Sobat readers, bantuin author nyalain bintang kecilnya dong ... Caranya dengan memberi rating bintang 5 pada halaman muka cerita/di bawah blurb dan juga meninggalkan jejak komentar di sana. Terima kasih banyak. Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga sobat readers dan keluarga selalu sehat. Aamiin.
Di kediaman Stephen Kyler, Atha meraung frustrasi dalam ruang kerjanya.Tangannya menyapu rata barang-barang di permukaan meja hingga berserakan di lantai. Lalu, membanting punggung ke sandaran kursi.Adrian berdiri dengan kepala tertunduk dan tangan saling menggenggam. Tatapannya jatuh ke lantai."Apa kemampuan negosiasimu seburuk itu?" sergah Atha, meraup kasar wajahnya yang merah padam. "Mengecewakan sekali!""Maaf, Tuan Muda. Pewaris D & Co terkenal tidak mudah dibujuk dan sulit berubah pikiran.""Lalu, kau menyerah begitu saja?""Sa-saya sudah berusaha merayunya, Tuan, tapi ... dia tipe lelaki yang berpendirian teguh."Adrian memberanikan diri mengangkat kepala setelah Atha memilih diam."Saya rasa ... tidak buruk pilihan yang dia tawarkan, Tuan," ujar Adrian hati-hati, "Tuan hanya kehilangan hak pemegang saham, tapi tetap bisa mempertahankan jabatan Tuan.""Jika Tuan berhasil membawa perusahaan itu bangkit dari keterpurukan, Tuan akan mendapa
Pukul 11.15 menjelang tengah malam.Gallen duduk di hadapan bartender. Kepalanya berputar lambat ke segala arah. Mengamati keramaian di tengah hiruk-pikuk entakan musik."Air putih," bisiknya, ketika bartender muda di depannya menyodorkan segelas vodka.Dia seorang muslim, tidak mengonsumsi minuman beralkohol.Kalau bukan karena Regan menghubunginya dan mengajaknya menjalankan misi, dia tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempat seperti itu setelah memutuskan untuk pensiun dini."Hai, ganteng! Butuh teman?"Seorang wanita berbibir sensual tegak dengan bertopang siku di atas meja bar.Sebelah tangannya sibuk bermain-main dengan ujung rambutnya yang bergelombang sembari menggigit bibir.Tubuh sintalnya yang terbalut gaun merah dengan belahan dada rendah dan terbuka mengundang beberapa pasang mata liar untuk terus memandangnya.Gallen melirik sekilas pada wajah cantik wanita itu. Berpikir bahwa sangat disayangkan kecantikan itu harus bergelimang dalam
Musuh jangan dicari, jika datang, tak perlu dihindari. Gallen mencium gelagat aneh.Kehadiran gerombolan lelaki bertampang petarung itu tentu bukan sebuah kebetulan belaka.Puk!Gallen menepis pantat si lelaki setengah mabuk dengan mengerahkan sebagian tenaga dalamnya. Berjaga-jaga jika lelaki itu berniat melarikan diri.Lelaki itu masih tak menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Ia menyeringai. Berpikir bahwa sebentar lagi dia akan bebas."Lepaskan dia, maka kalian bisa pergi tanpa cedera!"Lelaki bercambang lebat memberi perintah dengan nada tegas."Kami polisi yang sedang bertugas." Regan mengeluarkan lencana polisi miliknya. "Jangan menghalangi tugas kami!""Cuih!" Lelaki itu meludah ke tanah. "Polisi tidak punya tempat di sini. Kamilah yang berkuasa."Mata Regan berkedut. Ia sengaja mengeluarkan lencananya agar masalah lebih cepat selesai. Ternyata ia salah perhitungan.Ia lupa bahwa di dunia malam dan dunia bawah, yang berlaku adalah hukum rimba
Pites melotot menyaksikan satu per satu anak buah terbaiknya beterbangan di udara terkena pukulan Gallen."Bedebah! Kau harus membayar tunai penderitaan orang-orangku!"Gallen menantang Pites dengan gerakan jari telunjuk."Kau akan menyesali keputusanmu bermain-main denganku." Pites menggerakkan kepala, memperdengarkan bunyi derak dari otot-otot leher yang bergesekan.Dia melakukan peregangan pada bahu dan pergelangan tangan.Sementara tidak jauh dari mereka, Regan terlihat kewalahan menghadapi salah satu anak buah Pites yang masih tersisa."Aaakh!"Regan menjerit ketika tendangan berkekuatan penuh mendarat di perutnya. Ia terjajar mundur.Beruntung Gallen sigap menyambar sebelah tangannya sebelum dia jatuh terjengkang."Kau tidak apa-apa?" tanya Gallen, menyalurkan sedikit hawa murni ke tubuh Regan."Yeah. Thanks, Bro! Uhuk!"Regan terbatuk dan memuntahkan seteguk darah.Gallen merasa prihatin dengan kondisi Regan dan berkata dengan
