Kedatangan beberapa orang itu hanya untuk mengantar nyawa ketika mereka bertarung dengan orang yang salah, ya, saat ini kelompok tersebut sudah berhasil di atasi oleh Heng Juesha.Namun dengan kematian beberapa orang itu rupanya menambah pekerjaan bagi mereka, dimana saat ini Yu Lian dan rekannya yang lain tengah sibuk membuat pemakaman untuk orang-orang itu.Tugas itu diberikan langsung oleh Heng Juesha dimana saat ini, pria itu tengah menikmati pemandian air panas yang telah di siapkan sebelumnya oleh pemilik penginapan tersebut.“Tuan pendekar, ini handuknya.” Ujar wanita muda itu lalu bergegar pergi ketika selesai meletakkan sehelai handuk di dekat pria tersebut.Namun belum sempat wanita muda itu pergi dari tempatnya, Heng juesha berkata, “Nona, tunggu!” ujarnya lalu menyuruh wanita itu untuk tetap tinggal disana.Wanita tersebut sempat ingin pergi meninggalkan Heng Juesha, meski pria itu telah memintanya untuk tetap tinggal disana, hal itu terjadi karena ia masih takut dengan so
Yu Lian yang sudah di mabuk kepayang itu pada akhirnya melepaskan tangan wanita tersebut dengan sangat terpaksa, akan tetapi sebelum wanita pergi dari hadapannya ia kemudian berkata, “Nona, tunggu sebentar ada yang ingin aku sampaikan!” ujarnya.Dua pasang mata itu kemudian bertemu pada satu titik pertemuan, dimana saat ini Yu Lian kembali meraih tangan wanita itu dan mengajaknya untuk duduk di salah satu tempat tidak jauh dari mereka berada.Wanita itu hanya dapat menurut terhadap perkataan Yu Lian, seolah pasrah terhadap takdir yang sedang dia alami saat ini, hingga pada akhirnya mereka mulai berbicara empat mata.“Tuan cepat katakan, aku tidak bisa terlalu lama berada di sini, lagi pula-““Nona, aku ingin mengatakan, jika aku...”Namun perkataana Yu Lian tiba-tiba saja berhenti, ketika ia melihat sekelebat bayangan melintas dari balik pepohonan yang berada di depan mereka.Sontak hal tersebut membuat wanita itu merasa ketakutan, lalu mencoba mencari perlindungan dengan menyembunyi
Di sisi lain, tampak dua orang pria tengah bertarung cukup sengit dan berusaha untuk memberikan serangan yang cukup berarti, akan tetapi bukan untuk membunuh melainkan untuk menguji kemampuan pemuda itu, Ling.Dalam beberapa bulan terakhir, kemampuan pemuda itu sudah meningkat dengan pesat terlepas dari jumlah tenaga dalam yang dia miliki, saat ini pemuda itu sudah melewati batas kekuatannya bahkan dapat dikatakan setara dengan En Jio.Tentu hal itu, jika Ling menggunakan kekuatannya dalam bentuk Manggala, sehingga saat ini En Jio harus berfokus untuk meningkatkan jumlah tenaga dalam pemuda itu, ya, dengan kekuatan sebesar itu tentu harus memerlukan jumlah tenaga dalam yang sangat banyak.“Cukup, latihan hari ini kita hentikan-“ ujar En Jio, “Ada beberapa hal yang harus aku sampaikan!”Ling hanya mengangguk satu kali, lalu berkata, “Apa itu Guru?” tanya pemuda tersebut.Sebelum menjawab, En Jio sempat menghela nafas satu kali kemudian membuka sebelum akhirnya mengeluarkan kalimat, “Sa
Saat ini pria itu langsung memeluk ibunya serta adiknya dalam satu dekapan, di ikuti dengan tangisan dari ketiganya dan hal tersebut membuat Yu Lian merasa bersalah.Meski belum mendapat penjelasan dari pria tersebut, tetapi Yu Lian langsun dapat mengerti ketika wanita itu mengakui jika pria itu adalah kakaknya, sehingga tidak memerlukan penjelasan yang lebih jauh.Namun dalam keadaan ini, pria itu segera membersihkan air matanya dan kembali menatap Yu Lian serta Heng Juesha secara bergantian, akan tetapi dari pandangannya barusan ia seakan meminta penjelasan dari keberadaan orang-orang tersebut.“Siapa kalian?” tanya pria itu dengan nada yang cukup tinggi.Mendengar hal itu Yu Lian hendak menjawabnya, akan tetapi kalimat yang ingin ia lontarkan tiba-tiba saja terhenti, ketika Heng Juesha melarangnya dengan menggelengkan kepala satu kali.Namun dengan reaksi barusan, rupanya membuat pria itu menjadi gusar dengan kembali berkata, “Mau apa kalian berada di sini, sudah puaskah menyakiti
Di sisi lain langit menjadi gelap dalam seketika diikuti dengan angin yang menderu deras seolah akan menelan alam semesta, pertanda buruk telah terjadi, bencana alam mungkin akan segera terjadi.Namun tidak demikian, dari pertanda barusan muncul seorang pria dari arah utara dengan perawakan tinggi dan memiliki paras yang tampan dia juga mempunya rambut panjang berwarna putih.Dengan ciri tersebut tentu saja semua orang akan menganggap dia pria yang masih mudah, akan tetapi tidak demikian, pada kenyataanya orang tersebut sudah memiliki umur diatas seratus tahun.“Celaka, dia benar-benar datang!” ucap En Jio.Dengan kehadiran pria itu membuat En Jio sempat beberapa kali menelan ludah, ya, Roh Suci yang di maksud telah menampakkan diri di hadapan mereka berdua.Entah dari mana ia dapat tiba di tempat itu dalam sekejab mata, akan tetapi dari sejarah yang ada jika hal itu terjadi, maka dapat di pastikan dia adalah orang yang dapat menggunakan portal dimensi dengan berpindah tempat secepat
Pada saat ini, pria yang dianggap sebagai Roh Suci itu merasa dirinya di atas angin karena menyadari jika iblis kecil itu bukanlah tandingannya, bahkan ia menduga jika dapat mengalahkan Ling hanya dalam beberapa detik saja.Namun pada kenyataannya Ling dapat bertahan dari serangan pria itu, meski pada saat ini ia sedikit terpojok karena tidak dapat memberikan seranganbalasan yang cukup berarti.Hal itu membuat Ling berdecak satu kali sebelum berkata, “Tuan pendekar, tunggu!” ucapnya.Dengan kalimat barusan, pria itu segera menghentikan serangannya untuk sesaat lalu menjawab dengan lantang, “Apa aku harus mendengarkan mu?!”Rupanya ia tidak benar-benar berniat untuk berhenti, melainkan ingin memberikan serangan yang sama kembali, akan tetapi pada saat itu juga, En Jio melesat lalu berkata dengan suara cukup keras, “Tuan Roh Suci, dia adalah muridku dan saat ini ia ingin menjadi muridmu!” ujar En Jio.Namun pada saat itu juga, pria tersebut kembali melepaskan serangan kearah En Jio semb
Di sisi lain, kelompok Heng Juesha pada akhirnya meninggalkan penginapan itu setelah dua hari mereka menginap di tempat tersebut.Ada banyak cerita yang mereka dapat dari pertemuan mereka dengan seorang pria yang tidak lain adalah anak pertama dari pemilik tempat itu, bahkan beberapa di antaranya merupakan sebuah informasi yang cukup berharga.Salah satu informasi yang mereka dapat dari pria itu ialah tentang keberdaan kelompok aliran hitam, pada sebuah kota kecil, tepatnya berada di sisi selatan.Dari penuturan pria itu, jika di kota tersebut terdapat kelompok aliran hitam dengan lambang elang pada selembar bendera berwarna merah, dari informasi yang telah beredar jika kelompok tersebut merupakan bagian dari kelompok Empat Mata Tengkorak.Namun dari beberapa orang tersebut, Yu Lian menjadi salah satu yang tidak percaya dengan perkataan pria tersebut, “Ketua Heng, apa kau yakin akan pergi kesana?” tanya Yu Lian memastikan.Pada awalnya, Heng Juesha sendiri sempat tidak yakin dengan pe
Dalam keadaan terluka parah, Ling masih saja terus menguatkan diri untuk kembali bangkit, seolah tidak pernah merasakan sakit pada tubuhnya.Saat ini dirinya berniat untuk kembali melanjutkan pertarungan, tentu saja tidak menggunakan kekuatan Manggala melainkan dengan kemampuannya sendiri.Pedang yang selama ini terus ia simpan dalam waktu yang cukup lama, pada akhirnya harus ia gunakan dalam pertarungan melawan pria itu, berharap jika ia dapat memberikan serangan yang cukup berarti.“Dengan ini, aku akan mengakhirinya..!!” teriak pemuda itu.Mendengar hal tersebut, En Jio hanya dapat bereaksi dengan menelan ludah, karena tidak menyangka jika muridnya itu akan melanjutkan pertarungan kembali meski dalam keadaan terluka parah.Tentu saja dia tidak sependapat dengan pemuda itu, akan tetapi karena tidak memiliki banyak pilihan ia terpaksa menuruti kemauan pemuda tersebut meski taruhannya adalah kematian.Pada awalnya ia sempat berenca untuk melarikan diri setelah memberikan pertolongan k
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya