“Sukma, ketika kamu disana, apa saja yang kamu rasakan ketika kamu berada di rumah itu?” Tanya pakde Gunawan di tengah perjalanan.
“Emm… Tidak ada sih pakde, hanya seperti rumah biasa saja. Tapi… Ada sosok-sosok makhluk ga jelas gitu.” Jawab Sukma kepada pakde Gunawan.
“Loh, jadi kamu sekarang sudah bisa melihat hal-hal seperti itu Suk?”
“Ga tau sih pakde, tapi sepertinya, bukan aku yang bisa melihat mereka, tapi mereka sendiri yang menampakkan wujud mereka sendiri. Begitu sih menurutku pakde.”
“Emm… Begitu ya…”
Percakapan berakhir. Pakde Gunawan hanya fokus membawa mobilnya menuju rumah Eyang kakung yang berada di begitu jauh dari lokasi rumah Sukma.
Tak terasa, hari sudah mulai gelap. Namun, Sukma dan pakde Gunawan belum juga sampai ke rumahnya Eyang kakung.
“Sukma? Kok dari tadi kita belum sampai-sampai juga ya? Perasaan tadi kita berangka
Setelah itu, Maya, Sukma dan pakde gunawan masuk ke dalam rumah Eyang dan kemudian, mereka langsung pergi ke ruang tamu.“Jadi bagaimana kak?” Tanya Maya.“Ah, iya May, emm… Jadi begini May… Orang tuaku dan juga adikku telah meninggal dunia hari ini.”“Inalillahi wainailaihi rojiun… Loh, kok bisa mendadak gini kak? Orang tua da juga adik kakak sakit? Atau bagaimana?”“Itu lah alasan kami kesini May… Orang tua dan juga adikku tidak sedang mengidap penyakit apapun May! Mereka juga awalnya masih sehat-sehat saja kok, itu lah sebabnya mengapa aku bisa sampai mendaki kesini.”“Emm… Mungkin orang tua dan adik kakak menyembunyikan penyakit mereka, supaya kakak tidak cemas, mungkin sih…”“Tidak May, kalau lah seandainya benar begitu, pasti orang tua dan juga adikku tidak mungkin merahasiakan penyakit mereka ke orang lain atau bahkan, pakdeku s
“Loh, sudah malem loh ini non, apa tidak sebaiknya besok saja?”“Tidak pakde, sekarang saja. Kalau nanti Eyang terbangun dan mencariku, bilang saja kalau aku ingin menangkap jangkrik, hihi.”“Jangkrik? Kan bisa minta tolong pakde non.”“Sudah lah, buka saja gerbangnya ih, apa susahnya!” Kata Otoy yang tiba-tiba muncul di samping pakde Yono.“Astaga! Kok ada cicak negro disini!”Plak!!!“Ba… Baik…”Setelah kepala pakde Yono di keplak oleh Otoy, spontan pakde Yono langsung berlari keluar pos menuju gerbang dan membukanya.Setelah itu, pakde Gunawan menginjak pedal gas mobilnya dan kemudian pergi keluar meninggalkan rumah Eyang.“May, sebenarnya ini ada apa sih May?” Tanya Sukma kepada Maya yang tengah duduk di kursi belakang di samping Maya.“Emm… Ga tau deh kak, aku juga bingung nih. Coba nanti kakak
Otoy menoleh kearah pakde Gunawan sembari sedikit mengkerutkan keningnya memandangi pakde Gunawan.“Toy, buruan! Kita hampir kehabisan waktu nih…” Kata Pakde Gunawan.“Emm… Oke lah, kalian mundur sedikit ya…”Kemudian, Otoy duduk di depan pos kecil itu dengan wajahnya mengarah ke dalam pos itu. Lalu, Otoy menutup matanya sembari membaca doa-doa dalam hatinya.Seketika, suasana menjadi hening. Angin tiba-tiba bertiup sangat kencang sampai-sampai, Maya dan yang lainnya harus memegang sesuatu yang berat agar tidak terbawa oleh angina yang sangat kencang itu.Ada sekitar 3 menit angin bertiup kencang dan hampir menerbangkan semua yang ada di sekitaran pos itu. Tapi, tiba-tiba angin yang tadinya bertiup kencang, spontan berhenti. Sekarang, suasana menjadi sangat mencekam.“Toy… Pakde… Pak Herman… Kak Sukma… Coba lihat kearah sekitaran kuburan dan juga hutan yang ada di
Malam itu, adalah malam yang paling membingungkan bagi Maya dan Sukma. Bagaimana bisa, orang yang telah meninggal, bisa hidup kembali. Sukma merasa sangat bahagia, karena kedua orangtua dan Adiknya telah kembali. “Tidak tahu bagaimana cara nya, yang penting mereka telah kembali.” Begitulah jawaban Sukma, jika ada seseorang yang menanyakan tentang itu. Pagi yang cerah, Maya dibangunkan oleh suara-suara orang yang tengah berbicara di ruang tamu. Maya yang saat itu, tidur bersama Sukma di kamarnya, langsung bangkit dan berjalan menuju pintu kamar. Saat Maya keluar dari kamar, “Nah, itu dia, Bu … temanku, yang tadi ku ceritakan,” ucap Sukma, menunjuk kearah Maya. “Ah, tenyata dia orangnya … sini, Nak, kita sarapan dulu,” sahut Ibu Sukma, menyuruh Maya untuk duduk bersama mereka. “Ah, iya, Bu … hmm, kamar mandi di sebelah mana, ya?” tanya Maya.
Perjalanan menuju ke rumah Eyang, berjalan mulus. Sembari menikmati pemandangan, mereka mengisi waktu perjalanan dengan becanda dan tertawa bersama. Sampai beberapa jam kemudian, mereka tiba di depan rumahnya Eyang. Lalu, Maya pun keluar dari mobil Pakde Gunawan. “Pakde, Bu, Kak Sukma … tidak sekalian mampir dulu?” ajak Maya, baru saja keluar dari mobil. “Ah, tidak usah, May … kami juga sedang buru-buru, nih. Titip salam saja pada Eyang, ya …, oh iya, sekalian sampaikan permintaan maaf pakde, karena telah membawa kamu pergi tanpa izin, ya …,” kata Pakde Gunawan. “Oke, Pakde … terima kasih sudah mengantarkanku pulang, ya …,” kata Maya.Pakde Gunawan menganggukkan kepala sambil tersenyum. Lalu, Pakde Gunawan memutar balikan arah mobilnya, membunyikan klakson dan pamit pergi. “Ah, ternyata anda, Non … anda
“Eh? Hadeh … dimana lagi ini …,” kesal Maya.Maya terbangun di tengah-tengah hutan yang rimbun. Dia melihat ke sekeliling, tampaknya hanya dia seorang diri yang ada disana. Dia berjalan mengendap-endap menyusuri hutan itu, sambil sedikit bersembunyi dari pohon ke pohon. Maya sama sekali tidak mengetahui hutan apa yang sedang ia jalani itu. Namun, karena rasa penasarannya, dia tetap melanjutkan perjalanannya di hutan itu. Dia mencoba memanggil nama Otoy, memintanya untuk keluar dan menemaninya, tetapi Otoy tidak menjawab panggilannya. Tiba-tiba, terdengar suara dari arah depan, seperti suara kerumunan orang, yang sedang mengadakan sebuah pesta. Suara cekikikan dan suara orang sedang berbicara, bercampur menjadi satu. “Itu ada apa, ya? Eh, i-itu … manusia? Kenapa mereka diikat seperti itu?” bisik Maya, sambil mengintip dari balik pepohonan.Ada banyak ‘orang’ disana, seperti sedang mengada
Namun, bukannya takut, mereka malah semakin marah mendengar perkataan Maya. Mereka sepertinya, tidak mengerti dengan bahasa manusia yang digunakan oleh Maya. Perlahan, mereka berjalan melingkari Maya dengan sangat berhati-hati. Semakin lama, mereka semakin memperkecil lingkaran, dengan Maya berada di tengah-tengah lingkaran itu. Melihat itu, Maya hanya bisa berdiri sambil mengarahkan ujung tombak yang tengah di pegangnya kearah mereka. Tiba-tiba, mereka melompat kearah Maya, dan, “Huwaaaaaaa!!!” “Non! Non Maya! Anda tidak apa-apa, Non?”Seketika, Maya terbangun dari tidurnya, dan melihat Bi Sari sudah berada di dalam kamarnya, yang sepertinya mencoba membangunkannya. “Bi, ada apa?” tanya Maya kebingungan melihat Bi Sari tiba-tiba ada di kamarnya. “Eyang Putri, menyuruh Bibi membangunkan Non Maya, untuk makan malam, Non … ayo, Non, Eyang putri dan yang
Maya diam dan mengangguk pelan, sambil terus memandangi rumah itu. Kemudian, Pakde Yono berjalan menuju pintu masuk dan mengucapkan salam, lalu memanggil nama sang pemilik rumah. Awalnya, tak ada jawaban yang keluar dari dalam rumah itu. Sekitar tiga kali Pakde Yono memanggil nama temannya, tetapi tak ada jawaban. Sampai suatu ketika, “Assalamualaikum … pak Robi! Assalamualaikum … pak Robi!” teriak Pakde Yono. “Pakde, sepertinya rumah ini tidak ada orangnya,” kata Maya, sambil melihat kearah dalam rumah dari lubang jendela yang hanya terpasang jaring kawat sebagai pengganti jendela sementara. “Hmm, mungkin sudah tidur? Atau mungkin sedang pergi kelu …,” “Huwaaaaaaaaa!!! Lepaskan aku! Huwaaaaaaaa!!!”Suara teriakan seorang wanita melengking dari arah belakang rumah itu. Sontak, Maya dan Pakde Yono langsung terdiam dan saling menatap. Pa
“Yah sudah, kita serang dia sama-sama saja!” teriak Pakde Yono. “Oke!”Akhirnya, perdebatan pun selesai dan mereka memutuskan untuk menyerang Rio bersama-sama. Namun, saat mereka berdua melihat ke arah tempat Rio berdiri tadi, tiba-tiba Rio sudah tidak ada disana. Pakde Yono dan Pakde Gunawan sempat melihat ke sekeliling, tapi tetap tidak terlihat karena gelap. Lalu, mereka berdua menghidupkan lampu senter yang mereka genggam di masing-masing tangan kanan mereka, lalu menyorotkan lampu senter itu ke segala arah dan terhenti tepat di posisi awal Rio berdiri tadi. “Eh, Yono, dia tidur tuh!” bisik Pakde Gunawan sambil menyorotkan lampu senternya kearah Rio yang terlihat tengah tertidur pulas di atas tanah, tepat di hadapannya. “Kita serang aja, bagaimana?” tanya Pakde Yono dengan raut wajah yang penuh semangat.Awalnya, Pakde Gunawan hanya diam dan berpikir, kalau dia menyerang Rio dalam keadaan tertidur seperti itu, itu adalah tindakan seorang pengecut. Namun, kalau dia me
Crooot! “Uhuk-uhuk~” Gedebuk!Pria itu mencabut bayangan hitam yang membentuk sebilah keris dari perut sesosok wanita itu dan seketika, sesosok wanita itu terjatuh dan tergeletak ke tanah. Dia terbaring lemah dengan sebuah lubang melingkar di perutnya, serta mengeluarkan darah berwarna hitam dari lubang bekas tusukan itu. Wusshhhh …Pria itu menghilangkan bayangan hitam berbentuk keris panjang yang tengah di pegangnya tadi dan kemudian, dia pun berjalan kearah Sukma, Pakde Gunawan dan Pakde Yono. “Eh-eh, dia berjalan kesini, tuh!” bisik Pakde Yono sambil perlahan berjalan mundur dengan raut wajah yang mulai terlihat panik. “Sssttt! Tenang, Yono, tidak perlu panik,” kata Pakde Gunawan yang masih terlihat tenang.Sukma langsung mematikan lampu senternya, setelah melihat kalau si pria itu sedang berjalan kearahnya dan hanya bisa meramas baju yang dikenakan oleh Pakde Gunawan dan bersembunyi di balik tubuhnya. Dia sangat takut dan tak tahu harus berbuat apa pada saat
“Tadi, Pakde dan Non Maya menyusuri hutan ini ketika kami pergi dan pulang ke rumah Eyangnya Non Maya. Kita sengaja ke sini, siapa tahu bisa menemukan petunjuk keberadaan dari Non Maya,” sahut Pakde Yono. “Hmm, seperti itu … lalu, bagaimana kalau ternyata, Maya tidak ada di hutan ini, Pakde?” tanya Sukma. “Yah, kita pulang saja kalau begitu. Kalau sudah tidak ada, untuk apa dicari lagi, ‘kan?” tanya balik Pakde Yono. “Yeee, tidak begitu, dong, Pakde … masa’ Pakde ingin pasrah semudah itu … jangan …,” “Loh, kalau sudah tidak ada, harus diusahakan agar kembali ada? Coba, kalau kamu memiliki kekasih, tapi kalian berdua telah mengakhiri hubungan kalian, dan kamu tidak memiliki rasa cinta lagi padanya. Namun, kekasihmu itu, memaksamu untuk kembali mencintainya. Bagaimana?” tanya Pakde Yono, memotong perkataan Sukma
“Maya sudah tidak ada di dunia ini lagi,” “Apa!!!”Sontak, siapapun yang mendengar itu, pasti sangat terkejut. Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran layaknya manusia biasa, pasti menganggap kalau perkataan dari Eyang kakung itu, mengatakan kalau Maya telah tiada. “Ma-Maya … Maya telah …,” “Ah, tidak. Bukan seperti itu maksud dari Tuan Ajie, Mbak … tidak ada di dunia ini lagi itu maksudnya, Maya sudah dibawa ke dunia lain, oleh sesosok makhluk tak kasat mata. Begitu lah sekiranya," jelas Pakde Gunawan, memotong perkataan Ibunya Sukma.Seketika, semua orang yang mendengar itu, langsung menghela nafas lega. Namun, tak sampai disitu, “Dibawa oleh makhluk tak kasat … loh, Maya diculik!?” tanya Eyang putri dengan raut wajah panik yang tergambar jelas di wajahnya. “Secara teknis, memang sepert
“Hihihi … aku tidak tahu kalian ini siapa, dan mengapa kalian mengejar anak itu. Aku beritahukan kepada kalian semua, ya … ini wilayahku, dan anak itu adalah tamuku. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya, atau kalian akan berurusan denganku. Mengerti?” tanya Ibunya Rani, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Pria itu. “Hahaha … bukan ingin bermaksud merendahkan kamu, ya, tapi … makhluk-makhluk rendahan seperti kalian ini, tidak lebih dari seekor anjing yang berani menggonggong ketika berada di wilayahnya, dan menjadi seekor kucing ketika berada diluar wilayahnya,” kata Pria itu dengan lantang, berusaha membuat sosok Ibunya Rani marah padanya.Tidak tahu apa yang membuat Pria itu sangat yakin sampai dia berani berbicara seperti kepada sosok Ibunya Rani, padahal tempat itu adalah wilayahnya. Namun, bukannya marah, Ibunya Rani malah tertawa cekikikkan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.
Belum sempat Maya menyelesaikan pertanyaannya, Ibu nya Rani langsung menyuruh Maya untuk diam dan tak bersuara sedikitpun sambil menunjuk kearah bawah. Dengan terpaksa, Maya memberanikan diri untuk melihat kearah bawah. Ternyata, orang-orang yang tengah mengejar Maya, telah sampai di dekat pohon, tempat Maya, Ibu nya Rani, dan Rani bersembunyi. ‘Eh, it ….’Ibu nya Rani meminta Maya untuk tak bersuara sedikitpun. Lalu, dia berbicara dalam hati, untuk menghindari keributan. Namun, belum sempat Maya berbicara dalam hati, Ibu nya Rani langsung membungkam mulutnya, untuk mengejutkannya dan membuatnya diam sepenuhnya. “Hmm?”Terlambat sudah, membuat Maya untuk tidak bersuara. Terlihat dari raut wajah Pria yang memimpin pengikutnya, tiba-tiba tersentak dan merasakan setitik suara yang masuk ke telinganya. Sebagian pengikutnya sudah berlari cukup jauh dari lokasi pohon besar itu, dan seketika, Pria itu bert
“Dindingnya sudah menghilang! Ayo kita kejar gadis kecil itu, sebelum kita kehilangan dia!”Mendengar itu, mereka semua pun kembali berlari mengejar Maya. Namun, baru beberapa langkah mereka berlari, Brak!!! Gedebug!!!Mereka kembali menabrak dinding yang sama, dan kembali terjatuh ke tanah. Terasa jelas kalau mereka benar-benar telah menabrak dinding itu. Namun, saat mereka berdiri dan kembali melakukan hal yang sama, mereka tetap saja tidak menemukannya. Merasa ada yang tidak beres, Pria yang dianggap sebagai pemimpin, yang sejak dari tadi berlari tepat di belakang mereka semua, langsung berjalan maju ke depan. “Hmm, aku rasa seperti ada yang tidak beres, nih … mungkin, kedua sosok yang tengah bersama dengan gadis itu tadi, yang membuat dinding astral ini. Mereka benar-benar ingin cari ribut denganku!” Semua orang yang mendengar itu, seketika terkejut dan kebi
“Rani Sayang, hehe … co-coba to-tlong katakan pada ibu kamu, dong … jelaskan padanya, bagaimana bisa kakak sampai kesini.”Raut wajah dari sosok ibunya Rani, terlihat sangat marah pada Maya. Perlahan, wajah ibunya Rani mendekat kearah Maya, lalu mulutnya terbuka lebar dan tiba-tiba, beberapa ekor laba-laba berbulu berukuran lumayan besar secara bergantian keluar dari mulutnya, “Huwaaaaaa!!!” Maya berteriak sekeras-kerasnya, menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Rani sambil meremas bahunya. Mendengar itu, Rani menoleh perlahan kearah Maya, lalu menoleh kearah Ibunya, “Ibu! Jangan menakuti kakak, ah!” kesal Rani pada ibunya. “Tidak, ibu hanya bertanya padanya saja …,” kata ibunya Rani, berbicara yang lambat, dengan mata yang melotot kearah Maya.Mendengar suara dari ibunya Rani yang sepertinya sudah tak lagi marah, Maya perlahan
Slash!Pria itu menebas semak-semak, tempat Maya bersembunyi. Sontak, raut wajahnya terlihat pucat pasih, mendengar suara tebasan itu. Dia melihat kearah kiri dan kanan, menyadari kalau semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi itu, sudah hancur karena terkena tebasan dari pria itu. Namun anehnya, tak terjadi apapun pada Maya, bahkan sehelai rambut pun. “Sepertinya, dia tidak ada di sekitar sini, Tuan …,” kata salah seorang pria dari arah seberang. “Tidak! Pasti dia masih ada di sekitar sini! Tidak mungkin seorang anak kecil seperti dia, bisa lari dan menghilang secepat itu,” sahut pria itu. “Ta-tapi, Tuan …,” “Diam, kamu!” Whooooosh! “Aaarrrgggg!!!” Gedebug!Pria itu menunjuk kearah seorang pria yang berdiri di seberangnya, dan seketika keluar