"Cik, aku ingin sarapan, Pak!" keluh Aeera ketika Alarich membawanya keruangan pria ini. Aeera dengan kesal melepas cekalan tangan Alarich kemudian menatap berang pada pria itu. "Panggil aku 'mas!" peringat Alarich, menarik kembali pergelangan tangan istrinya–membawa paksa perempuan itu menuju ke arah sofa. "Aku nggak mau, Pak. Ini kantor dan statusku di sini adalah stafmu," jawab Aeera, terduduk kasar karena dipaksa oleh Alarich. Semakin ke sini, Aeera merasa jika Alarich semakin menyebalkan. Pria ini sudah sekali memaksakan kehendak pada Aeera, sangat otoriter dan tak terbantahkan. Hak yang paling Aeera benci adalah Alarich suka memberikan hukuman. "Membantah, Humm?" Alarich mencondongkan tubuh me arah Aeera, tangannya berada di sisi kepala Aeera–menopang pada sandaran sofa. Tatapan Alarich sayup, dalam dan sangat berat. Namun secara bersamaan itu terasa mengintimidasi, menundukkan Aeera yang sudah pucat pias dan gugup. Satu lagi yang dia tak suka dari pria ini, Alarich sangat
"Kembalikan bekalku!" geram Aeera, berlari masuk dalam lift lalu berniat merampas bekal tersebut. Tanpa Aeera sadari, Bian buru-buru keluar ketika dia masuk–sehingga sekarang hanya dia dan Alarich yang berada dalam lift tersebut. Ketika Aeera berupaya merampas kotak bekal tersebut, Alarich langsung mengangkat tangan dengan tinggi-tinggi. "Cik." Aeera berdecak sangat kesal, menatap Alarich sekilas–melayangkan tatapan marah, galak tetapi malah sangat menggemaskan di mata Alarich. "Paaak!" pekik Aeera, setengah menggeram pelan–gemas sekaligus gregetan sebab Alarich meninggikan tangannya di setiap kali Aeera berupaya mengambilnya. Alarich hanya berdecis geli, terus menjahili istrinya dengan mengangkat bekal tersebut ketika Aeera berniat meraihnya. Aeera berjinjit, berusaha lebih tinggi agar bisa meraih bekal. Kepala Aeera mendongak sepenuhnya, suaminya sudah sangat tinggi–dia hanya sepundak pria ini, lalu ditambahAlarich mengangkat tinggi bekal tersebut, Aeera semakin merasa pendek
"Pantas saja yah," ucap keduanya, membuat Shila mengerutkan kening. "Pantas apa?" tanya Shila keheranan. "Pantas Aeera nggak peka-peka sama Big Boss. Jujur saja yah, semua penghuni gedung ini udah tahu sejak lama kalau Big Boss suka ke Aeera. Bahkan kami semua pendukung AlAe." "Hah? Loh! Heh … kok … aaaa … ceritain ceritain! Aku penasaran banget!!" pekik Shila, memegang kepala–heboh sendiri. "Yah, kita udah tahu kalau Pak Alarich itu sudah sejak lama suka pada Aeera. Emang dasarnya Aeera yang … errrr-- menggemaskan! Sampe rasanya ingin kucekik dia." Dewa berkata dengan penuh kegregetan pada akhir kalimat. "Sudah sering Pak Alarich mengirim sinyal suka, kentara banget loh, Beib. Bahkan kami saja sadar loh, tapi si Aeera malah enggak.""Hu'um. Pak Alarich itu sering memperhatikan Aeera, baik saat tak sengaja berpapasan ataupun saat lagi rapat. Pernah-- kami semua ditraktir makan siang dan diberi minuman yang lagi tren hanya karena Pak Alarich ingin memberikan makan siang itu pada Ae
Sangat kuat! Bukan hanya membuat Nadien tertoleh tetapi juga hilang keseimbangan–terdorong ke arah dinding lift. "Auuu…," ringis Nadien, memegangi pipinya yang sakit akibat tamparan Aeera. Dengan marah, dia menoleh tajam pada Aeera–memperbaiki posisi tubuh yang sempat menabrak sisi lift. "Eiii …-" nyinyir Aeera, meniru suara ringisan Nadien dengan julid. "Apa? Matamu mau kucongkel?" galaknya selanjutnya, menatap sebal bercampur dongkol ke arah Nadien. Perempuan sejenis ini memang harus dikasih pelajaran, bukan dibiarkan. "Kamu!!" Nadien berjalan cepat ke arah Aeera, langsung menjambak perempuan tersebut. Dia sangat tak terima ditampar oleh wanita rendahan seperti Aeera. Aeera tak tinggal diam, dia dengan brutal balik menjambak Nadien. "Aaaaa … lepaskan rambutku, Jalang sialan! Aaa, sakit!" rintih Nadien, masih menjambak Aeera. Namun tak sekuat awal, sebab dia kesakitan karena tarikan Aeera di rambutnya. Ah, sial. Rambutnya sepertinya banyak yang rontok karena tarikan Aeera.Bug
Aeera menatap ke sekeliling, memperhatikan kamar–tersenyum tipis sembari mengingat kembali ketika dia digendong oleh Alarich. Cara Alarich khawatir tadi, membuat Aeera merasa sangat istimewa dan spesial untuk pria itu. 'Aku jatuh cinta?' batin Aeera, merasa aneh pada dirinya yang sejak sadar terus tersenyum sembari mengingat kejadian itu–kejadian di mana Alarich memeluknya dengan hangat, mencium keningnya lalu menggendongnya. 'Hais, tapi nggak mungkin lah. Masa aku jatuh cinta semudah itu? Nggak bisa dan nggak boleh. Tapi …- perempuan yang menikah dengan pria yang mencintainya saja belum tentu seberuntung diriku. Dia datang padaku dengan raut khawatir, mencium keningku dan … Pak Alarich baik sekali,' batin Aeera lagi, menepuk-nepuk pipi yang terasa panas akibat salah tingkah. Setelah diperiksa di rumah sakit–lebih tepatnya setelah Aeera sadar, Alarich tiba-tiba mengajaknya pulang. Awalnya Aeera tak mengerti kenapa Alarich seperti keukeh merawatnya di rumah. Namun, Aeera sekarang p
"Kamu merawat cucu kesayanganku dengan baik kan, Karl sayang?" Alarich menoleh ke arah neneknya, tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala secara lembut. "Tentu saja, Gadis pendekku," ucapnya dengan nada lembut, terkesan hangat sekaligus jahil secara bersamaan. Mendengar itu, Ruqayah seketika tersipu malu–memukul-mukul manja lengan sang cucu. "Sudah cukup, Anak nakal! Kamu sudah punya istri, goda istrimu saja. Jangan Nenek," ucapnya dengan nada malu-malu. Gavin hanya menghela napas, menatap putranya dan sang mama. Alarich memang sangat dekat dengan sang Ibu, dan bisa dikatakan Alarich sangat suka menggoda atau menjahili neneknya. Jadi melihat pemandangan ini, Gavin sudah terbiasa. "Mana istrimu?" tanya Gavin setelah mereka di dalam rumah, menoleh ke sana kemari untuk mencari keberadaan sang menantu, "jangan bilang kamu mengurungnya di suatu tempat! Papa perhatikan kamu … cukup lain," sinis Gavin di akhir kalimat, menatap curiga pada putranya. "Aeera-- ah, Adek di kamar. Akan ku p
'Tapi aku bisa-bisanya malah nggak tahu kalau Pak Alarich tak suka makanan manis. Bagaimana ini?' batin Aeera, cemas dan takut cookies-nya tak disentuh oleh Alarich. Karena masalah ini, Aeera sama sekali tak berani menoleh ke arah Alarich–padahal pria itu berdiri tepat di sebelahnya dengan jarak yang cukup dekat. Dia bukan takut, tetapi lebih ke arah malu sebab tak tahu menahu tentang sang suami. Di depan keluarga suaminya, Aeera memperlihatkan ketidak pedulian serta ketidak tahuannya mengenai Alarich. Ini hal yang membuat Aeera sangat tertampar dan … entah kenapa dia sedih. Alarich suaminya tetapi sedikitpun tentang Alarich dia tak tahu. Miris sekali!"Jangan bilang kamu tak tahu apapun tentang cucuku!" Ranti bersuara, menatap sinis bercampur tak suka pada Aeera. Sejak awal, Ranti memang tak suka pada Aeera. Pertama, dia menganggap Aeera menjebak Alarich sehingga dia menjadi istri Alarich. Kedua, dia tahunya Aeera berasal dari keluarga biasa–dalam artian tak kaya dan tak miskin. Di
"Hanya aku yang boleh memanggil Ara dengan sebutan Adek. Dan kau-- sopanlah!" tegur Alarich, cukup kesal dan sedikit marah karena Nadien ikut-ikutan memanggil Ara-nya dengan sebutan Adek. Shit! Hanya Alarich yang boleh memanggil Aeera dengan sebutan itu. Dia tidak suka orang lain ikut-ikutan memanggil istrinya dengan panggilan tersebut. "Oh, maaf, Kak Karl," cicit Nadien, berkata dengan lembut dan lirih–sengaja supaya Alarich tidak tega untuk lanjut memarahinya, "soalnya Aeera sangat lucu, panggilan Adek sangat cocok buat dia. Aku suka memanggilnya begitu," jelas Nadien kemudian, merayu agar Alarich membiarkannya memanggil Aeera dengan sebutan Adek. 'Cik, Kak Karl memarahiku hanya karena ikut memanggil Aeera dengan panggilan Adek. Argkk, aku kesal banget. Pokoknya Aeera tak boleh mendapatkan panggilan istimewa itu. Panggilan itu milikku!' batin Nadien, diam-diam mengepalkan tangan–luar biasa marah dan cemburu pada Aeera. "Iya, Karl. Tak masalah dong jika Nadien memanggil Aeera de
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok