"Bebaskan aku dari pernikahan ini, Abah!" Ucap Najma dengan penuh keyakinan.Duaarrrr!!Bagai disambar petir di siang bolong. Hamdan seolah kehilangan semua tenaganya setelah mendengar ucapan Najma. Ketakutan yang tadi muncul kini menjadi kenyataan. Kenapa harus ini yang dipinta Najma? Hamdan menggelengkan kepalanya sambil menunduk menatap lekat pada wanita yang baru saja meminta cerai darinya."Jangan bercanda, Umma!" Sanggahnya menolak untuk percaya akan keseriusan ucapan sang istri pertama."Aku tak sedang bercanda, Abah." kata Najma sambil mengangkat kepalanya dari pangkuan Hamdan. Kemudian wanita berdiri dan melangkah menuju pembatas rooftop, memandangi suasana kota dari ketinggian di bawah langit yang mendung. Sedangkan Hamdan tetap berada di posisi semula dengan pikiran yang berkecamuk."Aku sudah pikirkan ini dari jauh-jauh hari. Aku sudah mantap dengan permintaanku ini, Abah." ujar Najma."Kenapa harus seperti ini, Umma?" Lirih Hamdan."Mungkin jodoh kita hanya sampai di sini
Hamdan pulang dengan wajah lesu serta penampilan yang kusut. Niatnya tadi Hamdan ingin membujuk Najma, tapi nyatanya setelah kembali ke hotel Najma sudah tidak ada di sana, menurut resepsionis Najma sudah cek out lebih dulu. Hamdan tak putus asa, ia pulang ke rumahnya bersama Najma, tapi rumah itu kosong melompong bahkan lampunya pun tak ada yang menyala. Salwa yang melihat penampilan Hamdan yang sangat buruk merasa heran sekaligus bertanya-tanya, ada apa dengan suaminya ini. Padahal sebelumnya Hamdan selalu berpenampilan rapi."Abah kenapa?" Tanyanya. "Najma ..." Hamdan tak mampu untuk melanjutkan perkataannya, hatinya terasa begitu sesak dan lidahnya seolah tak sudi untuk mengatakan perihal permintaan Najma yang begitu menyakitkan itu. "Ada apa dengan mba Najma, Abah?" Salwa semakin penasaran."Najma ... minta cerai, Ummi." kata Hamdan lirih dengan kepala yang semakin menunduk.Salwa terbelalak, "Cerai?"Hamdan mengangguk membuat Salwa terdiam karena keterkejutannya. Perlahan ter
"Abah, kenapa sering melamun? Lagi mikirin mbak Najma?"Sudah tahu jawabannya, tapi Salwa masih tetap menunggu jawaban dari Hamdan. Wanita itu merasa terabaikan karena sang suami sering melamun dan lebih banyak diam, bahkan jarang konek jika di ajak ngobrol.Terhitung sudah satu Minggu lebih Najma pergi, sampai sekarang tak ada kabar apapun dari wanita itu membuat Hamdan semakin takut. Takut di tinggalkan oleh Najma. Tadi Salwa mencari-cari keberadaan Hamdan, pasalnya sejak pulang kerja Hamdan tak terlihat di tempat biasanya lelaki berada, hingga akhirnya Salwa menemukan Hamdan di ruang kerjanya."Abah, ih! Abah boleh sedih karena mbak Najma minta cerai, tapi gak harus mengabaikan aku gitu juga kali! Aku butuh perhatian Abah. Lagian Abah hanya kehilangan satu istri kan, sedangkan aku tetap ada sama Abah kok. Aku lagi hamil, Bah. Aku butuh perhatian Abah."Hamdan menghela nafas pelan, kemudian ia tatap Salwa sesaat, "Ummi, please biarkan Abah menenangkan diri beberapa waktu ini, sambi
(Salwa adikku. Aku turut berduka cita atas kepergian ibu. Aku turut bersedih akan kepergian ibu yang tiba-tiba. Maaf aku tak bisa hadir ke pemakan ibu karena aku sedang berada di tanah suci. Semoga segala amal ibadah ibu di terima, diberikan tempat terindah disisi-Nya dan diampuni segala dosa-dosanya. Dan semoga kamu diberikan ketabahan, kesabaran, serta keihklasan atas kepergian beliau.)Najma hanya bisa mengirimkan pesan itu kepada adik madunya. Dia mendapatkan kabar perihal kepergian ibu Salwa dari tetangganya yang menghubunginya. Sungguh Najma begitu terkejut akan kepergian ibu dari madunya yang begitu mendadak, padahal selama ini Najma tak pernah mendengar perihal sakitnya ibu Salwa. Ia sedikit mendengar cerita dari tetangganya asal muasal kepergian ibu Salwa, yang mana tetangganya tersebut mendengar langsung dari cerita asisten rumah tangga Salwa perihal pertengkaran Salwa dan Hamdan serta umpatan Salwa hingga perdebatan Salwa dan ibunya.Sedikit banyak, Najma merasakan sedih ka
Hari ke tujuh kepergian ibu Salwa, dan Hamdan masih tetap sakit sehingga acara tahlilan di pimpin oleh paman Salwa. Tahlilan hari ke tujuh ini tak seperti hari sebelumnya, karena sekarang akan lebih banyak orang yang datang karena Salwa mengundang anak panti di kotanya.Sedangkan para jamaah tahlilan yang lainnya, mereka datang suka rela dengan keikhlasan untuk turut mendoakan almarhumah ibu Salwa. Meskipun mereka hadir tanpa di undang, mereka juga tetap di jamu dengan layak oleh Salwa. Serta di beri bingkisan saat mereka selesai tahlil dan hendak pulang. Sedangkan anak yatim, selain di beri bingkisan makanan, mereka juga mendapatkan amplop dari Salwa membuat anak-anak yatim itu begitu bersyukur dan berkali-kali mendoakan kebaikan untuk almarhumah.Ketidak hadiran Najma mulai dari awal pemakaman hingga hari ke tujuh tentu menjadi pertanyaan di benak setiap warga yang hadir."Mbak Najma sedang pergi umroh, dia sudah meminta maaf karena tak bisa hadir." jawab Salwa ketika salah seorang
"Ku rasa, itu bukan panggilan cinta, Adikku, tapi rasa bersalahnya yang memanggilku, bukan cintanya. Aku tahu cintanya sudah berpaling hampir seluruhnya untukmu."Bukan tanpa alasan Najma mengatakan itu, sebelumnya Hamdan selalu menghubunginya dan meminta maaf padanya, berjanji tak akan mengulanginya lagi, dan itu Hamdan lakukan berkali-kali dan berhenti saat lelaki itu jatuh sakit. Bukankah Hamdan sudah mengakui bahwa cinta lelaki itu tak lagi sebesar dulu, jadi jika sekarang Hamdan sakit dan lelaki selalu memanggilnya maka bisa dipastikan panggilan itu hanya sebagai bentuk rasa bersalah."Aku gak mau tahu, mau panggilan cinta kek, rasa bersalah kek, atau apalah, aku gak mau tahu, pokoknya mbak harus segera pulang dan rawat mas Hamdan. Jangan hanya mau sehatnya saja, sakitnya juga harus kau temani!"Tut"Astagfirullah!" Seru Najma sambil mengelus dadanya saat adik madunya berbicara dengan menyentak padanya.Jangan hanya mau sehatnya saja? Duh, lupakah Salwa bahwa berbulan-bulan laman
Saat sudah tiba di rumah sakit, Najma memarkirkan mobilnya di depan lobi, kemudian ia turun dan memanggil perawat untuk membantunya membawa sang suami. Setelahnya, Hamdan di bawa ke ruang UGD untuk menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.Najma duduk di sebuah kursi tunggu menantikan dokter selesai memeriksa suaminya. Ia berhadap tak ada penyakit serius yang diderita sang suami.Selama menunggu dokter memeriksa Hamdan, Najma menghubungi asisten rumah tangganya mengabarkan kalau dirinya sedang ada di rumah sakit dan kemungkinan tak akan pulang sehingga Najma menitipkan Bilal pada si mbok."Keluarga pasien?" Seorang dokter lelaki keluar dari ruang UGD dan mencari keluarga pasien yang di tanganinya. Dokter bernama tag Fadli tersebut melepaskan kacamatanya dan menyimpannya ke dalam saku jas putih yang dikenakannya.Najma segera bangkit dan menghampiri dokter tersebut, "Saya istrinya, Dok. Bagaimana kondisi suami saya? Apakah ada penyakit yang serius? Haruskah di rawat inap?""Menurut hasil
"Dik, kapan akan menjenguk mas Hamdan? Beliau selalu menanyakan mu." tanya Najma saat panggilan teleponnya terhubung dengan sang madu."Aduh, Mbak, aku lagi hamil muda, dan kehamilanku kali ini tak bisa mencium bau yang begitu menyengat, aku sangat gak suka bau obat-obatan di rumah sakit.""Tak bisakah datang walau hanya sebentar? Dia pasti butuh support darimu sebagai istrinya juga agar mas Hamdan semangat untuk sembuh."Najma merasa kasihan pada Hamdan yang hampir setiap saat selalu melirik ke arah pintu dan mengharapkan kehadiran Salwa di sisinya."Mbak gak akan ngerti kondisiku, karena mbak gak pernah hamil. Aku mual mbak kalau dengar bau yang menyengat, mbak paham 'kan?"Ada yang berdenyut nyeri di dalam sana, lagi-lagi Salwa berkata yang menyakiti hatinya. Kenapa harus kondisi itu yang selalu diungkit? Padahal Najma juga ingin, bahkan sangat ingin mengandung dan melahirkan."Umma, sudah tak usah dipaksa. Kasihan Ummi Salwa kalau di paksa datang padahal dia sedang ngidam.""Baikl
Kamu pantas mendapatkan itu, karena kamu manusia yang tidak tahu diri!" ujar Kinan dengan penuh emosi. "Pergi sebelum aku memanggil satpam untuk mengusirmu! Jangan sampai atasanku keluar dan memberimu sanksi atas keributan yang kau lakukan. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Jangan pernah ikut campur urusanku lagi. Tante hanyalah orang asing yang kebetulan dinikahi papa karena hamil duluan!" Ucapan pedas Maira membuat Kinan semakin naik pitam. "Heh, semakin kurang ajar kamu ya sama orang tua!" Geram Kinan sambil menjambak rambut Maira dari balik kerudung yang dikenakan wanita itu. "Panggil selingkuhanmu ke sini! Gara-gara dia kamu kehilangan Reno dan gara-gara dia kamu semakin tak bisa diatur!" "Aauuwwhh, sakiiiit! Lepasin, Mak lampir! Dasar Gila!" Maira berusaha melepaskan cekalan ibu tirinya pada rambutnya. Sungguh saat ini kepalanya terasa kebas dan kulit kepalanya terasa mau copot. Sontak saja mereka di hampiri orang beberapa orang termasuk para pelayan di restoran tersebu
"Kenapa anak nakal itu belum juga di temukan?!"Entah kemana perginya Laura yang sesungguhnya, sehingga orang punya kuasa sekuat ayahnya saja tak dapat menemukan keberadaannya. Bahkan detektif handal yang biasanya tak pernah gagal dalam misinya, juga tak dapat menemukan keberadaan wanita muda itu. Jangan menemukan Laura, mendapatkan jejak kepergiannya saja tidak.Tuan Derial mulai ketakutan, ia takut kalau Laura di culik oleh musuhnya. Dia adalah pebisnis yang besar, tentu tak sedikit orang yang membencinya, sisi gelap dalam dunia bisnis salah satunya adalah bersaing dengan kotor, dan itu sudah menjadi rahasia umum."Tapi, siapa yang sudah memanfaatkan Laura demi bisa menyaingi ku? Selama lima bulanan ini tak ada yang berusaha menekan atau menyenggol diriku dengan kepala menunduk, dan satu tangan yang memikat pangkal hidungnya. Ia terlalu pusing memikirkan kemana perginya Laura. Ditambah sang istri yang sering jatuh sakit akibat kepikiran kepada putri mereka satu-satunya.Tak mau piki
"Bil, maafkan aku, gara-gara aku kamu jadi korbannya Reno." Kini Bilal dan Maira tengah duduk di sebuah kursi yang terletak di teras minimarket di seberang restoran. Maira memaksa untuk membantu Bilal mengompres wajah lelaki itu yang memar dan mengobatinya. Saat terjadi adu jotos tadi, teman-teman yang semula hanya menonton kini turun tangan untuk memisahkan Bilal dan Reno, begitupun satpam dan kang ojol yang di pesan Bilal. "Gak papa, Mai. Lagian aku memang geram sama lelaki yang beraninya hanya sama perempuan, apalagi sampai main fisik segala. Beruntunglah kamu sudah bebas dari lelaki seperti itu." Jawab Bilal sambil mengompres wajahnya sendiri, karena ia tak mau jika Maira yang melakukannya. Tentu Bilal masih sangat ingat akan batasan-batasan dalam agamanya. Bilal membantu Maira bukan karena apa, tapi ia tak suka saja melihat kekerasan yang dilakukan oleh lelaki kepada perempuan, apalagi kejadian itu tepat berada di depan matanya. Bilal tak bisa untuk pura-pura tak melihat, apa
Kamu gak ada rencana buat pulang, Nak?" Tanya Nafisah saat menghubungi Bilal."InsyaaAllah awal Ramadhan ini Hamdan pulang, Mi, tapi belum tahu pastinya tanggal berapa." jawab Bilal.Satu bulan lagi sudah memasuki bulan Ramadhan, dan tanpa disadarinya sudah empat bulan Bilal bekerja di restoran."Syukurlah kalau begitu. Abi dan Umi sangat merindukan kamu, Nak." ujar Nafisah dari seberang sana dengan raut wajah yang begitu kentara menatap penuh rindu kepada sang putra."Bilal juga sangat merindukan Abi dan Umi. Kalian sehat-sehat kan di situ?""Alhamdulillah, kami semua sehat, Nak.""Alhamdulillah kalau umi dan Abi sehat semua."Setelah mengobrol lama dengan sang ibu, Bilal mengakhiri panggilannya dikarenakan ia sudah tiba di tempat kerjanya. Bilal turun dari angkot setelah membayar ongkos. Dihalaman depan, Bilal berpapasan dengan beberapa rekannya yang juga baru tiba di restoran. Bilal menyapa dengan ramah, dan mereka juga membalas sapaan Bilal tak kalah ramahnya. Namun, ada satu oran
"Halo, Baby, mau aku temani?" Tanya Salwa dengan suara yang dibuat sesensual mungkin di dekat telinga pada salah satu pengunjung yang kini tengah menenggak anggur merah.Salwa kini tengah berdiri di belakang pria itu sambil mengalungkan tangannya pada leher pria itu. Tubuhnya bergerak bergoyang kesana-kemari mengikuti alunan musik DJ yang berputar."Owwhh, yees babyy." jawab lelaki tersebut sambil menarik tangan Salwa dan mendudukkan Salwa di atas pangkuannya.Semenjak kematian sang putri, lebih tepatnya kematian Riko, Salwa tak memiliki ladang uang lagi. Bukannya menyesal atas apa yang menimpa Alifah, tapi Salwa justru semakin menjadi-jadi. Bahkan kini wanita itu bekerja sebagai kupu-kupu malam di sebuah klub terkenal di ibukota. Tanpa ada sedikitpun rasa risih atau malu mengenakan pakaian yang begitu mini dan mencetak seluruh lekuk tubuhnya itu. Bahkan dengan bangganya ia memamerkan tubuhnya pada setiap pengunjung yang datang. Sekalipun usianya tak lagi muda, tapi bentuk tubuh Salwa
"Ini adalah surat pemecatanmu, silahkan ambil gaji terakhirmu dan juga bonusnya. Maaf saya tak dapat membantumu untuk bertahan dalam pekerjaan ini."Sesuai dengan permintaan tuan Derial, jikalau dalam tiga hari Laura belum juga ditemukan, maka Bilal harus dikeluarkan dari kantor ini. Dan saat ini, dengan berat hati Tuan Xavier memberikan surat pemecatan untuk Bilal. Pernah kemarin tuan Xavier berusaha membela Bilal dan berusaha mempertahankan Bilal di perusahaan, tapi tanpa kata, satu proyek besar mengalami kegagalan dan kekacauan. Dan tentu itu menimbulkan kerugian yang fantastis.Dengan berat hati, Tuan Xavier mengeluarkan surat pemecatan untuk Bilal."Tidak apa-apa, Pak. Jangan mengorbankan banyak orang hanya demi satu orang, saya sungguh tidak apa-apa. Saya bisa mencari pekerjaan di tempat lain." jawab Bilal yang berusaha berlapang dada dengan apa yang diterimanya hari ini.Tuan Xavier semakin menatap iba kepada Bilal, "Tapi, namamu sudah di blacklist di seluruh perusahaan manapun
"Kamu tahu kenapa saya memanggilmu kesini?" Tanya Tuan Xavier yang kini sudah berdiri dari duduknya.Berbeda dengan orang yang duduk di depan meja tuan Xavier yang tetap duduk di tempatnya tapi kursinya ia putar agar bila melihat ke arah Bilal."Tidak, Tuan!" Jawab Bilal sambil menunduk."Ada yang ingin bertemu denganmu." ujar Tuan Xavier sambil melangkahkan kakinya menuju sofa.Bilal sontak mendongak dan menatap seseorang yang baru saja memutar kursinya. Lelaki itu! Ya, Bilal masih sangat ingat siapa lelaki yang sedang menatap tak ramah kepadanya tersebut."Dimana kamu menyembunyikan putriku?" Pertanyaan tanpa basa basi tersebut membuat Bilal menyerukan dahinya.Ya, lelaki itu adalah tuan Derial, orang tua dari Laura, yang seminggu yang lalu membuat Bilal babak belur."Putri Anda? Maksud Anda Laura? Kenapa Anda bertanya pada saya?"Tuan Derial yang tak mendapatkan jawaban atas pertanyaan, dan justru di balas dengan pertanyaan pula, seketika amarahnya semakin memuncak. Tuan Derial ban
Hamdan masih terpaku menatap batu nisan dengan tanah yang masih merah di hadapannya. Sekalipun air matanya tak lagi menetes, tapi kesedihan masihlah tergambar jelas di wajah lelaki yang usianya sudah lebih dari kepala enak tersebut. Jika dilihat lebih dekat lagi, kedua sudut mata Hamdan masih basah oleh sisa-sisa air mata.Sungguh, semua ini masih seperti mimpi buruk bagi Hamdan, lelaki itu sangat berharap ada yang membangunkannya dan membuktikan bahwa semua ini hanyalah mimpi. Namun, rintik-rintik hujan yang semakin deras membasahi bumi dan mengguyur tubuhnya membuat Hamdan tersadar bawa semua ini adalah nyata adanya."Om, ayo pulang, hujannya sudah semakin deras!" Ajak Airi yang sejak tadi setia menemani Hamdan beserta kedua orang tuanya."Iya, mari pulang Pak Hamdan, belajarlah mengikhlaskan Alifah, karena dia sudah tenang di sana." sahut pak Herman, papanya Airi."Kalian pulanglah terlebih dahulu, saya masih ingin disini. Terimakasih sudah menemani saya dari tadi." tolak Hamdan t
"Bu, beli es batunya ya, dua," kata Hamdan saat baru pulang dari pertemuannya dengan papanya Laura.Hamdan membeli es batu di warung dekat kontrakannya untuk mengompres wajahnya yang terasa sakit akibat terkena bogeman dua kali dari nak buah tuan Derial."Ini, Mas, 4000 ribu ya." Ibu pemilik warung menyodorkan satu kantung plastik berisi dua es batu yang terbungkus plastik setengah kilo kepada Bilal.Bilal mengambil uang di dalam dompetnya dan menyerahkan uang pecahan sepuluh ribuan kepada pemilik warung, "Ini, Bu, sisanya beli soklin yang 5000 ya Bu, seribunya kasih permen dah." Bilal teringat jika di kontrakannya sudah tidak ada sabun cuci baju. Ya, Bilal memang terbiasa mencuci bajunya sendiri sejak ia remaja.Si pemilik warung mengambilkan pesanan Bilal dan menyerahkannya kepada si empunya. "Itu kenapa wajahnya, Mas? Habis berantem ya?""Gak apa-apa, Bu, ini cuma terjadi kesalahpahaman saja tadi.""Walahh.. Mau heran tapi ini Jakarta, Mas Bilal harus terbiasa ya sama kerasnya kota