi dengan cara menginjak kepala orang lain, mereka tak peduli. Sedangkan pegawai hipokrit adalah mereka yang selalu mengiyakan apa kata atasan walau apa yang diperintahkan sebetulnya sampah atau tak ada gunanya.Perhatiannya kini tertuju pada Renty. Ia heran karena gadis itu berkali-kali terlihat gelisah di tempatnya. Gerak-geriknya seperti mencerminkan ada sesuatu yang salah yang sebentar lagi terjadi. Dari tempat dirinya duduk, posisi Renty hanya dua meter saja. Karena itulah ketika Renty bergerak, pasti akan sangat ketahuan oleh dirinya.‘Apa penyebab kegalauannya?’ tanyanya dalam hati.*Memiliki cucu di usia yang
Di sebuah sudut hotel yang sepi, Renty menelpon seseorang.“Dit, lu punya ecstasy atau apa gitu?”“Lho, sebetulnya lu mau nyimeng atau pake ecstasy?”“Gue udah liat kopernya. Sulit kalo mau disisip daun kayak ganja. Jadi gue nyari yang bentuknya lebih praktis. Mungkin shabu atau pil ecstasy. Lu ada kan?”“Gue ada paket shabu.”“Ada berapa paket?”“Lima. Tapi shabu lagi mahal.”“Sialan! Kirim lima-limanya kesini sekarang juga. Lu pikir gue gak sanggup bayar, hah?”“Sebetulnya...”“Ah banyak omong. Lu juga mau ancurin hidup Rania kan? Nah, gue juga mau. Dan kesempatan hanya ada hari ini. Setelah ini gak ada lagi karena Sanjay udah mau didepak.”Ucapan Renty itu benar. Mau tidak mau ia harus pergi sekarang juga sekali pun waktu menunjukkan dini hari.
Rania menerima telpon yang ternyata datang dari petugas hotel. Ia berbicara sebentar sebelum kemudian menutup telpon.“Aku keluar sebentar. Mau ke lobby.”“Ada perlu apa?”“Kata petugas konter ada titipan barang untuk aku.”Renty tersenyum ketika Rania hilang di balik pintu yang tertutup. Rencana yang tersimpan lama di benaknya mulai ia realisassikan saat itu juga. Secepat mungkin ia memeriksa koper yang Rania miliki. Ia melihat dan memperhatikan di beberapa titik. Di sisi kiri, kanan, depan, belakang, atas, bawah. Sampai kemudian ia memutuskan bahwa ada satu sudut di dalam koper yang secara rahasia bisa ia sisipkan sesuatu di dalamnya.*Kasus penemuan bayi di bak sampah semakin menimbulkan sensasi dengan banyaknya masyarakat yang mendatangi rumah Mama Lidya. Mbak Titiek, mbak Noni, dan beberapa tetangga sudah menemaninya dengan setia.