enjoy reading ...
"Tentu saja, tidak. Kamu memiliki hak dengan siapa akan berkencan. Sekalipun kamu sudah memiliki istri," manajer berucap dengan ekspresi cuek. "Tapi aku akan memberimu sedikit nasehat. Dan semoga itu bisa menjadi pengingat langkahmu yang sebenarnya sudah salah, Jay." Tangannya bergerak menutup iPad miliknya kemudian menatapku lekat, "Ketika seorang melakukan perselingkuhan kemudian mengaku khilaf, maka itu hanya sebuah kebohongan yang diciptakan untuk menarik simpati pasangan. Karena setiap peselingkuh memiliki niat dan kesadaran utuh atas perbuatan yang mereka lakukan." Usai berucap, manajer menyandarkan tubuhnya di kursi lalu mengalihkan perhatian ke luar jendela mobil. Tidak pernah kutemui sikapnya sedingin ini selama bekerja untukku. Tapi, atas nama perbedaan prinsip kami, dia tidak lagi mendukung tindakanku untuk bersama Michiya. Tanpa menghiraukannya, aku turun di lobby apartemen Michiya begitu saja, sedang manajer berlalu entah kemana bersama mobil dan sopirku. "Nanti ju
Hubunganku dengan Michiya makin hari makin erat. Kami sering menunjukkan kebersamaan di muka umum kala aku sedang melakukan pementasan di salah satu klub karena dia kuundang secara eksklusif. Kami pun mulai sering bertemu dan menghabiskan beberapa jam bersama di apartemen Michiya. Aku tidak pernah sekalipun mengatakan bagaimana hubunganku dengan Minaki padanya. Dan tentang Minaki, istriku itu, aku tidak banyak berbicara dengannya saat berada di rumah. Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mayka, putriku. "Senang sekali gossipku akhirnya tenggelam perlahan karena hubungan settingan kita," ucapku sambil menuang air putih ke dalam gelas di dapur apartemen Michiya. "Ya. Para fans mendukung hubungan kita, Jay." Kedua mataku menatap Michiya usai berkata demikian, lalu aku menampilkan sebaris senyuman dengan mengangsurkan segelas air putih itu padanya. "Jay, boleh aku bertanya?" "Apa?" "Apa ... dihatimu ada perempuan lain?" tanyanya hati-hati. "Kenapa kamu bertanya begitu?"
"Tuduhanmu tidak berdasar, Minaki. Aku dan Michiya, kami sengaja disetting oleh agensi agar nama baikku bersih dari gosip jika aku sudah memiliki anak. Perlu kamu tahu, aku melakukan itu agar agensi dan aku tidak semakin kehilangan banyak kerja sama dengan sponsor yang potensial." "Tapi setidaknya kamu bisa bicara denganku lebih dulu kan, Jay." "Memang sespesial apa dirimu di mata agensiku? Mereka saja tidak tahu siapa kamu, dan kamu berlagak melarangku mengikuti saran agensi dengan dalih kamu istriku. Yang benar saja," aku berucap dengan dengusan geli. "Aku tidak akan melarang apapun keputusan yang kamu ambil bersama agensi, Jay. Tapi setidaknya kamu bilang padaku apa yang akan kalian lakukan. Bukan membiarkan aku tidak tahu apa-apa! Bagaimanapun hargai aku sebagai istrimu, Jay." "Tapi lebih miris lagi begitu aku melihat semua berita dan foto-foto mesramu dengan Michiya, kamu justru tidak bersikap selayaknya suami memberi pengertian dan penjelasan pada istrinya yang merasa cemburu
Apa katanya? Selamat tinggal? Kembali ke Nobeoka bersama putriku Mayka? "Ini tidak lucu, Minaki." Minaki menatapku dengan tatapan kecewa bercampur sedih, "Kamu pikir aku sedang melucu, Jay? Asal kamu tahu bahwa hidupku terlalu banyak mengenyam kekecewaan sejak aku masih sekolah! Tidak ada satu pun teman yang sudi bersahabat secara tulus denganku yang selamanya akan berada di atas kursi roda! Dan sekarang, kamu menambah daftar orang-orang bermuka dua yang hanya memanfaatkan aku untuk kepentingan diri sendiri!" "Kalau kamu hanya bisa memberi duka dan tidak bisa mengambil hatiku yang terluka sejak pernikahan kontrak kita berakhir, lebih baik jangan halangi pernikahanku dengan Hiroyuki saat itu, Jay! Biarkan aku hidup bersama siapapun yang mau menerimaku apa adanya! Bukannya bersikap sok jagoan bisa memberi aku dan Mayka kehidupan yang bahagia tapi ternyata semu!" Luapan emosi Minaki tidak main-main. dan aku bisa merasakan luka di hatinya yang tidak bisa dibendung lagi. "Kali ini
Tidur nyenyak? Jangan harap. Aku tidak bisa memejamkan mata karena akhirnya Bapak dan Ibu tahu jika aku dan Minaki berseteru. Apalagi jika bukan karena hati kami kembali tidak sejalan seperti dulu. Entah ini salahku atau salah Minaki yang terlalu jual mahal. Yang pasti aku tidak rela jika dia pergi membawa serta Mayka. Aku tidak bisa jauh dari putriku bersama Minaki itu meski aku bisa memilih wanita manapun untuk melahirkan keturunanku. Entahlah mengapa aku tidak bersemangat untuk memiliki anak lagi apalagi aku masih belum menemukan perempuan yang benar-benar hatiku inginkan. Soal Michiya, entahlah mengapa aku hanya merasa nyaman saja dengannya. Bukan untuk menuju ke arah hubungan yang serius. "Ribet banget!" geramku lalu menyibak selimut. Hari sudah pagi dan aku harus menegaskan pada Minaki kembali jika ia tidak boleh keluar dari rumah ini dengan Mayka. "Mas Jaka mau ngapain?!" itu suara Dina ketika aku akan mengetuk pintu kamar Minaki. "Mau bicara sama Minaki." "Nggak
POV MINAKI Senangnya hatiku, ketika bertemu kembali dengan Jayka beberapa bulan yang lalu. Tepatnya beberapa hari sebelum aku dan Hiroyuki akan menikah. Hiroyuki, pemuda dengan gangguan mental juga putra dari sahabat Papa itu dijodohkan denganku mengingat kami sama-sama memiliki gangguan. Sebenarnya, aku tidak butuh menikah lagi, apalagi menikah dengan lelaki yang ... aneh sifatnya. Aku tidak menyebut Hiroyuki gila, hanya saja dia memiliki sifat dingin dan tidak bersahabat dengan Mayka. Saat itu, Jayka berkata dengan lantang padaku. Untuk apa aku harus repot-repot menikah dengan Hiroyuki jika kelakuannya hanya menjadi beban untukku? Jayka berkata benar. Sebab, untuk membawa diriku saja yang duduk di atas kursi roda untuk selama-lamanya saja terkadang masih kesulitan. Ditambah dengan merawat dan mengasuh Mayka, putriku dengan Jayka. Meski memiliki pengasuh, tetap saja Mayka butuh aku sebagai ibunya. Akhirnya, hatiku goyah dimenit-menit menuju upacara pernikahan. Lalu Jayka data
POV MINAKI Istri mana yang bisa bertahan hidup bersama suami yang sudah berubah? Berubah tidak mencintainya lagi, berubah tidak menepati janjinya sendiri, dan berubah bersikap kasar. Aku bukan istri dewa yang bisa menahan itu semua, sekalipun kata orang aku adalah salah satu manusia paling sabar karena tetap semangat melewati ujian kehidupan dengan kondisi tidak sempurna seperti ini. Berakhir di kursi roda seumur hidup akibat polio. "Kenapa kamu diam saja, manajer? Apa Jayka tidak memberi jawaban tentang rumah mana yang akan dia ambil untuk keluarga kami?" Manajer Jayka hanya diam sambil menatap pamflet-pamflet rumah yang yang disewakan. "Tolong jangan diam saja. Apa kamu tidak kasihan melihatku yang terus-terusan disakiti Jayka secara tidak langsung?" "Aku hanya tidak bisa bersikap seperti pengkhianat atau sejenisnya, Minaki. Jayka adalah artisku, dan kamu adalah sahabatku. Aku menyayangi kalian sebagai sahabat tapi aku juga tidak bisa ---" "Baiklah, aku mengerti," selaku ce
POV MINAKI "Jay? Jayka?!" Kemudian aku menatap layar ponsel yang telah menghitam. Itu artinya Jayka benar-benar telah memutus sambungan telfon kami. "Astaga ya Dewa, sakitnya," gumamku sambil menekan dada yang rasanya tiba-tiba tercubit sakit. "Jayka sialan! Dia menjanjikan surga tapi nyatanya memberi neraka! Tega sekali kamu, Jay!" Tidak mau sedih sendiri dengan tetap berdiam di bawah guyuran hujan salju tipis, aku memutuskan tetap membawa kursi rodaku ke restaurant yang Jayka datangi dengan perempuan itu. Entah siapa namanya. Aku berani bertaruh jika Jayka memiliki perempuan idaman lain. Dia melupakan sumpahnya dan aku akan mengakhirinya sebentar lagi. Ya, sebentar lagi. Aku sedang berusaha menunjukkan padanya dan dunia bahwa menjadi penderita polio sekaligus mengasuh anak semata wayang, tidak akan membuat semangatku untuk terus bertahan hidup juga ikut meredup. Sekalipun dia mengkhianati janjinya padaku. Aku, Minaki Siraga! Bukan wanita lemah, yang lemahnya seperti kakiku!
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan