[NEW QUEST][Berlatih bela diri dan tingkatkan terus skill serta stamina.][Hadiah kejutan menantimu]***Arsenio sejak pagi-pagi buta, sudah berada di ruang gim. Melakukan olahraga kecil. Terlebih dahulu dia melakukan pemanasan. Melemaskan otot-otot yang tegang.Dirasa otot-ototnya sudah lemas dan lentur, barulah Arsenio mencoba angkat besi. Mulai dari beban yang kecil hingga yang paling berat 100 kilogram. Tentu dengan pengawasan pelatih dan Bastian di sana. Setelah puas angkat beban berat guna membentuk otot-otot lengan dan perut, kini Arsenio beralih berlari-lari kecil di atas treadmill. Keringan bercucur deras di wajah dan seluruh tubuhnya. Aroma yang tercium memacu semangat Arsenio demi menaklukkan misi kali ini. "Ini, minum Anda, Tuan Muda." Bastian menyodorkan segelas jus alpukat yang menjadi favorit Arsenio.Tiga puluh menit berlalu. Arsenio pun mengistirahatkan tubuhnya. Duduk di kursi bersantai sambil mengelap keringat menggunakan handuk kecil. "Terima kasih." Arsenio me
DOOOORRRR ...Peluru itu melesat cepat dan tepat mengenai sasaran hanya dalam hitungan detik saja."Tembakan yang luar biasa, Tuan Muda. Anda semakin hebat saja dalam menembak," puji Bastian tulus."Ah, kau ini bisa saja, Bastian. terima kasih pujianmu. Sebenarnya, aku masih belum sepenuhnya menguasai senjata ini." Arsenio melepaskan pengaman telinga, mata dan sarung tangan yang melekat di tubuhnya. "Senjata yang kugunakan sekarang jenis baru dan daya tembakan yang dihasilkan pun sungguh luar biasa. Aku tidak yakin, jika di luar akan mampu mengimbangi kekuatannya."Arsenio juga menyerahkan senjata api jenis FN 200, yang baru saja ia gunakan itu, kepada Bastian."FN 200 memang jenis terbaru, Tuan Muda. Jenis ini belum banyak di pasaran. Tuan Alex membeli ini beberapa bulan lalu dan baru menggunakannya satu kali, sebelum ia jatuh sakit," terang Bastian. Arsenio mengangguk pelan sambil membuka mulutnya membentuk huruf o kecil."Oh iya, apakah, Tuanku ingin minum sesuatu?" tawar Bastia
Tujuh hari berlalu tanpa terasa. Halaman belakang All Star Group pun dihias sedemikian rupa. Ada banyak hidangan dan minuman di sana. Tempat itu dipilih karena memang ruang terbuka. Orang-orang yang biasa berpakaian rapi dan formal, kini terlihat begitu santai. Dikarenakan acara ini, dinamai Pekan Olahraga, maka para staf yang berpartisipasi dalam acara ini memakai kaos olahraga. Termasuk Arsenio yang memang sudah membaur di sana. "Arsenio!" panggil Anindira sambil melambaikan tangan cepat, lalu berlari menghampiri Arsenio yang sedang berdiri seorang diri di sana. Arsenio menoleh, kemudian tersenyum kecil. "Hay!" sapanya girang saat Anindira sudah berdiri satu meter di hadapannya."Kau ada di sini juga? Apa kau ingin mengikuti perlombaannya?" tanya Anindira menelisik lebih dalam sembari mencubit pinggang Arsenio. Dilihatnya kiri dan kanan Arsenio. Memastikan apakah Arsenio datang seorang diri atau beramai-ramai?Arsenio menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Heum, iya. Perusahaan ca
"Katakan! Siapa yang sudah memerintahkanmu?"BRUK!Rain menggenggam pergelangan tangan Arsenio sangat kuat. Kemudian dengan gerakan cepat dan segenap tenaga yang ada, dia membanting tubuh Arsenio hingga jatuh menghantam tanah.Arsenio tidak dalam posisi siap, sehingga Rain mampu melumpuhkannya dengan mudah. DOOR ...Selanjutnya, Rain melepaskan tembakan ke udara. Alhasil, membuat orang-orang di sana kocar-kacir menyelamatkan diri masing-masing. Acara yang disiapkan dari jauh-jauh hari dan seharusnya menciptakan momen bahagia, kini berubah mencekam hanya dalam hitungan detik saja.DOOR ...Tembakan kedua pun terdengar. Kali ini bukan Rain yang menarik pelatuknya. Ada orang lain di sana. Arsenio melihat pria itu samar-samar. Teriakan di mana-mana. Terjadi kepanikan di sana sini. Kesempatan itu, dimanfaatkan Rain untuk pergi dari sana. Arsenio berdiri dan langsung mengejar Rain detik itu juga. Namun, sebelum ia bisa menangkap Rain, Arsenio berhadapan lebih dengan anggota Setan Merah y
"Luis! Bangun!" Rain pun menepuk-nepuk pipi Luis yang tidak sadarkan diri di sana. Kondisi Luis cukup mengenaskan. Darah segar mengalir dari hidung serta mulutnya. Tepi bibirnya bengkak dan berwarna biru gelap. "Dia masih bernapas." Rain menempelkan jari telunjuknya tepat di depan lubang hidung dan di tengkuk Luis. Mendapati rekannya masih bisa terselamatkan, Rain buru-buru membawa pergi Luis dari sana. Luis tumbang setelah mendapat pukulan keras dari Arsenio beberapa saat lalu. Agaknya, Tuhan, masih bermurah hati karena masih membiarkan Luis bernapas. Meskipun dalam keadaan kritis saat ini. Sementara itu, Arsenio, Cale, Bastian dan anggota Naga Merah lainnya sudah bersiap-siap menghadapi situasi yang bisa saja lebih buruk dari sebelumnya. Kali ini Anggota Setan Merah yang datang lebih dari sepuluh orang, membuat Arsenio dan lainnya siaga. Kehadiran mereka, menguatkan, bahwa All Star Group telah berhasil dimasuki musuh. Entah ada berapa anggota Setan Merah yang datang? Kemungki
"Bagaimana bisa, anggota kita banyak terbunuh di sana?!" tanya penuh amarah, seorang pria setengah baya sambil menyapu seluruh benda yang ada di atas meja kerja menggunakan kedua tangan.Lembaran berkas pun berserakan di lantai. Vas bunga yang terbuat dari tanah liat itu, hancur berkeping-keping saat menghantam kaki sofa. Amarahnya memuncak ketika mendengar, bahwa lebih dari 30 anggota Setan Merah tewas, ketika melakukan penyerangan di All Star Group. "Sudah aku katakan! Jalankan misi ini dengan hati-hati. Lawan yang kita hadapi bukan sembarang orang!""Semuanya diluar dugaan, Bos. Kami datang dengan persiapan yang matang. Namun, salah satu dari mereka, sepertinya mengetahui penyamaran anggota kita."Leonardo beralasan. Perlahan-lahan dia mencoba menjelaskan apa yang terjadi di All Star Group, kepada Luke Mallory, ketua Organisasi Setan Merah yang sangat terkenal seantero Apple Blossom City. Ketika ia marah tidak ada satupun yang berani dan mampu menatap maniknya. Kecuali Leonardo.L
Tujuh hari telah berlalu, tanpa terasa. Arsenio yang sempat menjalani perawatan di Sky Blue Hospital, Dokter pun menyatakan ia sudah diperbolehkan pulang. Arsenio senang riang gembira karena selama tujuh hari terakhir mengurung diri di kamar rumah sakit atas perintah ayahnya sendiri. Jenuh serta bosan melanda. Pemandangan yang disuguhkan itu-itu saja, tidak jauh dari kamar pasien, Dokter, perawat dan aroma obat. Paling taman. Itupun Arsenio tidak boleh berlama-lama dan harus dengan pengawasan para bodyguard.Arsenio sudah berada di dalam mobil, duduk santai menikmati perannya sebagai Tuan Muda Keluarga Guan. Bastian berada di kursi kemudi, memegang kendali. Arsenio menggerakkan ibu jarinya ke atas ke bawah, memainkan layar ponsel. Berselancar di sosial media. Mencari informasi yang dalam beberapa hari terakhir tidak banyak ia telusuri karena Alexander Guan melarangnya.Terdengar sebuah kalimat umpatan, "Dasar, wanita licik. Hobinya mengganggu orang saja."Bastian mendelik, melalui k
[NEW QUEST][Menangkan Casino di Berlian Hotel.][Semakin banyak kau menang, maka semakin besar kau mendapatkan hadiah.][Hadiah mulai, 10 juta dollar hingga 50 juta dollar.][Bonus kejutan, Poin Kemenangan dan Poin Aksi.][Mendapatkan poin tertinggi, maka kau berhak mendapatkan senjata baru.]Sepasang netra itu melebar sempurna. Layar notifikasi menghilang beberapa detik kemudian. Arsenio termangu cukup lama. Menelaah kembali isi notifikasi tersebut.Bermain Casino? Seumur hidupnya tidak pernah sekalipun menyentuh yang namanya Casino. Apa itu Casino, tidak dapat terbayangkan di benaknya. Arsenio begitu awam. Bermain Casino, artinya bertemu bos-bos besar. Arsenio hampir merasa prustasi, seandainya Bastian tidak datang menegur."Tuan Muda." Sapaan Bastian menyadarkan Arsenio dari lamunannya."Iya," singkatnya membalas dan berbalik badan. Sepasang netra hazel itu, menatap sejajar Bastian yang hanya berjarak kurang dari dua meter itu. "Mengapa Tuan Muda berdiri di sini? Apa ada sesuatu
Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber
Entah mengapa, Arsenio merasa ingin berlama-lama di tempat ini. Seolah sesuatu sedang menunggunya dan takdir ingin dirinya menemukan itu.Arsenio pun mengunjungi ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan pulang setelah makan siang. Sesaat setelah itu, Arsenio melihat sesuatu yang membuat aliran darahnya mendidih lagi. "Hei, kalian yang berkelahi di sana! Apa yang kalian lakukan di depan umum seperti ini?!" "Ayo cepat pergi!!" ucap seorang pelaku mendorong rekannya untuk kabur dari sana.Arsenio berseru. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan aksinya, dua pria yang lagi-lagi sedang mengeroyok anak kecil itu, pergi. Kali ini bukan gadis yang Arsenio selamatkan sebelum."Hei kalian--Ck!!" Arsenio berdecak dengan kepalan tangan meninju udara. Tindakannya itu, mendapat teguran dari dua pria berseragam keamanan. Dari yang Arsenio lihat, sepertinya mereka sedang melakukan patroli rutin. "Kau?! Lagi-lagi membuat keributan di sini, apa tak kapok?!" ucap salah seorang petugas keamanan itu yang ter
Hari berikutnya. Arsenio pun melaju dengan kecepatan tinggi dengan motornya. Sudah cukup lama ia tidak berpacu di atas kuda besinya itu. Semenjak menjadi Tuan Muda keluarga Guan, ia tidak lagi mengendarai motor.Arsenio membelah keramaian kota Sky Blue City. Menyalip kendaraan yang ada di depannya dengan mudah.Setelah berpacu kecepatan di jalanan selama tiga puluh menit, Arsenio pun menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang pemakaman keluarga. Arsenio turun dari motor, tidak lupa dia membawa satu buket bunga mawar putih yang sangat indah dan harum.Arsenio berjalan memasuki makam dan berhenti tepat di samping pusaran yang bertuliskan nama Clarissa di atasnya. Dia membuka kacamata hitam yang sedari tadi melekat di wajahnya. "Selamat pagi, Bu. Maafkan Arsenio yang baru mengunjungi ibu lagi."Arsenio meletakkan buket bunga itu di atas makam Clarissa. Sekuat tenaga dia memendung emosi, yang coba menerobos pertahanannya."Ibu suka mawar putih bukan? Kali ini Arsenio bawakan mawa
Satu Minggu berikutnya. Kondisi Arsenio telah pulih sepenuhnya. Bastian pun mengajak Arsenio untuk menemui anak-anak di tempat sosial, yang dibangun oleh Alexander Guan.Arsenio berjalan santai sambil melihat-lihat sekelilingnya, yang dipenuhi suara tawa anak-anak. Koridor ini, mengingatkan Arsenio pada sekolah dasarnya dulu. Hanya saja, saat ia bersekolah tidak ada tawa yang seperti ini. Setiap kali dirinya berjalan, maka teman-teman sebayanya langsung menghindar. Seolah dirinya monster yang tidak pantas untuk didekati. Melihat anak-anak bisa tertawa lepas tanpa beban, meskipun tidak memiliki orang tua, membuat Arsenio merasa tenang. Ada kebahagiaan yang sulit ia gambarkan dalam lembaran kata-kata. Setidaknya di tempat ini, mereka tidak merasa kesepian. "Tuan Alexander Guan membangun tempat ini, tepat satu bulan setelah meninggalnya Nyonya Clarissa. Tuan Alexander Guan, sangat terluka saat itu, terlebih lagi dia harus berpisah dengan putranya, yaitu Anda, Tuan Muda. Sebelum memban