“Ibu tenang saja, semua akan baik-baik saja. Percayalah kepadaku,” jawab Dewa sambil tersenyum ke arah Rasti.Rasti mengangguk pelan. "Jangan sampai Kalila merebutmu dari ibu," gumam Rasti, namun hanya dalam hatinya, karena hal yang paling ditakutkannya adalah kehilangan Dewa. Dan dia tahu siapa Kalila, seorang wanita licik yang melakukan apa saja demi tujuannya.Dewa tahu, meskipun Rasti adalah seorang kupu-kupu malam. Namun, Rasti menyayanginya sangat tulus. Apapun Rasti lakukan demi kehidupannya yang lebih baik. Perjuangan Rasti tidak mudah, dulu saat Dewa kecil di umur Rasti yang masih sangat muda, Rasti sudah harus berjuang membesarkan seorang anak tanpa memiliki suami dan keluarga yang lainnya. Dewa berjanji dia akan membuat Rasti bahagia, dan tidak akan membiarkan Rasti menderita."Dewa, sebaiknya kita segera pergi dari sini. Karena banyak sekali pekerjaan yang harus aku kerjakan di kantor," ucap Kalila kemudian. Semakin lama disana, Kalila semakin merasa gerah berada di rumah
"Kau benar-benar licik, Kalila. Kita tidak pernah membuat janji seperti itu," ujar Dewa sambil menatap tajam ke dalam mata Kalila.Bahkan, semua peserta meeting lebih memilih untuk mengambil break karena melihat perdebatan antara Dewa dan Kalila."Semua itu bisa dibuat jika kau punya uang, Dewa," kekeh Kalila."Bagaimana kalau aku bisa membuat perusahaan itu semakin maju?" tanya Dewa kepada Kalila.Kalila terdiam sejenak, kemudian menyilangkan tangannya di depan dada, seolah sedang memikirkan tawaran apa yang akan diberikannya kepada Dewa."Yakin kau bisa? Untuk orang tidak berpengalaman sepertimu, aku rasa hanya bisa menghancurkannya," kekeh perempuan paruh baya itu meremehkannya."Kau tinggal sebut saja, bagaimana bila aku bisa membuktikan kemampuanku? Apa kau yang harus aku masukkan ke penjara?" tanya Dewa mendesak Kalila."Aku akan berikan kau saham di Golden Line sebesar 50%," jawab Kalila sembari tersenyum menghina. Golden Line adalah perusahaan milik William Nurmanegara.Bagi K
Braaak!"Apa yang kalian lakukan? Dasar jalang!" teriak Dewa."Kalian benar-benar menjijikkan!" teriak Dewa sembari membanting barang-barang yang ditemuinya.Tangan terkepal dengan sorot mata yang tajam, benar-benar mengerikan. Dewa menatap ke atas ranjang seolah ingin menguliti apa yang dia lihat."Aarrght!" Dewa berteriak kesal.Dewa marah bukan main, bahkan dia berteriak marah. Ingin sekali dia menghajar dua orang yang sedang bergumul diatas ranjang tersebut."Akan ku bunuh kalian!" Dewa tampak berjalan dengan marah mendekati ranjang. Namun, semua itu di urungkannya. Bagaimana mungkin dia menghajar perempuan, harga dirinya terasa seperti terkoyak-koyak."Ternyata aku kurang cantik, Kalila…," kekeh Dewa dengan urat kening dan leher yang menonjol saking marahnya."Apa ini alasannya, Kalila?" tanya Dewa kepada sang istri yang masih berada di atas pembaringan."Kenapa? Kenapa Kalila? Kenapa kau seperti ini?!" tanya Dewa dengan kemarahan yang belum reda di wajahnya."Apa dia sangat per
“Aku akan menyembuhkanmu, Kalila,” ujar Dewa setelah terdiam beberapa saat melihat tubuh Kalila yang polos. Sebisa mungkin Dewa menahan hasratnya, karena dia tahu wanita di depannya itu tidak normal.“Apa aku tidak salah dengar?” tanya Kalila menyipitkan matanya mendengar apa yang disampaikan oleh Dewa.“Aku akan membantu kau sembuh dari penyakit ini!” jawab Dewa tegas mengulangi perkataannya agar Kalila memberikan dia waktu dan kesempatan untuk menyembuhkan Kalila menjadi wanita normal lainnya.“Kau pikir aku sakit? Aku tidak sakit, Dewa. Inilah hidupku, Dewa. Kau tidak mengenalku dengan baik, jadi jangan sembarangan berkata. Aku tidak suka! Dan jangan campur kehidupan pribadiku!” teriak Kalila marah saat mendengar Dewa mengatakan dia sakit, dan perlu penyembuhan.Bagi Kalila apa yang dia dan Desti lakukan itu adalah hal yang wajar, mereka sering bersama dan timbul rasa saling mencintai. Dan juga sesama wanita, mereka tidak akan pernah saling menyakiti, itu yang menjadi pedoman Kalil
"Kau terlalu bersemangat," jawab Kalila sambil memejamkan matanya, dia menggeleng mendengar pertanyaan Dewa. "Shiit!"Hal itu membuat Dewa merasa terhina karena sebagai seorang lelaki perkasa dia bahkan tidak bisa menaikkan hasrat Kalila. Padahal Dewa melakukan dengan penuh perasaan, bahkan hasratnya sendiri tidak bisa ditahan ketika melihat tubuh mulus Kalila."Mulutmu boleh mengatakan kau tidak bernafsu, kau tidak tertarik. Tapi, setiap bagian tubuh kau itu memberikan respon yang berbeda. Jangan jadi orang yang munafik, Kalila," ujar Dewa kesal.Dewa berpikir kalau Kalila hanyalah menahan dirinya agar tidak tergoda dengan lelaki. Itu semua karena dia takut dan merasa dibayangi masa lalu membuat Kalila memaksakan dirinya kalau dia tidak tertarik dengan lelaki.Dari tubuh Kalila, Dewa tahu sebenarnya dari dalam tubuhnya masih merespon sentuhan lelaki. "Nikmati saja apa yang kau rasakan, Kalila. Aku tahu, mungkin kau tidak lagi terbiasa, namun kalau kau mau berubah itu belumlah terla
Hingga menjelang pagi ternyata Dewa tertidur diluar rumah, Dewa terbangun karena merasakan sesuatu yang lembut menyentuh wajahnya."Hmmmm.""Ternyata sudah pagi," gumam Dewa sambil menyipitkan matanya.Perlahan Dewa membuka matanya, sinar matahari membuat matanya silau. "Kalila?" tanya Dewa heran karena saat membuka matanya wajah sang istri yang pertama kali dia lihat."Iya, ini sudah pagi. Waktunya bekerja, rumah ini bukan panti sosial yang akan menampung orang-orang pengangguran," jawab Kalila santai."Iya, terima kasih," jawab Dewa pelan. Dewa duduk, seolah-olah nyawanya belum terkumpul. Sambil memijat pelipisnya Dewa berdiri dan bersiap masuk ke dalam rumah Kalila bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, begitupun dengan pengawal yang semalam Dewa temui sedang bersama dengan Kalila. Mereka tidak menunjukkan adanya hubungan yang spesial, hal itu membuat Dewa hanya bisa menggelengkan kepalanya."Sungguh kalian tidak memiliki rasa malu sama sekali," gumam Dewa."Entah apa yang salah
"Shiiit!" kesal DewaPerdebatan sengit terjadi sehingga mengundang manager tempat itu melerai mereka. Dengan sombongnya si penjaga menghina Dewa, alasan utama mereka adalah karena mereka belum pernah melihat kedatangan Dewa selama ini di tempat mereka. Apalagi Dewa dengan mengenakan pakaian yang serba lusuh.“Disini kalau booking room harus pesan minuman dan tidak boleh lebih dari satu jam kalau hanya satu gelas minuman,” jelas Manager yang bernama Xena itu dengan senyum terpaksa dari bibirnya. Mungkin dia berusaha bersikap profesional agar tidak terlihat arogan, padahal jelas dari senyumannya kalau dia sangat sombong dan tidak berbeda dengan sikap sekuriti tadi.“Harga minuman disini satu gelasnya sangat mahal bukan seperti es teh manis di pinggir jalan,” lanjut Xena.Dewa benar-benar kesal dengan sikap orang-orang sombong ini, yang hanya menilai seseorang dari penampilan.“Saya datang kesini karena saya mampu membayar! Berapa yang harus saya bayarkan?” tanya Dewa.“Saya setuju denga
Dewa melayangkan pukulannya ke wajah lelaki itu hingga dia melepaskan Aulula dari pelukannya.“Kau mau mati?” tanya Dewa menarik leher baju lelaki itu dengan berang.Orang itu juga berusaha memberontak. Namun, tenaganya kalah dengan kekuatan Dewa.“Kau kenal dia?” tanya Dewa kepada Aulula.Aulula menggeleng sambil duduk dengan raut wajah yang ketakutan.Bught! Bught!Dewa kembali memukul wajah lelaki itu dengan sekuat tenaga, hingga sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah. Dan orang itu tidak mampu memberikan perlawanan sedikitpun. Hingga wajah lelaki itu sudah babak belur, dan tergeletak di lantai.“Pergi dari sini!” teriak Dewa marah dengan menendang lelaki itu, namun sepertinya lelaki itu tidak memiliki tenaga untuk bergerak. Dia hanya menyapu sudut bibirnya yang terus mengeluarkan darah.Kemudian salah seorang karyawan tempat karaoke masuk kedalam ruangan Dewa."Maaf mengganggu. Orang ini mabuk," ujar karyawan itu dan segera memampah si lelaki mabuk untuk keluar dari ruangan Dew
"Kok bisa seperti ini?" tanya Dewa pelan."Surat apa?" tanya Rasti yang heran melihat perubahan ekspresi di wajah Dewa. Seperti sedang menyimpan sesuatu yang sangat berat.Dewa memberikan selembar surat tersebut kepada Rasti. Dan dari membaca kop nya saja Rasti tahu kalau surat itu adalah dari pengadilan."Gugatan dari Kalila?" tanya Rasti lagi."Bukan.""Terus?""Ini surat putusan perceraian. Kalila begitu pintar, entah kapan dia memasukkan gugatan dan sidang tahu-tahu sudah ada keputusan seperti ini," ujar Dewa lagi sambil menggeleng.Bahkan Dewa sendiri sangat heran saat mendapati surat itu dikirimkan ke rumahnya, karena seharusnya yang bersangkutan harus mengambil sendiri."Betapa matangnya persiapan kamu, Kalila. Sehingga aku tidak sadar apa yang kamu lakukan," gumam Dewa lagi sembari berlalu menuju kamarnya."Dewa, suratnya kamu simpan. Dan lebih baik seperti ini. Kamu tidak pernah mengkhianatinya, dan ini adalah keputusan Kalila sendiri," ujar Rasti, dan dalam hatinya Rasti ter
“Terserah papa mau percaya atau tidak, yang pasti saya memiliki semua buktinya. Dan dibawa ke jalur hukum pun semua akan percuma. Karena saya memang memiliki bukti yang kuat, dan juga penjual perusahaan itu juga adalah pemilik perusahaan itu sendiri,” jawab Dewa pelan.“Kau pikir aku akan percaya!” teriak William.Dewa hanya bisa menghela nafas berat mendengar semua apa yang William katakan.“Kau tunggu saja, Dewa! Kau pasti akan hancur! Kembalikan KL Group biar aku maafkan engkau!” teriak William.“Akan aku kembalikan jika Kalila yang minta!” Tut!Setelah mengatakan demikian Dewa mematikan sambungan telepon kepada William. Dia tidak ingin melanjutkan pembicaraan kepada William. Karena dia tahu William tidak akan pernah percaya dengan apapun yang dia katakan. Dan William pastinya akan tetap menyalahkannya.“Dia baru tahu, dan ini artinya babak baru pasti akan di mulai,” gumam Dewa pelan.“Pekerjaan selanjutnya akan lebih berat, baik Deka maupun Kalilagara pastinya akan menjadi target
“Kenapa? Apa ibu salah? Ibu rasa semua yang ibu katakan itu benar, dan kamu juga sudah mengetahuinya. Tapi, kamu selalu menepisnya dan seolah-olah kamu tidak tahu!”Ternyata Rasti semakin menjadi, bukannya dia berhenti saat mendengar Dewa mulai emosi malah Rasti semakin meninggikan suaranya.“Untuk apa kamu sedih dengan kepergian mereka, seharusnya ini adalah awal yang baik untuk kamu! Kamu bisa menjadi seperti kamu yang seharusnya!”“Ibu, tolong berhenti. Biarkan Dewa berpikir untuk semua ini,” ujar Dewa pelan dengan pandangan Dewa yang memelas meminta Rasti untuk tidak lagi melanjutkan perkataannya.Dewa tahu kalau Rasti memang tidak merestui dengan Kalila, namun selama ini Rasti tidak pernah mengungkapkan keberatannya secara langsung. Mungkin saat ini Rasti merasa takut karena sumber kekayaan mereka berasal dari Kalila.“Ibu sudah mencoba untuk menerima Kalila dalam beberapa tahun ini, ibu sudah mencoba untuk mengerti perasaan kamu. Namun, belakangan ibu tahu kalau dia adalah penyu
"Aku tidak bisa menahanmu lagi," ujar Dewa pelan sembari memegang tangan Kalila dengan erat. Dia tidak menyangka kalau ternyata hubungannya dengan Kalila akan seperti ini."Jangan lupa hidup bahagia," ujar Kalila dengan suara yang serak.Sebenarnya dalam hati Kalila terasa begitu berat meninggalkan Dewa. Karena jujur dalam hatinya dia sudah jatuh cinta kepada Dewa. Namun, Kalila terus berusaha menyangkalnya.Dia jatuh cinta bersamaan dengan Danaya juga jatuh cinta kepada lelaki yang sama. Sehingga tidak ada pilihan baginya selain pergi meninggalkan Dewa. Dia tidak ingin Danaya semakin menjadi-jadi mengharapkan Dewa karena dia juga tidak ikhlas meskipun Danaya adalah anaknya sendiri.Disamping menjauhkan Danaya dari Dewa, kepergian Kalila juga untuk menjauhkan Danaya dari ambisi William. Kalila tidak akan membiarkan anaknya menjadi korban keserakahan keluarganya."Jangan lupa hubungi aku dimanapun kamu berada. Aku butuh kabar dari kamu yang akan membuat aku tenang," ujar Dewa sambil me
"Aku harus menyusulnya" teriak Kalila marah dan segera berbalik arah.Bahkan Kalila lupa kalau dia ingin berganti pakaian tujuannya pulang.Hap!Dewa menahan tangan Kalila dan kemudian menggeleng, dia tidak ingin Kalila menyelesaikan masalah dalam keadaan emosi."Biarkan saja dulu," ujar Dewa pelan.Kalila menepis tangan Dewa dengan erat."Biarkan gimana? Kamu dengar sendiri kan apa yang akan papa lakukan kepada Danaya? Bagaimana kamu akan membiarkannya? Atau kamu memang setuju dan mendukung papa agar aku tidak pergi?" tanya Kalila yang meluapkan amarah yang tidak terbendung itu.Pikirannya saat ini benar-benar kalut. Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada anaknya itu? Dia tidak mau anaknya yang tidak mengerti apapun menjadi korban kakeknya. Dia tidak ingin Danaya dimanfaatkan oleh William.Dewa membimbing Kalila untuk duduk di sofa depan televisi, dengan menggenggam tangan Kalila, Dewa mulai berbicara secara lembut dan pelan."Tidak mungkin papa akan memaksa Danaya sekarang. Papa pas
“Aku tidak gila, cobalah kamu lihat video itu. Mungkin itu tidak dengan kualitas bagus, tapi cukup puas sebagai kenang-kenangan,” jawab Dewa dengan kembali menarik selimut dan kembali memejamkan matanya.Kalila tidak menjawab, dia sedang mengunduh video yang dikirimkan oleh Dewa. Walaupun dia sangat marah dengan apa yang dilakukan oleh Dewa memvideokan aktivitas mereka bercinta, namun Kalila sangat penasaran apakah memang dia berhasil melakukannya. Kalila merasa tidak percaya kalau dia akhirnya bisa mengatasi segala ketakutannya, dan bisa menghilangkan traumanya saat berhubungan badan dengan lelaki.Akhirnya video yang dikirimkan oleh Dewa sudah selesai terdownload, dan Kalila melihat video yang berdurasi beberapa menit itu membuatnya tercengang. Dia melihat bagaimana liarnya dia saat bermain bersama Dewa, bahkan terlihat kalau Kalila yang lebih banyak mendominasi permainan.Suara desahan dan erangannya terdengar jelas di dalam video tersebut, membuat wajah Kalila memerah. Dia merasa
“Maksudnya?” tanya Kalila bingung.“Kita harus menyelesaikan semua yang tertunda,” jawab Dewa.“Jangan gila! Aku sedang tidak mau melakukan apapun selain minum! Jangan membuat aku marah!” bentak Kalila kepada Dewa.Dewa hanya menghela nafas berat dan tetap memarkirkan mobil yang dikendarainya.“Ini adalah hotel bintang lima dilengkapi dengan bar dan club terbaik. Ada ruang VIP yang akan menjaga privasi kita agar tidak terganggu oleh orang lain,” ujar Dewa sembari mematikan mesin kendaraannya.Kalila terdiam, dia tidak menyangka kalau ternyata Dewa tahu tempat seperti ini yang berada di tempat yang sangat sejuk dan nyaman. “Selain itu juga pemandangan kebun teh yang menghijau dan tiupan angin dari perkebunan ini membuat minum kamu semakin nikmat. Sudah aku katakan aku akan memberikan kenangan yang terbaik buat kamu,” lanjut Dewa yang kemudian mengajak Kalila untuk segera turun.“Darimana kamu tahu tempat seperti ini?” tanya Kalila penasaran.“Internet. Aku pernah mencari di internet t
Tap!Dewa segera menangkap tangan tua William yang akan menampar Kalila. Sedangkan Kalila sudah memejamkan matanya, karena dia tahu tangan itu pasti mendarat di wajahnya. Meskipun sudah keriput, tapi tenaga William masih cukup kuat untuk menampar anaknya."Jangan main kekerasan, Pa," ujar Dewa yang kemudian melepaskan tangan William sambil menatap tajam lelaki yang sudah berumur itu."Jangan ikut campur!" teriak William marah."Tidak bisa! Dia adalah istriku, tidak ada seorangpun yang boleh menyakitinya. Sekalipun ayah kandungnya sendiri!" teriak Dewa dengan emosi yang meledak-ledak.Kalila yang mendapat perhatian seperti itu dari Dewa merasa begitu senang. Dia benar-benar mendapatkan perlindungan dari seorang suami. Hatinya menghangat, namun dia juga tidak bisa merubah keputusannya. Apalagi melihat tingkah William yang bahkan sudah mengincar Danaya.Wajar kalau saat ini William tidak terlalu mengejar Kalila untuk berpisah dengan Dewa dan menikah dengan temannya, ternyata William sed
Tangan Dewa kemudian bergerak ke bawah diantara kedua paha Kalila, kemudian bermain di sana keluar masuk pada inti Kalila sehingga desahan kembali keluar dari bibir tipis Kalila.Juga sesuatu yang sudah mengeras sejak tadi diantara kedua paha Dewa pun sepertinya sudah mendesak ingin mengambil alih tangan Dewa, dan seolah-olah berkata; “Ini adalah waktunya untuk menuju landasan.”“Baiklah, sudah waktunya kamu beraksi,” gumam Dewa dalam hatinya sambil menatap miliknya yang sudah siap tempur. Dewa membuka kedua paha Kalila, tidak ada penolakan dari Kalila. Bahkan sepertinya Kalila terbius dengan yang dimiliki oleh Dewa. Karena mata Kalila sejak tadi tidak beralih dari pusaka kebanggan Dewa tersebut.Tok! Tok! Tok!Sayup-sayup terdengar pintu ruangan Dewa diketuk dari luar. Dewa tidak peduli, karena dia sudah mengunci pintu itu jadi tidak akan ada orang yang bisa masuk.“Ada yang mengetuk,” ujar Kalila menahan tubuh Dewa yang berada diatas tubuhnya.“Abaikan, dan jangan pedulikan. Seharu