Zavier melayangkan tatapan tajam ke arah putranya, dia mendekat ke arah Danzel–menjinjing kerah baju seragam putranya tersebut kemudian membawa anak itu dengannya. "Help me, Mommy …." Danzel berteriak, antara takut tetapi gembira secara bersamaan. Dia suka digendong oleh Daddynya. "Mas Zavier, lepaskan X," teriak Nara, ingin menyusul tetapi terlambat sebab Zavier dan Danzel sudah masuk dalam lift. Sedangkan Zavier, setelah dalam kamar mandi, dia menurunkan tubuh putranya lalu memperlihatkan sampo miliknya pada sang putranya. "Bisa jelaskan kenapa sampo Daddy isinya sabun pencuci piring?" Danzel mundur beberapa langkah, muka anak tersebut cemas dengan kening yang sudah mengeluarkan keringat dingin. "Niat X baik," jawab Danzel cepat, antara gugup dan takut pada Daddynya. "Mas!" Nara tiba-tiba muncul, saking khawatirnya dia dengan putranya dia langsung bergegas naik ke atas. Suaminya ini sedikit gila dan suka hilang kendali, oleh sebab itu Nara cemas Zaveir melakukan sesuatu pada pu
"Permisi." Erika berkata sopan dan lembut, meletakkan kotak bekalnya di meja–ikut bergabung makan siang dengan staf lama. "Aku boleh gabung kan?""Iya, silahkan," jawab salah satu staf. Sejenak Erika diam, menikmati makan siang dengan elegan. Setelah itu, dia mulai memperhatikan sekitar serta keadaan. Ada yang ingin dia tanyakan pada para staf di sini. "Kalian tahu tidak tentang kehidupan pribadi Tuan Zavier? Maksudku, dia pria yang sangat mempesona dan sangat tampan. Tetapi Big Boss terlihat sangat dingin, apalagi pada lawan jenis," ucap Erika, memancing keadaan. Hal yang dia ingin gali adalah siapa kekasih Zavier dan bagaimana hubungan pria itu dengan kekasihnya. Dengan mengetahui info tersebut, Erika tahu harus bersikap dan berbuat seperti apa untuk mendapatkan sang Big boss. "Inggita, sekretarisnya, dia sangat cantik dan tubuhnya juga bagus. Tetepi tak ada skandal antara Big Boss dengan Inggita. Kemarin, Big Boss bertemu dengan klien–Nona Cantik dan sangat seksi, dan lagi-lagi B
"Bagaimana bisa kau sampai di sini?" tanya Zavier, membawa Danzel dalam gendongannya. Dia marah tetapi melihat wajah menggemaskan putranya, Zavier luluh seketika. Terlebih tingkah Danzel yang-- mengingatkan Zavier pada seseorang. Danzel ingin menjawab perkataan daddynya, akan tetapi anak perempuan tadi tiba-tiba berlari ke arahnya dan sang daddy. Anak itu langsung memeluk kaki Zavier. "Papa … dia jahat pada Angel. Dia memberikan permen rasa pedas padaku. Huaaa … lidahku terasa terbakar, Papa," tangis Angel, memeluk kaki Zavier dengan erat.Danzel menunduk untuk menatap gadis kecil yang memeluk kaki daddynya. Wajah cerah anak itu langsung berganti dengan raut muka muram bercampur marah. Apa? Anak ini memanggil daddynya dengan sebutan Papa? "Menjauh," ucap Inggita dengan nada tegas, menarik anak tersebut agar menjauh dari sang tuan. Dilihat dari tampang muka Big Bossnya, dia bisa merasakan kemarahan yang besar. Begitu juga dengan anak di gendongan tuannya, terlihat menahan marah–per
"Mas, kunci mobilku di mana?" tanya Nara setelah berada di ruangan suaminya. Hanya ada dia di sana, Kenan dan Inggita keluar–berpapasan dengannya saat menuju ke ruangan ini. "Ambil." Zavier menyunggingkan smirk tipis, meletakkan kunci mobil istrinya tersebut di atas meja–di sebelahnya yang sedang sibuk dengan sebuah dokumen. "Hah." Nara menghela napas. 'Aku yakin ini tidak akan mudah,' batinnya sembari berjalan mendekat ke arah sang suami. Ketika dia telah tiba di sebelah Zavier, Nara buru-buru mengambil kunci tersebut. Namun, seperti yang Nara tebak, ini tidak akan mudah. Yah, Zavier tiba-tiba dengan cepat meraih pinggangnya dan menarik Nara secara paksa–membuat Nara berakhir duduk di atas pangkuan suaminya. "Mas, anak-anak sudah menunggu …-"Ucapan Nara terhenti, Zavier menangkup pipinya lalu dengan cepat mendaratkan bibirnya di sana. Pria itu secara tidak sabaran melumat bibir mungil Nara, meraupnya tergesa-gesa dan penuh gairah. Seperti biasa, Zavier suka dengan rasanya yang m
"Pindah sebentar," titah Zavier pada putranya, "ada hal yang Daddy ingin bicarakan dengan Mom …-" Ucapnya Zavier langsung berhenti, menatap dongkol bercampur kesal pada putranya yang sudah pindah. Yah, anak itu menurut dan benar-benar pindah. Danzel pindah ke pangkuan Nara. Hell! Sama saja. Rasanya bahkan ini lebih menjengkelkan dibandingkan dengan Danzel yang duduk diantara dia dan Nara. "Mommy, X akan duduk di sini. Boleh," ucap Danzel setelah pindah duduk di pangkuan sang mommy. Tahu Daddynya geram padanya, Danzel langsung meminta bantuan pada sang mommy. Nara menganggukkan kepala. "Boleh, Sayang," jawab Nara, dengan lembut dan penuh kasih sayang memasukkan jeruk ke mulut putranya. Sedangkan Danzel, dia dengan senang hati menerima suapan jeruk tersebut. "Mi Nara." Zaveir memanggil, nadanya penuh tekanan dan peringatan. Dia kesal karena Nara mengabaikannya. "Kalau bukan Mas duluan kasih dia kesempatan, dia mana berani menyuruh anaknya memanggil Mas papa." Nara berkata dengan
"Halo, ini Abang. Adik ada di dalam?"Deg deg deg Mata Nara membelalak lebar, langsung menggendong Danzel lalu membawa putranya tersebut keluar dari ruangannya. Dia cukup malu pada Karina dan staf lain. "Sayang, jangan gitu," tegur Nara setelah membawa putranya keluar ruangan."Kenapa? Mommy yang mengatakan jika adik ada dalam perut. Berarti Adik X ada di perut Mommy bukan?" polos anak itu. Nara menghela napas pelan. "Iya, harus dikasih oleh Tuhan dulu ke perut Mommy baru adiknya ada. Sekarang Tuhan belum memberi, dan nggak ada adik di perut Mommy, Nak.""Bagaimana caranya agar Tuhan memberi X adik, Mommy?""Berdoa," jawab Nara cepat. "Ayo, kita pulang," lanjutnya. Nara memutuskan membawa putranya pulang sebab tak yakin dia akan fokus bekerja jika Danzel terus membahas hal tadi. Dia pamit pada Karina dan staf lainnya. Setelah pulang, Nara beristirahat sejenak. Sedangkan putranya bermain di pinggir kolam. Byuaaarrr'Suara seseorang terjebur terdengar, Nara menoleh ke luar dan men
"Istirahatlah," ucap Zavier, mengusap penuh kasih sayang pucuk kepala istrinya yang berbaring di ranjang. Dia berniat beranjak dari sana. Sebenarnya tidak ingin kemana-mana, hanya ingin mengganti pakaian santai. Setelan mendapat telepon dari putranya, Zavier langsung pulang ke rumah. Dia begitu khawatir dan panik pada kondisi Nara. Sebelumnya, Nara tak pernah seperti ini. Kecuali …- Yah, Nara hamil lagi. "Mas Zavier." Nara menahan pergelangan tangan suaminya, buru-buru duduk sembari menatap takut bercampur ragu. Dokter baru saja memeriksa kondisinya, dan Nara dinyatakan hamil. Zavier pernah mengatakan jika dia tidak ingin punya anak lagi. Sekarang Nara takut, dia khawatir Zavier marah dan tak menerima bayi dalam perut Nara."Ya, Mi Amor? Kau ingin sesuatu?" tanya Zavier, kembali duduk di sebelah ranjang. Dia melepas tangan Nara dari pergelangannya lalu menggenggamnya–mengelus punggung tangan Nara secara lembut. "Aku meminta maaf. A-aku tidak mengerti kenapa aku bisa hamil. Padaha
Dua puluh dua tahun kemudian."Zendaya Almira Adam!" bentak seseorang dengan nada murka, membuat sosok perempuan berusia dua puluh dua tahun tersebut tersentak kaget. Perempuan cantik dan manis secara bersamaan tersebut menatap kaget sosok pria yang menjulang tinggi di di ambang pintu kamar. Danzel Xavier Adam, kakaknya–pria dengan sejuta pesona, tampan, karismatik dan sangat seksi. Itu ucapan wanita diluaran sana mengenai kakaknya. Tetapi di mata Zendaya, kakaknya adalah sosok Godzilla yang kapan saja bisa menyemburkan lahar panas padanya. Kakaknya sangat pemarah! "Aku salah apalagi, Kak?!" ucap Zendaya dengan nada lemah dan getir. Masalahnya orang tua mereka sedang tak di rumah, sedang berbulan madu entah season ke berapa. Andai saja orang tuanya di sini, pria monster diambang pintu kamarnya itu mana berani mengamuk padanya. "Sudah jam berapa ini?" geram Danzel, masuk ke kamar Zendaya. Dia melangkah tenang tetapi dengan tatapan membunuh. Sedangkan Zendaya, dia terlihat panik. D
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok