Share

Bab 20

Penulis: Rahma La
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu bicara dengan siapa, Ani?"

Aku langsung mengambil ponsel yang ada di tangannya. Ani tampak terkejut sekali dengan kehadiranku.

"Kamu ngapain?" tanyanya sambil berusaha mengambil ponsel miliknya.

"Kamu yang ngapain. Ngomongin apa kamu, hah?!"

Ah, teleponnya langsung dimatikan. Pasti lawan bicara Ani mendengar pertengkaran kami barusan. Aku menepuk dahi, bisa-bisanya aku ceroboh begini.

Buru-buru aku membuka riwayat telepon di ponsel Ani. Dari kontak dengan nama huruf asing. Aku menoleh ke Ani yang terlihat tidak peduli.

"Ini siapa, Ani?"

"Gak tau."

Astaga. Menyebalkan sekali dia. Aku mengurut kening, tidak paham lagi dengan yang dikatakan oleh Ani.

"Terus tadi kamu bahas apa sama orang ini?"

Aku menelepon kontak itu balik, terdengar nada sambung. Ani tampak biasa saja, dia tidak melarangku sama sekali.

Ah, pantas Ani biasa saja. Ternyata, telepon ini tidak diangkat. Aku mengembuskan napas kasar.

"Kamu kan yang letakin ini di mobilku? Ngaku kamu."

Ani langsung mengambil amp
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 21 (POV ANI)

    "Kamu mau kemana, Ani?" Langkahku terhenti mendengar pertanyaan dari Ibunya Mas Reyhan. Aku menatap wanita yang selama ini selalu bergantung dengan keluarga kami. Juga yang membuatku berubah. "Ada urusan.""Urusan apa, hah?! Lebih baik kamu jagain bayi kamu aja. Ngapain malah keluyuran gak jelas."Lihat. Betapa menyebalkan Ibunya Mas Reyhan. Aku menggelengkan kepala. Padahal sudah siap."Si bayi sama aku aja, Ma. Aman. Mbak Ani mau beli makanan sebentar."Kami menoleh ke Nisa yang baru datang. Dia membisikkan sesuatu ke Ibunya itu. Sementara aku hanya memperhatikan. "Oke. Jangan lupa makanannya. Awas kamu pulang malam-malam." Ibunya Mas Reyhan melotot ke aku. "Gak janji," jawabku ketus. Buru-buru aku keluar dari rumah. Sebelum Mamanya Mas Reyhan berubah pikiran. Aku melirik jam tangan. Masih agak lama sebenarnya. Aku memesan ojek online. Menunggu di depan rumah. "Mbak!"Mendengar itu, aku menoleh. Nisa menutup pintu rumah, kemudian melangkah mendekatiku. "Jadi, Mbak habis ini

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 22

    "Apaan sih daritadi Ana, Ani? Siapa itu?""Eh?"Aku menatap Ariel yang juga menghentikan langkah di sebelahku. Kami belum masuk ke dalam gedung. Perhatian Ariel juga terhenti ke poster. Pria yang kumaksud adalah Ariel sendiri. Sementara wanita yang berfoto di sebelahnya sangat mirip dengan Ani. "Haduh, ngelama-lamain aja. Saya gak main-main kali ini. Bisa aja saya pecat kamu. Jangan ngerasa kamu bisa bebas kerja sama saya."Mampus. Ariel melangkah masuk ke dalam gedung duluan. Wajahnya tampak memerah. Aku mengusap kening, ini bahaya sekali. Buru-buru aku mengikuti langkah Ariel. Dia tampak marah sekali padaku. "Maaf, Riel. Tadi saya cuma nebak aja."Langkah Ariel terhenti. Dia mengembuskan napas kasar, kemudian menoleh padaku dan menggelengkan kepala."Saya kira kamu bekerja itu bisa profesional. Ternyata salah, bukan profesional. Kamu tidak lebih dari orang-orang di luar sana yang tidak berpendidikan."Wow. Aku mundur satu langkah mendengarnya. Berani sekali Ariel bilang begitu p

