Malam ini udara begitu dingin, aku masih tak mengerti kemana aku di bawa dan di mana sekarang aku berada, mereka mengurung kami pada kamar-kamar kecil dengan lebar yang nyaris tak bisa membuatku leluasa.Banyu menulis pada selembar kertas yang sejak tadi ada di atas mejanya, ruang demi ruang mulai di tutup rapat dan lampu di sisi samping nya menyala redup. Hening tak ada lagi suara, ia bahkan terpisah cukup jauh dengan Sky yang ada di ruang atasnya. Banyu masih tak melakukan apapun, ia.masih menunggu apa yang akan mereka lakukan setelahnya.Kakinya lalu melangkah mendekati pintu kamarnya yang tertutup rapat, ia tak bisa melihat apa yang ada di luar sana, semuanya nampak gelap sekarang, namun perlahan dia mendengar langkah kaki entah dari mana, seperti seseorang yang memeriksa kamar demi kamar dan Banyu segera menempati tempat tidur nya sebelum terlihat dan menimbulkan masalah baru.Tak lama langkah kaki berjalan mendekat dan berdiri tepat di sisi luar pintu kamarnya, mata Banyu terpej
Dina keluar dari rumahnya, membawa Jhon dan beberapa orang kepercayaan Banyu, ia bukan takut datang sendiri namun Dina sadar wanita ular macam apa yang sedang dia hadapi. Rose memberikan alamat Kanaya dengan baik, bahkan ketika Dina memberi kabar pada Khan, lelaki itu nampak terkejut tak tau jika adik perempuannya sedang berada di Jakarta.Membelah jalanan yang padat, Dina tak sabar bertatap muka dengan wanita yang dia anggap remeh beberapa waktu lalu. Dina berada di dalam mobil bersama Rose dan Ramdan, sementara Mala dan Anik mengurus Sean dan Dara di sekolah mereka. Ya, Dina tau anak-anak mungkin saja dalam bahaya, karena itu dia tak pernah membiarkan Sean dan Dara jauh dari pengawasannya.Mobil Dina tiba di depan gerbang bernuansa putih gading yang megah, gerbang itu begitu rapat hingga mereka tak mungkin menerobos masuk begitu saja."Tak lama mereka akan keluar!" Ucap Rose menatap layar tablet di tangannya, diam-diam dia memang sudah mengambil alih seluruh cctv rumah megah Kanaya.
Kanaya menatap nyalang ke arah Dina, ia benci kalah, kekalahan membuat seluruh harga dirinya terinjak habis."Jika aku tak bisa mendapatkan mas Banyu, kau atau wanita manapun tak boleh berada di sisinya!" Teriaknya kehilangan kendali.Tawa Kanaya terdengat melengking, membuat Dina merasa miris, wanita ini benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya."Wanita tak waras kamu Kanaya!""Hahahahaaa, aku memang sudah gila Dina, gila karena tak bisa bersama mas Banyu, kau tau Dina betapa sakitnya aku saat Banyu lebih memilih wanita janda sepertimu! Aku marah pada diriku sendiri, merasa kehilangan seluruh kebahagiaan yang sudah aku siapkan bersamanya!"Dina terdiam, ia tau luka hati Kanaya begitu besar, hingga dia tak bisa membedakan mana yang benar dan tidak."Aku minta maaf jika pernikahan kamu membuatmu merasa terluka, tapi cobalah belajar untuk mengikhlaskan apa yang sudah terjadi Kanaya.""Ikhlas, kau bilang ikhlas untuk semua yang terjadi? Persetan dengan ikhlas Dina, aku hanya ingin Bany
