Ketenangan yang telah Emilia jaga selama berbulan-bulan lamanya hampir saja runtuh. Begitu mendengar Eric memiliki istri dan anak, Emilia merasa jika dirinya tidak dianggap.Bagaimana mungkin adik satu-satunya menikah, tetapi ia tidak diberi tahu? Betapa sakit hati Emilia kepada keluarganya sendiri. Mau dipikir berapa kali pun, ini semua tidak adil baginya.Mengapa Eric harus menyembunyikan pernikahan darinya? Apakah pernikahan Eric berhubungan dengan dikurungnya ia selama ini?'Padahal, aku juga akan ikut berbahagia kalau Eric menikah. Kecuali jika Eric menikah dengan seseorang yang aku benci. Maka, mereka akan takut aku mengganggu rumah tangga Eric.'Emilia mengambil napas dan membuang dengan kasar. Berulang kali. Sampai hatinya sedikit lebih tenang. Meskipun sangat susah mempertahankan ekspresi datar.'Untuk saat ini, aku akan mengikuti permainan mereka. Entah apa yang mereka sembunyikan dariku, aku akan fokus dengan pekerjaanku dulu. Aku nggak ingin usahaku selama berbulan-bulan in
Kegelisahan Eric pun terjawab oleh pertanyaan Emilia selanjutnya. "Kamu menikah dengan siapa, Ric?"Jantung Eric hampir saja copot memikirkan kemungkinan Emilia mengetahui bahwa ia telah menikah dengan Yuna. Untuk saat ini, Eric belum siap mengatakannya. Mungkin sebentar lagi, setelah Eric memastikan dengan benar Emilia sudah tidak membenci istrinya."Aku akan mengenalkan pada Kakak besok kalau Kakak berkunjung ke Sukamaya."Untuk mengalihkan perhatian Emilia dan agar tidak ditanya lagi, Eric lantas memperlihatkan foto Yuriana. Wajah Yuriana untungnya sangat mirip dengan dirinya. Meskipun bola matanya sama persis dengan sang ibu."Lihat, aku sudah punya anak perempuan, Kak. Sebentar lagi berumur tujuh bulan."Emilia meraih tablet milik Eric. Ia menggeser semua foto dalam galeri yang hanya berisi foto Yuriana. Terlihat pula mata Emilia mulai berkaca-kaca."Maaf, Kak, aku takut mengingatkan Kakak, jadi aku minta mama dan papa untuk merahasiakan pernikahanku unt
Emilia buru-buru menghapus jejak riwayat panggilan di ponsel asisten pribadinya. Untung saja, Rian, asisten pribadinya itu sudah bekerja cukup lama bersama keluarga Volker. Semua kontak anggota keluarganya hampir ada dalam ponsel Rian.Awalnya, Emilia hendak menghubungi Kevin, kakak Ken, tapi Emilia tidak ingin Kevin mengadu. Hanya Ken lah yang Emilia pikir bisa diajak berkompromi.Di lain pihak, Ken yang baru saja mendapat kepuasan dari dua wanita, mendapat informasi dari bawahannya. Kedua sudut mulut Ken tertarik lebar."Kamu bilang, istri Eric dan Emilia bermusuhan? Lalu, apa masalah mereka?""Maaf, Tuan. Saya tidak berhasil mendapatkan informasinya. Sepertinya, ada pihak yang sengaja menutupi.""Oke. Siapkan mobil. Aku akan ke Istana Volker sekarang. Antar juga dua wanita ini keluar."Ken telah berpakaian rapi. Sedangkan dua wanita tadi masih dengan tubuh polosnya kelelahan di atas tempat tidur. Bawahan Kevin meneguk ludah melihat dua tubuh molek mereka.