Gallen mendongak, tetapi tak semili pun beranjak dari tempatnya.Bugh!Gallen menyambut siku Pites dengan kepalan tinju. Keheningan malam kembali pecah oleh bunyi krak dari tulang yang patah."Aaaakh!"Jerit kesakitan Pites mengalahkan lolongan anjing.'Tidak mungkin!' Pites menyangkal kenyataan pahit yang menimpanya, meskipun ia batuk darah setelah mendarat dengan dada membentur tanah.'Ini hanya kebetulan. Dia tidak mungkin sehebat itu!'Pites terus berdebat dengan pikiran sendiri."Bagaimana? Masih mau lanjut?" tantang Gallen, "Tapi ... kusarankan kau untuk berhenti sampai di sini. Jika tidak, kau akan menyesal nanti!"Pites bangun sambil meludahkan darah, "Cuih! Aku belum kalah!"Gallen mencebik. "Pilihan yang buruk!""Persetan! Aku tak butuh pendapatmu!"Pites tak lagi ingin bermain-main. Ia mengeluarkan senjata yang terselip di pinggangnya. Sebuah kapak berujung lancip, dengan ukiran naga melingkar pada gagangn
Nyawa Gallen berada di ujung tanduk. Sementara ia masih belum mampu menguasai diri."Galleeen!"Dari kejauhan, Regan memekik kencang ketika kapak di tangan Pites bergerak turun. Senjata mematikan itu mengunci leher Gallen sebagai titik sasaran.Tertatih-tatih Regan memburu Gallen, tetapi gerakannya terlalu lambat."Tidaaak!"Regan menutup mata dengan tangan. Ia tidak sanggup menyaksikan bagaimana kepala Gallen berpisah dari raganya.Ting!"Aakh!"Ketegangan kian mencekam dengan terdengarnya suara denting besi beradu dan jerit kesakitan."Amankan dia!"Entah siapa yang berteriak. Regan tak ambil tahu. Ia nyaris pingsan dan jatuh terduduk, berpikir bahwa ia baru saja kehilangan partner kerja terbaik yang pernah dimilikinya."Maafkan aku, Gallen! Maafkan aku! Ini semua salahku!"Dalam kegelapan dan dekapan lara yang menyenak dada, Regan terisak. Ia menyalahkan diri sendiri atas nasib buruk yang menimpa Gallen.Namun, sejurus kemudian,
Darah Gallen mendidih mendengar rencana keji Pites. Tangannya refleks melayang.Plak!Tamparan keras mendarat di pipi Pites.Lelaki itu sungguh tidak layak disebut sebagai manusia. Bagaimana bisa dia berencana menjadikan kepala manusia sebagai mainan dan pakan hewan?Nuraninya pasti sudah mati!"Hatimu sangat busuk!" umpat Codet, "Menyesal aku tak menghabisimu tadi."Codet ikut geram dengan ocehan pongah Pites."Ayo bawa dia ke kantor polisi sekarang!" timpal Regan, tak kalah jengkel dari Gallen dan Codet."Tidak usah!" cegah Gallen, "Penjara terlalu nyaman untuknya.""Terus, apa rencanamu?"Gallen tak langsung menyahuti pertanyaan Regan. Ia menoleh pada Codet."Codet, ular berbisa peliharaanmu semakin berkembang, kan? Dengar-dengar kau juga menambah koleksi baru. Kau pasti kerepotan mengurus mereka. Jadi ya ... biarkan dia bekerja untukmu!""Ah, ya, ya ... aku baru saja meng-import ular viper bersisik gergaji dari India." Pites meneguk lu
"Singkirkan atau selamanya kau akan mematung di sini!"Gallen berbisik dengan nada penuh penekanan. Sorot matanya dingin dan mengintimidasi."Ya, ya. Akan kusingkirkan! Akan kusingkirkan!"Tangan gemetar Malik bergerak tak teratur, memasukkan kembali gepokan uang miliknya ke dalam kantong. Beberapa kali ia gagal menyimpan uang itu dalam posisi yang benar sehingga ia harus mengulangnya, lagi dan lagi.Dia tidak mau mati berdiri di pelataran parkir sebuah klub malam."Sekarang sudah tidak ada uang di tanganku," lirih Malik seraya memasang tampang bingung dan memelas."Bagus! Kau berjanji akan memberikan apa pun yang kuminta. Betul?""Ya, ya. Apa pun!""Bagaimana kalau kau bohong?""Tidak! Aku tidak akan berani melakukan itu. Kau bisa memegang kata-kataku.""Aku tak percaya. Manusia oportunis sepertimu mudah sekali berbalik arah. Jaminan apa yang bisa kau berikan?"Malik tercekik perasaan putus asa. Dia berurusan dengan orang yang salah dan tidak mudah diajak kompromi. Kali ini riwayatnya
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada