Beranda / Lain / LORO / 42. Rasa yang sama

Share

42. Rasa yang sama

Penulis: Nur Juwariyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ya tuhan apa yang akan terjadi pada gadis kecil itu, kini?" Ucap Lency yang lolos begitu saja. Membuat tiga pria yang berada dalam satu ruangan dengannya menatap Lency dan tampak memikirkan hal sama.

Begitupun genggaman Ali dan Marko yang makin erat dalam diam.

"Jika berpikir jauh kepala kita jadi terasa mampet, lakukan saja yang kita bisa untuk saat ini," ucap Sani membuka kaleng soda di tangan yang menimbulkan bunyi desisan dan langsung ditenggaknya habis. Tanpa sisa.

"Apalagi luka-luka di tubuh Arimbi yang tampak pasti bisa di sembuhkan bahkan hilang tak berbekas, mengingat ia masih begitu kecil," tambah Sani masih belum usai meski pria tinggi itu menarik dalam nafasnya yang terlihat berat sebelum berucap kembali.

"Tapi, luka batin? Well, lo berdua butuh lebih dari sekedar kuat dan sabar."

Sani menatap dua sahabatnya yang tidak berkomentar. Karena Ali dan Marko tahu tak ada hal yang lebih penting dari Arimbi saat ini. Gadis kecil kesayangan mer

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • LORO   43. Senyum yang pudar pun hilang.

    "Siapa?"Mata awas guru yang jeweran mautnya terkenal ini mengikuti langkah dua pasang kaki anak kecil yang tadi meminta lembar tugas darinya untuk Arimbi, satu dari tiga muridnya yang hari ini tak masuk karena harus menemani mamanya yang sakit untuk beberapa hari kedepan, meski dalam izinnya Arimbi berketerangan sakit.Dua bocah menggemaskan yang ia perhatikan masuk ke dalam mobil asing dengan bule yang meski jauh, ketampanannya terpancar jelas. Apalagi bule itu menutup pintu untuk dua anak yang jadi tanggung jawab miss Eva.Meskipun, pandangannya heran juga kagum karena yang menjemput Rei dan Joe bukan pak Tian dan bu Miranda, miss Eva tampak biasa saja karena memang tak sembarang orang bisa datang untuk menjemput anak-anak didik di yayasan ini. Kecuali wali mereka, memberi tahu pihak sekolah terlebih dahulu. Jadi, bisa dipastikan bule tampan itu bukan orang mencurigakan yang perlu diwaspadai."Soto pak Bas!" seru wanita yang bergegas ke kantor untuk me

  • LORO   44. Kesadaran yang dikubur tanpa sadar

    "Arimbi, kenapa?" tanya Rei menatapi gadis kecil yang tingginya hampir sama dengannya itu, penuh penasaran."Sakit, ya?" tanyanya lagi dan takut-takut hendak menyentuh perban di kepala Arimbi, sementara Joe diam memperhatikan Arimbi yang ujung bibirnya sobek."Is it hurt?" tanya Joe mengulurkan tangan kecilnya, menyentuh pelan pipi Arimbi yang membiru dan gadis kecil yang lebih tinggi darinya itu mengangguk."(Iya, sakit,)" ucap bibir Arimbi membuat dua teman kecilnya itu heran dan saling menatap, lalu memperhatikan gadis kecil yang meski mulutnya terlihat bicara tapi tak satupun suaranya terdengar sambil menunjuk tenggorokannya sendiri."Arimbi, kenapa? Kok gak ngomong?""Your neck sick, to?" tanya joe membuat Rei menatapnya cepat."Ini sakit?" ucap Rei menunjuk leher Arimbi yang meski mengangguk, tampak tak yakin karena ia sama sekali tak merasakan sakit di bagian leher ataupun tenggorokannya sendiri."Jadi, Arimbi gak bisa ngomong

  • LORO   45. Pengharapan tulus

    (YOUR MY SON!)(YOU CAN'T LEAVE ME)(YOUR MINE... ONLY MINE!)(DON'T GO PLEASE, DON'T GO.)(I'LL DIE IF YOU LEAVE ME TO)(I WILL NOT FORGIVE YOU)(YOU PIECE OF SHIT!)(I'LL KILL YOU)(I LOVE YOU)(YOUR MY SON! ONLY MINE)(I LOVE YOU)(I'LL KILL YOU!)(YOUR MY SON! YOU PIECE OF SHIT!) Seth menutup wajahnya kasar, ia menarik nafasnya dalam-dalam. Untaian kaliamat yang biasanya tersimpan begitu rapat kini lolos dan tak bisa ia enyahkan. Pria yang benar-benar membutuhkan udara segar ini berusaha menemukan ketenangannya dengan mengatur nafas dan menutup matanya rapat. Tubuh Seth yang tampak tegang itu mulai bisa rileks dengan nafas yang teratur pada tiap detiknya. Bayangan-bayangan buruk yang muncul, perlahan makin buram bersama nafasnya yang teratur. Dan ditariknya nafas begitu dalam, sekali lagi saat ketenangannya kembali. Meski rasa buruk yang terasa, tak sepenuhnya pergi. "Some women can be so cruel but the other giv

  • LORO   46. Sepenggal rasa dari masa lalu

    "Bagaimana?" tanya wanita yang suaranya terdengar dari ponsel dalam genggaman dokter Sabrina."Ini masih terlalu awal unt-""Sabrina, aku mendatangkanmu dari Berlin bukan untuk bersantai-santai," ucap wanita yang suaranya terdengar datar, membuat Sabrina menarik nafasnya, "jika kau tak bisa menangani ini, katakan saja. Aku akan mengirim kakakmu dan kau bisa mengulang studimu dari awal," ucap suara yang masih terdengar datar di telinga wanita yang sudah kembali ke dalam ruang kerjanya ini.Sabrina tahu, wanita yang menghubunginya ini tak sedatar wajah maupun apa yang diperdengarkan padanya, 'dan kakak? Gadis kecil itu tak butuh penanganan seperti itu.'Meskipun, mungkin apa yang akan dilakukan sang kakak adalah cara paling cepat agar gadis kecil yang dipercayakan padanya ini, bisa kembali menjalani kehidupannya lagi. Tapi, hidup dengan ingatan yang akan dikunci serapat-rapatnya, seperti tidak pernah terjadi--"Aku mengerti, Oma," ucap Sabrina

  • LORO   47. Menyatu dengan sunyi.

    Brakk!Wanita paruh baya yang melempar ponselnya ke atas meja itu, tampak begitu geram. Mulutnya yang terkunci dengan rahang mengeras seolah sedang merutuki apapun yang membuatnya kesal dalam hati.Jari lentik wanita paruh baya yang tampilannya modis ini menghentak penuh perhitungan di atas sofa yang ia duduki. Jari dari tangan sama yang masih terasa panas, setelah menggedor pintu kamar putrinya yang masih saja mengurung diri dalam kamar yang di kunci dari dalam dengan suara musik yang rasanya bisa memecahkan gendang telinganya.Zizi, putrinya itu sama sekali tak memberi Sukma tanggapan apapun. Putri bodoh dan egoisnya itu tak perduli pada wanita paruh baya yang kini sorot matanya begitu dingin.Wanita paruh baya yang sudah bersiap untuk bermain dengan salah satu cucunya itu, duduk sendiri di ruang tamunya yang luas namun sepi. Sukma yang sedang menahan amarah teramat sangat itu, mengatur nafasnya sendiri. Bahkan dadanya sampai terlihat naik turun dengan

  • LORO   48. Pemilik mata memikat

    Miss Eva yang ahirnya datang dengan nafas tersengal karena berjalan setengah lari itu, berhenti melangkah sambil menarik nafasnya dalam. Ia mengatur denyut jantung dan dadanya yang naik turun."Ketemu ponsel lo?""Ya, ada dikelas gue ternyata. Lagi ngomongin apa sih lo pada? seru banget kayaknya. Gak jadi makan soto pak Bas, kita?""Jadilah, Va. Nungguin lo doangan ini. Yuk ah, gue udah laper, lanjut ngobrol sambil jalan aja.""Jalan kaki? Gue pikir kita naik mobil lo, Mer.""Mobil gue lagi dibawa bokap, Miss Eva, lagian mau kaki kita gempor, jalan kaki? kita naik angkotlah sesekali.""Sesekali buat lo, Mer. Gue tiap hari," ucap salah seorang yang lalu membuat tawa."Lanjut yang tadi dong, Mer. Jadi cowok ganteng tadi tiap hari kumpul sama orang gila, dong.""Hah? Orang gila mana nih? Dan cowok mana yang lagi kalian gosipin tanpa gue?""Cowok yang lo tabrak tadi, Miss Eva," jawab seorang yang membuat Eva mengangguk paham

  • LORO   49

    "Aku tidak percaya mereka mengizinkan manusia dekil seperti itu masuk ke toko mereka," kesal wanita yang wajahnya terlihat tak terima."Kulit mereka hanya gelap, Maya," ucap Bagas menyentuh tangan Maya yang entah kenapa suasana hatinya jadi begitu buruk."Apa kau tak membuka matamu, Mas Bagas?" tanya Maya menarik tangannya kasar dari genggaman Bagas yang manik matanya membesar tanpa Maya ketahui, "dan pegawai rendahan itu, beraninya membuat putri kita menangis. Putri kita, Mas." Ulang Maya menyentuh Carmen yang tertidur di pangkuannya dengan mata sembab dan masih basah."Mereka datang lebih dulu daripada kita, May. Lagipula masih banyak mainan yang bisa Carmen beli, bukan?" Ucap Bagas membuat manik mata Maya menajam, begitu tak terima dan menggigit keras bibir bagian dalamnya untuk tak berteriak."Kau tak tahu, sudah berapa lama Carmen menginginkan boneka itu, Mas Bagas. Hampir tiap malam putrimu membicarakannya padaku. Dan kita selalu memberikan yang dia

  • LORO   50. Teruslah menjadi bodoh

    "Tidak, Sayang. Selama kita mampu kenapa harus menahan diri untuk anak," ucap Bagas membuat Maya yang menatapnya, meneteskan airmata lagi. Air yang lolos begitu mudahnya sesuka hati."Dan Carmen bukan hanya anak maminya saja, bukan? Carmen juga anak papinya," ucap Bagas tersenyum melihat pipi Maya yang sudah berurai air mata kembali basah dengan senyum di bibir."Aku mencintaimu, Mas Bagas," ucap Maya membuat Bagas mengangguk lalu mengecup bibir Maya, wanita yang menahan belakang kepala Bagas dengan tangannya yang bebas."May-""Stt, anak kita sedang tidur, jadi jangan bersuara," ucap Maya yang tangannya merayap turun lalu masuk kedalam celana pria yang resletingnya ia buka.Jemari-jemari tangan Maya begitu ahli mempermainkan naluri Bagas yang sengaja ia sulut. Pria bodoh yang bahkan tak melihat setitik pun keburukan dalam diri Maya karena rasa cintanya memburamkan segalanya."Dan teruslah menciumku, Mas," pinta Maya yang tangannya merasakan

Bab terbaru

  • LORO   SHE IS THE LITTLE WOLF

    Pria yang wajahnya bisa menipu banyak orang itu berdiri di depan ratusan mahasiswa. wajahnya yang bisa tersenyum dalam keadaan apapun, begitu pula tatapan ramah ia tunjukan pada bakal-bakal manusia yang sudah menentukan pilihan hidup yang ingin mereka jalani. Telinga para mahasiswa itu mendengarkan dengan seksama apa yang Sabio sampaikan dalam kelas yang mereka ikut, sesekali bertanya, tidak menyela saat pria yang mata sebelah kirinya selalu menjadi perhatian karena ada tanda lahir di sana bicara, menerangkan apapun yang ingin mereka ketahui. "But, is it possible to erese their memory permanenly, Sir? Mendengar itu Sabio menatap pria keturunan yang gigi putihnya begitu kontras dengan warna kulitnya yang hitam. Pertanyaan yang rasanya selalu Sabio dengar kapanpun itu apalagi saat ia harus menjadi pembicara entah di depan kelas ataupun konferensi bahkan individu. Apa lelaki yang wajahnya bisa ia mainkan sesuka hati itu pernah b

  • LORO   KAU YANG AKAN MENYAKITINYA LEBIH DARI SIAPAPUN

    "So, apa yang akan kalian lakukan saat Bagas datang?"Lency menelan ludahnya untuk pertanyaan Sani. Matanya menatapi bergantian dua pria yang entah akan menjawab apa. Ia yang sudah berpikir tidak akan bermimpi buruk malam ini karena memilih jujur untuk kedatangan Bagas, menghembuskan nafas dalam, berharap Marko ataupun Ali tak mendengar.'Sial! Gue akan makin mimpi buruk kalo gak dengar jawaban mereka sekarang!' batin Lency yang juga ingin tahu apa yang akan ayah ke-2 dan ke-3 Arimbi lakukan.Ia lalu menatap wajah Arimbi yang terlihat begitu damai dalam lelap, "apa mimpimu menyenangkan, Arimbi?" Ucap Lency yang tak sadar ucapannya membuat Ali menoleh."Apa? Jangan bilang gue ngomong kenceng barusan?" Ucap Lency tak urung membuat suasana tegang dalam ruangan, berubah.Apalagi sorot mata Ali jadi melembut ketika ia menatap Arimbi yang rambutnya ia belai, sementara Marko berdiri lalu duduk di atas lantai memegang jemari Arimbi yang jadi terlihat

  • LORO   APA YANG AKAN KALIAN LAKUKAN?

    "Arimbi akan pulang ke rumah ini, Bu, tapi aku tidak akan membiarkan ibu melakukan apa yang ibu mau."Mata Sukma membesar, tangannya terangkat tinggi namun hanya berhenti di udara."Arimbi akan pulang ke rumah ini dan aku tidak ingin mendengar ibu atau siapapun menyalahkannya untuk apa yang terjadi."Plakk!Kali ini tangan Sukma benar-benar menampar pipi Bagas yang tidak terkejut dengan reaksi Sukma. "Kau tahu kenapa kita harus melakukan itu!" Seru Sukma lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa jika ada mata ataupun telinga yang mendengar lalu mengecilkan suaranya. Sadar, jika ada telinga yang mendengar maka apa yang sudah ia susun akan berakhir."Kau tahu betul kita harus melakukan itu!"Sukma memegang lengan Bagas, tatapannya memelas namun penuh tuntutan, "kau tahu kenapa ibu melakukan ini bukan? Semuanya untukmu, Bagas, agar kau bisa hidup tenang bersama Maya dan Carmen."Sukma lalu menyentuh pip

  • LORO   KEPUTUSAN MEREKA

    "Cari siapa, Mas?""Saya suami Arum.""!" Mata lency membesar untuk jawaban lelaki yang ketidak-hadirannya selalu ia tanyakan. Manik mata wanita berkulit hitam manis itu bergerak gelisah sementara punggungnya terasa panas mengingat di ruangan Arum ada Ali dan Marko yang mungkin tak akan senang mendengar siapa yang datang.Namun, ia yang tahu siapa dirinya tak mungkin berkata "jangan masuk!" pada lelaki tampan yang masih mengenakan pakaian kerja dengan jas yang melekat begitu pas di badannya.'Gue belum siap liat Ali sama Marko menghajar suami Arum!' seru Lency dalam hati, 'dan di dalam juga ada Arimbi-'Zreeeg!!Tangan Lency bergerak sendiri menutup pintu yang ia buka, begitu cepat sampai ia sendiri merasa kaget dan jadi kikuk saat menatap Bagas.Lency bisa merasakan punggungnya berkeringat sekalipun pendingin ruangan menyala. Mulutnya jadi terasa kelu meski tak ada satu kalimatku yang melintas dalam benak untuk ia sampaik

  • LORO   ARIMBI KITA KEMBALI.

    PING: Saya harap bapak tidak lupa dengan uang yang bapak janjikan untuk informasi ini.Entah apa yang kini sedang berkecamuk dalam benak Bagas saat melihat potret Arimbi, putrinya. Ia tampak tidak perduli dengan baris terahir dari pesan yang masuk bertubi-tubi dipenuhi oleh potret Arimbi.Tapi, ia yang sudah berdiri dan siap melangkah, punggungnya terlihat ragu apalagi saat matanya menatap dua pria yang terlihat bahagia di samping Arimbi yang lebar tersenyumMarko dan Ali. Dua lelaki yang wajah bahagianya pasti akan berubah jika ia datang atau bahkan menunjukkan diri.Sampai Bagas menarik nafasnya dalam, begitu dalam. Sementara matanya tak melepas senyum gadis kecil yang akhirnya masuk ke dalam ruang rawat inap yang pintunya dibuka Ali.PING: ini potret terakhir yang bisa saya kirimkan. Saya harap bapak tidak lagi menghubungi saya atau saya akan mendapat masalah karena sudah melanggar kode etik."Kode etik?" ucap Bagas menarik uj

  • LORO   IA MERASA KERDIL

    "Karena lebih baik anak itu tidak kembali jika ingin hidupnya tenang "Sera menggigit bibir bawahnya, lalu menatap ke depan. Zizi seperti orang kesetanan yang bahkan menerobos lampu merah, untung saja motor yang pengemudinya berteriak karena kaget ada mobil sport yang melanggar rambu tidak jatuh dan terlindas mobil di belakangnya.Well, tak lagi bertanya tentang Arimbi pada Zizi 'saat ini' adalah hal yang benar untuk dilakukan, mengingat Sera masih menyayangi nyawanya. Lagipula, apa yang telah dan akan dilakukan Zizi pada Arimbi bukanlah urusannya. Ia hanya ingin lebih dekat dengan Sani. Pria yang begitu tak tergoyahkan bahkan mengabaikan dirinya yang sudah menjual murah harga dirinya di depan Sani.'Kalo gue gak berhasil dapetin Lo, jangan panggil gue Sera!'Hatchi!"Godbless you, Boss," ucap Joyce pada Sany yang bersin lalu menatap sang asisten yang kembali berucap, "palingan ada yang ngomongin Lo, maklum cowok mahal kayak Lo pasti ba

  • LORO   IA MASIH SAJA CURIGA

    "Apa Ali dan Marko akan membawa Arimbi pulang kerumahnya?"Lency yang berdiri di depan pintu langsung menoleh pada Sani, "apa?" meski sedetik kemudian wajah Lency jadi pucat mengingat rumah Arimbi meski ia belum pernah ke sana."A--Ali sama Marko gak ngomong apa-apa tentang itu," jawab Lency membuat Sani mengangguk. Mengingat hari ini adalah hari sama Ali dan Marko kembali dari Berlin setelah menyelesaikan pekerjaan begitupun Arimbi yang masa perawatannya selesai.Karena sama-sama sibuk, apalagi Ali dan Marko yang jadwalnya dipadatkan sama sekali belum bertukar kata dengannya."Setidaknya Arimbi sudah kembali, bukan?" ucap Sani saat melihat wajah pucat Lency. Ia jadi merasa tak enak hati melihat wanita yang tadi tertawa bersama Mawardi jadi menunjukan wajah bermasalah.Sani tahu, Marko dan Ali pasti sudah memikirkan banyak hal menyangkut masa depan Arimbi meskipun dalam waktu singkat. Tapi, bagaimanapun juga selain mereka berdua y

  • LORO   ADA YANG KESAL

    "Kok tumben udah balik, Sayang," ucap wanita ayu yang meletakan majalah Fashion saat melihat putrinya masuk dengan wajah kesal."Den Joe, sedang pergi bersama kakaknya, Bu," jawab pengasuh yang mendapat tatapan tanya dari Maya yang mengangguk paham kenapa wajah putrinya yang keluar dengan semangat kembali dengan wajah kesal."Gak usah cemberut gitu dong, Sayang. nanti kalo Joe udah pulang bisa main lagi, kan?""Kata Bu Miranda pulangnya malam, Bu. jadi baru besok bisa main lagi.""Oh, jadi karena itu anak mami wajahnya jadi gini?" ucap Maya tersenyum menyentuh kepala Carmen yang masih saja cemberut dengan bibir kecil mengerucut."Aku tuh mau main sama Joe, Mami. tapi malah keduluan sama Seth. Nyebelin banget!" Sungut Carmen tak melihat Maya memberi kode pada pengsuhnya agar membawakan kue stroberi untuk Carmen."Kalau begitu, gimana kalau kamu jalan-jalan sama Mami dan papi, setelah papi pulang nanti?"Carmen menoleh

  • LORO   DIMULAI KEMBALI

    Small small bad wolf~She life with a pack of a liar~Small small bad wolf~What she will do when she get older~Small small bad wolf~She smile with innocent smiling face~Small small bad wolf~What she gonna do? What she gonna do~Small small bad wolf~Carefull everyone she come to get you~Small small bad wolf~She life with a pack of liar~Small small bad wolf ~She smile to get you~Small small bad wolf~*Gadis kecil yang langkahnya terlihat ringan itu berjalan digandeng Sabrina, matanya membulat melihat dua pria dewasa yang bahkan tak bisa menahan lari mereka lalu memeluk dan mengangkatnya dalam dekapan rindu disertai kecupan di pipi kenyal nan lembut tanpa bekas tamparan yang sudah tak terlihat lagi.satu minggu terasa begitu lama, Namun setelah melihat gadis kecil kesayangan mereka kembali dengan senyum, Marko dan Ali hanya bisa memeluk Arimbi yang tawanya sudah tak mahal lagi. Rasa syu

DMCA.com Protection Status