Emilia hampir saja membanting keyboardnya. Setelah membaca email dari Ken, betapa marah dirinya mengetahui bahwa perkiraannya benar adanya.Eric sungguh menikahi Yuna. Dan mereka telah memiliki buah hati cantik yang juga membuat Emilia merasa iri.Sesungguhnya, bukan karena itu Emilia marah. Emilia sungguh tak peduli lagi pada Yuna dan Aldo beberapa bulan ini. Ia hanya menginginkan kebebasan dan posisi puncak agar bisa melakukan banyak hal sendiri.Emilia kecewa dan sakit hati karena semua orang menutupi pernikahan Eric dan Yuna. Dan penyebab ia dikurung selama ini apa lagi kalau bukan karena pernikahan mereka?Eric dan orang tuanya bisa saja menjelaskan pada Emilia lebih awal. Dan Emilia tidak perlu menyia-nyiakan waktu setahunnya berdiam diri di dalam rumah, seperti orang bodoh.'Mereka benar-benar egois dan nggak pernah menganggapku,' batin Emilia getir.Dengan menahan getaran di tangannya, Emilia mulai mengetikkan sesuatu.[Bukankah kamu ingin menjadi presiden direktur Volker Corp?
Eric menarik selimut sampai dagu. Tubuhnya kedinginan oleh suhu pendingin ruangan.Ia tiba-tiba terbangun ketika menyadari ada sesuatu yang janggal. Sejak ada Yuria, Eric dan Yuna jarang mendinginkan ruangan.Hal itu sedikit merubah kebiasaan Eric. Meskipun tidak sedang berada di rumahnya sendiri, Eric jadi terbiasa dengan cuaca hangat.Siapa yang masuk kamarnya tanpa izin dan menyalakan AC?Eric celingukan ke kanan kiri. Jantung Eric seakan terlepas dari tempatnya saat sadar terbangun di tempat asing. Ia pun tidak menggunakan atasan dan hanya memakai celana pendek saja.Perasaannya berkecamuk tidak karuan dan terasa tidak nyaman. Jantungnya pun berpacu sangat cepat."Di mana ini?" gumam Eric."Ugh ..." Terdengar suara erangan wanita dari balik selimut di sampingnya.'Perempuan? Nggak mungkin ... Apa-apaan ini?'Eric terpaku di tempatnya. Ruangan yang tadinya dingin itu mendadak jadi panas. Keringat mulai bercucuran di dahinya.Ragu-ragu dan d
Suara tangisan bayi menggema di kamar Yuna. Sejak tadi malam Yuria demam dan terus menangis. Baru tidur tiga jam, Yuria terbangun lagi dan kembali menangis.Yuna mengusap puncak kepala Yuria yang masih terasa panas. Ia menimang-nimang dan sesekali mengecup kening Yuria sampai tidak tidur semalaman demi menjaga buah hatinya.Yuna sebenarnya lelah dan ingin menangis. Begitu beratnya mengurus bayi seorang diri. Digendong Jumi juga Yuria makin menangis kencang, tidak seperti biasanya.Semalam Yuna sudah memanggil dokter. Namun, demam Yuria belum kunjung turun pagi ini. Yuna akhirnya memutuskan pergi ke rumah sakit setelah menelepon Eric berkali-kali, namun tidak juga diangkat.Sampai di rumah sakit, Yuria segera ditangani dokter. Yuria bisa langsung dibawa pulang karena tidak ada kondisi serius dan hanya demam biasa.Dalam perjalanan pulang, Eric akhirnya menghubungi Yuna."Baby, semalam aku kelelahan dan langsung tidur setelah menemani klien makan malam. Maaf karena baru bisa menghubungim
"Bagaimana kondisi cucuku, Yun?" tanya Diana.Diana dan Aurora baru saja datang, lalu cuci tangan. Setelah itu, mereka langsung menyerbu ke kamar Yuna di mana Yuriana berada."Panasnya udah agak turun, Ma."Dua kakak adik yang masih tampak cantik dan muda itu bersedih melihat keadaan Yuna. Yuna yang biasanya ceria terlihat lesu dan kelelahan."Kamu belum tidur, ya, Sayang? Lebih baik sekarang kamu istirahat, biar para oma yang menjaga Ana," ucap Diana penuh perhatian pada menantunya."Nanti Ana sembuh, tapi kamu malah sakit. Kasihan Ana," imbuh Aurora.Yuna pun akhirnya menuruti kedua nenek Yuria. Ia akhirnya bisa merebahkan punggungnya yang sangat letih sampai rasanya hampir terbakar.Enam jam berlalu, Yuna baru membuka matanya. Melihat luar jendela yang sudah mulai gelap, Yuna gelagapan dan bergegas bangun.Rupanya, Aurora juga tidur di sampingnya. Sedangkan Diana tengah bercanda ria dengan Yuriana."Mama ... maaf, aku tidur terlalu lama.""
Foto Eric sedang tidur bersama wanita yang hanya dibalut selimut sampai di dada terpampang dalam ponsel di tangan Yuna. Keduanya sama-sama tidak mengenakan atasan. Entah bagaimana dengan bawahnya Yuna tidak tahu.Yuna menggeser satu persatu setiap foto yang hampir sama. Tangannya gemetaran dan hampir menjatuhkan ponsel pintar itu. Ken segera menangkapnya sekaligus menggenggam tangan Yuna."K-kamu ... ini pasti editanmu 'kan? Jangan main-main, Kak! Ini sama sekali nggak lucu!" teriak Yuna dengan suara bergetar.Yuna tahu betul bagaimana Eric sangat mencintai dirinya. Bahkan, disodorkan wanita cantik dan seksi seperti Dina selama bertahun-tahun saja Eric tidak tergoda.Namun, wanita dalam pelukan tubuh telanjang suaminya memang sangat cantik. Dari wajahnya saja terlihat sangat berkelas. Berbeda sekali dari dirinya.Meskipun demikian, Yuna tak lantas percaya dengan kebenaran foto itu. Ia yakin jika Ken sengaja ingin merusak rumah tangganya.'Bukankah dia tadi bi
"Buat apa kamu ke sini? Mau mengganggu Yuna lagi, hah?" bentak Diana sambil berkacak pinggang menghalangi pintu rumah."Bukan, Ma. Saya bukan mau bertemu Yuna.""Ma? Jangan memanggilku seolah-olah kamu itu anakku!" cerca Diana. Mata Diana melotot tajam kepada Aldo."Maaf, Bu- Nyonya. Saya mau bertemu dengan Pak Herman, sekalian Anda," kata Aldo sopan.Herman yang mendengar suara kencang besannya pun keluar dari dalam kamar. "Ada apa?" Ia memicingkan mata ke arah Aldo."Boleh saya bicara sebentar dengan Anda? Lima menit saja," pinta Aldo.Herman akhirnya mengizinkan Aldo masuk. Meskipun Diana masih menggerutu terus-menerus. Bahkan, ketika Bi Jumi mau menyiapkan minuman, Diana dengan tegas melarangnya.Yudha dan Eric datang setelahnya. Mereka ikut duduk karena ingin tahu apa yang akan Aldo katakan."Bapak mungkin sudah tahu siapa saya," kata Aldo kepada Herman."Ya, saya tahu," jawab Herman datar.Aldo tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Herman. Namun, Herman langsung mencegahnya. Aldo te
"Nggak mau," tolak Eric sambil menggeleng-geleng tidak percaya dengan permintaan aneh sepupunya."Kembalilah ke kota, Kak. Kamu bisa kembali menjadi Presiden Direktur Volker Corp. Aku cuma mau Yuriana, nggak ingin kekuasan yang seharusnya jadi hakmu," lanjutnya.Billy mendesah lelah. "Kamu pulang besok. Sekarang sudah hampir malam. Dan Yuriana pergi pakai jalur laut, jangan naik helikopter, suaranya berisik.""Baik, Kak. Berikan dulu Yuriana. Aku ingin menggendongnya."Billy menyerahkan Yuriana setelah bayi itu puas meminum susunya dan Eric selesai mencuci tangan. Eric langsung memeluk erat Yuriana ke dalam pelukan.Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana lega dan bahagia dirinya sekarang. Sampai air mata haru meleleh di pipinya. Eric juga tidak bisa berhenti menciumi seluruh wajah Yuriana.Billy menghela napas, lalu berdecak-decak masuk ke dalam rumah. Entah sudah berapa kali, sejak kedatangan Eric menjemput Yuriana, Billy selalu menghela napas. Suasana hatinya jadi memburuk
"Kita bicarakan masalah ini nanti, setelah Yuriana pulang."Eric tentunya senang oleh permintaan maaf Yuna, tetapi ia masih ingin mengamati perubahan Yuna. Eric tidak ingin lagi ada masalah di kemudian hari dengan persoalan yang sama. Cukup sekali Eric merasakan kesal, marah, dan sedih karena tidak dipercaya dan tidak dihargai istrinya sendiri. Bagaimanapun juga, semua yang ia lakukan demi masa depan keluarganya. "Baiklah. Lalu, berapa lama Mas Eric pergi?""Belum tahu. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lemah, Yuna. Kamu sudah menjadi ibu sekarang. Pikirkan Yuriana nanti kalau pulang. Kamu tidak boleh sakit."Hanya mendengar kata-kata perhatian dari Eric saja, Yuna sudah tahu jika Eric telah memaafkan dirinya. Sebelum Eric berbalik, Yuna meraih pundaknya."Ada apa lagi, Yuna?"Yuna mengecup bibir Eric begitu lembut. Sejuta kerinduan yang tertutupi akibat kesedihan dan pikiran negatifnya, akhirnya dapat ia salurkan.Yuna melepaskan ciuman itu, tetapi tangan Eric sudah lebih dulu mendara
"Tuan, sebaiknya kita mengembalikan anak ini kepada orang tuanya." Suara Lima begitu lemah karena seharian kecapekan mengurus Yuriana.Di pulau pribadi Billy Volker, tidak ada satu pun pelayan, hanya ada lusinan bodyguard dan semuanya pria. Lima merasa kesulitan karena tidak terbiasa menggendong bayi.Sejak kemarin, Billy sendiri yang mengasuh Yuriana. Tetapi, hari ini, Billy sedang ingin santai-santai dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun."Malas. Kamu saja yang mengembalikan kalau mau.""Bagaimana saya pergi dari pulau ini kalau cuma Tuan yang bisa menerbangkan helikopter," gerutu Lima."Jangan berisik di dekatku kalau nggak mau aku hukum," ancam Billy.Billy berbaring santai sambil menikmati jus buah segar yang dipetik Lima beberapa saat lalu. Matanya terlihat hampir terpejam karena angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah tampannya.Suara Yuriana menangis membuat Billy melompat dari kursi santai. Dadanya naik turun dengan cepat karena sangat terkejut."Lima!! Kamu ini nggak becus se
"Lepaskan aku!" Emilia meronta-ronta ketika dua petugas polisi mencekal lengannya. "Brengsek! Aku akan membunuh kalian semua! Siapa yang berani melaporkan aku?!"Eric terdiam. Keputusan memenjarakan Emilia juga sangat berat baginya. Yudha dan Diana awalnya juga menentang, tetapi tidak ada cara lain untuk menghentikan kegilaan Emilia.Untung saja, penangkapan Emilia terjadi di tempat terpencil. Mereka masih bisa menyembunyikan kasus itu dari media.Setelah Emilia pergi, beberapa petugas kesehatan yang berjaga-jaga sebelumnya masuk dan memeriksa semua orang. Aldo yang paling parah lukanya. Hampir semua jahitan di perut Aldo terlepas. Ia cukup beruntung karena organ dalam yang tadinya terluka masih baik-baik saja.Rombongan Yuna dan Eric bersama-sama menuju ke kantor polisi terdekat untuk menginterogasi Emilia. Selama berjam-jam, Emilia hanya mengamuk dan mengucap sumpah serapah.Akhirnya, Emilia lelah dan mulai mengakui perbuatannya. Selama berjam-jam tadi, Emilia sengaja mengulur wakt
"Jangan bohong! Cepat katakan di mana anakku!" pekik Yuna sambil berurai air mata.Aldo mendekati Emilia. "Sayang, ayolah, kita jemput Yuriana, lalu pulang ke rumah kita. Atau ... kita tinggal di sini saja berdua. Nggak akan ada yang mengganggu kita. Kita bisa punya anak sendiri. Sekarang, kembalikan dulu Yuriana."Iris mata Emilia berpindah ke arah pintu. Dua pria lain menerobos masuk ke dalam rumahnya. Eric dan Rendra akhirnya sampai, setelah berlarian ke tempat itu.Tanpa memedulikan apa yang baru terjadi, Eric langsung menarik kemeja Aldo dan memutar badan Aldo ke arahnya. Ia langsung meninju wajah Aldo sampai Aldo tersungkur jatuh."Brengsek!" umpat Eric."Kenapa kamu memukul Aldo, Mas?!" Yuna menarik lengan Eric yang bersiap memukul Aldo sekali lagi. "Dia membantuku mencari Yuriana, nggak seperti kamu yang nggak peduli sama sekali!""Kamu membelanya?!" bentak Eric. "Aku nggak membelanya. Kamu datang-datang cuma mau cemburu? Yang ada di pikiran kamu itu apa sebenarnya? Kamu ngga
Emilia membawa Yuriana ke praktik dokter terdekat. Dokter mengatakan jika Yuriana harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan penunjang."Sakit apa anak saya, Dok?" tanya Emilia panik. Emilia khawatir jika dokter itu akan membawa Yuriana ke rumah sakit. Keberadaan mereka bisa langsung ditemukan oleh keluarganya."Dari gejala yang Ibu sebutkan, putri Ibu kemungkinan mengalami intolerasi laktosa. Jadi, sebaiknya Ibu memeriksakan putri Ibu ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap," kata sang dokter."Apa tidak bisa di sini saja, Dok?""Maaf, Bu. Seperti yang bisa Anda lihat, kami hanya datang sesekali melakukan pemeriksaan umum gratis dan tidak memiliki peralatan memadai untuk pemeriksaan lengkap. Tetapi, kami bisa membantu Ibu untuk merujuk putri Ibu ke rumah sakit."Emilia melihat sekeliling ruangan. Hanya ada dua kamar saja di tempat itu. Satu untuk mendaftar, kamar lain untuk memeriksa. Hanya ada beberapa alat medis minim di sana."Saya ke rumah sakit sendiri saja, Dok. Ter
"Bukankah Mas Eric nggak peduli dengan kami lagi? Urusi saja pekerjaan dan sekretaris Mas Eric itu," ujar Yuna dengan suara lirih.'Yuna! Pulang sekarang! Kamu benar-benar nggak bisa mematuhi aku, hah?!' bentak Eric."Nggak, aku mau mencari Yuriana!" Yuna balas membentak Eric.Yuna mematikan ponsel Hilman supaya Eric tidak dapat menghubungi. Ia juga tidak mau Eric melacak lokasinya saat ini. Ia hanya ingin Eric melihat, dirinya tidak butuh bantuan Eric untuk menemukan Yuriana."Nyonya ... Bagaimana kalau kita kembali dulu? Saya takut ...."Yuna memotong ucapan Hilman, "Kalau kamu nggak mau mengantar aku, biar aku pergi ke sana dengan orang ini."Hilman tidak berani memprotes lagi. Lebih baik ia menurut daripada meninggalkan Yuna sendirian. Pulang-pulang, ia pasti akan kehilangan kepala jika sampai terjadi sesuatu pada Yuna.Aldo yang tadinya juga ingin membujuk Yuna agar mereka memutar mobil untuk kembali, urung mengatakannya. Aldo juga ingin segera menemukan anak Yuna. Jika terjadi ap
"Mas Eric ... malas denganku?" Air mata mulai menetes di wajah cantik Yuna. "Karena itu, Mas Eric cuma sibuk di sini, bukan malah mencari Yuriana ....""Aku juga mencari Yuriana, Yuna! Jangan sembarangan bicara! Pulanglah! Di sini kantor, bukan untuk bicara masalah pribadi," tegas Eric.Yuna menggeleng-geleng pelan. Ia tidak percaya jika Eric tega membentak dan mengusirnya. Prasangka buruk Yuna bertambah ketika melihat kehadiran Dina tadi. Dan sekarang makin menjadi-jadi.Karena Yuna tak kunjung pergi, Eric yang memilih keluar dari ruangan, meninggalkan Yuna seorang diri. Eric harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan supaya bisa menyusul Rendra untuk mencari Yuriana.Eric sepenuhnya mengabaikan Yuna yang terluka oleh kata-katanya. Yuna mengusap air mata, lalu berbalik pergi. Langkah Yuna terhenti ketika melihat sosok Dina. Yuna mendatangi Dina, tetapi Dina cepat-cepat memalingkan muka dan pergi menjauh. "Mbak Dina!!"Namun, Yuna malah memanggil Dina dengan suara lantang. Seperti k