Home / Romansa / Liara / Bab 44

Share

Bab 44

Author: Sinda
last update Last Updated: 2021-08-11 13:03:53

Menatapi batu nisan di hadapannya, Liara tak mampu berkata-kata. Perempuan itu merasa kepalanya seketika kosong. 

Demi membuktikan kebenaran ucapan Max, sedikit memaksa, perempuan itu minta diantar ke tempat ini. Lokasi peristirahatan terakhir Redrick. 

Max ternyata tidak berbohong. Itu memang makan Redrick. Nama adik tiri Hagan itu tertulis di keramik hitam itu. Tanahnya masih basah dan masih terdapat bunga tabur yang kelihatan baru. 

"Kenapa bisa?" Liara bertanya lirih. Perempuan yang masih mengenakan pakaian rumah sakit itu mengusap nisan di sana. Wajahnya muram. 

Berjongkok di samping Liara, Max ikut-ikutan memasang ekspresi berduka. "Entah dari siapa, dia tahu di mana kau dan Hagan disekap. Dia sedang dalam perjalanan ke sana juga saat memberitahu aku dan Biru." 

Asumsi Max, mungkin, karena sagat kalut, Redrick mengemudikan mobilnya secepat yang dibisa dan karena kondisi emosinya itulah ia mengalami hilang kendali hing

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Liara    Bab 45

    "Kau sungguh akan melakukan ini?" Orlando penuh kemarahan sekarang. Laki-laki dewasa yang tertunduk di hadapan benar-benar membuatnya ingin meledak.Hanya karena takut Liara kembali menjadi sasaran orang-orang yang mengincar harta Arsenio, anaknya itu menceraikan Liara. Sudah sah, sebab saat ini Hagan sudah memegang surat pengesahan dari pengadilan."Aku tidak habis pikir kau bisa sedungu ini, Hagan! Apa yang kau dapatkan bila berpisah dari Liara?" Orlando tak peduli beberapa pasien atau perawat yang lewat melempar tatapan aneh pada mereka. Pria itu hanya ingin fokus pada Hagan, menyadarkan anaknya itu."Aku tahu seberapa besar kau membutuhkannya. Dan apa? Kau melepasnya? Sungguh bodoh! Jika kau tak ingin ia celaka oleh orang-orang yang mengincarmu, maka jaga dia. Tetap di sisinya."Orang yang ia ajak biara diam saja bagai patung, Orlando mengambil langah besar menuju ruangan Liara. Mungkin, ia bisa membujuk menantunya itu.

    Last Updated : 2021-08-11
  • Liara    Bab 46

    Waktu tak pernah berhenti. Ia tak akan memberi jeda dan menunggumu pulih dari duka, sedalam apa pun luka yang kau miliki.Liara berusaha meyakini itu. Pagi ini, ia memulai pekerjaannya di salah satu toko kelontong. Liara diterima bekerja di sana sejak kemarin.Sudah pindah dari rumah Hagan, putus hubungan kerja sama dengan pria itu, artinya Liara harus mencari penghasilan untuk menutupi biaya hidup selanjutnya. Walau tabungan masih ada, ia juga tak boleh berleha-leha hingga uang itu habis.Di luar prediksi juga, keinginan Liara untuk mengakhiri hidup perlahan tak terlalu terasa lagi. Perempuan itu sudah lebih pasrah. Seperti kata Red, semua orang sudah punya jadwal masing-masing untuk mati.Liara berubah? Sebenarnya tidak banyak yang berubah, Kecuali, celah kecil di hati. Perempuan itu mendadak merasa seolah kehilangan sesuatu sejak meninggalkan rumah Hagan seminggu yang lalu.Hal lucunya, beberapa hari lalu, Liara yan

    Last Updated : 2021-08-13
  • Liara    Bab 47

    Itu dini hari saat Hagan yang tak dapat tidur memutuskan pergi ke gazebo di belakang. Pria itu duduk di sana. Menghela napas beberapa kali, kemudian menatapi kolam renang.Rasanya menyesakkan dan hampa. Itu baru seminggu dan Hagan sudah merasa tak sanggup melewati hari esok. Ia lelah. Rindu untuk Liara tak habis-habis, malah semakin banyak.Pria itu kesepian. Kamarnya tak lagi hangat. Rumah tak lagi nyaman. Semua hal tak lagi menarik usai perempuan itu pergi dari sisi.Orlando benar. Hagan benar-benar kalah setelah Liara pergi darinya.Menoleh ke sisi kiri Gazebo, Hagan tersenyum pahit. Itu posisi yang selalu Liara tempati. Perempuan itu selalu duduk di sana, tiap ke gazebo ini."Hagan! Keluar dari ruang kerjamu sekarang juga! Kau mau aku seret?"Sebuah kenangan muncul di kepala. Kala itu Hagan yang sudah menghuni ruang kerja selama berjam-jam dipaksa Liara keluar.Awalnya menolak, tetapi teri

    Last Updated : 2021-08-13
  • Liara    Bab 48

    Hujan menampakkan diri malam ini. Menunda Liara untuk bisa segera pulang dan tahu apakah Naura sudah pergi dari rumahnya atau belum.Kemarin, usai sama-sama menangis banyak, naura limbung dan hampir pingsan. jadi, Liara menyarankan wanita itu menginap dulu. Tidak seperti sebelumnya, hari itu Naura datang sendirian tanpa supir.Liara sudah menitipkan kunci, jadi sepertinya Naura memang sudah pulang. Untuk apa juga ia tetap di sana?Berdiri di depan toko yang sudah tutup, Ayu yang melewatinya hanya melirik sekilas. Liara menatap minta pada payung yang wanita bawa. Berharap Ayu mengerti dan mau meminjmakn agar ia bisa berjalan ke depan untuk mengambil taksi atau bus. Namun, Ayu hanya pergi begitu saja.Cukup lama berdiri di sana, hawa dingin mulai mengsuik. Liara yang hanya mengenakan kaus polos memeluk dirinya sendiri. Tak ada tan hujan akan reda. Bulir yang menghantam tanah masih saja rapat dan deras.Tak lama, seorang

    Last Updated : 2021-08-16
  • Liara    Bab 49

    "Tunggu sebentar, Ibu akan bersiap sebentar."Melihat Naura pergi ke kamar, Liara hanya mengangguk dan menghela napas. Perempuan itu mengernyit, merasa aneh dengan dirinya sendiri.Ia berusaha bersikap dewasa. Naura sudah memulai, maka harusnya Liara tidak keras hati. Tawaran sang ibu kandung untuk tinggal bersama ia turuti.Sudah dua hari Liara hidup satu atap dengan Naura. Di sebuah rumah yang cukup mewah, tetapi berada di pinggir kota.Aneh. Sebab beberapa hari ini Liara merasa sangat gelisah. Bukannya senang, bahagia, karena akhirnya punya sosok seorang ibu yang bersedia mengurusi semua keperluannya, walau sedang sakit. Liara malah merasa kosong dan resah.Hari ini saja, ia sangat tak bersemangat ketika diajak berbelanja. Ia bersedia ikut hanya agar Naura tidak merasa kecewa.Liara kasihan. Beberapa kali ia melihat sang ibu nyaris pingsan. Mungkin, sakitnya makin parah.Ternyata tidak seen

    Last Updated : 2021-08-16
  • Liara    Bab 50

    Silau. Saat pertama kali terjaga, Liara cukup terganggu dengan sinar yang mengenai mata. Perempuan itu mengerjap, lalu membawa tubuh untuk duduk.Ini di mana? Pertanyaan pertama yang muncul di benak. Namun, tak lama jawaban atas tanya itu segera terjawab.Ini rumah Hagan, kamar di mana ia dan si lelaki pernah tidur.Bersandar di kepala ranjang, Liara merajut memori. Hal terakhir yang diingat adalah ia menangis karena mengetahui siapa Anjani sebenarnya dan rencana buruk wanita itu. Lalu, Liara kabur dari rumah ibu kandungnya, berlari sejauh mungkin dan tanpa sadar datang ke rumah Hagan.Hal terakhir yang Liara lakukan adalah memeluk Hagan. Setelahnya tidak lagi ia ingat, termasuk bagaimana dirinya bisa sampai ada di kamar ini sekarang."Kau sudah bangun?" Hagan terlihat melewati pintu. Membawa langkah masuk dan akhirnya duduk di tepian ranjang. Ia memeriksa suhu tubuh si mantan istri. "Ada yang sakit? Sebena

    Last Updated : 2021-08-19
  • Liara    Bab 51

    Tak banyak yang Tatiana ketahui soal kebenaran pernikahannya dengan Hagan. Maka saat ia bertemu sang adik hari ini, Liara sebisa mungkin menjelaskan secara sederhana.Mereka sudah berpisah. Alasannya, karena sudah merasa kurang nyaman dan tak sepaham lagi mengenai beberapa hal.Mengernyit, bingung dan tak percaya. Demikianlah reaksi yang Tatiana berikan. Berulang kali ia juga menghela napas."Padahal, kalian terlihat serasi saat bersama." Tatiana berusaha menerima. Ia menatapi wajah kakaknya lekat. "Kau juga terlihat bahagia bersamanya."Liara menyipitkan mata. "Benarkah?"Si adik mengangguk. "Dia baik. Aku masih ingat percakapan terakhir kami."Ah, itu. Liara masih tak mendapat ide apa-apa soal apa yang Tatiana dan Hagan bicarakan saat itu. "Sebenarnya, apa yang kalian bicarakan waktu itu?""Dia minta maaf. Katanya, aku tak boleh marah padamu karena merahasiakan pernikahan kalian." Tati

    Last Updated : 2021-08-19
  • Liara    Bab 52

    Hagan menatap nyalang pada semua pelayan yang berkumpul di ruang tamu. Pria itu marah."Kalian semua menganggap aku lelucon?"Dilempari sorot seolah akan dikuliti, semua pelayan itu menunduk. Hanya Biru yang sedikit berani menghampiri."Kau yang akan kubunuh pertama kali." Hagan menendang tulang kering pengawalnya itu.Bayangkan, ini masih pukul tujuh pagi dan Hagan sudah dibangunkan. Bukan untuk sesuatu yang penting seperti ada gempa, ada tsunami atau ada atraksi dinosuarus. Hagan dibangunkan hanya untuk membukakan pintu.Meringis, Biru berusaha berdiri tegak. "Ada tamu, Tuan. Tamu itu meminta Anda yang membukakan pintu."Kerutan di dahi lebar Hagan makin banyak. Matanya semakin merah. Rahang licinnya terlihat mengeras."Siapa?" Tangan pria itu mencengkeram leher Biru. Mencekik si pengawal beberapa saat. "Siapa, Biru? Siapa yang datang, hingga kau bersedia diminta membangunkanku hanya untuk m

    Last Updated : 2021-08-20

Latest chapter

  • Liara    Flashback Chapter (31 part 2)

    Liara tidak sengaja terjaga saat melihat Hagan akhirnya masuk ke ruangan mereka. Entah siapa yang memberikan ide agar ia dan si lelaki disatukan seperti ini. Benar kata Max, seolah mereka punya ikatan batin yang kuat, hingga sakit saja harus bersamaan. Hagan berjalan tertatih, membuat Liara mau tak mau menatap pria itu agak lama. Di saat itu ia melihat luka memar di sekitar wajah suaminya. Tadi, Hagan diajak keluar oleh Red, 'kan? Apa dua saudara beda ibu itu bertengkar? Karena apa? Penasaran, tapi Liara ingat dirinya sedang marah. Berusaha tidak peduli, Liara spontan turun dari ranjang rawatnya demi mencegah Hagan yang terhuyung jatuh ke lantai. Menopang tubuh pria itu, Liara bisa merasakan suhu di sana sedikit lebih tinggi dari harusnya. Mereka berpandangan. Entah apa arti sorot mata pria di sampingnya, Liara mengabaikan itu dan mulai memapah. membantu Hagan hingga naik ke atas ranjang. Berdiri di sana, Liara be

  • Liara    Bab 59

    Susana rumah sore itu terasa mencekam bagi Hagan. Berjalan dengan langkah pelan dan hati-hati, laki-laki itu berharap semoga dirinya bisa lolos dari ini.Ruang tamu aman. Hanya ada Nia yang menyambutnya di sana."Tuan, di ruang TV." Nia memberitahu dengan suara pelan.Hagan menarik napas, membuangnya perlahan. Ia mengangguk lalu menuju ruangan yang Nia sebutkan tadi. Jantungnya mulai bertalu-talu. Perasaan cemas menyergap seketika. Tidak habis melakukan kejahatan, tetapi ia seolah akan menerima hukuman mati.Semua ini bermula tadi pagi. Liara yang resmi ia persunting dua minggu lalu meminta izin untuk jalan-jalan sendirian. Kebetulan, perempuan itu sudah mahir mengendarai motor. Hagan mengizinkan.Tanpa Liara ketahui, Hagan mengirim dua pengawal. Mengikuti Liara dan menjaga perempuan itu dari jauh. Sialnya, pengawal yang Hagan suruh terlalu ceroboh. Mungkin, karena takut melakukan kesalahan dan mendapat hukuman, mereka

  • Liara    Bab 58

    Tak sabar menunggu lebih lama, Hagan akhirnya mengetuk pintu toilet di hadapannya. Tidak hanya sekali, tetapi berulang kali, lumayan keras. Lebih mirip gedoran daripada ketukan sepertinya. "Liara? Kau baik-baik saja? Kenapa lama sekali?" Hanya berselang sekitar beberapa sekon, pintu itu terbuka. Liara menampakkan diri. Sudah mengganti piyama rumah sakit dengan kemeja, ada kerutan tak senang di dahi perempuan itu. "Kenapa kau berisik sekali?" Liara hanya berganti baju dan buang air kecil sebentar. Apa Hagan harus menggedor-gedor pintu seperti tadi? "Kau lama dan tidak menyahut saat aku panggil. Aku kira terjadi sesuatu yang--" "Apa?" Liara memotong. Perempuan itu berjalan menuju ranjang. Duduk di tepiannya dan bersedekap. "Apa? Kali ini apa isi asumsimu?" Ini bukan pertama kalinya Hagan bersikap berlebihan begini. Pria itu semakin menjadi setelah Liara sadar dari koma. Bahkan untuk jalan-jalan saja Ha

  • Liara    Bab 57

    Hagan tidak jadi menyebut dunia ini kejam dan keji. Liara sudah bangun dari tidur panjang dan dokter berkata, hasil pemeriksaan perempuan itu baik saja.Pagi ini, usai sarapan dan mengganti pakaian si mantan istri, Hagan mengajak Liara jalan-jalan ke taman. Sesuai dugaannya, perempuan itu senang karena akhirnya bisa menghirup udara di alam terbuka.Mereka duduk di salah satu bangku. Memandangi tumbuhan hijau dan beberapa bunga di sana. Tidak banyak bicara, hanya sesekali saling bertukar pandang dan senyuman.Sebenarnya, Hagan betah-betah saja dalam suasana hening demikian, Ia juga jadi lebih fokus memandangi wajah Liara. Namun, perempuan itu sepertinya ingin membicarakan beberapa hal.Liara membuka konversasi dengan topik yang serius. Anjani. Belum apa-apa, Hagan sudah melihat tangan perempuan itu bergetar.Pertama, Liara menceritakan mengapa Hagan tak bisa menemukan salah satu dari orang yang menyekap dan memukuli Lia

  • Liara    Bab 56

    Hagan kembali ke rumah sakit sekitar pukul dua siang. Pria itu meninggalkan Liara beberapa jam untuk mengemasi barang-barang perempuan itu dari rumah sewa. Ia membawa semuanya ke rumah lama mereka.Apa pun yang terjadi nanti. Entah Liara akan setuju atau tidak, Hagan ingin perempuan itu tinggal bersamanya. Lebih bagus, jika mereka menikah lagi.Tidak langsung ke kamar rawat Liara, Hagan menyempatkan diri untuk duduk di taman rumah sakit. Menghirup udara bebas beberapa saat, kebetulan cuaca tidak terlalu terik hari ini."Paman pemarah!"SUara cempreng itu membuat Hagan menoleh ke kiri. Ada Liara, yang kecil. Tengah berlari ke arahnya dengan balon di tangan.Hagan mengulas senyum, tetapi sebisa mungkin memasang ekspresi garang."Namaku Hagan. Bukan Paman pemarah," protesnya seraya membantu Liara itu naik ke bangku."Paman dokter berkata, aku bisa memanggilnya paman pemarah." gadis itu tersenyum.

  • Liara    Bab 55

    Orlando menghela napas. Ini yang kesepuluh kali. Pria tua itu menatapi mantan menantunya yang masih belum terjaga itu dengan bahu merosot.Hari ini ia berkunjung lagi. Menjenguk Liara, berharap kedatangannya kali ini disambut oleh perempuan yang pernah menjadi istri dari anaknya."Dia pasti sadar. Tidak lama lagi." Ia berusaha memberi semangat pada sang anak yang duduk di sisi ranjang satunya.Hagan yang meletakkan kepala di samping lengan Liara mengaminkan, tanpa suara. Pria itu lelah, bahkan untuk sekadar menegakkan punggung untuk bertatap muka dengan sang ayah.Hagan bicara parau. "Liara mencintaiku, Pa. Dia mencintaiku, ternyata."Orlando mengulas senyum sebisanya. Bukan hanya keadaan Liara yang belum kunjung sadar dari koma, situasi Hagan juga tak kalah menyedihkan sekarang ini.Anaknya itu kusut dan kacau. Lingkaran hitam di bawah matanya semakin jelas. Bukan hanya karena sering tidak tidur, tetapi j

  • Liara    Bab 54

    Hagan tak pernah tahu betapa terpuruknya Orlando kala Tere meninggal dulu. Ia juga mengira bahwa kehilangan sang ibu adalah hal paling buruk yang bisa dunia siapkan.Sekarang, lelaki itu penasaran bagaimana Orlando bisa tidak gila setelah ditinggal Tere. Dan ternyata, dunia kembali memberikannya hal tidak baik.Saat ini. Hagan tengah berusaha tetap hidup dan waras selagi dirinya menghadapi kemalangan yang seakan tak mau sudah.Lima hari lebih Hagan terus-terusan ada di ruangan rawat ini. Menatapi perempuan yang terbaring di ranjang itu. Dan apa? Tak ada perubahan yang terjadi.Liara masih mendiamkannya. Perempuan itu masih tidur dengan pulas, seolah memang tak ingin diganggu lagi.Ini tidak baik. Hagan nyaris hilang akal karena setiap hari bicara sendiri. Saat ia bertanya pada dokter, dokter hanya memintanya bersabar menunggu Liara membaik.Semua orang gila karena menyuruh Hagan tenang. Sudah bagus pria it

  • Liara    Bab 53

    Liara meminta bertemu dengan Anjani. Untuk terakhir kali, sebelum mereka mengeksekusi rencana yang wanita itu buat. Mereka sudah membicarakannya dua hari lalu.Anjani memang seserius itu untuk melenyapkan Hagan. Tak main-main, wanita itu akan menggunakan arsenik. Wanita itu juga telah memberikan detil rencana pada si anak.Akan diatur pertemuan untuk Hagan dan Liara besok. Di salah satu resto, racun itu akan dicampur dengan makanan atau minuman Hagan. Mungkin mereka perlu menumbalkan salah seorang pelayan resto, tetapi itu tak masalah.Menyetujui ajakan bertemu, Liara diminta Anjani datang ke rumah pribadi wanita itu. Liara sampai di sana sekitar pukul dua siang. Liara sudah sengaja tidak masuk kerja demi menyiapkan perjumpaan terakhir mereka sebelum hari penting."Aku hanya ingin melihat Ibu sebelum besok. Besok hari besar untukku." Liara memeluk Anjani erat. Setelahnya, ia duduk dan mengeluarkan kotak bekal dari tas belanja. 

  • Liara    Bab 52

    Hagan menatap nyalang pada semua pelayan yang berkumpul di ruang tamu. Pria itu marah."Kalian semua menganggap aku lelucon?"Dilempari sorot seolah akan dikuliti, semua pelayan itu menunduk. Hanya Biru yang sedikit berani menghampiri."Kau yang akan kubunuh pertama kali." Hagan menendang tulang kering pengawalnya itu.Bayangkan, ini masih pukul tujuh pagi dan Hagan sudah dibangunkan. Bukan untuk sesuatu yang penting seperti ada gempa, ada tsunami atau ada atraksi dinosuarus. Hagan dibangunkan hanya untuk membukakan pintu.Meringis, Biru berusaha berdiri tegak. "Ada tamu, Tuan. Tamu itu meminta Anda yang membukakan pintu."Kerutan di dahi lebar Hagan makin banyak. Matanya semakin merah. Rahang licinnya terlihat mengeras."Siapa?" Tangan pria itu mencengkeram leher Biru. Mencekik si pengawal beberapa saat. "Siapa, Biru? Siapa yang datang, hingga kau bersedia diminta membangunkanku hanya untuk m

DMCA.com Protection Status