"Kakak, kenapa wanita itu tega sakali padaku!" Ucap Kanaya saat Khan membantunya melepaskan ikatan, wanita itu tertunduk lesu seakan tak melakukan kesalahan apapun.Khan hanya diam melepaskan ikatan adiknya, ada banyak hal yang ingin dia tanyakan pada Kanaya, namum Khan masih berpikir dari mana dia harus memulai."Aku tak terima dengan perlakuannya padaku kak, wanita itu sudah gila, dia begitu teropsesi dengan mas Banyu." Ucapnya sembari mengusap pergelangan tangannya sendiri.Khan menatapnya sendu. "Bukankah kamu yang begitu teropsesi dengan Banyu?""Aku? Aku hanya mempertahankan cintaku kak.""Cinta? Wanita yang kamu bilang teropsesi itu adalah istri sah dari lelaki bernama Banyu yang kamu cintai itu Kanaya!"Kanaya terdiam menatap wajah kakaknya."Lalu? Dia hanya wanita yang kebetulan bersetatus istrinya, namun dalam kenyataan hanya aku yang memahami betul bagaimana mas Banyu dulu."Khan menatapmlekat wajah Kanaya, adik yang di anggapnya polos ternyata diam-diam masih memiliki hara
Malam terasa begitu dingin, Dina terduduk di balkon kamarnya bersama Sean dan Dara, dua anaknya itu selalu murung, merindukan ayah yang telah beberapa waktu tak juga pulang ke rumah mereka."Ayah kapan pulang bun, Dara rindu sekali." gadis kecil itu tertunduk sedih.Dina mengusap kepala Dara perlahan, menenangkan kegundahan yang sedang di rasakan anak-anaknya."Sebentar lagi ayah juga pulang." Ucapnya dengan senyum yang coba di ukir di depan mereka."Kenapa nggak bisa telpon ayah sih bun, apa ayah nggak bawa hp?" Dara kembali bertanya, biasanya ayahnya akan bisa di hubungi saat sedang tugas luar kota, tapi ini bahkan mereka tak bisa bicara.Kembali Dina tersenyum, ia terus berusaha tegar agar anak-anak pun tak merasakan kegundahannya."Kayaknya nggak bisa sayang, ayah bilang tempat tugasnya sangatlah jauh dan tak bisa menggunakan ponselnya.""Sean Lindu ayah bun." Sean ikut bicara, ia masih belum juga bisa menyebut baik kalimat dengan huruf 'r' ."Nanti kalau ayah pulang kita marahi s
"Ada yang datang!" Sky berseru pelan saat langkah kaki terdengar mendekat ke arah mereka."Ayo naik!" Ucap Banyu bertopang pada dinding penyekat kamar mandi, ia berhasil naik ke lubang angin lebih dulu.Sky meraih tangan Banyu ikut melompat naik dan menutup segera lubang angin tempat mereka masuk dan keluar tepat saat seseorang masuk ke dalam kamar mandi.Lelaki dengan wajah berewokan, membawa senapan di tangannya, ia masuk ke salah satu ruang kamar mandi. Gemericik air terdengar dan guturan dalam kloset menandakan ia bari saja selesai dengan urusannya.Sky dan Banyu tak dapat bergerak, menutup hidung mereka beberapa saat sebab bagian di atas kamar mandi ini tak cukup memiliki besi yang tebal seperti tempat lainnya, sedikit gerakan saja akan membuat suara kecil yang akan dengan mudah di dengar dalam ruangan yang sunyi."Dia sudah pergi!" Bisik Sky saat lelaki itu keluar menutup pintu kamar mandi."Kita kembali ke kamar, pastikan semua tanda terpasang dengan baik, kita tak mau besok ha
Aku berlari mengitari sekolah Dara dan Sean, semoga saja anak-anak itu masih berada di sekolah ini, jika tidak lantas kemana mereka pergi.Merasa putus asa tak menemukan apapun di sekitar sekolah, aku mengambil ponsel dan menghubungi mbak Dina."Halo mbak, apa anak-anak sudah ketemu?""Belum, mbak sudah cari ke lantai atas juga tak ada."Jawaban mbak Dina membuat aku bertambah cemas. "Bagaimana jika aku cari ke luar sekolah mbak.""Baiklah, mbak akan ke ruang guru dan meminta mereka memeriksa cctv." Ucap mbak Dina sebelum telpon aku tutup.Bergegas aku berlari keluar gerbang sekolah, jarak yang cukup jauh tak membuat aku merasa lelah, pikiranku sedang bersama anak-anak sekarang, aku begitu takut terjadi sesuatu pada mereka.Hingga ke depan gerbang, jalanan yang ramai coba kusisir, berhenti hampir di setiap toko kecil atau tempat makan, aku tak menemukan anak-anak. Kutanya beberapa orang, memperlihatkan foto mereka dari galeri ponselku, namun tak ada yang melihat mereka, mungkinkah ada
Aku duduk bersama Haris di dalam cafe tak jauh dari tempat kami bertemu, dia begitu banyak berubah dan aku tak lagi merasa takut padanya."Apa yang ingin kau katakan padaku Dina?"Senyum menjijikan itu seolah menggodaku sekarang, mual rasanya membayangkan aku pernah berbagi raga dengannya dulu."Aku rasa kamu lebih tau apa yang akan aku katakan!" Ucapku menatapnya tajam.Dia kembali tersenyum, "Aku tak tau Dina, jelaskan!" Bisiknya mendekatkan wajahnya padaku.Ku paling kan pandanganku ke arah lain, jika saja ini bukan sesuatu yang penting untuk aku katakan, aku tak ingin memberinya kesempatan bicara denganku lagi."Jika begitu akan aku katakan sekarang! Bisakah kamu duduk dengan sopan!" Ucapku menunggunya duduk dan menjauh dari wajahku.Haris kembali ke tempatnya dan masih menatapku tanpa berkedip."Baiklah, katakan!""Aku minta kamu menjauh dari keluargaku!" Ucapku menunjuk wajahnya."Keluarga? Siapa yang kau sebut keluarga?""Anakku, adikku dan siapapun yang ada di sekitarnya!"Dia
Sky yang melihat itu tersenyum, dia tau Banyu akan punya cara membawaanya pergi. Ya, Tali itu di ayun Terus agar ujungnya bisa mendekati Sky. beberapa kali ayunan membuat ujungnya lebih dekat ke arah Sky, dirinya mencoba meraih namun masih belum tergapai."Kamu harus lompat!" Teriak Banyu, dipa merasakan angin terlalu kuat sekarang."Lompat Sky!" Banyu merasakan ombak mulai tinggi menghantam"Kompat? sekarang?""Tahun depan, sekarang lah!" Ucap Banyu kesal, kapal terbakar itu mulai tenggelam dan Sky masih juga ragu untuk meninggalkan nya.Sky melihat air laut semakin dekat, jika dia gagal melopat, artinya takk ada lagi kesempatan, tali kapal tak cukup jika harus menyentuh lautan dan jangkar tak bisa di keluarkan dengan segera, sementara gulungan awan hitam mulai terlihat di atas mereka."Kenapa cuaca tiba-tiba berubah mbak?" Anik panik melihat badai akan segera datang."Tidak tiba-tiba, awan itu sudah bergelantung di atas kita sejak pagi hanya saja tidak sebesar ini.""Sky, lompat!" T
Kanaya begitu marah mendengar kabar pelarian Banyu, dia sudah berbuat banyak sejauh ini, namun justeru kebodohan demi kebodohan dia dengar."Tolol kalian semua!" Teriaknya kesal di ruang sunyi tempatnya bersembunyi.Panggilan dari Philip tak lagi di gubrisnya, Kanaya merasa semua sudah berakhir sekarang. "Aku benci pada Kalian semua!" Teriaknya lagi, bayang wajah Banyu semakin membuat hatinya tercabik dan nyeri.Mencoba perbikir jernih bagaimana dia akan menemui Banyu sekarang, Kanaya berjalan keluar ruangan, berusaha tersenyum pada beberapa orang staf nya di luar, Kanaya berjalan menuju lif."Ada apa lagi Naya?" Khan menarik tangan adiknya itu.Kanaya menatap Khan dengan kesal, berusaha melepaskan tangan kakaknya."Aku ada urusan.""Soal Banyu lagi?" Khan bertanya, setelah pertengkaran dengan adiknya tempo hari, Khan mencoba kembalu memberikan kesempatan."Bukan, aku harus pergi menemui temanku!" Ucapnya dingin lalu meninggalkan Khan di depan Lif.Kanaya turun ke lanti dasar, ingin
Banyu keluar lebih dulu ke dalam kabin, Rock masih terduduk di sana dengan mata hampir tak bisa terbuka lagi."Tidurlah, aku akan gantikan." Ucapnya pada Rock, lelaki itu berdiri dan berpindah posisi ke belakang, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang lebih lega."Aku masih ada di jalur yang benar, kemudikan saja begitu, mungkin beberapa jam lagi kita sampai di darat." Ucap Rock dengan suara sedikit meracau.Banyu hanya tersenyum tipis menyadari kantuk menguasai sahabatnya itu. "Tidur saja di dalam, aku akan Pastika semua aman." Ucap Banyu lagi, namun Rock sudah tak mendengar, dengkurannya halus sudah menemani tidurnya yang lelap.Banyu kembali menatap ke laut, semalam benar-benar membuatnya ketakutan, matanya yang bening seolah menelisik arah mana dirinya dan yang lain datang semalam."Cari sesuatu?" Sky masuk degan semangkuk mie dalam sterofom, aromanya membuat perut banyu serasa meronta."Baru buat?" Tanya banyu."Ya, di belakang ada, air panas yang aku buat juga masih, bikin saja s
"Kami ada di tempat semula, bergeser sedikit kearah barat."Suara Rock terdengar pada alat yang Dina pakai dalam baju selamnya.Bus... Bus...Suara peluru menembus air, mereka dapat melihat peluru-peluru itu membelah air membentuk gelembung-gelembung yang menjurus ke bawah.Dina memberi sinyal bahaya pada Rock, sementara Banyu membuat isyarat agar mereka berenang lebih dalam.Matikan lampuBanyu meminta dengan isyarat, Dina dan Anik mematikan lampu di tangan mereka.Ke bawah!Sky meunjuk arah bawah dan mereka bergandengan menjauhi peluru yang masih terus menerjang ke dalam air.Mereka menyelam menjauhi tembakan yang masih terdengar, semakin ke dalam menuju ke arah yang di rasa benar. Banyu menyalakan lampu merah di dalam air, mereka saling melihat untuk membaca isyarat selanjutnya.Kalian di mana?Rock kembali menghubungi dan mencari dimana sahabat-sahabat nya sekarang. Anik menyalakan sinyal yang ada di pinggangnya, lalu mencari di mana letak kapal mereka berhenti.Ke arah barat kali
"Bagaimana kita bisa ke bawah? Lihat semua tempat penuh dengan pengawasan." Sky memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati, namun tak satupun tempat sepi."Jika begitu kita harus turun." Banyu berbisik, mereka berhenti sebentar di atas sebuah lorong."Bagaimana bisa kita turun? Lantas dimana kita akan turun?" Sku masih tak mengerti apa yang Nanti rencanakan."Jika kita tak bisa mengelabuhi mereka, maka jadilah bagian dari mereka!" Ucap Banyu lalu berusaha membuka tutup lubang angin di bawahnya."Kamu benar!" Ucap Sky saat sadar bahwa ide Banyu mungkin bisa di gunakan membawa mereka ke ruang bawah.Mereka melompat turun, lalu bersembunyi di antara tepian lorong, Banyu sedikit lega sekarang, sebab semua cctv berada di bawah kendali teamnya.Sky berada di belakang Bantu, menyelinap di antara lorong dan tak lama empat lelaki keluar dari sebuah ruangan."Ada yang datang!" Ucap Sky bersembunyi dinujung lorong bersama Banyu. Empat orang itu berbatus rapi, dan dua di antaranya masuk ke ru
Dina menyelam lautan dingin, dia tau bisa saja nyawanya tak selamat malam ini, tugasnya bersama anik adalah masuk dari bawah kabin kapal. Banyu sudah memberikan koordinasi kapal tempatnya di tawan, Sky dan dirinya sudah bisa mengendalikan ruang kontrol kapal sejak kemarin.Anik dan Dina hanya bisa berkomunikasi dengan sandi cahaya, sandi yang sudah mereka pelajari selama perjalanan kemari. Tiba di dekat pintu bawah, Dina dan Anik berusaha meraih tangga besi di atasnya. Kapal itu berhenti di satu tempat jadi cukup aman berada tepat di ujung belakang kapal untuk bisa meraih tangga ke atas.Hup!Anik naik lebih dulu, dia melepas tabung oksigen di pijakan terakhir dan menalinya dengan erat, lalu menarik tubuh Dina naik lebih dulu. Dina Menik melewati Anik dan ikut melepaskan tabung oksigen nya lalu Anik menerimanya dengan sigap, ia menali lagi tabung itu tepat di sisi bawah tabung miliknya.Tanpa banyak bicara, mereka lalu naik mengikuti tangga yang membawa mereka ke pintu belakang kapal
Banyu tau dirinya dan Sky dalam keadaan terancam, kapanpun mereka bisa saja mati sia-sia, sebab semua penjaga di sini tak pernah lepas dari senjata api. Philip diam-diam terus mengawasi, meski Banyu pura-pura tak tau, namun mata-mata yang di bayarnya bisa banyu ketahui.Hari ini terpaksa juga Banyu meminum sesuatu yanh sudah di campur obat pencahar, ia tau Philip yang sudah membuatnya begini, bahkan siapa yang membawakan obat itu Banyu juga tau, tapi untuk sesuatu yang lebih besar, dia relakan perutnya terkuras hari ini."Harusnya jangan kamu telan minuman itu!" Sky berbisik kesal, mereka sedang berada di klinik saat ini."Lalu menurutmu Philip tak akan curiga?" Banyu bertanya dengan alis terangkat."Entah, tapi menyebalkan sekali saat kita tau seseorang ingin mengerjaimu tapi kamu justeru pura-pur bodoh untuk membiarkannya." Ucap Sky kesal sendiri.Banyu tersenyum sendiri, meski benar apa yang Sky katakan, kali ini dia harus mengalah dulu."Ini obat diarenya, jangan lupa untuk banyak
Pov author.Mereka tiba di bandara Banyuwangi, lalu Rock membawa mereka semua ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kunjungi. Rock meminta bantuan seseorang untuk bisa membawanya datang kempat ini. Perjalanan mereka cukup menguras tenaga, menyeberangi lautan dengan kapal kecil dan membawa team Dream Net ke pulau misterius."Kita sudah ada di ujung timur jawa.""Lantas apa maksudnya kak?" Anik bertanya, gadis itu begitu tak sabar memulai misinya membawa pulang sang kekasih."Kalian tau Kanaya jelas tak sendiri, kita bahkan tak yakin apakah Khan memang tak tau apa yang di lakukan adiknya atau ini hanya bagian dari rencana mereka.""Lantas apa maksudnya kak Rock?" Anik masih belum memahami."Maksudnya adalah kita kecoh mereka!" Ucapk Dina menjelaskan lebih gamblang apa yang akan mereka lalukan."Jika untuk mengecoh, kenapa hanya di ujung timur kita bisa pergi ke luar jawa, mereka akan berpikir tujuan kita bukan di tempat kapal itu berada." Anik dengan kritisnya mencoba menerka apa yang
Emak terus mendekapku malam ini, tak ada sedikitpun kalimat terucap dari bibirnya setalah aku berpamitan sore tadi, bahkan ketika makan malam bersama, emak tak banyak bicara, bibirnya terkatup dan hanya tersenyum saat dua cucunya mengajak bicara.Dingin udara malam semakin membuat aku menyadari bahwa kehilangan itu terasa sangat menyesakkan. Bapak bahkan menahan tangis saat aku pamit selepas magrib tadi."Mak..."Aku memanggilnya, namun wanita yang melahirkan aku itu hanya memejamkan mata dan diam."Mak, apa emak..." Belum juga aku selesai bicara, emak sudah mengatup bibirku dengan jarinya."Koe ra perlu ngomong opo-opo nduk, emak wes reti kabeh." (kami tak perlu bicara apapun nduk, emak sudah tau semua.)Aku hanya diam, lalu memeluk erat emak. Mungkin juga ini kali terakhir aku bisa mencium aroma tubuh wanita yang begitu aku cintai ini. Mungkin ini juga kali terakhir aku bisa mendekap dan merasakan napas hangatnya menyentuh kulit ku.Mataku terpejam, merasakan setiap detik kasih emak