Beranda / Romansa / MARTA, cinta kedua / 61. Mengikuti Alur untuk Bahagia

Share

61. Mengikuti Alur untuk Bahagia

Penulis: Tri Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-07 10:40:14

Sosok Panji yang terlihat suram berdiri tegak di depanku. Dari belakangnya Pak Haris terlihat berlari mendekati kami.

Aku masih belum bisa bersuara setelah sekian lama. Seolah ada sesuatu yang membuatku bungkam. Panji terlihat sangat kacau. Kemeja yang dia pakai terlihat kusut. Wajahnya yang tampan terlihat muram, seperti tertutup kabut.

Matanya tajam menyorot lurus ke arahku. Aku seperti terintimidasi olehnya. Aku bahkan tak sadar jika Ita dan Maya sudah di sebelahku.

"Ta," gumamnya pelan. Sangat pelan, hingga hanya seperti hembusan angin.

"Kamu ..., cantik."

Omong kosong apa ini? Dia tiba-tiba muncul dengan kondisi yang berantakan, dan hanya mengucapkan kata itu? Ingin kulepas sepatu dan melempar ke arahnya.

Tidak adakah kata yang lain?

Kata yang lain? Apa? Apa yang kuharapkan?

Apa aku baru saja mengharapkannya memintaku mundur dari pernikahan ini?

Aku ingin berteriak memakinya. Mengungkapkan putus asaku yang seperti dimainkan olehnya. Aku ingin mencakar wajah sombong, yang sayangny
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MARTA, cinta kedua   62.

    Aku mengamati wajah lelaki yang saat ini sedang menikmati makan malamnya. Dia terlihat begitu menikmati, sesekali berkomentar tentang kelezatan hidangan yang di olah chef kepercayaannya.“Kamu suka?“ tanyanya entah untuk yang keberapa kali.Aku tersenyum. Arka membalas senyumku dengan lengkungan bibir, kadang diselingi kedipan mata.Sebenarnya aku tidak pernah memimpikan hal ini sama sekali. Tidak pernah terpikir jika aku akan dengan cepat menemukan pengganti Akmal. Belum setahun, bahkan masih dalam hitungan bulan.Rasa sakit itu masih ada, meskipun tidak jelas sakit kenapa. Entah karena kebodohan kami yang terlalu cepat emosi, atau karena perceraian.Tidak, aku yakin jika perceraian kami tidak pernah kusesali. Apalagi, sekarang di depanku ada sosok pengganti yang lebih dari mantan suamiku.“Jangan ngelamun, Ta.“ Arka mengelap mulutnya dengan selembar tisue.“Habis ini kita langsung pulang?“ tanyaku cepat.“Ngapain buru-buru?“ Lelaki yang dulu terlihat menyebalkan itu kini bertanya de

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-12
  • MARTA, cinta kedua   63.

    Aku memejamkan mata. Mencoba mengais ketenangan dalam pelukan Arka. Lelaki itu terus mengusap punggung dan juga kepalaku.Pelan dia membawaku menjauhi pintu kamar mandi. Hembusan nafasnya sesekali terdengar di telingaku. Sepertinya Arka sengaja melakukan itu, seolah dia ingin menunjukkan keberadaannya. Di sampingku.“Apa kamu tidak nyaman di sini?“ tanya Arka seraya membingkai wajahku. Memberi jarak hingga mata kami bertemu.“Sangat nyaman.“ Seandainya bayangan Akmal tidak muncul tiba-tiba tadi.Arka mengamatiku. Tatapannya seolah mencoba menembus dalam pikiranku. Aku tahu, dia mencoba mencari jejak kebohongan di sana.“Aku capek,” keluhku. Berusaha mengalihkan perhatiannya.“Tidurlah.“ Dia mendorongku pelan.Aku rebah diatas ranjang diiringi tatapannya yang berubah lembut. Dia membantu menutup badanku dengan selimut.“Ka, maaf!“ Aku sendiripun tidak tahu, kenapa aku meminta maaf. Entah maaf untuk apa, yang jelas aku merasa perlu mengatakannya.“Tenanglah, aku ada di sini untuk menjag

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • MARTA, cinta kedua   64.

    Ekspresi Arka tak terbaca. Namun, nada suaranya sangat jelas terdengar jika dia keberatan dengan tindakanku yang berani mengangkat panggilan dari perempuan itu.“Agh …! Dia pasti ngomong aneh-aneh, kan?“ geramnya.“Kenapa? Kamu terlihat takut,” ucapku dengan suara tenang.“Dia perempuan nggak jelas. Aku khawatir dia ngomong nggak bener ke kamu, Ta,” sangkalnya.Sikapnya aneh. Bisa jadi dia takut rahasianya dengan Tika terbongkar. Apa yang dia takutkan? Toh semalam dia sendiripun mengakui jika pernah berbagi nafas dengan perempuan itu.Jangan salahkan jika kemudian aku merasa tak nyaman. Aku tidak sedang merasa sok suci, tapi paling tidak aku pernah menikah. bukan seks bebas seperti mereka. Itu sangat menjijikkan.Aku janda, statusku jelas. Hanya dengan Akmal aku melakukannya.Pandanganku pada Arka berubah. Dia lelaki bebas, walau aku belum lama mengenalnya, sedikit banyak aku tahu bagaimana dia.“Kamu cuci muka dulu, biar seger,” ucapnya sambil menuang segelas susu.Wajahnya kembali s

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • MARTA, cinta kedua   65.

    Ada rasa lembut yang pelan mengapa. Jantungku berdegup lebih cepat.Wajah Arka semakin mendekat. Binar matanya membuat pikiranku tak fokus. Ada sesuatu yang seolah menuntutku tak lepas dari tatapannya.Sementara bibir lelaki itu setengah terbuka, seperti mengundangku untuk menyapa. Menyusuri tiap sisi lembut itu dengan benda yang sama.Nafas Arka membelai, membuat hasratku pelahan muncul. Kurasa, aku menginginkannya. Disaat yang sama sebuah seringaian jahanam kembali muncul.Dia Arka. Suamiku.Dia berhak memilikiku. Seutuhnya.Sekuat hati aku meyakinkan diri. Kupejamkan mata, dan membayangkan wajah Arka.Tanpa tahu malu aku menunggu. Disela hati yang terus berperang, ada sudut kecil yang meminta haknya untuk di masuki selaksa rasa bernama cinta.Kurasakan Arka semakin mendekat. Ujung hidungnya bahkan menempel di puncak hidungku.Gelisah, ya! Aku seperti perawan mendamba ciuman pertama.Cup.Satu kecupan. Hangat dan lama.Bukan di bibir. Tapi di dagu.Sedikit terkejut, akupun membuka m

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • MARTA, cinta kedua   66.

    Menjelang senja suara motor terdengar memasuki halaman. Setengah berlari aku menyambut kepulangan Arka.Saat aku sampai di dekatnya, lelaki itu sedang sibuk melepas sarung tangan.Wajahnya terlihat kusut. Seperti dia baru saja melakukan pekerjaan berat yang menyita waktu dan pikirannya.“Hai,” sapaku lebih dulu.“Oh, hai!“ Arka seperti terkejut melihatku berdiri di belakangnya.“Astaga, Ta! Aku lupa kalau sekarang aku punya kamu,” katanya sambil tersenyum kaku.Hmm, dia lupa. Kata itu sedikit banyak menunjukkan jika aku belum berarti apa-apa di hidupnya.“Kita belum terbiasa. Aku juga begitu,” kilahku menutupi kecewa.Seharian menunggunya, dan sore ini penantianku terbayar oleh satu kata. Lupa.“Ayo,” ajaknya sambil menenteng tas ransel.Pertanyaan yang sedari tadi memenuhi pikiran kusisihkan begitu saja. Jika denganku saja dia lupa, apakah masih penting aku tahu tentang keberadaannya seharian ini?“Mau mandi dulu, atau makan? Perlu kusiapkan air hangat?“ Sebisa mungkin kutekan nada s

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • MARTA, cinta kedua   67.

    “Mbak Marta! Aku kangen!“ Sosok itu memelukku erat.“Amel? Ngapain di sini?“ tanyaku tanpa bisa menyembunyikan rasa terkejut.Maya bergeser sedikit ke belakang. Rasa tidak nyaman kembali hadir. Aku ke tempat ini untuk menenangkan diri, tapi kenapa malah bertemu dengan Amel? Mungkin Maya juga tidak tahu jika gadis itu ada di sini. Seandainya tahu, dia pasti memberitahuku.Amel, adik tiri Panji ada di penginapan ini. Suatu kebetulan atau memang sengaja?“Aku kabur,” ujarnya sambil meringis.“Hah? Kok bisa?“Amel menggeleng dengan wajah murung.“Ini mau kemana?“ tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.Amel melihat sekeliling. Suasana penginapan yang masih sepi, selain karyawan hilir mudik membersihkan area taman, belum ada pengunjung yang keluar kamar.“Mau nyari sarapan,” jawabnya.“Nggak pesan sekalian disini?““Bosen,” sahutnya sambil melirik Maya.Maya mengedikkan bahu sambil tersenyum maklum. Usia Amel yang terbilang masih muda bisa membuatnya maklum.“Kalau aku temenin sarapan pak

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • MARTA, cinta kedua   68

    Tangisku semakin menjadi. Pelukannya semakin erat. Aku sedang ingin jauh darinya.Beberapa menit posisi kami masih sama. Dia hanya diam sambil terus memeluk bahuku. Mungkin dia mendengar semua ucapan Amel.Entahlah.Aku sedang tidak ingin melihatnya.Tidak untuk saat ini. Tidak sanggup melihat kekalahanku, kepedihanku di kedalaman matanya.“Seharusnya aku bisa menjadi rumah bagimu, Ta. Bukan malah membuatmu tidak nyaman berada di sampingku. Kita masih sama-sama belajar. Belajar menghadapi masa depan, dan belajar merelakan masa lalu.“Suara Arka kudengar seperti bisikan.“Kalau baginya kamu begitu berharga, pasti dia akan berjuang untuk membuatmu bahagia. Entah bahagiamu denganku atau dengannya,” bisiknya lagi.Pelan dia berusaha menegakkan bahuku. Lalu menyandarkanku di dadanya.“Belajarlah menangis di pelukanku. Bantu aku belajar untuk terbiasa denganmu juga. Bantu aku, Ta.“Kemejanya basah oleh airmataku. Kalimatnya semakin terdengar menyakitkan.“Aku ingin sendiri dulu,” kataku pel

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • MARTA, cinta kedua   69

    Walau sekilas, terlihat jika wajah Arka terlihat memerah di dekat mata. Aku yakin, sebentar saja warna merah itu akan berubah kebiruan. Sementara Panji terlihat lebih tenang. Bahkan tangan kanannya sudah mendekap tubuh Amel yang terlihat sesenggukan.“Ada apa ini?“tanyaku pada Maya.Perempuan itu menghela nafas, namun sebelum dia menjawab, Arka sudah membuka mulut. “Bayi itu menghubungi kakaknya, dan akhirnya dia datang. Memandangmu dari jendela, dan itu membuatku muak.“ Arka berusaha melepaskan diri. Sayangnya Aldi lebih kuat karena otaknya terlihat lebih waras.“Aku hanya ingin melihatnya. Memastikan kalau kamu becus menjaga perempuan yang memilihmu. Sayangnya kamu bodoh. Sangat bodoh!“ Panji menunjuk wajah Arka.Reflek Arka berdiri dan berusaha menghantam Panji. Aldi terlihat kesulitan menahannya Tanpa pikir panjang aku segera berlari menahan Arka. Ya, aku memeluknya erat.Sangat jelas degub jantungnya di telingaku.Tak berapa lama tangan Arka terangkat dan balas memelukku.Suara

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-25

Bab terbaru

  • MARTA, cinta kedua   79

    Pulang adalah pilihan terakhir. Rumah ini terlihat sangat sepi. Namun, aku merasa setiap sudut tidak lepas dari sosok seorang Arka.Aku ingin menangis. Menikmati sesak yang semakin dalam menghujam.Rasa bersalah karena menyusupkan nama lelaki lain selain Arka, membuatku merasa jika Arka pantas melakukan ini padaku.Mungkin dia merasa, dalam hatiku belum sepenuhnya menerima dia.[Ka, pulang.] Tanpa sadar aku menulis pesan untuknya.[Aku kangen.] Entah kenapa kalimat singkat itu kuketik begitu saja.Tidak peduli kapan terbaca. Setidaknya aku berusaha mengungkapkan isi hati.Tanpa permisi, tiba-tiba saja kenanganku dengan Arka kembali datang. Awal pertemuan, lalu semua yang pernah kami lalui. Semua muncul tiba-tiba.Ada nyeri yang tiba-tiba menghujam. Saat bayangan pernikahan kami tertayang. Aku seorang istri. Namun, di hatiku masih belum bisa seutuhnya menerima. Masih ada nama lain yang tertulis indah, walau aku berusaha menghapusnya.Tidak. Aku tidak benar-benar menghapusnya. Aku hanya

  • MARTA, cinta kedua   78

    Bodoh!Aku terus mengutuk kebodohanku sendiri. Sekarang, selain lemah dan tidak bisa apa-apa, cap apa lagi yang akan Panji sematkan untukku?Murahan?Ck!Aku meremas stang motor dengan kuat. Itu juga membuat laju motor semakin menggila.Tanpa peduli dengan apapun, aku terus melaju. Membiarkan angin menampar wajahku berkali-kali.Jalanan yang lengang di jam kerja membuatku merasa bebas. Mengumpat, memainkan gas dan melakukan apapun di atas kendaraan roda dua ini.Bahkan tanpa sadar aku berkendara semakin jauh. Bukan ke arah rumah Pak Har. Melainkan ke tempat sunyi yang pernah ku kunjungi.Saat ini aku hanya ingin sendiri. Menyepi, memuaskan diri merutuk juga mengutuk.Sendiri.Perjalananku berakhir di atas bukit, tempat yang pernah kukunjungi bersama Maya, Pak Haris dan juga Panji.Aku tetap duduk di atas motor. Mencoba mencari ketenangan di atas ketinggian.Suasana yang sedikit mendung, menyelamatkanku dari terik matahari.Pelan kulepas helm, dan meletakkan benda itu di gantungan yang

  • MARTA, cinta kedua   77

    Kepalaku seperti berputar.Banyak kemungkinan dan bayangan buruk berjubel di sana.Jika benar perempuan itu Amel, berarti Arka menghamili gadis itu! Lalu, di mana mereka sekarang?Aku bergegas mengobrak abrik laci di meja Arka. Rasa marah begitu besar, hingga nafasku sesak.Arka brengs*k!!!Lelaki itu, apa maunya! Membuat seorang gadis hamil, lalu menikahiku? Gila!Apa dia dilahirkan oleh batu, hingga tidak bisa menjaga harga diri dan perasaan seorang perempuan?Umpatan masih terus bergaung di dalam hatiku. Sementara tanganku bergerak lincah mengeluarkan apa saja yang ada di dalam laci. Kertas, kain, alat gambar dan lain-lain.Tanpa kuduga, aku melihat selembar foto ikut terhempas. Penasaran kuambil dan mataku menyipit.Seorang anak laki-laki, tertawa lebar menghadap kamera. Sementara dua orang dewasa duduk mengapitnya. Keduanya merangkul anak itu dengan senyum mengembang.Ini Arka? Kernyitku saat mengamati foto itu lebih detail. Aku bahkan melihat pancaran rasa bahagia dari tiga soso

  • MARTA, cinta kedua   76

    Jam sembilan kurang lima menit, terlihat sebuah motor berbelok dan berhenti di parkiran.“Mbak!“ Pengendara itu berteriak memanggil.“Ita,” sapaku. Perempuan itu membuka helm, lalu melepas jaket. Setelah mencabut kunci motor, dia bergegas turun dan menghampiriku.“Ngapain pagi-pagi nongkrong di situ?“ tanyanya heran.Aku tersenyum geli. “Nungguin kamu, Beb,” godaku.“Ih, geli!“ ucapnya sambil tergelak.Tangannya terlihat mencari sesuatu di tas. Tak lama, sebuah kunci yang sangat kukenal berhasil dia keluarkan.“Ini nggak dalam rangka sidak, kan?“ tanya Ita.“Enggak, aku cuma pengen main,” sangkalku.Ita membuka pintu utama butik. Aroma khas kain bercampur pengharum ruangan segera menyambutku. Suasana ruang display tidak ada yang berubah.“Mbak tunggu di ruangan Pak Bos aja, aku bersih-bersih dulu,” kata Ita yang sudah memegang alat kebersihan.Melihatnya, aku seperti kembali ke masa lalu. Hanya saja, dulu Bos galak itu memintaku datang lebih pagi dan membawakannya sarapan.“Mbak!“ Ita

  • MARTA, cinta kedua   75.

    Aku memutuskan tidur di penginapan bersama Maya. Nyaris semalam kami menunggu, kalau-kalau Amel muncul. Penantian yang sia-sia menimbulkan rasa lelah yang teramat sangat.Bertiga dengan Maya dan Agnes, kami berbagi tempat tidur. Beruntung pihak penginapan menyediakan ruang khusus untuk pegawai. Kondisi keuangan yang menipis, membuatku harus berhemat.Aku bahkan baru sadar, belum pernah menerima uang sepeserpun dari Arka.Arka, lelaki itu ikut menyedot pikiranku. Kemana dia? Apa mungkin dia berpikir aku masih di rah Pak Har? Karena itu tidak ada rasa khawatir di hatinya?Atau, jangan-jangan sesuatu terjadi padanya?Segera kuenyahkan pikiran buruk. Aku berharap, dimanapun dia saat ini semoga dalam keadaan baik-baik saja.***“Aku mau ke butik,” sahutku ketika Agnes menanyakan kegiatanku hari ini.“Oh, tapi sebelumnya kamu sarapan dulu, ya,” katanya sambil menunjuk area taman.Aku mengangguk dan kembali merapikan penampilan.Tanpa menunggu lama, aku segera menyusul gadis itu. Di meja tam

  • MARTA, cinta kedua   74.

    Cepat kucekal tangan Panji. Aku tidak mau ikut campur, tapi aku juga tidak mau Panji melakukan kesalahan. Cukup dua kali aku melihatnya berkelahi. Pertama dengan Pak Har, kedua dengan Arka.Sosok Aldi cepat masuk ke lobi. Seperti biasa, dia melempar senyum pada semua yang ada di ruangan ini.“Kamu bukannya masuk pagi, May? Ngapain nongkrong di sini?“ tanya lelaki itu tanpa merasa bersalah.“Kamu kemana aja?“ pancing Maya.“Ini kenapa pada heboh nanyain aku, sih? Berasa artis, deh,” kekehnya pelan.Panji semakin menengang. Semakin kuat pula cekalan tanganku di lengannya.“Ta, dosa, loh, ngegandeng laki lain.“ Aldi masih sempat menggodaku.Kepala ini berdenyut, sikapnya tidak menunjukkan jika dia baru saja membawa kabur anak orang.Kulirik Panji, lelaki itu sangat terlihat sulit menahan diri.“Di, dari mana aja kamu? Sesore ini kita kalang kabut nyariin. Ponsel kamu juga nggak aktif!“ Agnes tiba-tiba datang dan memberondongnya dengan pertanyaan.“Pulang kerja tadi langsung mancing, pons

  • MARTA, cinta kedua   73

    “Aku harus ke penginapan sekarang!“ gumam Maya. Dia bergegas keluar kamarku.“May, aku ikut!“Maya menghentikan langkahnya. Menataoku dengan pandangan bingung. Tanpa banyak bicara, kutarik tangannya agar tidak membuang waktu terlalu lama.Sebagai resepsionis yang menyambut kedatangan Amel, kehadiran Maya pasti sangat diperlukan. Mungkin dia melihat siapa yang mengantar Amel, atau apapun itu.“Aku ambil tas sebentar,” katanya sambil melepas gandengan tanganku.“Oke, aku nyalain motor dulu, ya!“ Seruku sambil berjalan keluar rumah.Beruntung kunci motor biasa kami gantung di dekat pintu. Hal ini memudahkan saat keadaan mendesak seperti ini. Tidak ada drama mencari kunci motor yang pasti akan memakan waktu dan membuat suasana semakin tidak nyaman.Sesampainya di penginapan, semua pegawai memandang kami dengan tegang.Panji setengah berlari ke arahku. “Amel nggak cerita apa-apa ke kamu?“ cecarnya.Aku menggeleng. Raut wajah Panji terlihat sangat kacau. Urat di dahinya terlihat menegang.K

  • MARTA, cinta kedua   72

    Pak Har seperti tidak ingin membahas tentang 'perempuan itu'. Bahkan hingga sore, dia tidak lagi muncul. Meski begitu, aku tetap berusaha berhati-hati saat berkeliaran di dalam rumahnya. Kamar Raina saja tidak lepas dari pantauan, apalagi ruangan lain.Seharian aku lupa tidak menghubungi Arka. Begitupun dengannya. Tidak ada pesan masuk di kolom percakapan kami.Tidak seperti hubungan orang lain, dimana hampir setiap waktu saling mengirim pesan. Tentang itu, aku bisa mengambil kesimpulan, aku baik-baik saja tanpa mendapat kabar atau apapun dari Arka.Entah karena hari ini aku terlalu sibuk, atau karena aku menikmati kebersamaanku dengan Raina.Perempuan itu merengek agar aku mau menginap. Tentu saja aku menolaknya dengan tegas. Bagaimana aku bisa tidur jika ada yang mengawasi disetiap sudut rumah ini?!Pak Har bilang, CCtv itu di pasang untuk memudahkannya mengetahui kondisi Raina. Bagiku itu hanya sekedar alasan. Aku khawatir lelaki tua itu sebenarnya seorang psikopat.Semoga Tuhan me

  • MARTA, cinta kedua   71

    Airmata Raina mulai menggenang. Wajahnya terlihat semakin kuyu.“Kamu kenapa?“ tanyaku hati-hati.Kuberi elusan lembut di bahunya. Raina perempuan tegar yang selalu ceria. Dulu. Berbeda dengan Raina yang kutemui sekarang.“Aku tidak bisa hidup seperti ini, dia sangat menakutkan!“ Suara Raina sedikit tertahan.“Pak Har kasar? Suka memukul?“Raina menggeleng. Aku semakin bingung dibuatnya.“Dia sangat menginginkan anakku. Sementara aku tidak mau bersamanya. Aku ingin pergi, Ta. Bawa aku pergi dari sini, tolong ….“Suara Raina terdengar mengiba. Airmata masih terus mengucur, bahkan semakin deras.“Dia juga menginginkanmu, Na. Bukan hanya anakmu. Buktinya dia mencarimu, dan tidak melupakanmu, kan?“Raina menggeleng. Hormon kehamilan mungkin memengaruhinya. Aku berusaha menenangkan perempuan itu.“Masih sakit?“ tanyaku sambil mengelus perutnya pelan.Raina menggeleng.“Makan, ya?“ Kulirik nampan berisi sarapan yang belum disentuh.Lagi-lagi Raina menggeleng.“Hei, kamu tidak bisa berbuat s

DMCA.com Protection Status