Nyaris saja Lanting Beruga jatuh dari arena pertandingan tersebut, kakinya hanya berjarak beberapa jari saja dari bibir arena tersebut, dan hal ini membuat beberapa penggemarnya berteriak khawatir.
"Baiklah, aku akan menjatuhkan dirimu kali ini!"Pria botak tersebut menggunakan kepalan tinju untuk menjatuhkan Lanting Beruga, tapi kali ini pemuda itu malah membalas serangan lawannya dengan sundulan kepala.Tindakan ini terlihat cukup lucu, dan berhasil membuat pria botak itu meringis kesakitan, seolah dirinya baru saja menghantam sebuah kepala yang sepenuhnya terbuat dari logam yang begitu keras.Belum pula pria tersebut mengelus kepalan tinjunya yang terasa begitu sakit, tiba-tiba Lanting Beruga telah berada di hadapannya sambil memukul kepalan tangannya yang membentuk seperti cengkraman sebuah gagang pedang.Pukulan itu terlihat biasa saja, sedikitpun tidak terlihat kuat atau pula mengandung tenaga dalam, tapi nyatanya kepalan tinju LanRupanya dugaan Wanita Gendut yang menjadi juragan Lanting Beruga benar-benar terjadi. Kenapa pertandingan ke empat dilakukan serentak tidak lain dan tidak bukan agar semua petarung menyerang Lanting Beruga sendirian.Setelah gagal membuat kesepakatan kepada Lanting Beruga, dua rekan Sang Juara Bertahan membuat kesepakatan dengan juragan-juragan yang lain. Mereka membayar para petarung dua kali lipat hanya untuk mengeroyok Lanting Beruga seorang.Tentu saja hal ini didasari oleh ketakutan mereka akan kekuatan Lanting Beruga yang kemungkinan besar dapat mengalahkan Juara Bertahan. Jadi segala cara harus dilakukan, Juara Bertahan harus tetap menjadi Juara Bertahan, karena dia ikon dari gelanggang ini."Oi!" Lanting Beruga menghindari banyak serangan saat ini. "Kenapa kalian hanya menyerang diriku, sialan!" Pemuda tersebut sebenarnya mulai kesal, hingga terbesit di benaknya untuk mengalahkan semua petarung ini dengan satu serangan kuat, tap
Lanting Beruga menyapukan pandangan ke sekeliling, menggaruk kepalanya yang mulai gatal.Sesekali pemuda itu malah tersenyum geli mendengar teriakan para penonton tersebut.Sementara itu, Wanita Gendut mulai pucat saat ini. Baginya berhasil bertahan hingga ke babak empat adalah sebuah prestasi yang sangat gemilang, tidak perlu menang menjadi petarung yang bertahan di babak ke empat merupakan sebuah keberuntungan bagi dirinya, tapi sekarang petarungnya malah harus berhadapan dengan Juara Bertahan.Pria besar itu, -juara bertahan-, belum pernah kalah selama dia berkarir di dunia pertandingan ini. Dari 50 pertandingan dia telah membunuh setidaknya 10 orang, dan sisanya mengalami cidera yang sangat parah hingga tidak dapat bertarung kembali."Menyerahlah!" ucap wanita gendut tersebut, "kau masih punya harapan bertarung di lain waktu, mengalahlah dan kau akan baik-baik saja!""Apa kau bodoh?" salah satu rekan dari Sang Juara Bertahan menimpali
Guru Kilat Putih menjelaskan hal itu kepada Lanting Beruga setelah pemuda itu selesai menyantap makanannya."Kita tidak punya cara lain," ucap Guru Kilat Putih. "Hanya ini satu-satunya hal yang dapat kita lakukan."Lanting Beruga menggaruk kepalanya beberapa kali, mengelus perut besarnya tiga kali lalu bersendawa besar sekali, barulah otak bodoh pemuda itu mulai bekerja saat ini."Baiklah aku akan ikut ..." jawab Lanting Beruga, "Asalkan kita bisa mendapatkan apa yang kita butuhkan."Di hari berikutnya, Wanita Gendut yang rupanya bernama Azuta itu membawa Lanting Beruga ke rumahnya.Sebuah pemukiman kumuh rupanya terletak tidak jauh dari tempat ini, dan di salah satu rumah tersebut, rumah yang paling besar ukurannya berada di ujung jalan adalah rumah Azuta tersebut.Di sepanjang jalan ada banyak anak-anak yang berteriak memanggil nama wanita itu, mereka tampaknya begitu akrab dengan wanita gendut tersebut, bahkan tidak jarang da
Ada banyak peserta di dalam ruangan tersebut, masing-masing dari mereka tampaknya berasal dari kalangan yang berebda-beda pula. Tidak banyak yang berasal dari rakyat jelata, terasa jika mereka memiliki keinginan membunuh yang cukup besar.Kebanyakan dari mereka telah mencapai level tanpa tanding pada jalur kependekaran, dan belum ada yang melewati level tersebut, hingga dua hari kemudian muncul dua orang pendekar yang telah berada di level bumi rendah.Lanting Beruga tidak terlalu menghiraukan dua orang itu, karena sekarang dirinya sudah tidak sabar untuk menyelesaikan pertandingan ini dan naik ke level master.Tentu saja hal ini dapat dengan mudah dilakukan oleh Lanting Beruga, tinggal menuggu waktu saja.Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya pertandingan level elit dilaksanakan pula.Ada 100 petarung di dalam pertandingan itu yang akan diadakan serentak. Artinya, semua orang akan bertarung dalam waktu bersamaan."Ini bagus,
Baru saja, serigala itu berniat melawan Lanting Beruga, tiba-tiba semua binatang buas itu jatuh tak berkutik di hadapan Lanting Beruga dengan mata yang mendadak menjadi putih.Semua orang terdiam menyaksikan hal tersebut, tidak tahu teknik apa yang barus saja dilakukan oleh Lanting Beruga hingga bisa melumpuhkan sekawanan serigala besar tanpa melakukan gerakan apapun.Lanting Beruga tersenyum tipis, tentu saja dia baru saja mengirimkan energi batin melalu mata asura yang terbuka kecil dari balik kelopak matanya."Sudah aku duga," ucap Lanting Beruga. "Kalian tidak akan bisa menahan teknik mata asuraku, bahkan siluman saja tidak bisa menahannya, apa lagi binatang seperti kalian, bodoh!" ucap Lanting Beruga. "Ah, aku akan meminta salah satu dari mereka untuk dijadikan makanan ....hikhikhik."Sekarang, yang tersisa di dalam arena pertandingan hanya 4 orang saja, satu pendekar level puncak tanpa tanding, 2 pendekar level bumi rendah yang terlihat sepe
Azuta semakin bersemangat mengurus semua keperluan Lanting Beruga untuk naik level pertandingan yang akan dilakukan di sebuah pula kecil tidak jauh dari tempat ini.Pulau itu menjadi satu-satunya tempat yang akan digunakan oleh para petarung level master di Benua tersebut, tapi sayangnya untuk pergi ke pulau itu membutuhkan biaya dan waktu yang cukup banyak.Mengingat pulau itu tidak berada di dekat kota ini, jadi Azuta harus segera mengurus semua keperluan yang dibutuhkan oleh Lanting Beruga untuk ke sana."Kau memiliki petarung yang hebat," penyelanggara dari pertandingan elit ini memberikan sebuah lencana penghormatan untuk Lanting Beruga kepada Azuta. "Lencana ini sebagai syarat utama untuk melanjutkan pertandingan level master yang akan dilakukan satu minggu lagi, kalian harus cepat ke sana, sangat disayangkan jika petarung sehebat dirinya harus menunggu tahun depan untuk ikut pertandingan level master."Rupanya, pertandingan level master tid
Sang Kusir mulai gelisah saat ini, dia mungkin berniat untuk memacu semua rusanya, meninggalkan tempat ini, tapi apalah daya, diluar saja sedang terjadi badai yang cukup kencang. Lebih dari itu, resiko tertimbun oleh lelongsoran salju sangatlah mungkin terjadi.Jadi sekarang, yang dilakukan oleh kusir itu hanyalah meringkuk ketakutan di sisi lain celah es ini, sambil berharap para perampok tersebut tidak menyadari keberadaan mereka yang bersembunyi di tempat ini.Mendengar kalimat perampok, Azuta lebih takut lagi dibandingkan dengan Sang Kusir Kereta, dia bahkan lupa jika Lanting Beruga berada di sini bersama dengan dirinya.Suara geraman serigala semakin jelas terdengar, beriringan dengan suara badai yang membuat bulu kuduk menjadi berdiri.Hal ini membuat rusa-rusa kecil mulai gelisah, mereka menoleh satu sama lain, dan mungkin berniat untuk melarikan diri dari tempat ini sebelum serigala itu datang menerkam mereka.Pada saat ini, Lanti
Akibat dari serangan Guru Kilat Putih, kini bahaya yang lebih besar akan terjadi menimpa Lanting Beruga dan teman-temannya.Pada saat yang sama pula, Para rusa kecil bergerak dengan naluri mereka, mengaitkan leher pada tali kereta dan bersiap untuk lari secepat yang mereka bisa."Kita akan tertimbun jika tidak segera pergi dari sini!" teriak Sang Kusir, pria itu melompat langsung ke atas kereta, kemudian di iringi oleh Azuta.Lanting Beruga dengan jengkel pada akhirnya naik pula ke atas kereta, dan para rusa langsung menderu meninggalkan celah es yang tampaknya sebentar lagi akan runtuh.Guru Kilat Putih dengan ilmu meringankan tubuhnya, akhirnya berhasil duduk di atas kendaraan tersebut, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Pria itu menoleh ke atas, kini es di sana mulai longsor, dan suaranya membuat semua orang menjadi merinding, tidak terkecuali Lanting Beruga yang benci dengan suhu dingin."Hia!" Sang Kusir berteriak
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m