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 23 (POV ANI)

    "Selamat malam semuanya. Apa kabar?"Aku tersenyum cerah, mengedarkan pandangan. Mencari Mas Reyhan. Ah! Ketemu juga. Dia tampak menganga. Sepertinya tidak percaya dengan keberadaanku di sini. Memang aku tampak berbeda sekarang dengan make up dan pakaian seperti ini, tetapi pasti dia mampu mengenaliku. Apalagi dengan nama asli dan kepanjanganku. Semua pengunjung menjawab sapaanku. "Tunggu sebentar!"Ketika aku hendak berbicara lagi, Bang Ariel menahan perkataanku. Dia melambaikan tangan, kemudian naik ke atas panggung. "Adek." Bang Ariel memelukku, membuat suasana beberapa saat ramai. Aku melirik Mas Reyhan. Kemudian tersenyum miring dan membalas pelukan Bang Ariel. Kami memang sudah lama sekali merencanakan ini semua. "Gimana? Siap?" tanya Bang Ariel sambil berbisik padaku. "Harus siap, dong." Aku tersenyum, membuat Bang Ariel melepaskan pelukan. Kami kembali mempersiapkan diri. Aku menoleh sebentar ke Bang Ariel yang menganggukkan kepala dan tersenyum. "Baik. Perkenalkan

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 24

    "Dasar tidak punya hati!"Hampir saja aku meninju abangnya Ani itu. Napasku tersengal. Merasa dipermainkan. Pandanganku berpindah antara si Ariel dan Ani. Mereka sama-sama menyebalkan. Sudah mempermalukanku di depan banyak orang, sekarang faktanya membuatku tercengang. "Tidak punya hati?" Ariel tertawa mendengar perkataanku barusan. Dia terlihat puas sekali mentertawakanku. "Iya! Apalagi, hah?! Dasar menyebalkan." Aku mengepalkan tangan. "Mari kita bicarakan sifat aslimu. Mau dibongkar di sini?"Aku memperhatikan sekitar. Ada beberapa rekan kerja dulu. Mereka saling berbisik. Mampus, hancur sudah semua karierku. Namun, mereka jauh sekali, tentu saja tidak akan terdengar karena ini ruangan khususMereka enak sekali mempermalukan begini. Aku mengembuskan napas kasar. Ini sama sekali tidak lucu. "Aku tunggu kamu di rumah, Ani.""Oh. Tidak ada tanggung jawabnya?" Ariel melipat kedua tangannya. Biarkan sajalah. Aku mengabaikan pria itu. Memilih untuk keluar ruangan khusus. "Jujur s

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 25

    "Astaga, Bu." Aku menghela napas pelan. Ibu benar-benar mengagetkanku. Sudah kaget karena kedatangan Ani dan rombongan, dikagetkan juga dengan Ibu. "Bukan apa-apa, Bu.""Apanya? Tadi Ibu liat sendiri. Si Ani sama orang-orang yang pakai pakaian misterius. Dia kenapa lagi, hah?!"Ibu benar-benar menyebalkan. Aku mengurut kening. "Kenapa si Ani? Mana bayi kamu? Jangan-jangan—"Ibu langsung masuk ke dalam kamarku. Tidak ada lagi bayi kami. Aku sudah pasrah. Entah kenapa, perasaanku berbeda sekali sekarang. Ini lucu, aku baru merasakannya sekarang. Apakah ini yang dinamakan penyesalan selalu datang terakhiran? Ah, aku mengempaskan tubuh ke sofa. "Mana bayi kamu, Reyhan?!""Dibawa Ani." Aku menjawab pelan, sambil melirik Nisa yang duduk di sebelahku. "Hah?! Kamu itu udah gila, Reyhan? Bisa-bisanya kamu kasih bayi itu ke si Ani. Mana lagi wanita itu? Dia itu menyebalkan sekali.""Besok aku susul, Bu. Jangan marah-marah. Udah malam, nanti tetangga dengar."Ibu tetap saja menatapku marah

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 26

    Buru-buru aku beranjak dan melangkah menuju ke tempat duduk Ani dan pria itu. Aku sama sekali tidak terima melihat itu. Dia memang akan bercerai denganku, tetapi tidak jalan berdua dengan pria lain juga, kan?"Ani!"Mereka menoleh. Ani memasang wajah tidak peduli. Sementara pria itu terlihat risih ketika aku memegangi tangan Ani. Menyuruhnya beranjak. "Kamu sama siapa, hah?! Jalan sama laki-laki lain. Ingat, status kamu itu masih istri aku!" Wajahku memerah melihat Ani diam saja. "Heh! Kamu dengar atau tidak? Jangan sampai membuatku kesal, ya.""Ini siapa? Kayak orang gila tiba-tiba datang." Pria itu akhirnya berkomentar. Aku memang menunggunya berbicara sejak tadi."Saya suaminya. Jangan sok bareng sama dia. Saya gak terima.""Haduh, ini cowok kayaknya gak tau diri banget, ya."Eh? Aku menoleh ke belakang. Menelan ludah melihat Ariel yang berdiri di belakangku. Dia terlihat sekali kesal. "Ngapain di sini? Gak punya malu lagi? Sampe bilang kayak gitu lho.""Sa—"Aduh, aku kehabisa

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 27

    Iya, sakit. Aku menghela napas pelan. Kami melangkah keluar bersama. Sesekali, aku melirik Ani. "Aku mau ketemu sama bayi kita.""Untuk apa?" tanya Ani pelan. Dia memalingkan wajah dariku. "Dia anakku juga."Ani menganggukkan kepala. Sepertinya, dia sedang memikirkan permintaanku. Semoga saja mau. "Oke. Nanti malam kita ketemu. Atur aja. Nomor masih yang lama."Dengan elegan, Ani masuk ke dalam mobil. Aku mengembuskan napas lega. Pokoknya, aku harus bisa membuat Ani kembali lagi ke rumah. Apalagi dia kaya raya sekarang. Aku mengendarai mobil dengan senyum. Semoga saja Ani mau kembali lagi denganku. Agar hidup tidak terlalu berat. Apalagi aku belum punya kerjaan lagi sekarang. ***"Nih, ada kerjaan. Mau gak? Dari pada lo nganggur."Aku diam sejenak mendengar perkataan Abdul. Kemudian mengetukkan jemari ke setir. Berpikir panjang. "Kerjaan apa? Kalo gajinya kecil gue gak mau.""Aduh, jangan cari gaji yang besar dulu sekarang. Yang penting, lo punya kerjaan, punya pemasukan."Mema

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 28 (POV ANI)

    Lucu sekali dia. Aku menggelengkan kepala melihatnya. Sudah pasti ada alasan lain. Tidak mungkin dia murni ingin bertemu dengan bayiku. Ah, lelucon yang wow. Aku menghela napas pelan. Menatap bayiku yang tenang di gendongan pria yang masih berstatus suamiku itu. "Kamu betul gak mau kembali lagi bersamaku, Ni?" tanyaku pelan. "Sudah kubilang berapa kali? Itu hanya ada di mimpi."Sudah waktunya. Aku melirik jam tangan. Kemudian menoleh ke anak buah Bang Ariel. Mereka mengambil bayiku dari gendongan Mas Reyhan. "Eh? Apa-apaan ini, Ani?" tanyaku sambil melotot padanya. "Waktunya sudah selesai, Mas. Kamu tidak akan bisa membujukku untuk memberikan waktu lagi."Aku melangkah pergi, sementara Mas Reyhan terus memanggil, membuat beberapa pengunjung lain menatap kami. Bodo amat. Aku terus melanjutkan langkah. Bang Ariel sudah ada di dalam mobil. Kami meninggalkan restoran itu. "Apa yang dia mau dari kamu?" tanya Bang Ariel sambil memakai kacamatanya. "Banyak. Termasuk bayi ini."Bang

Bab terbaru

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 36

    "Boleh aku masuk, Mas?!" tanya Ani membuatku menelan ludah. Buru-buru aku menggelengkan kepala. Aku tidak mau kalau Ani sampai ketemu dengan Mama dan Mama malah meminta uang pada nya. Tau sendiri kan Mama itu bagaimana watak nya. Aku sudah lelah menghadapi Mama. Apa lagi Ani. Pasti Mama juga akan melakukan hal itu pada Ani. Meskipun saat ini, Mama sudah tau kalau Ani bukan lah istriku lagi, tetapi tetap saja. Pasti dia akan melakukan hal yang aneh-aneh pada Ani dan aku tidak mau kalau hal tersebut sampai terjadi. "Eh?! Aku tidak boleh masuk ke rumah kamu, Mas?!" tanya Ani dengan tatapan terkejut. Tatapanku terhenti ke Ani. Kemudian menggelengkan kepala kembali. Ya, Ani tidak boleh sampai masuk ke dalam rumahku. Ani tampak sekali kalau kebingungan. Akhir nya, aku keluar dari rumah, kemudian menutup pintu rumah. Kami mengobrol di luar. Sebenarnya tujuan Aku adalah agar Mama tidak mendengar percakapan aku dan juga Ani saat ini. "Apa yang terjadi, Mas?" tanya nya pelan. "Aku tidak

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 35

    "Kamu bisa kan bicara dengan aku besok, Rey? Ini penting banget. Aku butuh banget buat bicara sama kamu."Huft, baik lah, aku akhir nya menganggukkan kepala, bisa saja sih aku menuruti kemauan nya Abdul untuk bertemu besok. Meskipun sejujur nya aku tidak tau apa yang ingin dibicarakan oleh Abdul padaku, apa lagi ini kata nya tentang si Ani. Memang nya dia mau membahas apa soal Ani? Apa kah ada yang mendesak sekali ya?"Rey? Kok kamu malah diam sih? Aku benar-benar butuh jawaban kamu, Rey.""Iya, aku bisa. Kamu kabarin aja besok gimana nya.""Bagus deh kalau kayak gitu, soal nya ini penting banget dan jujur aja aku takut kalau kamu nanti malah jadi gak dapat informasi tentang ini."Sepenting apa berita yang ingin dibicarakan oleh Abdul? Hmm, jujur saja aku penasaran sekali, tetapi ya sudah lah. Memang sudah seharus nya kami bertemu dulu. "Boleh deh, kita langsung ketemuan saja besok ya. Aku bakalan usahain buat langsung ketemu sama kamu."Ya semoga saja besok tidak terlalu banyak ke

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 34

    "Abang sakit keras? Dan gak bilang ke Nisa? Kenapa, Bang?""Nis, kamu—""Apa, Bang? Abang mau nyembunyiin semuanya dari aku?" Ah, aku tidak sanggup menatap Nisa. Dia menggelengkan kepala, tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Aku menggigit bibir, apa lagi yang harus aku jelaskan pada Nisa?Surat hasil pemeriksaan itu ada di tangan Nisa. Aku mengembuskan napas pelan, tidak ada gunanya lagi membela diri sendiri. Nisa sudah tahu semuanya sekarang. Bahkan, sebelum aku memberitahukannya sendiri. Semuanya sudah terungkap, secepat ini."Apa?! Abang mau bela diri kayak mana lagi? Surat ini udah ada di tangan aku, Bang. Hasil pemeriksaan yang betul-betul menerangkan kalau Abang sakit keras!""Ssttt ..." Aku langsung menoleh ke pintu, takut Mama mendengar teriakan Nisa. Semoga saja Mama tidak mendengarnya. "Kenapa sih, Bang? Abang kenapa? Kenapa nyembunyiin ini semua dari Nisa? Dari Mama?"Kenapa? Aku menggelengkan kepala. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku seka

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 33

    "Hah? Menikah?!"Tubuhku seketika kaku mendengar perkataan Bang Ariel. Dia serius atau sedang bercanda? Pandanganku teralih ke Ani yang terdiam. Dia serius akan menikah dengan orang lain? Kenapa dia tega sekali padaku? Padahal awalnya dia sudha berjanji akan memikirkan tentang aku yang menawarkan untuk rujuk. "Kamu—""Iya. Aku akan segera menikah, Mas. Itu undangannya, kamu bisa lihat sendiri." Ani langsung memotong ucapanku. Sungguh aku tidak menyangka dengan ucapan Ani. Aku menatapnya, kemudian pandanganku teralih ke undangan yang diletakkan di atas meja, mengambilnya. "Ini, ambil undangannya, Mas."Ani tersenyum padaku. Dia seperti tidak punya beban memberikan undangan itu padaku. Aku menghela napas pelan, kemudian perlahan mengambil undangan yang diberikan oleh Ani. "Sudah dari kemarin aku hendak mengantarkannya ke kamu, Mas. Hanya belum ada waktu, tadi niatnya mau ke rumah kamu, ternyata kita malah ketemu di sini."Aku menatap undangan yang diberikan Ani. Gino nama calon sua

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 32

    Karma? Aku mengembuskan napas pelan, apakah benar karma itu ada? Kalau benar karma itu ada, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku menatap datar ke depan, ini benar-benar di luar dugaan. "Pak?""Eh iya." Aku langsung terkejut mendengar panggilan dokter. Kemudian tersenyum tipis. "Jadi saya harus bagaimana ya, Dok?" tanyaku pelan, aku sendiri tidak yakin apa yang harus aku lakukan sekarang. Dokter menjelaskan apa yang harus aku lakukan. Dapat uang dari mana untuk semua pengobatan ini? Aku menghela napas pelan, ini benar-benar buruk. "Terima kasih, Dok." Aku tersenyum tipis, beranjak dari kursi. Langkahku lunglai sekali sekaranf, sungguh ini benar-benar di luar dugaan. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Biaya rumah sakit kalau aku melakukan pengobatan akan mahal sekali. Kalau tidak diobati, kasian Mama dan Nisa. Bagaimana mereka akan hidup tanpaku nanti? Ah, aku mengusap wajah kasar, kesal dengan keadaan sekarang. Kenapa pula penyakit ini muncul di saat yang tidak tepat?Bru

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 31

    "Aku ingin rujuk kembali denganmu, Ani.""Hah?!" Ani tampak terkejut sekali mendmegar perkataanku barusan. Dia sepertinya tidak menyangka aku akan mengatakan hal itu. "Apa jaminan kamu mengatakan itu, Mas? Sementara ada kehidupan yang lebih baik dari pada bersama kamu?" tanya Ani pelan, dia menundukkan kepalanya. Aku mengembuskan napas pelan, mau bagaimanapun juga aku tidak akan bisa memaks Ani untuk kembali lagi padaku. Namun, aku masih mencintainya dan aku ingin dia kembali padaku. "Ani?" Aku menggenggam tangannya, ada sentakan halus yang terjadi saat tanganku menyentuh tngannya. "Kamu kaget?" tanyaku pelan. "Sedikit." Dia mengembuskan napas pelan. Jantungku berdetak kencamg, aku ingin berubah dengan memperbaiki hubungan ini. Memperbaiki rumah tangga kami. "Aku butuh jawaban kamu, Ni."Perlahan, Ani mengangkat pandangannya, menatapku. Ada raut sendu di wajahnya. "Apa jaminan kalau aku kembali padamu, Mas?" tanyanya pelan. Jaminannya? Aduh, aku tidak memikirkan hal itu seb

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 30

    Meskipun harus merelakan semuanya, aku tetap bersyukur, karena Mama bisa tertolong dengan bantuan Ani. "Bang, Mbak Ani baik, ya."Iya. Dia memang baik. Aku menatap Nisa, kemudian menganggukkan kepala. "Gak kebayang kalo gak ada Mbak Ani. Mama pasti—""Sstt ... kamu jangan kasih tau apa-apa ke Mama dulu, ya nanti. Jangan sampai kabar buruk ini sampai ke telinga Mama di kondisi yang gak baik kayak gini."Adikku itu terdiam. Dia akhirnya menganggukkan kepala. Beberapa detik, aku menghela napas pelan, kemudian menyenderkan punggung ke kursi. Ini berat sekali. Persyaratan yang diberikan Ani benar-benar menyiksa. Namun, aku tidak bisa apa-apa. Aku memang tidak berguna."Maafkan aku, Ani, Ma."***"Mama kenapa di sini?" Aku berdiri, mendekati Mama yang tampak kebingungan. "Mama sakit.""Terus? Aduh." Mama meringis, membuatku membantunya beranjak dari posisi tiduran. Mama tidak banyak berbicara. Sekarang justru tampak aneh. Aku menoleh ke Nisa yang sibuk dengan ponselnya. "Mama mau

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 29 (POV ANI)

    "Kita berangkat sekarang, Bang."Aku mengambil tas di atas meja. Kemudian merapikan pakaian. Yakin sekali ini akan menjadi momen menarik. "Masih gak nyangka adek Abang punya ide seebat ini."Bang Ariel mengacak rambutku. Kami melangkah keluar rumah. Mama pasti sudah tidur, tidak usah pakai izin. Aku menghela napas pelan, menyenderkan punggung. Mas Reyhan sudah mengirimkan alamat rumah sakit padaku. Pasti dia juga tidak akan percaya dengan pemikiranku yang hebat ini. "Abang gak sabar liat ekspresi dia."Sebenarnya, ini tidak ada di rencana kami, tapi sudah terlanjur. Sekalian saja. Ini lebih mudah sebenarnya. "Sama. Dia bakalan ngerasain apa yang aku rasain, Bang."Ya. Mas Reyhan harus merasakannya. Tenang saja, Mas, permainan baru saja dimulai. ***"Akhirnya Mbak datang juga. Aku dari tadi nungguin Mbak."Aku tersenyum ke Nisa. Dia sudah baik sekali padaku. Meskipun aku tidak akan membantu dengan mudah, tapi kalau tidak ada Nisa, mungkin aku tidak akan mau menawarkan penawaran

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 28 (POV ANI)

    Lucu sekali dia. Aku menggelengkan kepala melihatnya. Sudah pasti ada alasan lain. Tidak mungkin dia murni ingin bertemu dengan bayiku. Ah, lelucon yang wow. Aku menghela napas pelan. Menatap bayiku yang tenang di gendongan pria yang masih berstatus suamiku itu. "Kamu betul gak mau kembali lagi bersamaku, Ni?" tanyaku pelan. "Sudah kubilang berapa kali? Itu hanya ada di mimpi."Sudah waktunya. Aku melirik jam tangan. Kemudian menoleh ke anak buah Bang Ariel. Mereka mengambil bayiku dari gendongan Mas Reyhan. "Eh? Apa-apaan ini, Ani?" tanyaku sambil melotot padanya. "Waktunya sudah selesai, Mas. Kamu tidak akan bisa membujukku untuk memberikan waktu lagi."Aku melangkah pergi, sementara Mas Reyhan terus memanggil, membuat beberapa pengunjung lain menatap kami. Bodo amat. Aku terus melanjutkan langkah. Bang Ariel sudah ada di dalam mobil. Kami meninggalkan restoran itu. "Apa yang dia mau dari kamu?" tanya Bang Ariel sambil memakai kacamatanya. "Banyak. Termasuk bayi ini."Bang

DMCA.com Protection Status