enjoy reading...
Pementasanku di Four Season berlangsung meriah dan lancar. Seluruh pengunjung merasa terhibur hingga akhir acara. Bahkan ada yang bersedia membayarku satu jam lebih lama untuk kembali mengguncang lantai dansa klub malam kelas VIP itu. Namun sayang, otakku tidak bisa berjalan dengan baik setelah Minaki memutus sambungan video call kami. Sialnya, aku tidak bisa menghubunginya kembali. Ponselnya tidak diangkat dan .... aku tidak tahu lagi harus menghubungi siapa untuk bertanya tentang dirinya. Mungkin orang akan mengira jika aku terlalu lebay dan gila karena mencintai wanita cacat dengan kaki kecil yang tidak berfungsi dengan baik seperti Minaki. Sedang aku sendiri bisa mencari yang lebih sempurna dari dia. Tapi, bagaimana jika yang sempurna bukan jodohku dan justru Minaki lah pelabuhan terakhir hidupku? "Kamu gila tidak mau menerima lima ratus ribu Yen untuk satu jam pementasan tambahan. Apa yang ada di otakmu, Jay?" Tanya manajerku kesal. Aku tahu dia kesal karena jika aku menolak
"Tolong, kembalikan aku ke kasur, Jay. Aku tidak mau berdebat masalah perasaan denganmu." Aku menangkup kedua pipinya yang putih itu agar menghadapku sepenuhnya. Karena rasa-rasanya, aku tidak cukup puas mendapat jawabannya yang terkesan menggantung bagiku. "Tapi aku mau jawaban yang pasti darimu, Minaki. Aku melakukan banyak hal sejauh ini hanya untuk mendapatkan kamu kembali dan Mayka. Lalu, kamu masih ragu. Itu tidak logis, Minaki." "Jay, aku perlu waktu menata bahkan melihat kesungguhanmu. Ketika kamu pergi setelah Mayka lahir, duniaku hilang sebagian. Aku sedih tapi aku harus kuat karena itu adalah pilihan yang kuambil." Aku menyatukan kedua kening kami tanpa melepaskan tanganku dari kedua pipinya. Dengan jarak sedekat ini, aku bisa merasakan tubuhku bereaksi lebih pada Minaki. Lelaki mana yang bisa menahan gairahnya lebih lama jika wanita yang diinginkan berada di atas pangkuannya dengan posisi begitu intim. "Tapi sekarang, aku tidak main-main dengan keputusanku sampai mem
Aku menatap Dina dengan wajah gelisah. "Gimana kalau emang Minaki berencana mandiri?" "Ya wajar kan kalau Mbak Minaki mandiri. Kan setelah kalian pisah selama setahun dia harus kerja demi Mayka. Kan kamu sebagai bapaknya kagak pernah ngasih dia duit, Mas. Lagian, dia udah siap kalau mesti jatuh berkali-kali demi Mayka. Asal dia nggak jatuh karena kamu. Katanya itu lebih nyakitin dan nggak ada obatnya." Celetukan Dina membuatku melupakan lapar yang menyerang. Dengan langkah seribu aku segera menuju kamar mandi lalu mengguyur tubuh dengan air hangat. Bergegas berganti pakaian musim dingin yang sudah ditata rapi oleh tim di dalam lemariku. Sangat terburu-buru hingga aku berulang mengumpat kesal karena takut Minaki merencanakan hal lain yang benar-benar bisa membuatku kehilangan dia kembali. "Mau kemana, Mas?" Tanya Dina ketika melihatku memakai sepatu dengan tergesa-gesa. "Keluar." "Ya elah, kalau itu aku tahu lah. Maksudnya mau kemana gitu kek?" "Nyari Minaki! Ribut aja kamu in
"Mas Jak, gawat!" "Ada apa, Din?" "Di luar ada fansmu, Mas!" Aku melangkah menuju celah pintu ruang pemasaran kemudian sedikit mengintip keluar. Apa yang dikatakan Dina benar, tampak kerumunan para gadis menunggu di depan pintu lalu aku menatap Minaki dan Dina bergantian. Sedang manajerku masih di dalam bersama manajer pemasaran Shinjuku Mall. Mereka pasti sedang bernegosiasi tentang harga unit stand yang akan disewa Minaki untuk membuka toko rotinya. "Ada apa Jay?" Minaki bertanya karena tidak mengerti bahasa Indonesia yang diucapkan Dina. "Ada fansku di luar, Minaki." "Lalu? Kenapa memangnya? Kenapa kamu sangat khawatir?" Dengan situasi seperti ini, aku tidak mungkin mengatakan pada Minaki jika aku harus menampakkan diri dihadapan para fans sembari mendorong kursi rodanya. Ini bisa mengundang pemberitaan miring tentangku. Gosip tentang fotoku saat menggendong Mayka di kuil Dazaifu saja belum tuntas, jika sekarang ditambah dengan gosip aku bersama wanita cacat, maka ini akan
Minaki marah!!!Suami mana yang tidak pusing memikirkan amarah istrinya? Siang kemarin, ketika aku selesai menjemput Minaki di Shinjuku Mall, aku tidak berniat pergi kemana-mana lagi. Bahkan ketika barang-barang pembuat roti Minaki dari Nobeoka datang, dia justru meminta tolong pada si pengantar, Dina, dan pengasuh Mayka untuk meletakkan semua barang-barang itu ke dapur rumah. Dia tetap mendiamkanku sepanjang hari hingga esok. Lalu aku menyuruh manajer melengkapi sewa menyewa salah satu stand potensial di lantai delapan Shinjuku Mall untuk toko roti Minaki yang baru.Biasa, aku ingin merayu dengan membereskan urusan sewa stand itu agar dia tidak marah terus kepadaku. "Beres, Jay. Setelah ini orang suruhanku akan membawa barang-barang Minaki ke Shinjuku Mall." Manajer berucap setelah Dina menyajikan minuman untuknya. Bukannya pergi, Dina justru ikut duduk disebelahku. "Ada apa, Din?""Pengen duduk aja, Mas."Berapa kali aku sempat menangkap gelagat aneh Dina ketika ada manajerku. A
"Aku yakin kamu tidak bodoh soal isi kontrak kerja sama kita, Jay. Karena kamu sudah lama bekerja di agensi Starhaven." Tuan Hitoyama masih menginterogasiku dengan gaya bijaksana dan berbudi luhurnya.Maklum, beliau ada orang penting di Starhaven, agensi yang menaungiku, yang memiliki sikap tegas nan berwibawa."Jadi, bisakah kamu menjelaskan gossip yang terus bergulir ini, Jay? Karena aku merasa sangat risih membaca beritanya dari hari ke hari."Aku masih diam memikirkan langkah selanjutnya karena keputusan yang kuambil ini akan menentukan nasib karirku selanjutnya. "Tuan, maaf. Saya bisa membantu Jayka menjawab pertanyaan anda." Manajer berusaha membantuku. Kepala Tuan Hitoyama menggeleng pelan setelah menyesap mojito botanical dengan daun rosemary di bagian pinggir gelas."Biarkan Jayka sendiri yang menjawab. Kamu diamlah."Pria paruh baya dengan rambut setengah putih berikut dengan jas elegan tanpa dasi yang membungkus tubuh idealnya yang tidak lagi muda, dengan mata sipit tapi t
"Terima kasih banyak untuk malam ini. Kalian luar biasa spektakuler. Saya Jayka, undur diri dulu. Nikmati sisa waktu kalian dan teruslah berbahagia."Malam ini aku mendapat undangan menjadi pengisi acara di salah satu klub malam ternama di Tokyo, The Prince. Pemiliknya secara eksklusif menghubungi Tuan Hitoyama agar aku bisa datang sesuai jadwal yang diinginkan. Alhasil, jadwal pemotretan malam ini dengan latar terbuka di sebuah hotel yang menghadap Tokyo Tower, menampilkan panorama muslim dingin di malam hari, harus kutunda. "Hebat, Jayka!"Pemilik klub malam The Prince memberi tepuk tangan riuh ketika aku baru turun dari panggung. Ia menghampiriku lalu menjabat tanganku. Pria yang kutaksir telah berumur empat puluhan itu begitu nyentrik dengan potongan rambut mowhak dan gelang berliannya. Berikut dua pengawal yang berada di belakangnya. "Terima kasih banyak telah mengundang saya, Tuan Akihara.""Sama-sama. Oh ya, apa kamu akan langsung pulang malam ini?"Aku mengangguk tegas seba
"Kali ini ada yang spesial dari jagat dunia hiburan kita rupanya.""Oh ya? Apakah itu?""Sekarang coba tebak, siapa artis berkulit coklat eksotis yang banyak digilai para wanita di Jepang?""Ehm... siapa ya? Memangnya kenapa sih?!"Host laki-laki itu memberi kode agar rekan host perempuannya mendekat."Aku bisikin ya?" Host laki-laki membisikkan sesuatu kemudian host perempuan itu terkejut dengan menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Benarkah? Dia kan idolaku juga.""Oh ya?" Host laki-laki itu menggeleng pelan dengan ekspresi hancur yang dibuat-buat. "Bagaimana kalau kamu mengidolakan aku saja?""Tidak! Aku suka Jayka dan segala keunikannya. Tapi, ada apa dengan Jayka? Yuk, kita simak rekamannya berikut ini."Aku baru selesai mengguyur tubuh dengan air hangat di kamar mandi. Namun, ketika akan menuju dapur, mataku justru menangkap Minaki yang tengah menonton siaran infotainment. Dia nampak begitu meresapi gaya bicara kedua host yang terlalu alay itu ketika mengangkat gossipku.Sebe
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan