Share

Pemakaman

Penulis: Evin Hard
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bel sekolah berdering keras. Menandakan kalau sudah saatnya Fibrela dan Brevis terlepas dari segala kegiatan membosankan itu. Di hari pertama mereka sekolah, Fibrela tidak ikut pelajaran di kelas. Dia pergi ke laboratorium untuk melakukan percobaan tentang tanaman prunus itu.

Sementara Brevis sibuk mengamati struktur jaringan seekor kucing di daratan. Salah satu pengajar memergoki mereka meninggalkan pelajaran. Untuk hari pertama mereka hanya pendapat hukuman menyalin catatan sebanyak 7 kali. Likos datang menyelamatkan Brevis dari hukumannya dengan membujuk para guru. Sementara Fibrela, karena Nod tak kunjung datang, mesti menyelesaikan hukumannya hingga sore hari.

“Kau terlambat,” tukas Fibrela jengkel. “Aku akan pulang sendiri jika kau terlambat lagi.”

“Maaf, aku pikir Likos bisa menolongmu. Katanya kalian dihukum karena tidak mengikuti pelajaran di sekolah?” tanya Nod mengalihkan pembicaraan.

“Ada guru jahat di

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Hukuman

    Fibrela tidak bisa menemukan Brevis di lapangan ataupun di kelasnya. Dia berlari cepat mencari di tiap sudut sekolah dengan cemas. Sambil mengerutu gusar, Fibrela membuka seluruh pintu laboratorium tempat biasa mereka melakukan penelitian rahasia mereka. Hasilnya nihil.Brevis tidak bisa ditemukan di mana pun. Fibrela duduk di tepi taman menghela napasnya. Dia tahu Brevis tidak akan lenyap begitu saja dari tempat ini. Fibrela menerka-nerka lagi kemungkinan keberadaan Brevis.Setelah tidak bisa menemukan Brevis di seluruh ruangan di sekolah, Fibrela melangkah malas masuk ke kelas. Anak-anak tadi memandang mereka aneh.“Kau tidak lihat pembuat onar itu? Anak baru yang selalu dihukum para guru? Orang tuaku melarangku mendekati mereka,” ucap seorang anak dari balik kumpulan teman-temannya. Suaranya tidak cukup kecil untuk terdengar oleh telinga Fibrela.“Iya, kudengar mereka melakukan percobaan di lab. Mereka membunuh kucing sekolah dengan r

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Gereja Tua

    Di dalam kedalaman laut Luxavar, dua bocah laki-laki dan perempuan tengah mengutak-utik alat pemancar di hadapan mereka masing-masing. Sudah seharian mereka bertempur melawan kesabaran dalam upaya mencari sinyal keberadaan Likos. Mereka hampir menemukan sinyal ke daratan, tapi masih menunggu jawaban karena belum ada balasan dari Likos.Hingga pada suatu pagi yang cerah di Luxavar dan senja di daratan, Likos membawa serta Brevis dan Fibrela menuju ruang observasi Likos di sebuah ruangan gereja tua di Menson. Letak gereja itu tepat di atas puncak bukit dengan ladang-ladang jagung di bawahnya, serta aliran sungai yang membelah jalan menuju sisi lerengnya yang terjal.Bagian dalam gereja itu hanyalah sebuah ruangan dengan barisan kursi kosong. Pada salah satu sisi gedung terdapat lorong sempit yang mengantar mereka memasuki bagian yang lebih tersembunyi dari gereja tadi. Gereja itu tidak diberi perawatan secara khusus karena selain umatnya yang sedikit, para biarawan yang

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Kejanggalan

    “Kalian dari mana?” tanya Nod sinis. Dia seperti biasa selalu dipenuhi perasaan curiga. Dia mengintrogasi Fibrela sebelum dia sampai di muka pintu itu.Fibrela menatapnya kesal. Dia mencoba menerobos masuk, tapi Nod menghalanginya.“Kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Nod.“Sudahlah, Nod. Jangan paksa dia,” kata Likos menenangkan. “Semakin kau paksa, dia semakin tidak mau mengatakannya padamu.”“Kemarin dia pergi ke reruntuhan rumah itu. Entah hari ini kalian sudah menjelajah ke mana, heh?” tanya Nod masih tidak mau membiarkan Fibrela masuk.Fibrela pun tetap kekuh menyingkirkan tubuh Nod dan mendorong tubuhnya masuk.“Kalaupun aku mengatakannya, kau tetap tidak akan percaya, kan?” kata Fibrela. “Kalau aku bilang aku ke gereja, kau percaya?”“Untuk apa kau ke gereja?” tanya Nod.“Aku ingin berdoa. Puas?” tandas Fibrela

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Hilang Arah

    “Brevis, kau lihat ini!” ujar Likos ketika mereka sudah tiba di ruang observasi Likos.“Aku sudah yakin, ini pasti terjadi. Sekarang apa yang mesti kita lakukan?” tanya Brevis.“Kita mesti memberitahu Para Kanselir agar segera mengungsikan semua Atlic yang ada di Luxavar,” kata Likos.“Tidak bisa. Kita bahkan buronan di Luxavar,” jawab Brevis. “Mregelen sudah tahu?”“Belum. Aku baru berhasil melakukan perhitungan kemarin. Fibrela masih meragukan hal ini kemarin, jadi kubawa kau ke sini hari ini. Untuk memastikan kebenarannya,” kata Likos.Keduanya sibuk mengamati layar di hadapannya dengan serius. Likos masih terus melakukan panggilan kepada Edvard.“Mereka belum menjawab,” ujar Likos agak kesal. “Kenapa di saat seperti ini mereka tidak menjawab?”“Aku rasa Para Kanselir mencurigai mereka,” kata Brevis.“Tidak mungk

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Penculikan

    Fibrela terbangun dalam sebuah mobil. Tangannya terikat. Dia bisa melihat orang yang menyetir di depannya adalah Minos. Rambut klimis yang dikonde ke belakang dan kaca mata tebal yang menempel di wajahnya tergambar jelas dari kaca depan mobil. Ada bengkak kemerahan di bagian pipi dan leher yang terlihat samar-samar oleh Fibrela. Fibrela menatap sekelilingnya mencoba mencari jalan keluar.Kepalanya terasa nyeri hebat. Dia dalam perjalanan yang tidak diketahui di mana. Suara hujan dan guntur bergemuruh di luar. Embun membasahi kaca mobilnya. Fibrela bergerak dalam diam. Apa pun yang terjadi, dia harus keluar dari mobil ini. Namun, apa alasan Minos membawanya seperti ini?Fibrela meraih pintu mobil dan mencoba membuka kuncinya saat petir menggelegar. Tanpa ragu Fibrela melompat turun. Dia tidak peduli hal yang akan dihadapinya di luar. Minos sentak menghentikan mobilnya beberapa meter dari lokasi Fibrela keluar. Fibrela menghantam tubuhnya ke semak di pinggir jalan sebelu

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Interogasi

    Sesampai di rumah, Likos dan Brevis berbaris dengan tatapan penuh tanya. Nod menuntun Fibrela memasuki kamarnya. Mereka tak berbicara sepatah kata pun. Hanya Brevis sempat melirik kecil ke arah Fibrela.Fibrela memasuki kamarnya dengan gontai. Dia perlu membersihkan tubuhnya dari lumpur di jalan tadi. Nod akan makin menginterogasinya jika melihat keadaannya seperti ini. Vabian membawa nampan makanannya ke arah Nod.“Mengapa kau tak menungguku?” tanya Nod mengambil tempat duduk di samping Fibrela.Fibrela diam beberapa saat.“Kau kabur?” tanya Nod lagi. “Mengapa kau melakukannya?”“Nod, bisakah aku tak perlu ke tempat itu lagi?” tanya Fibrela akhirnya.Nod meraih piring berisi potongan makanan dan menatap Fibrela serius. Dia mengamati sekujur tubuh Fibrela dan menemukan luka baru yang terbentuk di kedua tangannya.“Siapa yang membuat luka ini, Fibrela?” tanya Nod.Fibre

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Hutang Piutang

    Langit yang mendung menyambut pagi mereka hari itu. Nod bergegas menyalakan mobilnya setelah berhasil mengatur rencana kerja dalam kepalanya. Hal pertama yang akan dilakukannya adalah menuntut pihak sekolah tentang hal yang terjadi pada Fibrela kemarin.Fibrela duduk dalam diam memandangi sekeliling jalan dari kaca jendela mobil.“Kau mau memarahi mereka?” tukas Fibrela tanpa perlu menebak.Nod tak menjawab melainkan langsung duduk di depan setirnya.“Aku tak memerlukan hal itu, Nod. Aku hanya ingin keluar dari sana. Lagian aku tak akan berada di sini terlalu lama,” kata Fibrela ketika Nod hendak menyeret roda mobilnya ke jalan.“Dan kau bisa mewartakan kisah burukmu selama di daratan kepada para atlic. Lalu, para atlic semakin mencemooh manusia daratan dan kami makin ditindas di Luzavmu?” sergah Nod tanpa berpikir.Fibrela diam tak membalas. Penilaian Nod terhadap dirinya—sebagai atlic—seperti

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera    Penemuan Besar

    Mentari pagi Luxavar bertengger di ufuk timur. Mregelen menimbang secarik kertas di hadapannya. Mereka hampir tidak memiliki benda seperti itu lagi, sehingga keberadaannya merupakan hal yang langka. Dari penampakannya, kertas itu sama seperti kertas lainnya di daratan. Ada stempel Museum Paranis di sudut bawahnya. Di bagian tengahnya terdapat tulisan dan beragam garis saling berpotongan. Judul yang terbaca pada sisi atasnya bertuliskan, “Selubung Kaca Luxavar”.Mregelen masih mengutak-atik tulisan tadi sambil menatap layar di hadapannya. Terlihat dia sudah frustasi dengan secarik kertas tadi. Masih bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba lampu di layar tersebut berkedip. Wajah seseorang tampil di hadapannya.“Likos?” panggil Mregelen penuh harap.“Maaf baru bisa menghubungimu sekarang. Kami sibuk mencari Fibrela kemarin,” kata Likos.“Apa yang terjadi?” tanya Mregelen.“Ada beberapa konflik di sek

Bab terbaru

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   PROLOG LUXAVAR 2

    Tiga atlic berlarian melewati koridor Egarus yang panjang dengan terengah-engah. Mereka tidak tahu apa yang baru saja terjadi pada tubuh mereka. Salah satu dari mereka menyemburkan darah dari mulutnya. Keduanya juga mengalami hal yang sama. Petugas kesehatan di Egarus dan beberapa rokern mengungsikan mereka ke salah satu brankar kosong. Melakukan pemeriksaan dan memindai seluruh pemeriksaan tersebut ke komputer pusat. Tiga rokern segera membawa mereka ke salah satu atlic. Mereka terbaring berdampingan. Wajah mereka pucat dan kedua lubang hidungnya sesekali masih mengeluarkan darah. Salah satu atlic mendekati mereka. “Apa yang terjadi?” tanya atlic dengan pakaian serba biru. Atlic yang masih menyumbat lubang hidungnya dengan kapas menggeleng lemah. Diikuti para pengunjung yang lainnya. “Kami tidak tahu,” jawab salah satu dari mereka dengan suara sengau. “Darahnya tidak berhenti. Kami tidak bisa menahannya.”

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Ayah

    “Kau belum tidur?” tanya Nod. “Nod?” tanya Fibrela. “Aku masih mau membereskan pekerjaan di Balorop. Kau istirahat saja dulu.” “Fibrela, aku hanya ingin menyampaikan satu hal padamu,” kata Nod duduk di samping Fibrela. Fibrela terlihat tidak begitu mengacuhkan ucapan Nod. Dia memandang gambaran grafik pada layar di hadapannya. Salah satu jemarinya menggeser gambar-gambar yang tampil di layar itu. “Aku akan pindah ke Luxavar,” kata Nod tanpa menunggu respons dari Fibrela. Fibrela sentak menghentikan pekerjaannya. Dia memandang Nod seraya mengangkat kedua alisnya. Nod membalas tatapan tidak percaya tadi dengan cengiran kecil. “Kau serius?” tanya Fibrela. “Presiden Trufer memberiku pekerjaan yang lumayan bagus di Luxavar. Jadi kupikir kapan lagi aku bisa hidup senyaman di sini,” jawab Nod. “Dan aku akan kembali menjadi putrimu?” tanya Fibrela. “Jika kau tidak mau, aku bisa mengadopsi atlic lain,” kata Nod santai.

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Mengepel Balorop

    Dalam suatu ruangan remang di suatu tempat di Luxavar, duduk seorang laki-laki paruh baya dengan seorang remaja muda di dekatnya. Seorang anak yang lebih muda berada di hadapan mereka dalam posisi bersujud.“Maaf, aku tidak menjalankan misi ini dengan baik,” kata anak itu. Wajahnya yang tirus dan pucat menunduk tak berani memandang pria itu secara langsung.“Sudahlah… kemarilah,” pinta pria tadi.Anak itu berdiri dan duduk di dekat pria paruh baya itu. Dia meraih tangan anak itu sambil berbicara, “Kuberikan lagi kau kesempatan. Aku harap kau tidak mengecewakanku kali ini.”Anak tadi memandang pria itu seakan mendapat harapan baru. Pemuda di sampingnya menatap tajam.“Bagaimana bisa kau menyia-nyiakan kesempatan yang begitu besar, Edvard?” tukas pemuda itu.“Jibethus, diamlah!” hardik pria itu sekejap membungkam keluhan Jibethus. “Kau juga sudah gagal menjalankan misi in

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Perdamaian

    Di pagi hari keesokan harinya Fibrela mulai kembali membaik. Demam sudah turun. Sesaknya perlahan berkurang. Jemari yang tergenggam dalam cengkeraman Nod sesekali dieratkan.“Fibrela? Kau dengar aku?” tanya Nod mengamati wajah Fibrela lekat-lekat.Fibrela mengerlipkan pelupuk matanya, berusaha mengumpulkan semua tenaga untuk bangun. Dia menggerakkan kedua tangannya dan mencoba menyingkirkan semua benda asing yang berada di tubuhnya. Matanya menyipit ke arah cahaya terang yang terpancar dari jendela kaca di sampingnya.“Fibrela, Tidak apa-apa. Kau di sini. Kau bersamaku,” ucap Nod pelan saat Fibrela menoleh ke arahnya.Fibrela kemudian mengamati sekelilingnya bertanya-tanya. Dia langsung memberontak saat menyadari sekujur tubuhnya dipenuhi kabel dan selang. Tangannya sentak menyingkirkan benda-benda asing tersebut. Para perawat mendekatinya berusaha mencegah tindakan melukai dirinya tersebut. Fibrela berhasil menarik selang makan ya

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Penyesalan

    “Sesungguhnya kau tidak perlu memercayai Edvard jika dalam hatimu saja kau sudah percaya pada Fibi,” kata Brevis ketika rekaman yang disaksikan Nod berakhir.“Apakah semua ini benar?” tanya Nod pada Louie.Louie mengangguk.Nod mengusap air matanya yang sudah bergulir lagi. Sebuah bongkahan es telah membeku dan menyedat kerongkongannya, membuat dirinya begitu kesusahan bernapas.Semestinya dari dulu Nod tahu kalau Fibrela bukan pembunuh seperti yang dikatakan Edvard dan orang-orang. Bukan itu saja. Fibrela adalah Atlic yang mencoba menyelamatkan istri dan anaknya, meski gagal. Semua menyayangkan hal tersebut. Seharusnya Nod tidak menganggap Fibrela sebagai pembunuh. Dia sudah berusaha. Itu yang semestinya dipikirkan Nod. Fibrela hanya mencoba menebus penyesalannya dengan melakukan perbuatan baik itu.Istrinya tidak mati sia-sia. Begitu pun putrinya. Mereka tidak mati percuma. Ada gadis kecil di Luxavar yang memperjuang

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Masa Lalu

    Likos melangkah ke arah Nod dan Louie dari ujung lorong rumah sakit dengan membawa sekantung makanan. Tidak ada kursi di depan ruang rawat intensif karena tempat duduk sudah disediakan di tempat yang lebih jauh. Jadi mereka hanya bisa menunggu di lorong itu dalam keresahan. Lampu rumah sakit mencetak bayangannya ke arah yang lebih gelap. Nod masih merundukkan kepala memeluk kedua kakinya yang masih basah. Tidak membiarkan secercah cahaya pun menyentuh wajahnya. Pakaiannya hampir kering, tapi masih lembap.“Makanlah, sedikit,” ucapnya sambil menyodorkan bungkus makanan yang dibawanya ke hadapan Nod yang masih termenung dalam.Sapaan Likos seperti angin yang menerpa puing-puing kesedihan yang telah diluluhlantakkan akal sehat itu. Kekalutan memperkeruh pikirannya hingga dia hampir tak menyadari keberadaan Likos yang beberapa menit lalu muncul di sampingnya. Apa yang telah terjadi atau apa yang semestinya dilakukannya? Dia berharap ingatan ini bisa sejenak saj

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Berjuang Hidup

    Nod kembali menelusuri lorong yang sama, memasuki ruang kerja Edvard yang sudah terbuka. Ruangan dan lorong itu sudah dipenuhi air. Nod menghirup udara terakhir yang masih tersisa dari langit-langit dan berenang melintasi bingkai pintu yang melengkung. Dia bisa melihat Brevis di samping Fibrela berusaha membuka ikatan yang mengerat kedua tangan Fibrela.Gelembung udara keluar dari mulut Fibrela. Matanya masih terbuka mencoba menyelamatkan diri dengan sisa-sisa udara di parunya. Entah sudah berapa lama dia terendam air. Nod meraih pisau yang dilemparnya ke sudut ruangan itu. Dia bisa melihat Louie dan Brevis masih mencoba menarik kawat itu.Pisau tadi segera diarahkan ke kawat yang mengerat tangan dan kaki Fibrela. Nod memberi isyarat pada Brevis untuk keluar lebih dulu sebelum dia mati lemas di dalam air. Brevis segera berenang keluar setelah semua kawat yang mengikat Fibrela lepas, disusul Nod dengan tubuh Fibrela yang sudah tak meronta.Nod tahu dia sudah tak

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Lobus Kaca

    Sandaran kursi yang menindih Fibrela kini hampir mencekiknya. Dudukan yang keras itu menimpa sebelah tungkainya, menggeseknya dengan keras hingga jemari kakinya membiru sekarang. Posisi tubuhnya tampak begitu menyedihkan. Fibrela mencoba mengerang dengan hembusan panjangnya. Giginya gemeretak hebat.Nod membenarkan kursi Fibrela dan memposisikan duduknya seperti semula. Dia merasa sedikit iba melihat sekujur tubuhnya kini bersimbah darah. Namun dia juga tidak berdaya memutuskan mengakhiri penderitaannya.Meski begitu, Fibrela membalas ucapan Nod dengan tawa. Nod mengernyit heran. Fibrela tak berhenti tertawa. Mengapa dia masih tertawa walau dalam keadaan mengenaskan seperti ini? Apakah Fibrela menganggap urusan kematian ini hanya permainan belaka? Dia sangat kesal berada dalam situasi seperti ini.Edvard di sampingnya tersenyum ringan. Dia terlihat tidak mau kalah dengan menimpal perkataan, “Kau tidak perlu menunggu dia menjelaskannya padamu, Nod. Kau hany

  • Luxavar, Negeri di Dasar Samudera   Kenyataan yang Terungkap

    Nod mendapati dirinya terbangun di atas kursi besar. Kawat tipis melingkari pergelangan tangan dan kakinya, membuat tubuhnya tak berdaya berkutik. Nod berusaha memandang ke segala arah untuk menerka keberadaannya. Lagi-lagi dia mengutuki dirinya yang begitu sial sampai tertangkap berulang kali.Suasana seperti ini tampak tak asing. Ini ruangan yang pernah ditunjukkan Fibrela padanya. Bau wewangian yang khas mengingatkannya pada saat-saat dia bertemu dengan rokern cantik buatan Edvard. Ini bau pelembap kulit rokern. Dia ingat betul bau ini.Kepalanya terasa nyeri setelah menghantam tanah tadi. Nod sadar kalau mereka mereka tidak memiliki banyak waktu untuk menyelamatkan diri. Sudah berapa lama dia tidak sadar. Matanya menatap ke segala arah.“Fibrela?” panggil Nod.Nod melihat Fibrela di sampingnya juga sudah sadar. Dia diikat di kursi dengan jenis yang sama dengan Nod. Pandangan Fibrela datar tanpa mimik. Benturan keras saat di yunish menyorak

DMCA.com Protection Status