Lengkukup sedikit mengangguk pelan, seolah dirinya mengerti apa yang diutarakan pria tersebut.
Namun, sebenarnya Lengkukup tidak tau letak pastinya desa tersebut. Di kekaisaran Wei, banyak sekali desa serta kota yang belum pernah ia dengar sebelumnya.
Meski dulu, ayahnya pernah menceritakan sebagian desa yang ia ketahui, akan tetapi itu semua hanya sebagian kecil, sedangkan sekte nya sendiri hanya merupakan sekte kecil yang ada di kekaisaran.
"Mungkin aku akan singgah sebentar kesana," gumam Lengkukup.
"Kalian tau desa Suban?" tanya Lengkukup kepada salah satu pria itu. "Kami mengetahuinya, letaknya tidak jauh setelah melewati kota," jawabnya. "Pas sekali, aku juga ingin ke kota terlebih dahulu," timpal Lengkukup seraya melirik pakaiannya.Sontak hal tersebut langsung memancing beberapa pasang mata, untuk melihat kearah yang sama. Ketika itu, pria tersebut mengaku, jika awalnya mereka hanya mengangg
Namun pria itu justru mengabaikan permintaan Lengkukup. Ia beralasan, jika teh yang mereka miliki sangatlah enak, terlebih ia mengatakan, jika tidak baik menolak pemberian orang lain.Pada akhirnya, Lengkukup hanya bisa menuruti keinginan pria itu. Hampir beberapa menit berlalu, ketika pria itu masuk ke dalam rumahnya untuk membuat teh, dari luar Lengkukup sempat mendengar suara batuk-batuk dari dalam rumah.Ia beranggapan, jika suara tersebut merupakan suara dari ibunya yang sedang menderita sakit tertentu sesuai penuturannya, beberapa waktu yang lalu."Maaf membuat tuan muda menunggu! Silahkan di minum tuan," ungkapnya ketika menemui Lengkukup."Tidak apa-apa," timpal Lengkukup sembari menenggak teh bagiannya.Ketika itu, Lengkukup sempat merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan. Sungguh tersebut merupakan teh terbaik yang pernah ia minum, di dunia persilatan teh merupakan minuman yang sangat di nantikan, ketika sedang beris
Dalam perjalanannya menuju kota di Sudong, Lengkukup sedikit berharap jika tidak akan menemukan masalah yang lain, seperti yang di alaminya hari itu.Namun, tentu saja tidak ada jaminan, jika semua akan berjalan dengan sempurna, meski telah mengaturnya sedemikian rupa.Kencana, bahkan pernah mengatakan kepada Lengkukup, jika semua telah diatur sedemikian rupa oleh sang pencipta, dan manusia hanya menjalankan cerita kehidupannya masing-masing."Aku masih mengingatnya," gumam Lengkukup sembari terus melanjutkan langkah.Ketika itu, Lengkukup akhirnya tiba di tempat tujuannya, tempat itu merupakan salah satu tempat teramai yang pernah ia kunjungi, bahkan dirinya sangat merindukan suasana tersebut.Tetapi, belum pula ia bisa bernafas dengan lega, tiba-tiba dari satu arah, terdapat keributan yang di sebabkan oleh berita tentang kematian kelompok aliran hitam ya
Akibat perbuatan tersebut, akhirnya malah membuat ia semakin di kerumi banyak orang, terlebih para pengemis yang segera berdatangan.Namun, dengan cepat Lengkukup mengakhirinya dan berlalu begitu saja. Tentu para pengemis tidak tinggal diam, karena belum mendapatkan bagiannya.Mereka sempat mengejar keberadaan Lengkukup, akan tetapi belum juga menemukan hasil ketika beberapa saat mengejarnya."Sukurlah mereka tidak tau aku berada disini," batin Lengkukup.Ketika itu, Lengkukup sempat menerobos beberapa orang yang ada di depannya dan bersembunyi disalah satu gerobak buah, sehingga membuat para pengemis tersebut kehilangan jejaknya.Selang beberapa saat, Lengkukup akhirnya keluar dari tempat itu, karena merasa telah aman. Pada akhirnya Lengkukup masih sedikit kesusahan, akibat tindakannya sendiri yang menyebabkan hal tersebut.Belum pula
Namun, belum sempat Lengkukup melangkahkan kaki, pria tersebut kemudian menyuruhnya berhenti, hal tersebut tentu menarik perhatian Lengkukup, sehingga ia menghentikan langkahnya.Lengkukup menaikkan alisnya ketika mendapati pria tersebut menatapnya tajam, seolah ingin mengetahui lebih pasti maksud dan tujuan pria itu."Tunggu sebentar! jika aku boleh tau, tuan muda berasal dari mana?" tanya pria itu kemudian. "Bukankah tidak baik, jika kau bertanya demikian pada orang yang baru saja kau temui?" timpal Lengkukup. "Aku benar-benar minta maaf! hanya saja, aku sedikit penasaran," jawab pria itu."Perkenalkan, aku Xiacun!" tambahnya seraya mengulurkan tangan. "Kau bisa memanggil namaku Leng," jawab Lengkukup singkat sambil melipat kedua tangannya kebelakang.Pria itu hanya tersenyum malu kemudian menarik tangannya, karena Lengkukup sama sekali tidak peduli dengan tindakan yang ia lakukan.Ia ba
Sontak hal tersebut membuat kepanikan sang pemilik penginapan, terlebih orang-orang yang tengah menginap di tempat itu.Mereka bahkan mencari cara untuk meloloskan diri dengan berlari, akan tetapi tindakan tersebut bukannya menyelamatkan mereka, justru membuat mereka terbunuh.Xiacun yang melihat kejadian itu, tentu saja tidak tinggal diam karena merasa dirinya berhak untuk membela kaum yang lemah, dengan gagah berani ia mengaku sebagai anak tersebut, yang mereka cari-cari."Hentikan! aku orangnya, kalian tidak perlu mencarinya lebih jauh," ucap Xiacun. "Oh rupanya, sejak tadi kau berada disini dan kau malah membiarkan mereka mati begitu saja," sahut pria bertubuh besar itu. "Benar! sebaiknya kalian pergi dari tempat ini, karena aku tidak akan segan-segan membunuh kalian, jika kalian bertindak lebih dari ini," timpal Xiacun seraya mencabut pedang yang ia miliki. "Nyalimu besar juga! kalian
Ketika ia selesai berbicara, Xiacun lantas memberikan sebuah pukulan tepat mendarat di bagian muka, sehingga pria itu tampak berdarah dibuatnya.Dari hidung serta tepi bibirnya kembali mengeluarkan darah segar, akan tetapi serangan itu bahkan tidak membuat pria itu berpaling, ketika Xiacun memberikan pukulan, ia kembali menebaskan golok miliknya.Akibat gerakan yang begitu mendadak, Xiacun hampir tidak sempat menghindarinya tepat waktu, sehingga membuat ia terpundur beberapa langkah dan hampir mengenai dinding dari penginapan itu."Lumayan! Keluarkan seluruh kemampuan," ucap Xiacun. "Biadab! kau akan mati..." ujar pria itu menyeringai. "Kalian jangan diam saja, bantu aku!" tambahnya sembari meminta bantuan kepada anggotanya yang tidak jauh dengan dirinya.Ketika mendapat perintah dari ketua perampok tersebut, mereka lantas menyerang Xiacun hampir bersamaan, pukulan dan tendan
Serangan itu terjadi sangat cepat, bahkan wanita yang berada didepannya tidak mengetahui hal tersebut, ketika kepala perampok itu terlepas dari tubuhnya.Perempuan itu lantas memekik dengan keras dan berusaha meminta pertolongan, karena merasa terancam dengan kehadiran Lengkukup.Namun, dengan cepat Lengkukup mengatakan jika ia berusaha menolongnya, bukan untuk menyakiti, akan tetapi perempuan itu malah menuduhnya sebagai penjahat yang akan mencelakai dirinya."Tolong...!!" pekik wanita itu. "Maaf nona, tetapi aku berusaha menolongmu," ucap Lengkukup. "Tidak! kau seorang pembunuh," timpalnya. "Aku hanya bertindak cepat, sebelum ia mencelakai mu," ujar Lengkukup.Ketika itu, ketua perampok rupanya bereaksi dengan cepat bertepatan dengan wanita itu memekik dengan sangat keras.Awalnya ia menduga, jika anggotanya tersebut mengambil jatah miliknya
Pada saat itu, Lengkukup sedang memikirkan situasi terburuk, yang kemungkinan besar akan segera terjadi di penginapan tersebut.Namun, belum sempat ia berfikir terlalu jauh ruangan tersebut kini dipenuhi oleh anggota perampok yang datang akibat keributan di dalam ruangan itu.Awalnya mereka menduga, jika ketua mereka sedang menikmati tubuh wanita muda itu, akan tetapi setelah beberapa saat berlangsung, mereka kemudian mendengar suara hantaman pada salah dinding ruangan yang menyebabkan getaran cukup kuat terjadi."Apa yang sedang terjadi?" ucap salah seorang anggota perampok. "Ketua apa yang terjadi dengan anda?" sahut anggotanya yang lain, ketika melihat ketua mereka tengah bersusah payah untuk sekedar berdiri.Namun, belum sempat mereka mencerna situasi, mereka kemudian dikejutkan dengan penampakan salah satu anggota mereka, dengan tanpa kepala tergeletak di dasar lantai ruangan
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya