Archand bingung harus bagaimana untuk menanggapi keluarganya itu. Dia berharap keputusan yang di buat oleh keluarganya adalah keputusan yang tepat. Meskipun Archand tahu mereka selalu saja mengambil keputusan secara sepihak. Archand merasa sedikit kecewa dengan keluarganya itu. Namun, apalah daya dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusan itu, karena dia juga mencintai gadis yang akan di jodohkan dengannya.
“Gimana, kamu mau kan? Lagian mama lihat kamu cinta kok sama Florensia, pasti sekarang kamu jadian sama Florensia kan?” tanya sang mama.
“Ah mama, harus ada persetujuan Florensia dong. Mama gak bisa bikin keputusan sendiri. Nanti Florensia bisa marah sama aku.” tukas Archand.
“Mama kan udah diskusi sama tante Anantasya, kamu gimana sih, Nak. Yang penting di antara kalian ada kecocokan. Mama pengen banget bisa besanan sama tante Anantasya. Soalnya mama kan udah bersahabat sama tante Anantasya dari kecil.” tukas
Pagi itu Florensia mengetuk pintu kamar Diandra, gadis itu mengetuk pintu kamar sang kakak berkali-kali. Namun, tetap saja dia tak kunjung menerima jawaban apapun dari sang kakak. Hampir satu jam gadis itu berdiri di depan pintu, tapi tak juga menerima respon apapun dari pemilik kamar. Akhirnya Florensia memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Diandra. Gadis itu menggunakan seluruh tenaganya untuk mendobrak pintu kamar sang kakak. Seketika gadis itu kaget saat memastikan kamar tersebut kosong, gadis itu segera memeriksa di setiap sudut dan membuka kamar mandi untuk memastikan keberadaan kakaknya di sana. Perlahan semilir angin memasuki kamarnya melalu jendela yang terbuka. Sehingga meniupkan selembar kertas dan menutupi wajah Florensia. Ternyata Diandra menitipkan pesan melalui selembar kertas itu, gadis itu membaca pesan yang di tuliskan Diandra pada selembar kertas itu. Florensia membacanya dengan teliti. Dia tampak tak percaya dengan keputusan sang kakak.*** 
Diandra berada di sudut kamarnya, gadis itu masih memikirkan adiknya yang diam-diam dia tinggalkan saat gadis itu sedang melaksanakan rutinitasnya setiap pagi. Diandra mencuri kesempatan untuk kabur dari rumahnya sendiri. Dia meninggalkan sepucuk surat kecil di atas meja. Namun, semilir angin telah meniupnya dan membungkam mulut sang adik dengan keberadaannnya di depan wajah cantiknya.Gadis itu hanya menangis karena merindukan adik semata wayangnya. Meskipun tak terlalu dekat, tapi mereka saling merindukan keberadaan satu sama lain. Sejak kecil mereka saling menjaga satu sama lain, terutama Florensia yang selalu menjaga Diandra dengan kelebihannya yang mampu melawan musuh yang siap menyerang kakaknya.Begitu juga dengan Diandra, yang bersedia memenangkan lomba lari saat Florensia kekurangan uang untuk membayar uang semester kuliahnya, saat mereka jauh dari jangkauan orang tua. Mereka memutuskan untuk tidak meminta uang terus menerus kepada orang tua. Apala
Mendengar pernyataan dari gadis itu, bik Narsih pun tersenyum. Seketika dia mengingat putri tunggalnya yang kini sedang bekerja di perusahaan milik keluarga Aldhinara. Namun, hingga sekarang putri tunggalnya itu belum bisa pulang untuk menemui dirinya. Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon. Bik Narsih sangat merindukan keberadaan putrinya itu.Dia berharap suatu saat nanti putrinya bisa pulang menemuinya. Akhir-akhir ini dia selalu saja sibuk dan jarang memberikan kabar ke bik Narsih.“Bibik kenapa diam?” tanya Diandra penasaran.“Bibik gak apa-apa, Non. Bibik hanya rindu dengan putri bibik, sudah lama bibik tidak bertemu dengannya. Bibik sangat rindu.” sahut bik Narsih dengan raut wajah sedih. Tersirat sebuah kerinduan yang mendalam di benaknya. Wanita tua itu berusaha tegar dan menutupi kesedihannya.“Kalau boleh tahu putri bibik bekerja di mana?” tanya Diandra.“Dia bekerja di perusahaan den Archa
Sesampainya di rumah sakit gadis itu bergegas menghampiri ruang depan. Diandra mengabaikan Suci yang masih duduk di dalam mobil untuk membayar ongkos taksi online. Diandra berlari menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas, menurut informasi dari Suci, Florensia di rawat di lantai empat. Setelah sampai kelantai empat gadis itu mengehentikan langkahnya di meja perawat dan menanyakan keberadaan Florensia. Setelah mendapatkan informasi dari perawat Diandra bergegas menuju kamar VIP yang letaknya paling ujung. Diandra membuka pintu ruangan tersebut, dan langsung menangis ketika memastikan bahwa yang terbaring di brankar itu benar-benar adiknya.Diandra berlari mendekati adiknya lalu memeluknya, gadis itu sangat prihatin ketika melihat kondisi sang adik yang sangat lemas, bibir dan kulitnya seketika berubah pucat karena terlalu banyak pikiran. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, ternyata Florensia mengalami kurang darah dan harus secepatnya mendapatk
Archand memasang wajah melas terhadap sang mama, agar mendapatkan perhatian yang sama seperti yang di dapatkan oleh Florensia. Pria itu berharap sang mama masih menyayanginya ketika sang mama sudah mendapatkan menantu sepertinya Florensia. Archand berharap kasih sayang sang mama terhadapnya tidak akan berkurang.“Yang mana sakitnya, Sayang? Sini aku tiupin.” Florensia meraih punggung tangan kekasihnya lalu meniupnya dengan penuh kehangatan. Hal tersebut membuat Renata semakin mengganggumi dirinya. Dia tersenyum menatap wajah Florensia yang terlihat cantik, sudah cantik dia juga merupakan wanita yang baik.“Yang ini, Sayang. Tiupin tolong! Biar sakitnya hilang.” sahut Archand.“Jangan lebay kenapa sih, Florensia itu masih sakit, Nak. Suami macam apa kamu ini? Seharusnya kamu yang dampingin istrimu.” Renata cengegasan, dia berharap suatu saat nanti mereka akan berjodoh dan melangkah ke jenjang pelaminan.“Suami? Kapan aku
Sudah tiga hari Florensia terbaring lemah di rumah sakit, kondisinya sudah mulai pulih dan sudah kembali bertenaga. Florensia sudah bertemu dokter dan sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumahnya. Saat itu gadis itu sedang menikmati makanan dari kekasihnya, dia mencicipi makanan itu dengan lahap, karena kekasihnya menyuapinya dengan porsi yang pas. Bagaikan pasangan suami–istri. Begitulah romantisnya kisah cinta mereka. Mereka hanya berdua saja di ruangan itu. Sementara Diandra, Revan dan Renata sedang menyiapkan kejutan di rumahnya. Archand mengecup kening kekasihnya itu. Gadis itu terlihat cantik dengan rambutnya yang terikat. Archand merawatnya dengan penuh perhatian, dia gak meninggalkan kekasihnya di saat sakit sekalipun. Dia tetap mencoba setia dengan kekasihnya itu. Cinta mereka begitu kuat dan saling menaruh rasa percaya terhadap satu sama lain.“Sayang, kamu mau makan apa nanti? Kalau aku ada waktu kita keluar yuk. Sekalian temani Kak Revan dan Diand
“Archand!” teriak Florensia. “Apa Sayangku? Kalau kangen gak usah teriak-teriak begitu dong, malu di dengarkan mama. Kalau kamu pengen bareng sama aku, yuk! Kita nikah!” ajak Archand yang memengang kue tart dan lagi dia menempelkan krim itu ke wajah mulus milik kekasihnya. Archand berlari kecil seraya tertawa ketika melihat wajah kekasihnya yang terlihat salah tingkah.“Cie-cie.” sorak Diandra, Renata dan Revan serempak. Mereka menyaksikan dua pasangan yang sedang di mabuk asmara itu. Rasanya bahagia ketika melihat keduanya saling mencintai. Revan dan Diandra tak menyangka bahwa adik-adiknya telah tumbuh dewasa dan mampu saling menjaga layaknya pasangan suami istri. Terkadang ada rasa iri saat menyaksikan kebersamaan mereka. Mereka memotong kue tart tersebut dan memberikannya kepada adik-adik mereka. Revan memberikan kue itu kepada Archand adik kandungnya, begitupun juga dengan Diandra. Dia memberikan kue tart itu kepada Florensia, sebagai tanda sa
Akhirnya momen yang yang di tunggu telah tiba, di mana Diandra dan Revan akan melaksanakan ijab kabul. Diandra duduk di meja rias dan menatap wajahnya yang sudah di oles dengan riasan make up. Gadis itu tampak cantik dengan balutan busananya. Kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya, jantungnya berdegup cepat saat menyadari momen yang selama ini dia nantikan akhirnya tiba juga. Diandra tersenyum dengan pantulan wajahnya sendiri. Dia mengatakan bahwa dirinya sangat bahagia pada hari itu.“Kak, calon suaminya sudah menunggu di depan. Ayo kita susul dia sekarang!” Florensia sudah berdiri di ambang pintu untuk menjemput sang kakak. Sejenak Dinadra terpana saat melihat penampilan sang adik yang terlihat lebih cantik dari dirinya. Diandra mengangguk dan menuruti perkataan sang adik. Diandra menggenggam tangan Florensia dengan erat dan mengikuti langkah sang adik untuk menuruni anak tangga yang akan membawa mereka ke lantai bawah. Florensia menuntun sang kakak dengan
Gadis itu memukul lengan Archand dengan penuh amarah, sementara Archand hanya tertawa melihat tingkahnya yang lucu. Archand berusaha menggenggam pengelangan tangan gadis itu agar menghentikan pukulannya. Akhirnya, gadis itu pun kelelahan dan menghentikan pukulannya, menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. “Nah, capek juga kan?” tanya Archand tersenyum. “Diam ah, habisnya kamu sih, nyebelin!” tegas Florensia. “Eh, jangan bilang nyebelin terus dong, nyebelin tapi bikin kangen kan? Ayo ngaku! Pasti kamu selalu kangen sama minta ketemuan terus sama aku.” gumam Archand dengan penuh percaya diri. Pria itu menopang dagunya di atas meja dan sibuk menggoda gadis yang kini tengah menyapa sinis kepadanya. Dia tak bosan-bosan menggoda gadis itu. “Apa? Kangen kamu bilang? Ogah!” tukas Florensia yang memeletkan lidahnya, gadis itu tak hentinya bersikap emosi ketika berada di samping Archand. “Jangan bilang ogah terus dong, sesekali bilang iya gitu!” titah Archand.
“Berawal dari kebencian, perlahan hati itu luluh dengan sendirinya. Ketika pertama kali melihatnya bersikap dingin kepadaku, dikarenakan kesalahan masa lalu. Aku pernah mengabaikannya, perlahan aku membopongnya saat tubuhnya hampir sampai di sebuah aspal. Tanpa sengaja aku menatap kedua pupil matanya, dan kulihat ada seberkas cahaya cinta yang masih menyala untukku. Kamu 'tak sendiri masih ada aku yang juga mencintaimu dan akan melabuhkan hati dalam dermaga cintamu.” _Archand Aldhinara Syahdana_ *** Akhirnya momen yang mereka tunggu telah tiba juga, di mana Archand akan memperistri kekasihnya dan siap menjadi suami yang baik untuknya. Tiada keraguan untuk terus melanjutkan kisah asmara yang awalnya menjadi musuh hingga kini menjadi teman hidup. Archand tersenyum saat menantikan kehadiran calon istrinya agar segera hadir dan duduk di sampingnya, karena sebentar lagi ijab kabul akan di mulai. Berawal dari seorang penggemar beratnya, kini gadis itu telah menjadi tem
Malam itu menjadi saksi kebahagiaan mereka di mana mereka sedang menyaksikan percikan kembang api yang menghiasi langit nan kelam. Gadis itu tersenyum bahagia saat menyaksikan momen tersebut, di temani semilir angin yang berhembus meniup anak rambutnya. Gadis itu tampak cantik dengan gaun yang dia pakai, membuat Archand terpesona. Pria itu memeluk kekaishnya dengan erat, dan membisikkan kata-kata romantis. Seketika Florensia tersenyum saat mendengarkan pujian dari tunangannya itu. Dia semakin larut dalam indahnya cinta yang telah di persembahkan oleh kekasihnya, gadis itu tak lelah untuk terus menyampaikan percikan kembang api yang menghiasi langit malam saat itu. Florensia duduk dan menyenderkan kepadanya ke pundak tunangannya itu. Rasanya sangat nyaman apabila berada dalam pelukan seseorang yang di cintainya. “Aku nyaman ketika berada dalam pelukanmu, terima kasih ya Allah. Engkau telah memberikan malaikat terindah untukku. Aku berharap cinta ini akan a
Archand menggandeng tangan Florensia dengan penuh kehangatan, dia menuntun kekasihnya hingga sampai ke atas pentas. Saat itu Arhcand mempersembahkan sebuah lagu untuknya. Hal tersebut membuat kekasihnya sangat bahagia, gadis itu menikmati alunan lagu dengan irama yang mengalun merdu. Dia mengikuti lirik lagu yang di nyanyikan oleh kekasihnya, perlahan gadis itu larut dalam iringan lembut irama.“Mereka sangat cocok sekali.” ucap Diandra yang tersenyum melihat sang adik sedang berduet dengan kekasihnya itu. Diandra larut dalam momen romantis itu, dia menyenderkan tubuhnya ke pundak sang suami. “Iya, Sayang. Mereka sangat cocok seperti pasangan Cinderella.” sahut Revan yang membenarkan perkataan istrinya. “Sayang, aku sangat berterima kasih kepadamu, karena sudah memberikan aku keturunan, semoga anak kita selalu dalam keadaan sehat ya, Sayang. Jangan kandunganmu baik-baik.” titah suaminya. “Sama-sama, Sayang. Kita akan merawatnya bersama ya, rasanya gak
Malam telah tiba, mereka sedang asik mendengarkan alunan musik yang mengalun merdu di telinga, di tambah lagi dengan iringan suara dari seorang vokalis. Diandra menikmati setiap alunan musik yang terdengar merdu di telinganya menambah kesan romantis saat sedang berduaan dengan suaminya. Mereka masih menunggu kehadiran keluarganya, meski mereka memesan meja terpisah. Archand dan Florensia sengaja mengambil meja yang paling pojok agar tak ada seseorang yang akan mengganggu kebersamaan mereka kala itu. Satya hanya memantau dan ikut bergabung bersama keluarga besar Aldhinara. Termasuk kedua orang tuanya. Satya terus menatap tajam kepada Florensia. Pria itu masih susah untuk melupakan gadis incarannya, di sisi lain Satya mencoba melupakan gadis itu karena dia sadar, hubungannya dengan Florensia hanya sebatas teman dia tak mungkin menyakiti sepupunya sendiri. Apalagi mereka telah bersahabat sejak remaja. Tak mungkin Satya tega menikung sahabatnya sendiri. “Ya A
Saat itu jam menunjukkan pukul sembilan pagi, di mana kedua pasangan pengantin tesebut masih betah di dalam kamar. Diandra memandang wajah suaminya dan membalas tatapan lembut wajahnya. Diandra mengagumi ketampanan suaminya itu, wanita itu memeluk erat suaminya untuk mendapatkan kehangatan setelah pagi datang membawa kesejukan.Revan menyadari ada seseorang yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat. Pria itu membalikkan tubuhnya dan memeluk tubuh istrinya dengan erat pula. Tak lupa dia mencium kening sang istri. Pria itu tampak bahagia ketika mendapati keberadaan wanita yang sudah sah menjadi miliknya. Saat Diandra ingin mencium suaminya tiba-tiba saja Diandra mual-mual. Wanita itu segera melepaskan pelukan suaminya dan berlari menuju kamar mandi. Hal tersebut membuat Revan bertanya-tanya apakah pertempuran tadi malam telah berhasil? Revan berharap jika istrinya benar-benar hamil. Revan tak sabar untuk segera memiliki momongan.“Kenapa Diandra? Apakah kita s
Akhirnya momen yang yang di tunggu telah tiba, di mana Diandra dan Revan akan melaksanakan ijab kabul. Diandra duduk di meja rias dan menatap wajahnya yang sudah di oles dengan riasan make up. Gadis itu tampak cantik dengan balutan busananya. Kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya, jantungnya berdegup cepat saat menyadari momen yang selama ini dia nantikan akhirnya tiba juga. Diandra tersenyum dengan pantulan wajahnya sendiri. Dia mengatakan bahwa dirinya sangat bahagia pada hari itu.“Kak, calon suaminya sudah menunggu di depan. Ayo kita susul dia sekarang!” Florensia sudah berdiri di ambang pintu untuk menjemput sang kakak. Sejenak Dinadra terpana saat melihat penampilan sang adik yang terlihat lebih cantik dari dirinya. Diandra mengangguk dan menuruti perkataan sang adik. Diandra menggenggam tangan Florensia dengan erat dan mengikuti langkah sang adik untuk menuruni anak tangga yang akan membawa mereka ke lantai bawah. Florensia menuntun sang kakak dengan
“Archand!” teriak Florensia. “Apa Sayangku? Kalau kangen gak usah teriak-teriak begitu dong, malu di dengarkan mama. Kalau kamu pengen bareng sama aku, yuk! Kita nikah!” ajak Archand yang memengang kue tart dan lagi dia menempelkan krim itu ke wajah mulus milik kekasihnya. Archand berlari kecil seraya tertawa ketika melihat wajah kekasihnya yang terlihat salah tingkah.“Cie-cie.” sorak Diandra, Renata dan Revan serempak. Mereka menyaksikan dua pasangan yang sedang di mabuk asmara itu. Rasanya bahagia ketika melihat keduanya saling mencintai. Revan dan Diandra tak menyangka bahwa adik-adiknya telah tumbuh dewasa dan mampu saling menjaga layaknya pasangan suami istri. Terkadang ada rasa iri saat menyaksikan kebersamaan mereka. Mereka memotong kue tart tersebut dan memberikannya kepada adik-adik mereka. Revan memberikan kue itu kepada Archand adik kandungnya, begitupun juga dengan Diandra. Dia memberikan kue tart itu kepada Florensia, sebagai tanda sa
Sudah tiga hari Florensia terbaring lemah di rumah sakit, kondisinya sudah mulai pulih dan sudah kembali bertenaga. Florensia sudah bertemu dokter dan sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumahnya. Saat itu gadis itu sedang menikmati makanan dari kekasihnya, dia mencicipi makanan itu dengan lahap, karena kekasihnya menyuapinya dengan porsi yang pas. Bagaikan pasangan suami–istri. Begitulah romantisnya kisah cinta mereka. Mereka hanya berdua saja di ruangan itu. Sementara Diandra, Revan dan Renata sedang menyiapkan kejutan di rumahnya. Archand mengecup kening kekasihnya itu. Gadis itu terlihat cantik dengan rambutnya yang terikat. Archand merawatnya dengan penuh perhatian, dia gak meninggalkan kekasihnya di saat sakit sekalipun. Dia tetap mencoba setia dengan kekasihnya itu. Cinta mereka begitu kuat dan saling menaruh rasa percaya terhadap satu sama lain.“Sayang, kamu mau makan apa nanti? Kalau aku ada waktu kita keluar yuk. Sekalian temani Kak Revan dan Diand