Waktu menunjukan jam satu malam ketika Freya sampai rumah. Papa Felix yang melihat putrinya begitu ingin pulang memang tidak tega. Apalagi melihat bagaimana putrinya ingin menemui suaminya.
“Terima kasih, Pa,” ucap Freya sebelum turun.“Sama-sama.” Papa Felix tersenyum pada putrinya.Freya meraih handle pintu. Bersiap keluar dari mobil. Namun, belum dia sempat membuka pintu mobil, tangan Papa Felix meraih bahunya. Membuatnya menoleh.“Lihatlah dia sebagai seorang pria yang mencintaimu.”Anggukan pasti dengan mata yang sudah mulai berkaca menjawab pesan yang seorang papa berikan.Tanpa menunggu lama, Freya melanjutkan langkahnya untuk segera keluar dari mobil. Langkahnya begitu cepat ketika rasanya ingin segera menemui suaminya terasa di dalam hatinya.“Apa El sudah pulang, Bi?” tanya Freya ketika asisten rumah tangga membukakan pintu.“Sudah, Bu. Sejak jam tuju“Setelah ini aku akan segera kembali bekerja. Nanti aku akan pulang di jam istirahat.” Freya menyodorkan sendok berisi bubur ke mulut El. “Kamu akan bekerja?” Mendengar istrinya akan bekerja, dia merasa tidak suka. Dia ingin bermanja-manja dengan suaminya lebih dulu. “Iya, aku ada pertemuan dengan Kak Al.” “Al?” El membulatkan matanya. Merasa was-was istrinya akan bertemu dengan kakak sepupunya itu. Mulutnya langsung bungkam ketika Freya menyodorkan bubur padanya.Menyadari suaminya yang bungkam, Freya tahu jika suaminya itu tidak suka. Apalagi masalah cintanya melibatkan kakaknya sepupunya itu.“Aku tidak menyukainya, jadi tidak akan terjadi apa-apa.” Freya mencoba meyakinkan suaminya.“Kamu tidak boleh bertemu dengannya.” El melipat tangannya dan memasang mede merajuk. Tak rela jika istrinya bertemu dengan pria yang menjadi saingannya itu. “Apa kamu tidak percaya denganku?” Tangannya membelai lembut pipi suaminya. Mencoba untuk menenangkan rasa cemburu yang dirasakan
Pagi ini El sudah mulai pulih kembali. Tubuhnya sudah segar seperti biasanya. Apalagi sekarang istrinya begitu memanjakannya, pastinya akan membuatnya cepat sehat. Suasana pagi ini pun diwarnai dengan keromantisan. El sedari semalam terus mendekap tubuh istrinya. Tak mau melepaskan sama sekali. “Kamu sudah tidak demam, kenapa mendekap erat seperti ini?” keluh Freya yang mulai merasa pegal karena belum berubah posisi dari semalam. Tangannya terasa kesemutan ketika terhimpit saat posisi tidurnya miring. “Rasanya aku tidak mau jauh darimu.” El membenamkan wajahnya ke ceruk leher Freya. Bibir yang menempel di leher istri, membuatnya dapat dengan mudah mendaratkan kecupan.“El ….” Freya berusaha untuk menghindar karena merasa geli. “Kamu susah sekali memanggilku ‘sayang’.” El yang semakin gemas terus mendaratkan kecupan bertubi-tubi. Tak melepas istrinya yang tidak memanggilnya mesra. Alih-alih memanggil dengan panggilan ‘sayang’, dia justru memanggil nama saja.Suara tawa Freya menyamb
“Halo, Kakak, aku pikir kamu sudah lupa denganku?” Suara tangisan terdengar di seberang sana. Membuat Freya pun berkaca-kaca. Ingin rasanya dia ikut menangis. Namun, merasa malu melakukannya. “Mana mungkin aku lupa dengan adikku yang nakal?” Freya yang diminta El untuk menghubungi adiknya, akhirnya menyempatkan waktu untuk menghubungi. Sudah cukup lama dia tidak menghubungi adiknya. Sejak bertengkar karena perjanjian, dia tidak menghubungi sama sekali dan kini setelah dia sudah berbaikan dengan El, akhirnya dia bisa memulai lebih dulu. “Apa kamu masih marah?” Cia yang merasa bersalah dengan kakaknya, masih menyimpan rasa takut. “Iya, jika kamu ada, aku akan menjewer telingamu.” Karena tidak adanya Cia, akhirnya El yang menjadi sasaran. El yang sedan tidur di pangkuan Freya kena imbas. Kekesalan Freya pada Cia dia limpahkan pada El. Tangannya bergerak menjewer telinga El. “Auuuhhh … kenapa aku yang dijewer?” protes
Sesuai dengan rencana El dan Freya, liburan kali ini mereka menikmati dengan berlibur bersama. Dua hari libur kerja, digunakan mereka untuk menikmati liburan. Karena hanya dua hari saja, mereka memilih untuk tidak jauh-jauh menikmati liburan. Rencananya hari ini mereka akan ke taman hiburan yang terkenal di dalam kota. Menikmati wahana bersama dan menghabiskan waktu bersenang-senang. Tampil kasual dengan kaos dan celana jeans, mereka berdua tampil santai. Berbeda dengan biasanya. Topi yang dipakai keduanya membuat wajah mereka sedikit terhalau saat sinar matahari menerpa kulit wajah. Setelah mendapatkan tiket mereka berdua masuk ke wahana. Pemandangan pertama yang dilihat adalah komedi putar. Terlihat patung kuda di dalamnya berjajar dengan pegangan besi. Tawa anak-anak kecil yang berada di dalam sana begitu riang ketika komedi putar berputar. “Mau naik itu?” tanya Freya menggoda El. El merangkul bahu Freya karena gemas saat istriny
El dan Freya keluar dari kamar ketika jam makan siang tiba. Perut mereka yang terus berbunyi, membuat mereka akhirnya mengakhiri kegiatan mereka untuk segera mengisi perut.“Kenapa kalian betah sekali di kamar?” Ghea yang melihat kakaknya menuruni tangga, melayangkan protesnya. Sedari tadi dia sudah menunggu kakaknya, tetapi kakaknya itu tak kunjung keluar dari kamar. Freya malu sekali. Suaminya memang tidak tahu tempat. Padahal mereka bisa saja melakukan di rumah saja nanti. Namun, tetap saja Freya tidak bisa menolak pesona suaminya. Hingga akhirnya, membuatnya menuruti keinginannya. “Memangnya kenapa?” El dengan tenangnya mendudukkan tubuhnya di samping Ghea. Tak ada perasaan malu yang terlihat di wajahnya. “Aku lapar dan menunggu kalian untuk makan.” Ghea memegangi perutnya yang terasa lapar.“Kenapa harus menunggu kami?” Dahi El berkerut dalam. Merasa aneh dengan adiknya. “Mommy dan daddy pergi. Asisten rumah tangan sedan
Sengketa tanah yang terjadi sudah bisa diselesaikan. Kini pembangunan proyek apartemen akan segera dilanjutkan. Pagi ini Freya memimpin rapat, menjelaskan apa saja yang akan mereka kerjakan untuk proyek ini. Hasil meeting kali ini langsung dia laporkan pada kakeknya. Karena sedari kemarin, dia menunggu kelanjutan pembangunan apartemen. Di ruangan Kakek Theo, Freya menjelaskan pada kakeknya itu. Kakeknya yang sudah berusia tujuh puluh lima tahun itu memang masih rajin ke kantor. Sekitar seminggu tiga kali dia ke kantor. Dia belum bisa melepaskan Freya sendiri mengurus perusahaan. “Apa kamu ada rencana hamil?” Di sela-sela obrolan tentang pekerjaan, Kakek Theo menyelipkan pertanyaan. Mendengar pertanyaan Kakek Theo, Freya merasa aneh. Pasangan mana yang tidak berencana memiliki anak jika mereka sudah menikah. Pastinya anak adalah satu hal yang mereka inginkan setelah menikah. “Iya, kami sedang berusaha, Kek.” Senyum Freya terlihat di wajahnya. Dia benar-benar
Suara ketukan pintu terdengar, membuat Freya yang sedang asyik dengan pekerjaanya beralih menatap pintu. Tampak sang kakek yang masuk ke ruangan Freya. Dengan cepat Freya berdiri dan menghampiri sang kakek. Membantu sang kakek duduk di sofa. “Kenapa tidak memanggilku saja?” protes Freya yang melihat kakeknya datang hanya untuk menemuinya. Biasanya kakeknya menghubunginya untuk ke ruangannya. “Aku hanya ingin sekalian melihat ruanganmu.” Freya tersenyum. Kakeknya memang keras kepala. Jadi dicegah pun akan sangat percuma. Jadi dia memilih untuk mengalah. “Kemarin kamu mencariku?” Kakek Theo yang duduk tepat di samping Freya menoleh pada cucunya itu. Sekretarisnya tadi pagi mengatakan jika cucunya itu datang ke ruangannya. Freya teringat jika kemarin dia ke ruangan kakeknya untuk menemui kakeknya. Namun, sayangnya kakeknya itu tidak ada. Dia tahu persisi jika kakeknya memang tidak setiap hari ke kantor. Apalagi perusahaan sekarang dita
Freya masuk ke pesta. Mencari kakeknya yang juga menghadiri pesta. Sebenarnya Freya malas sekali. Apalagi dia tidak mengenal orang-orang di dalam pesta. Langkahnya terus dia ayunkan. Menyapu pandangan mencari beradaan kakeknya. “Frey ….” Mendengar namanya dipanggil, membuat Freya menoleh. Tampak Al yang tampil gagah dengan setelan jasnya, mengayunkan langkahnya menghampiri Freya. “Kak Al di sini juga?” tanya Freya yang terkejut melihat Al. “Iya, aku diundang juga karena perusahanku bekerja sama dengan perusahaanmu.” Freya hanya mengangguk-angguk. Dia juga tidak tahu persis pemilik acara, karena kakeknya tidak menjelaskan detail. “Mana El?” tanya Al yang tidak melihat saudaranya datang. “El ke London hari ini, Kak.” Al terkejut dengan yang diucapkan oleh Freya. Dia tidak tahu jika saudaranya itu sedang pergi ke luar negeri. “Kamu tidak ikut?” tanyanya penasaran. “Aku akan berangkat besok lusa s
“Kamu yakin menitipkan anak-anak ke daddy dan mommy?” tanya Freya memastikan. “Iya.” El tersenyum menyeringai. Dia memanfaatkan situasi dengan benar seperti yang dikatakan oleh daddy-nya.“Aku malu. Kalau mereka tanya mau apa kita, kita jawab apa?” Freya merasa malu ketika harus menitipkan anak-anaknya. “Mereka lebih paham. Tidak perlu menjelaskan panjang kali lebar.” El tahu jika orang tua mereka lebih paham akan hal itu. “Baiklah, aku akan pastikan yang akan dibawa.” Freya tidak mau ada yang sampai ketinggalan. Yang ada dirinya pasti tidak akan tenang bersama dengan El nanti ketika pergi. “Baiklah, aku akan lihat anak-anak dulu.” El mengayunkan langkah ke kamar sebelah. Mengecek anak-anak yang masih tidur lelap. El tersenyum. Dia merasa waktu bergulir begitu cepatnya. Anak-anak tumbuh begitu cepatnya. Belum lama El mengendong mereka bergantian. Kini mereka sudah bisa digendong bersamaan. Tepat saat El sedang meme
Suara tangis yang saling bersahutan terdengar mengisi keheningan malam. Di saat orang-orang sedang terlelap tidur, sepasang orang tua baru itu tampak sibuk menenangkan dua bayi yang kini sudah berusia lima bulan tersebut. Biasanya Kean akan anteng ketika malam hari, tetapi kali ini dia ikut menangis juga. Freya yang menyusui Lean harus pasrah ketika Kean menangis. El langsung mengambil susu yang disiapkan dan menghangatkannya. Sambil menunggu menghangatkannya, El mengajak main anaknya. Dia meletakkan Kean di atas bahunya, memanggulnya seraya memegangi tangannya. Seketika bayi kecil itu terdiam.El mengayun-ayunkan tubuh Kean hingga membuat melayang-layang. Kean langsung tertawa terbahak merasakan tubuhnya diayun-ayunkan. Tawa Kean itu menarik perhatian Lean. Adiknya itu langsung menoleh. Mulutnya yang masih menyesap puncak dada mommy-nya, tanpa sadar menariknya begitu saja sambil melepaskannya. Membuat mommy-nya mengaduh kesakitan dengan aksi si bungsu. Bola
Waktu bergulir dengan cepatnya. Semua menanti kelahiran penerus dari dua keluarga. Setelah kejadian kemarin, semua keluarga menjaga Freya. Apalagi sudah menjelang melahirkan, pastinya Freya perlu pengawasan penuh. Mommy Shea dan Mama Chika selalu berganti menjaga Freya di saat El bekerja. Tak mau sampai anak dan cucu mereka kenapa-kenapa. El yang biasanya pulang larut malam pun, kini pulang lebih awal. Tak mau sampai kehilangan momen. Mengingat Freya sudah akan melahirkan dan di saat itu, dia ingin selalu ada di sisi istrinya.“Ini sudah jalan berapa minggu?” El yang merebahkan tubuhnya, meletakkan kepalanya di kaki istrinya. Menghadap ke arah perut Freya yang semakin membesar. “Tiga puluh sembilan.” “Kenapa lama sekali mereka keluar. Bukankah harusnya mereka keluar di antara waktu tiga puluh tujuh minggu sampai empat puluh minggu.” El selalu dengan saksama mendengarkan ucapan dokter. Jadi dia selalu tahu perkembangan ibu hamil. “Enta
“Pa, cepat!” El menepuk kursi kemudi dari belakang. Meminta untuk papa mertuanya bergegas untuk melajukan mobilnya. “Sabar, El.” Rasanya, Felix benar-benar mengulang kepanikan sewaktu El lahir. Temannya-Bryan juga menepuk kemudinya, hingga membuatnya lemas. “Berapa bulan sebenarnya usia kandungan anak Freya?” tanya Papa Felix. Mengingat El yang lahir prematur membuat Papa Felix takut jika cucunya akan mengalami hal yang sama. “Tiga puluh enam minggu, Pa.”El menatap Freya dengan tatapan kasihan. Freya tampak meringis kesakitan saat perutnya kencang. Dengan usia segitu, artinya anak akan dilahirkan prematur. Karena usia tiga puluh tujuh-baru anak dikatakan normal. Papa Felix hanya bisa berharap semua baik-baik saja. Mobil berhenti di depan Rumah sakit. El buru-buru membawa Freya keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil, mereka sudah disambut oleh perawat. Namun, El justru membawa Freya dengan tangannya sendiri ke UGD.Papa Fe
Sebagai pengusaha muda, El mulai diperhitungkan. Namanya mulai dikenal di kalangan pengusaha. Apalagi, El terkenal membangun bisnisnya di luar negeri. Kini perusahaannya sudah bergabung dengan Julian Company. Semua proyek pembangunan di bawah tanggung jawab El. Tiga bulan sejak kematian Kakek Theo, perusahaan semakin membaik di bawah pimpinan El. Seperti yang diharapkan Kakek Theo, El berusaha keras memajukan perusahaan. Menjalin kerja sama dengan beberapa kolega sang kakek mertua. “Sayang, ingat besok aku, mama dan mommy akan pergi untuk mencari baju untuk anak kita. Jadi aku harap kamu ikut!” Freya memberi peringatan penuh pada suaminya itu. Beberapa hari belakangan ini El sibuk bekerja hingga malam. Dia takut saat libur, suaminya itu akan tetap bekerja. Kini usia kandungan Freya sudah mencapai dua puluh sembilan minggu atau setara dengan tujuh bulan satu minggu. Semua persiapan mulai dilakukan oleh keluarga, termasuk membeli perlengkapan dari mulai baju dan pe
Beberapa hari ini El disibukkan dengan kepindahannya kantor. Kini kantornya berada di kantor Julian Company. El bertanggung jawab atas perusahaan istrinya karena sang istri yang sedang hamil dan tidak bisa mengurusi perusahaan. Namun, nanti saat sang istri sudah bisa bekerja kembali, dia akan menyerahkannya kembali. Keluarga yang lain pun tidak masalah. Mereka menyerahkan pada El. Terutama Papa Felix. Dia yakin El bisa mengurus perusahaan peninggalan papanya itu. Tidak terasa kandungan Freya sudah mencapai dua puluh minggu. Perutnya semakin hari semakin membesar. Semakin bertambahnya usia kandungannya, mual yang dirasakan Freya semakin berkurang. Dia pun sudah mulai bisa makan seperti biasanya. Justru dia sangat lahap saat makan.El keluar dari kamar mandi. Menggosok-gosokan rambutnya yang basah. Melihat istrinya yang sedang berada di depan cermin. Tampak istrinya itu sedang melihat wajahnya yang terlihat sangat gembil. “Semakin hari, kamu sema
Freya hanya bisa menangis di atas makam sang kakek. Perasaannya hancur ketika tak bisa ikut mengantarkan kakeknya ke peristirahatannya terakhirnya. Dia yang harus pingsan, justru menghabiskan waktu di Rumah sakit.“Jangan bersedih terus. Kamu harus kuat.” El mencoba menenangkan sang istri. Membelai punggung lembut sang istri. Berharap istrinya dapat tenang. El dapat merasakan betapa sedihnya istrinya, tidak bisa menemani sang kakek untuk terakhir kalinya. “Kakek bilang dia ingin bermain dengan cicitnya.” Freya menoleh ke arah suaminya. Matanya yang sudah sembab-menandakan jika dia terus menangis tanpa henti. Freya mengingat apa saja yang dia rencanakan dengan sang kakek sewaktu di Rumah sakit. Namun, rencana tinggal rencana, karena kini sang kakek pergi untuk selama-lamanya. “Iya, dan dia tidak akan senang jika kamu membuat cicitnya kenapa-kenapa. Jadi jangan terus bersedih.” El membawa istrinya dalam pelukan. Manusia hanya bisa berharap dan Tuhanlah yan
Papa Felix merasa cemas dengan keadaan papanya. Pikirannya menerka-nerka apa yang terjadi dengan papanya. Ada sedikit ketakutan dalam hatinya karena apa yang sudah dilakukannya kemarin yang menjadi papanya itu masuk Rumah sakit. Turun dari mobil, Papa Felix langsung menghubungi sekretaris papanya, menanyakan keberadaan papanya. “Apa yang terjadi?” Tepat di depan ruang rawat, Papa Felix bertanya pada sekretaris papanya. Pandangannya penuh ketakutan dan kecemasan. “Pak Theo sudah masuk ke Rumah sakit sejak tiga hari yang lalu, dan sekarang kondisinya menurun.” “Sudah tiga hari dan kamu baru memberitahu sekarang!” Papa Felix ingin melayangkan bogem mentah pada sekretaris papanya itu, tetapi ditahan oleh Daddy Bryan. Temannya itu membawa Felix untuk duduk. Tubuh Felix begitu lemas. Tiga hari artinya di saat dirinya bertemu dengan papanya dan pastinya papanya sakit karena semua ucapannya. “Maaf, Pak, selama ini Pak Theo melarang untuk men
Papa Felix kembali ke Rumah sakit setelah puas mengungkapkan semua perasaan dalam hatinya. Dia sedikit menyesali karena tidak melakukannya sejak lama dan justru membiarkan papanya melakukan apa yang dia mau. Namun, kini Felix tidak akan membiarkannya. Dia akan menjaga anak dan cucunya. Sampai di Rumah sakit sudah banyak orang yang datang. Ada kedua orang El yang ada di sana. Istrinya pun turut hadir di sana. “Kamu dari mana?” tanya Mama Chika pada suaminya. “Dari kantor papa.” Wajah Felix tampak masih terlihat kesal. Masih ada amarah yang meliputinya. “Papa marah dengan kakek?” tanya Freya cepat ketika mendengar ucapan dari papanya. “Dia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini sudah melampaui batas. Harusnya dia tidak seenaknya memintamu mengecek proyek langsung karena kamu sedang hamil. Lagi pula masih banyak karyawan yang bisa dia suruh untuk mengecek.” “Ta—”Freya masih mau menyanggah, tetapi El memegangi lenganny