Dua belas jam hanya setengah perputaran hari. Bagi orang-orang dengan mobilitas yang tinggi, sehari penuh pun akan terasa singkat.Namun, bagi orang-orang yang dicekam perasaan takut, sedetik pun rasa setahun.Gallen menyeringai lebar ketika menerima pesan dari Hellen dalam waktu kurang dari enam jam.Wanita itu bahkan tak sanggup menunggu hingga matahari tenggelam.Teringat Grizelle sedang tidak bersamanya, Gallen meninggalkan ruang kerjanya.Jarum jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Biasanya Grizelle baru saja selesai mandi."Greeze! Jangan lama-lama mandinya! Dokter Hellen akhirnya menyerah. Kau ingin menonton video bersamaku?" Gallen berseru dari luar kamar mandi.Tak ada sahutan. Tumben sekali Grizelle betah menghabiskan waktu lebih banyak di kamar mandi kala sore.Gallen mengetuk pintu. "Greeze! Apa kau mendengarkan aku?"Gallen menempelken kuping ke daun pintu. Tak ada bunyi gemercik air. Tiada pula suara gerakan. Hening."Greeze!" Sekali lagi Gallen memanggil, disertai ge
'Ya Tuhan! Ke mana Grizelle setelah dari sini?'Gallen mengedarkan pandangan berkeliling. Ia mencegat seorang perawat yang kebetulan hendak pulang setelah pergantian shift kerja."Maaf, Mbak ... apa Mbak lihat wanita ini?" tanyanya, memamerkan foto Grizelle pada perawat tersebut."Oh, mbak ini sempat ke sini tadi, tapi setelah bertemu dengan perawat senior, langsung pergi lagi.""Apa Mbak tahu kira-kira dia pergi ke mana?""Wah, kalau itu sih ... saya juga tidak tahu, Pak. Dengar-dengar, perawat senior tadi sempat menyebut nama mantan dokter yang dulu pernah kerja di sini. Mungkin dia menemui dokter itu.""Mbak tahu dia sekarang tugas di mana?" Gallen merasa ada harapan untuk segera menemukan Grizelle."Dokternya sudah pensiun, Pak. Saya juga tidak tahu beliau tinggal di mana. Soalnya saya baru bertugas di sini.""Ah, begitu ya ...." Wajah Gallen kembali lesu. "Terima kasih, Mbak!""Sama-sama, Pak. Permisi!"Tak ada gunanya Gallen nekat untuk masuk ke gedung itu. Sudah jelas Grizelle
"Ya, ya. Wanita cantik itu ... jadi, dia istri Anda?" celetuk Herra. "Cocok! Serasi sekali! Cantik dan tampan!" Herra terkekeh."Siapa ya namanya tadi?" Herra mengingat-ingat. "Gi ... Gi ... ah, lidah tua ini susah sekali mengeja namanya.""Grizelle, Dokter," koreksi Gallen."Ah, iya. Itu dia. Nama yang bisa membuat lidah orang tua seperti saya keseleo." Kembali Herra terkekeh.Namun, sejurus kemudian kekehannya sunyi. Wajah ramahnya berubah serius."Kenapa Anda mencarinya ke sini? Setelah saya memberikan rekaman yang dia butuhkan, dia langsung pulang."Aku menahannya untuk tinggal lebih lama, tapi dia menolak. Katanya, dia sudah tidak sabar untuk menyerahkan rekaman itu pada suaminya."Gallen kian resah setelah mendengar penjelasan Herra."Ada apa?" tanya Herra.Terbiasa menghadapi orang-orang yang menderita gangguan mental membuat Herra dapat mendeteksi kegelisahan Gallen dengan mudah."Tidak apa-apa, Dokter. Kalau begitu, saya permisi. Terima kasih telah memperkenankan saya menggan
Plok! Plok!Tepuk tangan seorang pria bersebo menyambut kedatangan Gallen pada pabrik tua, tempat di mana Grizelle disekap.Lampu sorot berdaya besar menyala, menyilaukan mata Gallen. Refleks ia melindungi matanya dengan tangan. Dan baru menurunkan tangannya setelah matanya bisa beradaptasi dengan cahaya yang menyilaukan itu.Gallen memasang wajah datar. "Kau tak meminta tebusan. Apa yang kau inginkan?""Hei, tak perlu terburu-buru, Nak! Mari kita bersenang-senang sebentar!"Lelaki bersebo itu menjentikkan jari ke udara. Empat orang pria berbadan kekar keluar dari tempat persembunyian mereka. Masing-masing membawa sepotong kayu sebagai senjata."Mana istriku!""Ck! Ck! Kau sangat tidak sabaran, Nak!" cemooh lelaki itu. "Kau bahkan tak bisa menunggu sampai besok pagi. Apa sebegitu besar rasa cinta yang kau punya untuk istrimu?""Berhenti mengoceh! Katakan apa maumu, dan lepaskan istriku!""Mauku?" Lelaki itu maju selangkah. "Aku mau melihatmu menderita," ucapnya dengan nada penuh penek
