Ethan diam-diam menahan kegembiraan di hatinya dan memasang wajah sulit. Dia berbalik dan bertanya, "Pak Haryo, CPU barangmu ini kekurangan terlalu banyak onderdil!"
"Setiap CPU tidak lengkap, dan onderdil yang bagus mungkin sudah diambil, meninggalkan onderdil jelek yang tidak dapat digunakan ini. Semua besi tua tidak berguna ini bisa buat apa?" Ethan berbicara sambil menggelengkan kepala dan menghela napas, menunjukkan sikap tidak tertarik dengan barang-barang ini. Haryo juga tahu bahwa kumpulan barang ini sangat memalukan, dan perbaikannya tidak sepadan. Biaya perawatan sangat mahal, dan jika dijual juga tidak menguntungkan. Tetapi jika kamu menjualnya sebagai onderdil seken, siapa yang akan membeli onderdil jelek sebanyak ini? "Ah, Saudara Ethan, bukankah kamu mengatakan bahwa kamu ingin mempelajarinya? Kami jual kepada Anda sebanyak ini dengan harga murah. Setelah kamu membawa barang ini, kamu dapat"Ya, bosmu itu bijaksana." "Kalau begitu tolong kirim barang ini kepada saya. Saya akan memberi alamat nanti." Haryo juga menghela napas lega. Tugasnya selesai, dan targetnya juga selesai! "Baik, saya akan mengatur orang untuk mengirimkannya pada Anda nanti!" Ethan menulis alamat toko untuk Haryo, lalu membayar dan mendapatkan tanda terima dan faktur. Setelah menyelesaikan prosedur serah terima, Ethan dan Tian kembali ke toko terlebih dahulu. Seminggu telah berlalu, renovasi toko masih berlanjut. Selama satu minggu itu Ethan juga datang untuk melihat dua kali. Kemajuannya memuaskan. Awalnya, diperkirakan akan memakan waktu dua minggu untuk membuka slot, tetapi Putra hanya butuh satu minggu untuk menyelesaikan sebagian besar proyek ini. Ketika dia datang ke toko, hari sudah siang. Ethan dengan sekalian membeli makanan cepat saji. "Putra, Neya, sini ayo makan." Ethan mendorong pintu masuk dan melihat Putra sedang memperbaiki slot dengan pen ukir. Ketika di siang hari dan malam
Ethan membeli satu set meja dan kursi seken dan satu set alat perbaikan, pena solder, mesin bor dan sejenisnya. Dengan ruang kerja yang ada, dia pun mulai memperbaiki komputer tersebut. Pertama-tama perbaiki perangkat keras yang rusak, lalu pergi ke Gedung Departemen Listrik untuk mencari onderdil seken. Matahari siang sangat terik dan gelombang panas sangat membara. Setengah bagian toko masih dengan kondisi berantakan. Putra dan Tian terus membuka slot. Neya mengikuti di belakang dengan ember kecil, memercikkan air sedikit demi sedikit, dan kemudian menggunakan sapu untuk membersihkan. "Dar, dar, dar." Di tengah dentuman dan bor yang memekakkan telinga, Ethan membenamkan hatinya ke dalam pekerjaan, memusatkan seluruh tubuhnya, mengabaikan suara berisik. "Huh." Ethan menghela napas lega, mengangkat kepalanya, mengalihkan pandangannya dari kaca pembesar, dan meletakkan pena solder di tangannya. "Sudah hampir selesai. Tinggal oleskan lem penyerap panas," gumam Ethan pada dirin
"Tian, ayo siap-siap pergi ke tempat Si Gendut Zaki." Ethan menyapa dan membereskan alat di atas meja. "Baik." Tian menanggapi, kemudian meletakkan kapi kayu di tangannya, dan berjalan sambil menepuk-nepukkan tangannya. "Ethan, selain dua mesin ini, apa sisanya akan dijual setelah diperbaiki?" "Tidak hanya dua, tapi aku menyimpan tiga. Di toko harus ada satu. Sisanya aku akan menjualnya." kata Ethan sambil berberes. "Hehe, dengan begitu uangnya juga tidak sedikit. Aku sangat menantikannya!" ucap Tian dengan harapan di matanya. Ethan menepuk bahunya dan berkata sambil tersenyum, "Sudahlah, memperbaiki komputer ini akan memakan waktu sekitar satu bulan. Ayo berangkat." Ethan dan Tian naik bus menuju ke toko Zaki. Ada begitu banyak orang di bus pada akhir pekan sehingga satu bus penuh orang berdesakan, seperti ikan sarden. Ditambah dengan cuaca yang panas, bus itu dipenuhi bau keringat.
Pada malam hari setelah makan malam, seperti biasanya dia pergi ke kamar Jessie untuk belajar bersama. Setelah Jessie menyelesaikan tugas sekolahnya, bersandar di kepala ranjang membaca buku, dua kaki putih bersihnya menjuntai di tepi ranjang, kaki kecil itu sebening kristal, bulat dan indah. Setelah Ethan menyelesaikan PR-nya, dia menoleh ke belakang dan melihat kaki kecil dan lucunya, dan tidak bisa menahan perasaan mulut kering. Jika di peluk pasti akan terasa nyaman, kan? Eh? Sejak kapan aku menjadi terangsang dengan kaki? "Tuan Halim, menurutmu mengapa burung pelatuk suka mematuk pohon?" Jessie yang sedang membaca buku tiba-tiba mendongak dan bertanya. Ethan dengan cepat menarik kembali pandangannya, "Ehem, bagaimana aku tahu? Mungkin ingin langsung ke lubang?" "Kenapa?" "Mungkin karena lubang pohonnya lembap dan hangat." "Begitukah? Atau kamu mengada-ada?" "Kalau begitu kamu bis
"Hah? Susuku?" Jessie melihat susu di tangannya dan melengkungkan bibirnya, "Tidak, kamu juga tidak memberiku jus!" "Kalau tidak boleh, ya sudah, awalnya aku ingin memberimu hadiah ulang tahun besok, tapi sekarang sepertinya aku harus pertimbangkan lagi," seru Ethan. "Hah! Hadiah ulang tahun? Tuan Halim, kamu berencana memberiku hadiah apa?" tanya Jessie dengan penasaran dan mata menyipit. "Ini .." Ethan pura-pura menjadi ragu. "Ini, aku akan memberimu satu teguk, hanya satu teguk ya!" Jessie membagi susu di tangannya. Jika tidak rela memberi susu, maka tidak akan mendapat informasi. Ethan mengambil susu itu dan berkata sambil tersenyum, "Kalau aku minum, maka air liurku akan menempel, apa kamu tidak takut?" Jessie meliriknya dan berkata, "Takut apa? Apa kamu bervirus? Lagi pula, dulu juga sudah pernah minum." Setelah mengatakan itu, dia merasa kata-katanya sedikit ambigu. Pipinya merona merah dan dia menoleh ke samping. Dia masih ingat ketika dia masih kecil, kondisi kedua
Jessie dan Ethan membatu di tempat! Melihat Jessie menekan tubuh Ethan dengan postur yang sangat ambigu. "Ehem, ada apa kalian ini?" "Sepertinya aku datang di saat yang tidak tepat." Sarah tersenyum canggung."Ah! Bu, jangan salah paham, kami sedang bermain, hanya bermain!" Jessie dengan cepat bangkit dan menjelaskan dengan wajah merona merah. "Benar, Bibi," kata Ethan dengan wajah serius. "Oh, aku mengerti, kalian lanjutkan, aku akan makan semangka sendiri." Sarah tersenyum aneh, menutup pintu dan keluar. Jessie menatapnya, "Bu, jangan berpikir sembarangan ya!" "Ini semua salahmu, dasar Ethan bau!" Ethan merentangkan kedua tangannya dan berkata sambil tersenyum, "Salahku?" Ruang tamu di depan pintu. Sarah berlari ke sofa dengan penuh semangat dan duduk di samping Hendra. "Ayah, Jessie... mungkinkah Jessie dan Ethan berkencan?" Dia tampak bersemangat seolah telah menemukan rahasia baru. "Berkencan? Mana mungkin, mereka tumbuh bersama sejak kecil. Mereka terlalu akrab satu
"Bu, aku pergi!" "Apa kamu tidak akan makan?" "Aku, aku akan pergi makan di tempat Ethan." Jessie mengganti sepatunya dan berlari keluar. Sarah keluar dari dapur dengan ekspresi bingung di wajahnya. "Anak ini kenapa pergi sarapan di rumah Ethan?" ......Jessie sampai di depan pintu rumah Ethan dan mengetuk. Ketika pintu terbuka, Yuni terkejut melihat Jessie mengenakan gaun terlihat sangat anggun. "Hai, Jeje, apa kamu akan pergi berkencan hari ini?" "Dandanan kamu hari ini benar-benar cantik!" Pipi Jessie merona merah dan dia berkata sambil tersenyum, "Tidak... tidak juga, Bibi. Di mana Ethan?" "Sepertinya dia belum bangun. Si Pemalas itu. Jeje tolong bantu bibi menariknya keluar," ucap Yuni tertawa."Baik!" jawab Jessie. Dia langsung pergi ke kamar Ethan, langsung mendorong pintu. Terlihat Ethan sedang bersandar di kepala ranjang dan baru saja bangun dengan bertelanjang dada. "Astaga! Jessie, Kenapa tidak mengetuk pintu? Kamu membuat ku kaget!" Ethan tiba-tiba terkejut da
Sambil bicara, Yuni mengeluarkan dompet dari saku, dan bersiap untuk memberi Ethan uang saku."Bu, tidak perlu, aku mendapatkan cukup banyak uang dari memperbaiki komputer. Aku punya uang untuk digunakan. Simpan saja uang ini untukmu." Ethan menolak uang dari ibunya. "Benarkah?" Yuni bertanya dengan kaget. "Beneran Bu, tenang saja." Ethan tersenyum dan kemudian menghabiskan sarapannya dalam dua atau tiga suap. "Bu, kami pergi main ya. Kami akan pulang sore nanti!" Ethan bangkit dan mengganti sepatunya. Jessie tampak cerdik, bangkit dan berkata, "Bibi, Kami berangkat ya!" Keduanya keluar bersama, Yuni mendengarkan suara pertengkaran keduanya di luar pintu, dan senyuman muncul di sudut mulutnya. Kedua anak ini sepanjang hari selalu bersama, tapi juga tidak pernah merasa bosan, cukup bagus. Di lantai bawah, Jessie mendorong sepeda keluar. "Kamu bisa pakai sepedaku, tapi kamu harus memboce
"Baiklah, sudah selesai, Ethan bau. Sekarang keluar dari sini dan pergi tidur." Jessie meletakkan gunting kukunya lalu menepuk kedua tangan. "Sudah selesai?" Ethan enggan berpisah dengannya.Dia merasa sangat senang saat kedua tangan kecil Jessie yang lembut menyentuh kulitnya. Sayangnya, waktu berlalu dengan sangat cepat. "Kau mau apa lagi? Kau ini sangat lambat!" Nada bicara Jessie terdengar kesal. "Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Tapi bisakah kau menolongku?" Ethan menatapnya dengan tatapan memelas. "Oke,""Kau ini memang baik sekali!" Jessie membantunya berdiri dari tempat tidur. Ethan bangkit dan sedikit oleng, bahkan sampai harus memeluk erat Jessie supaya tidak jatuh. Dia seolah dibuat melayang ke surga begitu aroma tubuh Jessie menyeruak memenuhi indra penciumannya. Aroma yang sangat unik dan menyegarkan. Jessie wangi sekali!"Berdiri yang benar, aku tidak bisa terus menahan tubuhmu!" Jessie tersipu malu, dia mengembungkan pipinya, berpura-pura marah. Entah k
"Ah, sakit, sakit!" Ethan berteriak kesakitan. "Jessie, apa yang kau lakukan!" Jessie mendonggak dan menatap Ethan dengan ekspresi wajah datar, "Aku ini sedang mengoleskan salep, jadi pasti akan terasa sedikit sakit." "Sabar dulu kalau mau cepat sembuh." "Sudah besar masih saja cengeng." Ethan terdiam mendengarnya. "Enak saja kalau bicara. Kau sendiri juga menjerit kesakitan waktu aku mengobati lukamu, kan?" Jessie memelototinya lagi dan bertanya, "Benarkah? Apakah aku sampai menjerit? Bohong!" "Hmph, tentu saja benar. Aku masih ingat, saat kau kelas dua SMP kau jatuh dari tangga. Haha!" Ethan teringat kejadian saat Jessie jatuh berguling menuruni tangga, bahkan sampai terkena kotoran kucing. Apalagi posisi jatuhnya sangat lucu. Ethan tak akan melupakannya seumur hidup. Wajah Jessie terlihat menahan malu. Dia lalu mendengus dan makin menekan kaki Ethan. Raut wajah Ethan langsung berubah! "Aduh!" Jeritan kesakitan pun langsung menggema. Di ruang tamu di luar pintu, Hendra
"Loh, aku kan belum menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukmu," ucap Ethan yang terkejut. "Ethan, aku sudah terlalu sering mendengarmu bernyanyi, jadi kenapa aku harus mendengarnya lagi?" balas Jessie sambil mengalihkan pandangan dari Ethan. "Tapi kan ...." Ethan hanya bisa tersenyum tak berdaya. Dulu dia memang tidak punya bakat menyanyi, tapi dia belajar musik sebagai mata kuliah pilihan. Bahkan meski sudah lulus, dia tetap mendaftar kursus menyanyi. Jadi seharusnya kemampuan bernyanyinya lumayan bagus. Ah, mungkin Jessie belum beruntung untuk bisa mendengar suara merduku.Jessie memotong dan membagikan kuenya pada yang lebih tua terlebih dahulu. Kemudian baru memberikannya pada Ethan, sementara dia sendiri hanya memakannya sedikit. "Kenapa hanya makan sedikit?" tanya Ethan. "Kalori kuenya terlalu tinggi, aku takut gemuk. Kau saja makan yang banyak." Jessie menjawab dengan santai."Benar juga. Kau kan pendek, kalau makan banyak pasti terlihat gemuk. Bukankah kau harus diet
"Ethan, akhirnya kau datang juga. Kebetulan sekarang sudah saatnya makan!" ujar Jessie seraya tersenyum. "Aku lapar sekali, aku mau makan dua porsi malam ini!" balas Ethan sambil tersenyum. Begitu memasuki rumah Jessie, Ethan pun melihat ibunya dan ibu Jessie sedang sibuk memasak di dapur, sementara ayahnya dan ayah Jessie mengobrol di ruang tamu. Tapi entah apa yang dua orang itu bicarakan. "Anakku sudah pulang rupanya. Ayo, sini." panggil Jerry seraya melambaikan tangan. "Memangnya ada apa, Yah?" tanya Ethan seraya berjalan menghampiri. "Aku dengar dari Jessie kalau hasil tesmu sudah keluar, dan kau termasuk dalam sepuluh besar di kelas. Apa benar begitu?" tanya Jerry. "Ya, hasil tesku memang cukup baik. Tapi aku masih harus meningkatkan nilaiku dalam pelajaran Fisika, Kimia dan Bahasa," kata Ethan sambil tersenyum. Jerry kemudian bertanya, "Apa kau yakin bisa lulus ujian masuk universitas?" "Kalau bisa lulus, kau akan masuk ke universitas yang bagus." "Nilai Jessie juga lu
Dia sama sekali tak peduli meski si gendut Zaki itu menyuruh Geral untuk memata-matainya. Karena hal ini sama sekali tidak mudah dipelajari hanya dengan melihat. "Siap, siap." Geral lalu berbalik badan untuk mengambilkan barang yang diminta. Ekspresi wajahnya tampak buruk, namun dia berusaha untuk tak terlalu menunjukkannya. Sementara Ethan terlalu malas untuk memedulikannya, dan hanya fokus untuk bekerja. Geral kemudian mengamati cara kerjanya. Namun sama sekali tak berani banyak bertanya karena takut membuat Ethan malah marah. Jika dia mau belajar dari Ethan, maka dia tidak boleh membuat pemuda ini sampai marah. Meskipun tidak suka dengan sikap Ethan, tapi Geral tetap harus bersikap sopan karena statusnya di sini adalah sebagai asisten magang yang akan membantu Ethan. Zaki yang duduk di sudut toko tampak mengulas senyum puas menyaksikan dua orang tersebut. Geral ini merupakan lulusan jurusan komputer dari universitas ternama, jadi pasti orangnya akan cepat belajar, kan? Asa
"Oh, dek Ethan sudah datang rupanya. Sini aku kenalkan padanya!" Zaki menyambut hangat kedatangannya.Namun senyuman itu terasa palsu bagi Ethan. "Wah, Bos Zaki, suasana hatimu sepertinya sedang baik hari ini, apakah kakak iparmu hamil lagi?" Ethan bercanda."Hei, dek Ethan memang pandai bercanda, kita harus menanggapi untuk memiliki lebih sedikit anak, hei, hari ini bukan untuk membicarakan tentang ini!" Zaki bereaksi karena dibawa miring, lalu tertawa: "Ayo, saya akan memperkenalkan Anda, Geral, teman sekelas kakak ipar saya, adalah mahasiswa senior Universitas Ratulangi Provinsi Sulawesi Selatan, baru saja lulus beberapa waktu yang lalu.""Halo Kak Ethan." Sapa Geral sambil membenarkan letak kacamatanya dan tersenyum malu. Bukankah terdengar sedikit memalukan bagi seorang lulusan dari universitas top harus memanggil seorang bocah SMA dengan sebutan kakak? "Hai, biasanya lulusan Universitas Ratulangi ini orangnya pintar-pintar," kata Ethan. Geral pun tampak tersenyum bangga mend
"Kak Ethan, nih makanannya ada di sini!" Mata Jessie berkedip dan berkata, "Aku akan pergi makan camilan dulu!" Dengan cepat dia menyelinap keluar dari bawah lengan Ethan dan berlari mengambil camilan. "Dasar rakus." Ethan menggelengkan kepalanya tersenyum dan mengikuti. Dengan dua puluh ribu, Putra membeli banyak jenis camilan. Jessie makan biskuit, melihat Ethan mengambil sosis, dia juga ingin makan, tetapi hanya ada satu. "Ah, sudah tidak ada sosis? Hanya ada satu?" kata Jessie kecewa. Ethan memberikan sosisnya kepada Jessie. "Gigit pelan saja, hati-hati dengan gigimu." "Tidak akan, aku bukan anak kecil. Aku sudah 18 tahun." "Hehe!" "Hmm, kamu gigit saja ini! Kenapa, tidak senang? Masih ingin membantahku?" "Baiklah, ini untukmu saja." Ethan menyerah dan hanya bisa memberi sosis itu kepadanya. Jessie takut Ethan akan merebutnya lagi dan segera memasukkan sosis ke dalam mulutnya. "Haha! Sekarang semua penuh air liurku. Kamu tidak bisa makan lagi!" Dia tertawa bangga dan
Dia telah memikirkannya selama beberapa tahun, tetapi dia juga tahu bahwa kondisi keuangan keluarganya tidak seberapa. Komputer adalah barang mewah bagi keluarganya. Oleh karena itu, setiap kali dia mendengar beberapa teman sekelas dari keluarga berada membahas tentang komputer, Facebook dan permainan di sekolah, dia sangat iri. Hanya bisa diam-diam iri. Ketika dia melihat begitu banyak komputer menumpuk di sini, meskipun semuanya tampak tua, matanya sulit melepaskan pandangan sehingga sulit untuk mengendalikan rasa gembira. Walaupun komputer bekas, satu unit setidaknya seharga delapan sampai sepuluh juta, itu juga sudah cukup mahal. "Saat ini, hanya dua yang sudah diperbaiki, dan yang lainnya belum diperbaiki." Ethan tersenyum dan pergi menepuk komputer di atas meja kerja. "Komputer ini adalah hadiah ulang tahunmu." Jessie tertegun selama tiga detik ketika mendengarnya. "Hah? Apa? Untuk hadiah ulang tahunku?" "Ethan, apa kamu serius?" "Benarkah?" Jessie dengan bersemangat m
Ethan membawa Jessie ke tokonya. "Tempat apa ini?" Jessie mendongak ke pintu toko yang dibangun oleh Ethan dengan ragu. "Markas karierku, masuklah." Ethan tersenyum dan membuka pintu untuk masuk. "Kak Ethan!" Putra melihat Ethan, meletakkan palu di tangannya, dan bangkit menyambutnya. "Putra, apa kamu tidak beristirahat di akhir pekan?" Ethan melihat pakaiannya penuh debu, dan matanya sedikit merah. Dia tampak sangat lelah. "Aku tidak lelah. Aku tidak perlu istirahat. Aku ingin menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin," Ucap Putra dengan suara serak."Tetap saja kamu perlu istirahat. Kamu terus-terusan begini, pekerjaan belum selesai, lalu jatuh sakit." "Jangan kerja lagi. Tugasmu hari ini hanya satu, istirahat dengan baik. Jika aku melihat kamu bekerja lagi, gaji kamu akan dipotong." Kata Ethan dengan wajah datar. Hati Putra menghangat dan dia mengembuskan napas, "Baik, kak Ethan, aku paham." Dia tiba-tiba melihat seorang gadis cantik berdiri di belakang Ethan, bertemperamen