El dan Freya keluar dari kamar ketika jam makan siang tiba. Perut mereka yang terus berbunyi, membuat mereka akhirnya mengakhiri kegiatan mereka untuk segera mengisi perut.
“Kenapa kalian betah sekali di kamar?” Ghea yang melihat kakaknya menuruni tangga, melayangkan protesnya. Sedari tadi dia sudah menunggu kakaknya, tetapi kakaknya itu tak kunjung keluar dari kamar.Freya malu sekali. Suaminya memang tidak tahu tempat. Padahal mereka bisa saja melakukan di rumah saja nanti. Namun, tetap saja Freya tidak bisa menolak pesona suaminya. Hingga akhirnya, membuatnya menuruti keinginannya.“Memangnya kenapa?” El dengan tenangnya mendudukkan tubuhnya di samping Ghea. Tak ada perasaan malu yang terlihat di wajahnya.“Aku lapar dan menunggu kalian untuk makan.” Ghea memegangi perutnya yang terasa lapar.“Kenapa harus menunggu kami?” Dahi El berkerut dalam. Merasa aneh dengan adiknya.“Mommy dan daddy pergi. Asisten rumah tangan sedanSengketa tanah yang terjadi sudah bisa diselesaikan. Kini pembangunan proyek apartemen akan segera dilanjutkan. Pagi ini Freya memimpin rapat, menjelaskan apa saja yang akan mereka kerjakan untuk proyek ini. Hasil meeting kali ini langsung dia laporkan pada kakeknya. Karena sedari kemarin, dia menunggu kelanjutan pembangunan apartemen. Di ruangan Kakek Theo, Freya menjelaskan pada kakeknya itu. Kakeknya yang sudah berusia tujuh puluh lima tahun itu memang masih rajin ke kantor. Sekitar seminggu tiga kali dia ke kantor. Dia belum bisa melepaskan Freya sendiri mengurus perusahaan. “Apa kamu ada rencana hamil?” Di sela-sela obrolan tentang pekerjaan, Kakek Theo menyelipkan pertanyaan. Mendengar pertanyaan Kakek Theo, Freya merasa aneh. Pasangan mana yang tidak berencana memiliki anak jika mereka sudah menikah. Pastinya anak adalah satu hal yang mereka inginkan setelah menikah. “Iya, kami sedang berusaha, Kek.” Senyum Freya terlihat di wajahnya. Dia benar-benar
Suara ketukan pintu terdengar, membuat Freya yang sedang asyik dengan pekerjaanya beralih menatap pintu. Tampak sang kakek yang masuk ke ruangan Freya. Dengan cepat Freya berdiri dan menghampiri sang kakek. Membantu sang kakek duduk di sofa. “Kenapa tidak memanggilku saja?” protes Freya yang melihat kakeknya datang hanya untuk menemuinya. Biasanya kakeknya menghubunginya untuk ke ruangannya. “Aku hanya ingin sekalian melihat ruanganmu.” Freya tersenyum. Kakeknya memang keras kepala. Jadi dicegah pun akan sangat percuma. Jadi dia memilih untuk mengalah. “Kemarin kamu mencariku?” Kakek Theo yang duduk tepat di samping Freya menoleh pada cucunya itu. Sekretarisnya tadi pagi mengatakan jika cucunya itu datang ke ruangannya. Freya teringat jika kemarin dia ke ruangan kakeknya untuk menemui kakeknya. Namun, sayangnya kakeknya itu tidak ada. Dia tahu persisi jika kakeknya memang tidak setiap hari ke kantor. Apalagi perusahaan sekarang dita
Freya masuk ke pesta. Mencari kakeknya yang juga menghadiri pesta. Sebenarnya Freya malas sekali. Apalagi dia tidak mengenal orang-orang di dalam pesta. Langkahnya terus dia ayunkan. Menyapu pandangan mencari beradaan kakeknya. “Frey ….” Mendengar namanya dipanggil, membuat Freya menoleh. Tampak Al yang tampil gagah dengan setelan jasnya, mengayunkan langkahnya menghampiri Freya. “Kak Al di sini juga?” tanya Freya yang terkejut melihat Al. “Iya, aku diundang juga karena perusahanku bekerja sama dengan perusahaanmu.” Freya hanya mengangguk-angguk. Dia juga tidak tahu persis pemilik acara, karena kakeknya tidak menjelaskan detail. “Mana El?” tanya Al yang tidak melihat saudaranya datang. “El ke London hari ini, Kak.” Al terkejut dengan yang diucapkan oleh Freya. Dia tidak tahu jika saudaranya itu sedang pergi ke luar negeri. “Kamu tidak ikut?” tanyanya penasaran. “Aku akan berangkat besok lusa s
Sore ini sesuai janji, El dan Noah bertemu di tea house. Menikmati kudapan dan teh di sore hari memang memberikan sensasi berbeda. Selalu menciptakan ketenangan tersendiri. El selalu suka aroma teh. Selalu menangkan. “Jadi besok aku harus datang pagi?” tanya El malas. “Iya, dan kamu harus tampil keren besok.” “Aku sudah keren. Buktinya aku sudah laku.” El melirik malas pada temannya itu. “Kenapa harus bawa-bawa laku dan tidak?” Noah mendengus kesal, kemudian menyesap teh miliknya. “Cepatlah menikah!” “Aku ingin mencari seperti Freya saja.” “Maksudmu?” tanya El membulatkan matanya. Memasang mode siap-siap untuk Noah jika sampai menyukai istrinya. “Maksudku yang suci. Yang belum disentuh.” El memutar bola matanya malas. “Sadarlah jika kamu juga tidak suci.” “Kata orang sebrengsek apa seorang pria akan mencari wanita baik-baik untuk menjadi ibu dari anak-anaknya.” Noah tertawa mengatakan
“Ada apa Shera menghubungimu malam-malam?” tanya Freya seraya menekuk bibirnya. Semalam dia sudah mengantuk sekali setelah kegiatan panjangnya bersama El. Namun, sayup-sayup terdengar suara El yang berbicara. “Dia menanyakan nomor Al.” El yang menikmati sarapan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. “Kak Al? Untuk apa dia meminta nomor Kak Al?” Dahi Shera berkerut dalam. Merasa heran dengan permintaan Shera yang meminta nomor Al. “Mana aku tahu.” El menaikkan bahunya tanda dia tidak tahu. Lagi pula bukan urusannya untuk bertanya untuk apa Shera meminta nomor Al. Apalagi semalam dia terlalu lelah dan memilih untuk segera istirahat. “Kak … Kakak ….” Suara Cia berteriak dari kamar. Dia berlari menghampiri El dan Freya yang sedang asyik menikmati sarapan. El dan Freya terkejut melihat Cia yang berlari-lari sambil memanggil mereka. Adiknya itu terlihat sangat panik ketika menghampiri. “Kenapa lari-lari?” tanya Freya menatap adik
Angin berembus menerpa pepohonan membuat beberapa daun berguguran. Jalanan yang tertutup dedaunan yang mengering tampak indah saat dilalui. El dan Freya berjalan menyusuri jalanan kota London.Pemandangan kota London begitu indah. Pepohonan dengan daun yang menguning, memberikan warna yang cantik. Rencananya mereka akan ke taman Hyde Park untuk menikmati indahnya pemandangan indah di musim gugur ini di taman terbesar di London. Mereka sengaja berangkat pagi. Berharap mendapatkan kehangatan matahari. Mengingat musim gugur, udara tetap terasa dingin.Cahaya matahari yang menerpa kulit begitu menghangatkan. Kehangatan itu bertambah ketika dua insan saling bergandengan tangan. Seperti halnya yang dilakukan oleh El dan Freya. Tangan yang saling bertautan memberikan kehangatan tersendiri. “Lihatlah.” Freya menunjuk ke gerombolan angsa yang indah sekali berenang di danau. Terlihat indah sekali. El tersenyum melihat wajah Freya yang dihiasi se
Hari ini mereka kembali beraktivitas. Perjalanan jalan-jalan mereka yang menyenangkan, memberikan energi baru untuk mereka menjalankan aktivitas kembali. Pagi-pagi sekali mereka sudah bangun dengan semangat. Bersiap untuk hari pertama bekerja.“Sebaiknya oleh-olehnya kita bawa saja sekalian. Nanti pulang kita bisa mampir untuk memberikan pada mereka semua.” Freya sibuk menyusun paper bag yang berisi oleh-oleh yang dibelinya kemarin. “Iya, nanti kita ke sana dan sebaiknya kita menginap saja. Karena pasti mereka akan mengajak mengobrol kita.” Freya membenarkan ucapan suaminya. Apalagi sudah pasti para orang tua ingin tahu kabar anak-anak mereka di sana. “Baiklah, kita akan menginap saja di sana. Agar puas bisa saling bercerita.” El mengangguk. Kemudian melanjutkan kembali bersiap untuk berangkat bekerja. Seperti biasa, El mengantarkan istrinya itu untuk ke kantor. Sepanjang jalan mereka membahas tentang pekerjaan. Bagi Freya kini dia pu
Mobil melaju dengan cepat, membelah kemacetan di pagi hari. Wajah El sudah panik melihat istrinya yang pingsan. Sesekali pandangannya beralih dari jalanan ke arah istrinya. Memastikan jika siapa tahu istrinya ada pergerakan. Mobil memasuki area Rumah sakit. Berhenti tepat di depan UGD. El bergegas turun dan menuju ke kursi sebelah. Tangannya langsung menangkup tubuh istrinya yang terkulai lemas. Perawat yang datang dengan membawa brankar, meminta El untuk meletakkan Freya di atas ranjang bangkar.Dengan setia El menemani Freya menuju ke ruang UGD. Para perawat langsung melakukan beberapa tindakan sambil menunggu dokter datang. Memasang jarum infus agar dapat memasukan cairan infus ke dalam tubuh Freya. Perawat juga mengecek keadaan detak nadi dan tekanan dari Freya. Tubuh Freya yang lemas membuat Freya masih tak sadarkan diri. Sesaat kemudian, dokter datang dan mengecek keadaan Freya. “Tadi saya pikir dia tidur, tetapi ternyata dia pi
“Kamu yakin menitipkan anak-anak ke daddy dan mommy?” tanya Freya memastikan. “Iya.” El tersenyum menyeringai. Dia memanfaatkan situasi dengan benar seperti yang dikatakan oleh daddy-nya.“Aku malu. Kalau mereka tanya mau apa kita, kita jawab apa?” Freya merasa malu ketika harus menitipkan anak-anaknya. “Mereka lebih paham. Tidak perlu menjelaskan panjang kali lebar.” El tahu jika orang tua mereka lebih paham akan hal itu. “Baiklah, aku akan pastikan yang akan dibawa.” Freya tidak mau ada yang sampai ketinggalan. Yang ada dirinya pasti tidak akan tenang bersama dengan El nanti ketika pergi. “Baiklah, aku akan lihat anak-anak dulu.” El mengayunkan langkah ke kamar sebelah. Mengecek anak-anak yang masih tidur lelap. El tersenyum. Dia merasa waktu bergulir begitu cepatnya. Anak-anak tumbuh begitu cepatnya. Belum lama El mengendong mereka bergantian. Kini mereka sudah bisa digendong bersamaan. Tepat saat El sedang meme
Suara tangis yang saling bersahutan terdengar mengisi keheningan malam. Di saat orang-orang sedang terlelap tidur, sepasang orang tua baru itu tampak sibuk menenangkan dua bayi yang kini sudah berusia lima bulan tersebut. Biasanya Kean akan anteng ketika malam hari, tetapi kali ini dia ikut menangis juga. Freya yang menyusui Lean harus pasrah ketika Kean menangis. El langsung mengambil susu yang disiapkan dan menghangatkannya. Sambil menunggu menghangatkannya, El mengajak main anaknya. Dia meletakkan Kean di atas bahunya, memanggulnya seraya memegangi tangannya. Seketika bayi kecil itu terdiam.El mengayun-ayunkan tubuh Kean hingga membuat melayang-layang. Kean langsung tertawa terbahak merasakan tubuhnya diayun-ayunkan. Tawa Kean itu menarik perhatian Lean. Adiknya itu langsung menoleh. Mulutnya yang masih menyesap puncak dada mommy-nya, tanpa sadar menariknya begitu saja sambil melepaskannya. Membuat mommy-nya mengaduh kesakitan dengan aksi si bungsu. Bola
Waktu bergulir dengan cepatnya. Semua menanti kelahiran penerus dari dua keluarga. Setelah kejadian kemarin, semua keluarga menjaga Freya. Apalagi sudah menjelang melahirkan, pastinya Freya perlu pengawasan penuh. Mommy Shea dan Mama Chika selalu berganti menjaga Freya di saat El bekerja. Tak mau sampai anak dan cucu mereka kenapa-kenapa. El yang biasanya pulang larut malam pun, kini pulang lebih awal. Tak mau sampai kehilangan momen. Mengingat Freya sudah akan melahirkan dan di saat itu, dia ingin selalu ada di sisi istrinya.“Ini sudah jalan berapa minggu?” El yang merebahkan tubuhnya, meletakkan kepalanya di kaki istrinya. Menghadap ke arah perut Freya yang semakin membesar. “Tiga puluh sembilan.” “Kenapa lama sekali mereka keluar. Bukankah harusnya mereka keluar di antara waktu tiga puluh tujuh minggu sampai empat puluh minggu.” El selalu dengan saksama mendengarkan ucapan dokter. Jadi dia selalu tahu perkembangan ibu hamil. “Enta
“Pa, cepat!” El menepuk kursi kemudi dari belakang. Meminta untuk papa mertuanya bergegas untuk melajukan mobilnya. “Sabar, El.” Rasanya, Felix benar-benar mengulang kepanikan sewaktu El lahir. Temannya-Bryan juga menepuk kemudinya, hingga membuatnya lemas. “Berapa bulan sebenarnya usia kandungan anak Freya?” tanya Papa Felix. Mengingat El yang lahir prematur membuat Papa Felix takut jika cucunya akan mengalami hal yang sama. “Tiga puluh enam minggu, Pa.”El menatap Freya dengan tatapan kasihan. Freya tampak meringis kesakitan saat perutnya kencang. Dengan usia segitu, artinya anak akan dilahirkan prematur. Karena usia tiga puluh tujuh-baru anak dikatakan normal. Papa Felix hanya bisa berharap semua baik-baik saja. Mobil berhenti di depan Rumah sakit. El buru-buru membawa Freya keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil, mereka sudah disambut oleh perawat. Namun, El justru membawa Freya dengan tangannya sendiri ke UGD.Papa Fe
Sebagai pengusaha muda, El mulai diperhitungkan. Namanya mulai dikenal di kalangan pengusaha. Apalagi, El terkenal membangun bisnisnya di luar negeri. Kini perusahaannya sudah bergabung dengan Julian Company. Semua proyek pembangunan di bawah tanggung jawab El. Tiga bulan sejak kematian Kakek Theo, perusahaan semakin membaik di bawah pimpinan El. Seperti yang diharapkan Kakek Theo, El berusaha keras memajukan perusahaan. Menjalin kerja sama dengan beberapa kolega sang kakek mertua. “Sayang, ingat besok aku, mama dan mommy akan pergi untuk mencari baju untuk anak kita. Jadi aku harap kamu ikut!” Freya memberi peringatan penuh pada suaminya itu. Beberapa hari belakangan ini El sibuk bekerja hingga malam. Dia takut saat libur, suaminya itu akan tetap bekerja. Kini usia kandungan Freya sudah mencapai dua puluh sembilan minggu atau setara dengan tujuh bulan satu minggu. Semua persiapan mulai dilakukan oleh keluarga, termasuk membeli perlengkapan dari mulai baju dan pe
Beberapa hari ini El disibukkan dengan kepindahannya kantor. Kini kantornya berada di kantor Julian Company. El bertanggung jawab atas perusahaan istrinya karena sang istri yang sedang hamil dan tidak bisa mengurusi perusahaan. Namun, nanti saat sang istri sudah bisa bekerja kembali, dia akan menyerahkannya kembali. Keluarga yang lain pun tidak masalah. Mereka menyerahkan pada El. Terutama Papa Felix. Dia yakin El bisa mengurus perusahaan peninggalan papanya itu. Tidak terasa kandungan Freya sudah mencapai dua puluh minggu. Perutnya semakin hari semakin membesar. Semakin bertambahnya usia kandungannya, mual yang dirasakan Freya semakin berkurang. Dia pun sudah mulai bisa makan seperti biasanya. Justru dia sangat lahap saat makan.El keluar dari kamar mandi. Menggosok-gosokan rambutnya yang basah. Melihat istrinya yang sedang berada di depan cermin. Tampak istrinya itu sedang melihat wajahnya yang terlihat sangat gembil. “Semakin hari, kamu sema
Freya hanya bisa menangis di atas makam sang kakek. Perasaannya hancur ketika tak bisa ikut mengantarkan kakeknya ke peristirahatannya terakhirnya. Dia yang harus pingsan, justru menghabiskan waktu di Rumah sakit.“Jangan bersedih terus. Kamu harus kuat.” El mencoba menenangkan sang istri. Membelai punggung lembut sang istri. Berharap istrinya dapat tenang. El dapat merasakan betapa sedihnya istrinya, tidak bisa menemani sang kakek untuk terakhir kalinya. “Kakek bilang dia ingin bermain dengan cicitnya.” Freya menoleh ke arah suaminya. Matanya yang sudah sembab-menandakan jika dia terus menangis tanpa henti. Freya mengingat apa saja yang dia rencanakan dengan sang kakek sewaktu di Rumah sakit. Namun, rencana tinggal rencana, karena kini sang kakek pergi untuk selama-lamanya. “Iya, dan dia tidak akan senang jika kamu membuat cicitnya kenapa-kenapa. Jadi jangan terus bersedih.” El membawa istrinya dalam pelukan. Manusia hanya bisa berharap dan Tuhanlah yan
Papa Felix merasa cemas dengan keadaan papanya. Pikirannya menerka-nerka apa yang terjadi dengan papanya. Ada sedikit ketakutan dalam hatinya karena apa yang sudah dilakukannya kemarin yang menjadi papanya itu masuk Rumah sakit. Turun dari mobil, Papa Felix langsung menghubungi sekretaris papanya, menanyakan keberadaan papanya. “Apa yang terjadi?” Tepat di depan ruang rawat, Papa Felix bertanya pada sekretaris papanya. Pandangannya penuh ketakutan dan kecemasan. “Pak Theo sudah masuk ke Rumah sakit sejak tiga hari yang lalu, dan sekarang kondisinya menurun.” “Sudah tiga hari dan kamu baru memberitahu sekarang!” Papa Felix ingin melayangkan bogem mentah pada sekretaris papanya itu, tetapi ditahan oleh Daddy Bryan. Temannya itu membawa Felix untuk duduk. Tubuh Felix begitu lemas. Tiga hari artinya di saat dirinya bertemu dengan papanya dan pastinya papanya sakit karena semua ucapannya. “Maaf, Pak, selama ini Pak Theo melarang untuk men
Papa Felix kembali ke Rumah sakit setelah puas mengungkapkan semua perasaan dalam hatinya. Dia sedikit menyesali karena tidak melakukannya sejak lama dan justru membiarkan papanya melakukan apa yang dia mau. Namun, kini Felix tidak akan membiarkannya. Dia akan menjaga anak dan cucunya. Sampai di Rumah sakit sudah banyak orang yang datang. Ada kedua orang El yang ada di sana. Istrinya pun turut hadir di sana. “Kamu dari mana?” tanya Mama Chika pada suaminya. “Dari kantor papa.” Wajah Felix tampak masih terlihat kesal. Masih ada amarah yang meliputinya. “Papa marah dengan kakek?” tanya Freya cepat ketika mendengar ucapan dari papanya. “Dia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini sudah melampaui batas. Harusnya dia tidak seenaknya memintamu mengecek proyek langsung karena kamu sedang hamil. Lagi pula masih banyak karyawan yang bisa dia suruh untuk mengecek.” “Ta—”Freya masih mau menyanggah, tetapi El memegangi lenganny