"Coba saja! Dan kalian akan merasakan akibatnya!""Sombong! Kau sendirian di sini. Kau yang akan sekarat sebelum sempat menyentuh kami!"Ketiga lelaki itu serentak menyerang Gallen."Hentikan!" pekik lelaki bersebo."Tapi, Bos—"Gelengan kepala lelaki bersebo memenggal kalimat protes salah satu anak buahnya.Momen yang sangat tepat bagi Gallen untuk menerima panggilan telepon mendadak.Gallen mendekatkan ponsel ke telinga."Bunga kembali segar, Bos!" lapor Kenzie dari seberang telepon.Gallen menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana.Ia memicing menatap sosok wanita yang masih duduk bersandar di atas lantai dingin. Diam-diam berusaha membuka ikatan pada tangannya."Silakan lanjutkan kesenangan kalian!" ujar Gallen, mulai berbelok dan mengayun langkah menuju pintu.Keputusan tiba-tiba yang dilontarkan Gallen membuat bola mata lelaki bersebo seakan mau loncat dari rongganya.Apa yang terjadi? Kenapa Gallen berubah pikiran? Bukankah tadi dia sangat menggebu-gebu ingin membebaskan
"T–tolong ... aakhh!" Lelaki bersebo itu menggelepar."Berengsek! Lepaskan bos kami!" Lelaki berkepala botak berteriak dengan mata melotot. Rupanya ia sudah mampu mengumpulkan kekuatannya setelah dihajar Gallen.Tiga orang lainnya menyusul bangkit dan mulai menyusun formasi untuk kembali bersiap menyerang Gallen."Tidak terlalu mengecewakan!" ujar Gallen, menyapu susunan formasi empat anak buah lelaki bersebo dengan putaran bola matanya."Kalian menginginkan lelaki tak berguna ini? Baik! Ambillah!"Dengan kecepatan yang sulit terdeteksi oleh mata lawan, Gallen mengangkat tubuh lelaki bersebo, lalu melemparkan badan yang gemetar itu pada anak buahnya.Dua lelaki yang berdiri berdekatan langsung terjengkang, tak sanggup menahan hantaman kuat dari badan lelaki bersebo yang dibuang Gallen.Suara bergedebuk secara beruntun, yang diiringi rintih kesakitan, memicu emosi dua lelaki lainnya."Kurang ajar! Berani sekali kau menyakiti bos kami!""Aku tidak tertarik untuk bermain-main dengan kali
Kraaak!"Aaakh!"Wajah lelaki botak itu memucat. Seluruh darah pada mukanya seakan mengering.Alih-alih menjatuhkan Gallen, tendangannya justru mendarat pada bahu kiri Laura.Sebelum menghindar, Gallen memutar tubuh Laura. Sayang ikatan tangan Laura pada tiang cukup kentat, hingga wanita itu tidak berputar maksimal."Bodoh! Apa yang kau lakukan?" maki lelaki bersebo."Ma–maaf, Bos! Aku ... aku tak sengaja."Plak!Lelaki bersebo menampar anak buahnya yang salah sasaran.Setelah melampiaskan emosinya pada sang anak buah, lelaki itu bergegas membantu Laura membebaskan diri.Gallen mengawasi lawan sembari mengulum senyum. "Kau payah! Tidak bisa membedakan mana kawan, mana lawan!""Tutup mulutmu! Itu semua karena kau curang!"Lelaki botak mengode rekannya. Kali ini keduanya menyerang serentak dengan kayu yang mereka pungut dari lantai.Gallen cenderung menghindari setiap serangan."Pengecut! Jangan hanya mengelak! Balas serangan kami!" Si kepala botak berseru marah ketika serangannya terus
Takut-takut, Laura balik badan. Ia menjatuhkan diri, berlutut di atas lantai."Tolong, biarkan aku pergi! Aku janji, setelah ini, aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi."Janji palsu. Laura pernah berkata begitu, tapi nyatanya wanita itu bukan hanya tidak pergi dari hidupnya, tetapi justru dengan sengaja mengacaukan hidupnya.Tega sekali dia bersekongkol dengan Bellona untuk mencelakai Grizelle.Gallen ingin mencincang tubuh Laura saat itu juga, lalu menghadiahkan setiap potong daging busuk itu pada penghuni kebun binatang milik Codet.Ah, teringat tentang Codet, refleks Gallen merogoh saku. Harusnya dia menghubungi lelaki itu lebih awal. Dengan begitu, ia tidak perlu berhadapan langsung dengan anak buah lelaki bersebo."Apa aku mengganggu tidurmu?" tanya Gallen, basa-basi setelah mendengar sahutan dengan nada mengantuk."Bos?!" Suara di seberang telepon berubah kaget. "Ada apa menghubungiku tengah malam begini? Apa Anda dalam bahaya?""Tidak, tapi aku butuh bantuanmu.""Siap, Bos! Be
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada