Luna POV
Setelah lama merenung di kamar,aku tersadar bahwa anakku sedang berdiri di pintu kamar.
"Brian, kamu sudah pulang?" Tanyaku kaget melihat Brian.
"Ibu dari pagi di kamar terus, pasti Ibu sedang mengingat kenangan bersama ayah." Ucap Brian berjalan ke arahku yang sedang duduk di pinggir ranjang.
"Kenangan bersama ayahmu tidak akan bisa di lupakan Brian." Jawabku sedih dengan menundukan wajahku.
"Sudah 8 tahun ayah meninggalkan kita. Tapi Ibu masih terus larut dalam kesedihan itu. Brian harap Ibu mengakhiri kesedihan Ibu. Ibu harus menjalani hidup dengan bahagia. Ibu bisa kok menikah lagi, agar ada yang menemani Ibu di rumah kalau Brian sedang tidak ada di rumah." Ucap Brian lembut menatap mata mataku.
"Ibu tidak mau Brian." Tolakku yang memang belum siap jika harus menikah lagi.
"Kalau Brian kepengen punya ayah bagaimana Bu?" Pinta Brian agar aku menyetujui.
"Memang kamu mau punya ayah tiri?" Tanyaku kepada Brian.
"Ya kala
Setelah proses wawancara selesai,Brian mengajak ibunya untuk makan bakso di kantin kampus."Gimana tadi wawancaranya? Lancar Bu?" Tanya Brian yang sedang menunggu baksonya di racik."Lancar, tapi masa ibu di bilang lebih muda dari umur ibu kata panitia tadi." Ucap Luna."Hehehe, iya benar Bu. Ibu itu bahkan terlihat seperti seumuran sama aku. Bukan cuma aku saja kan yang bilang kalau Ibu itu masih terlihat muda, bahkan panitia yang tadi juga bilang gitu." Ucap Brian sambil tersenyum."Ah Brian, Ibu malu tahu." Ucap Luna sambil tersenyum malu-malu."Pokoknya, Ibu harus semangat kuliahnya." Kata Brian sambil mengepalkan tangannya memberikan tanda semangat.***Setelah beberapa minggu, akhirnya Luna akan memulai perjalanan di bangku kuliah bersama anaknya."Brian ayo bangun! Hari ini, hari pertama kita ospek. Cepat bangun! supaya kita tidak terlambat." Ucap Luna membangunkan Brian yang masih tidur, karena semalam dia mengerjakan per
Brian senang melihat ibunya yang setiap hari bercerita tentang kegiatan-kegiatan di kampus. Ia merasa ibunya sedikit demi sedikit sudah melupakan kesedihannya karena ibunya sudah mulai sibuk dengan kegiatan di kampusnya."Brian ayo bangun!" Seru Luna membangunkan Brian."Hari ini aku enggak ada kelas Bu. Ibu berangkat sendiri ya." Ucap Brian dengan mata tertutup. "Ya meskipun tidak ada kelas, bangun sholat subuh dulu." Perintah Luna karena Brian masih belum bangun juga.Hari ini,Luna pergi ke kampus sendirian di antar sama sopir pribadinya. Berkat bisnis rumah makan Brian yang sampai sekarang masih berjalan, kehidupan mereka bisa dibilang sangat cukup. Hingga mereka memiliki rumah dan mobil sendiri.Kalau tidak ada kuliah,kadang Brian sibuk di tempat bisnisnya. Bisnis tetap berjalan, namun Brian pun tidak meninggalkan kuliahnya. Brian pintar membagi waktunya antara kuliah dan bisnisnya.***Saat sedang berjalan menuju kel
Malam hari Brian baru pulang dari tempat bisnisnya, Luna menunggunya untuk makan malam."Brian, Ibu mau cerita." Ucap Luna dengan serius."Cerita apa Bu? Kok serius banget? Ada masalah?" Tanya Brian sebelum menyendokan nasi ke mulutnya."Kamu masih ingat orang yang mewawancarai Ibu waktu pendaftaran?" Tanya Luna."Iya masih. Memang kenapa?" Tanya Brian penasaran karena terlihat wajah ibunya yang sangat serius ingin menceritakan sesuatu yang mengganjal di hatinya. "Namanya Pak Tedi, dia dosen Ibu yang masuk hari ini. Terus tadi dia ngajak Ibu pulang bareng, tapi Ibu tolak. Eh dia malah ngancam ibu, kalau tidak mau pulang bareng nilai Ibu akan jelek katanya. Dengan terpaksa Ibu terima tawaran dia." Jelas Luna dengan raut wajah yang terlihat kesal sekali."Oh gitu ya. Ya sudah tidak apa-apa kalau memang dia bersedia mengantar Ibu. Aku jadi lebih tenang kalau ada yg ngantar Ibu pulang." Ucap Brian dengan santai."Tapi Brian.
Di rumah, Luna memberi tahu Brian bahwa akan ada pertandingan basket. Brianpun antusias ingin menonton pertandingan basket itu. Kebetulan pertandingannya di adakan hari rabu. Meskipun sebenarnya Brian tidak ada kelas, tapi dia datang pagi bersama Luna."Bu, aku sudah siap ayo kita berangkat." Teriak Brian yang tidak sabar berangkat ke kampus ingin menonton pertandingan basket."Iya bentar. Ibu siap-siap dulu." Jawab Luna.Sampai juga mereka di kampus. Brian berjalan sambil menggandeng tangan ibunya. Brian tersenyum senang ingin melihat pertandingan basket. Luna pun tersenyum. Bukan karena ia ingin melihat Arif melainkan tersenyum karena melihat anaknya senang.Arif melihat Luna bersama laki-laki yang dia sendiri tidak tahu siapa. Arif cemburu melihat Luna bersama laki-laki lain. Biasanya Arif akan nyamperin Luna, tapi kali ini dia tidak menghampirinya karena laki-laki tersebut yang di maksud adalah Brian. Pertandingan sebentar
Di kampus ada tiga mahasiswi yang menghampiri Brian saat sedang istirahat. Brian tidak kenal siapa mereka."Hallo! Boleh kenalan?" Tanya salah satu dari mereka yang mengulurkan tangannya."Brian." Jawab Brian singkat tapi tak membalas uluran tangan perempuan itu karena Brian sedang fokus membaca buku."Kalau aku Angel." Ucap perempuan itu yang bernama Angel. Hanya Angel yang memperkenalkan diri sedangkan 2 temannya hanya diam saja."Oh iya." Jawab Brian yang terlihat masa bodo."Kamu sudah punya pacar belum?" Tanya Angel to the point."Kalau belum, memangnya kenapa?" Tanya Brian balik. Brian heran dengan pertanyaan Angel."Mau enggak kalau kamu jadi pacarku." Ucap Angel terang-terangan di depan Brian dan 2 temannya. Sontak ucapannya membuat Brian kaget."Maksudnya?" Tanya Brian dengan raut wajah bingung mendengar ucapan Angel."Aku lihat kamu itu orangnya ganteng,rajin, dan pintar. Jadi, aku suka sama kamu." Jelas Angel.
Hari ini ada jadwal kelas Pak Tedi. Sebenarnya Luna malas bertemu Pak Tedi yang enggak jelas orangnya. Tapi, mau tidak mau Luna harus masuk kelas.Saat Pak Tedi sedang menjelaskan tiba-tiba ada seseorang yang datang terlambat."Maaf pak saya datang terlambat." Ucap seseorang itu ngos-ngosan sepertinya habis lari."Sepertinya kamu salah masuk kelas. Selama ini Saya tidak pernah melihat kamu di kelas ini." Jawab Pak Tedi."Iya pak. Beberapa minggu yang lalu saya memang ijin tidak masuk kelas. Ini surat ijinnya pak, kalau Bapak tidak percaya." Kata seseorang itu menyodorkan kertas ke Pak Tedi."Baik kalau begitu. Silakan kamu duduk! Besok-besok jangan terlambat!" Perintah Pak Tedi.Luna yang melihat seseorang itu datang seperti mirip mas Dodi. Orang itupun memilih duduk di samping Luna. Dari sudut matanya, Luna sedikit melihat ke arah orang yang ada di sebelahnya. Benar-benar mirip dengan mas Dodi. Tapi setelah berkenalan ternyata namanya Rasya. 
Karena sudah beberapa kali Luna tidak masuk kelas Pak Tedi. Akhirnya Pak Tedi mendatangi rumah Luna.Tok! Tok! Tok!Luna melihat dari jendela siapa yang datang. Setelah tahu yang datang adalah Pak Tedi, Luna tidak membukakan pintu. Namun ketukannnya semakin keras. Lunapun memerintahkan Brian untuk membukakan pintu."Permisi, Brian. Ibu kamu ada?" Tanya Pak Tedi."Ibu saya ada Pak. Tapi maaf sepertinya beliau tidak mau bertemu Bapak setelah Bapak mengajaknya ke club." Jelas Brian sopan meskipun sebenarnya geram melihat Pak Tedi."Boleh saya masuk?" Tanya Pak Tedi yang sedari tadi berdiri di depan pintu."Oh boleh, silakan masuk!" Kata Brian mengijinkan Pak Tedi masuk ke dalam rumahnya."Sudah beberapa pertemuan Luna tidak masuk kelas saya. Saya khawatir nilainya tidak bagus. Tapi, saya heran tugas dia selalu ada di meja saya." Jelas Pak Tedi."Iya Pak. Ibu saya trauma sama Bapak. Ibu saya selalu minta tolong sama Sindy untuk menan
Saat di kelas, Rasya menanyakan kabar Luna. Entah kenapa ketika melihat Rasya hatinya bahagia dan tenang."Hai, Luna. Kemana saja kamu?" Tanya Rasya sambil menulis sesuatu di kertas."Ada keperluan." Jawab singkat Luna dengan senyuman."Bangku kamu sering kosong. Aku jadi sering kehilangan kamu." Ucap Rasya yang membuat hati Luna luluh. Ternyata selama ini Rasya kehilangan Luna."Hhm iya maaf. Setelah ini aku akan masuk terus kok." Kata Luna."Oke." Jawab Rasya.Kini Luna menjadi semakin semangat kuliah karena ada Rasya. Dia baik dan perhatian. Dan juga wajahnya yang mengingatkan Luna pada mas Dodi.Di rumah, Luna senyum-senyum sendiri membayangkan Rasya. Hatinya seperti kembali jatuh cinta. Tapi, Luna sedikit tersadar dia tidak boleh baper dengan perhatian Rasya."Aku lihat, Ibu sepertinya sedang bahagia. Ada apa nih?" Tanya Brian yang sedari tadi berdiri di pintu kamar Luna."Enggak apa-apa kok. Gimana kamu sama Sindy?" J
Brian povAlhamdulillah Sindy mau menerima lamaranku. Aku bahagia sekali,penantianku selama ini tidak sia-sia. Aku memang sudah ikhlas kalo Sindy memilih laki-laki lain. Tapi, ternyata dia masih menerima aku.Beberapa hari lagi pernikahan akan di langsungkan di kediaman rumah Sindy. Pestanya hanya sederhana,tidak terlalu mewah. Di rumahku juga, sedang mempersiapkan membuat seserahan dan lain-lainnya.Semua persiapan di rumahku, ibu yang mengatur. Sesekali beliau bertanya kepadaku tapi, aku percayakan semua pada ibu.Satu-satunya keluargaku adalah ibu. Aku tidak mempunyai keluarga besar. Jadi,aku hanya mengundang teman-temanku dan karyawan yang ada di kantor. Oh iya, mungkin ibu akan mengundang keluarga besar suaminya.***Setiap hari aku selalu mencoba latihan ijab qobul. Agar pada saat hari H aku tidak salah ucap. Aku berlatih di dalam kamar agar tidak ada yang melihat dan mendengar. Tapi suatu hari tiba-tiba aku melihat ibu berdiri di
Author POVSetelah beberapa tahun, akhirnya mereka wisuda. Luna teringat dengan Brian yang ingin menikahi Sindy setelah lulus kuliah.Luna mengajak Rasya untuk ke rumah Brian karena memang sudah lama sekali mereka tidak ke sana."Rasya! Kita ke rumah Brian yuk! Aku kangen sama dia," kata Luna mengajak Brian."Sama aku kangen enggak?" Rasya bergelayut manja di lengan Luna."Setiap hari kita ketemu,masa kangen," ucap Luna yang bikin Rasya cemberut."Ya sudah. Ayo kita ke rumah Brian."Merekapun jalan ke rumah Brian. Di perjalanan Luna bicara sama Rasya tentang rencana Brian akan akan menikah dengan Sindy. Rasya kaget,karena dulu dia sempat tertarik sama Sindy juga. Tapi,Rasya tidak memberitahu Luna tentang Sindy.Setelah mereka sampai di depan pintu rumah Brian,mereka mengetuk pintu berkali-kali. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Mereka berpikir Brian sedang tidak ada di rumah. Luna mencoba menelepon Brian, tapi tidak aktif.
Akhir-akhir ini papah selalu mengajak aku berbicara. Papah mencoba membuat aku menjadi pemimpin yang baik,entah itu di dalam keluarga ataupun di perusahaan. Papah juga menceritakan pengalam-pengalaman pahit yang sudah pernah beliau lewati,agar menjadi pelajaran buat aku.Setelah makan malam, Luna biasanya langsung masuk kamar. Tapi, malam ini dia menemani aku mengobrol sama papah."Sini Lun! Kita ngobrol bareng," ajak papah."Iya,Pah. Hehe." Luna mengangguk tersenyum dan duduk di sebelahku."Luna! Rasya! Kalau bisa kalian harus cepat-cepat punya anak ya. Papah ingin sekali melihat cucu dari kalian.""Iya,Pah. Doakan semoga Luna cepat hamil," ucapku sambil melihat ke arah Luna.Banyak sekali yang papah ceritakan kepada aku dan Luna. Di mulai dari masa kecil sampai tua sekarang. Dulu juga papah bukan orang yang sukses seperti sekarang. Papah memulai bisnisnya dari 0 dan bersungguh-sungguh hingga aku dan keluargaku bisa menikmati hasilnya.Luna
Saat kami sedang berjalan menuju kelas, ada Arif menghampiri kami."Luna! Kamu baik-baik saja kan? Akhir-akhir ini kamu jarang ke kampus." Tanya Arif."Alhamdulillah aku baik." Jawabku."Nanti siang kita makan bareng yuk. Kamu mau enggak?" Tanya Arif. Aku melihat ke arah wajah Rasya yang bingung dengan Arif."Maaf, aku enggak bisa. Aku duluan ke kelas ya!" Tolakku yanb langsung jalan dan melambaikan tangan ke Arif.Rasya tak bisa menutupi rasa penasarannya kepada Arif."Siapa tadi?" Tanyanya."Dia Arif namanya." Jawabku."Siapanya kamu?" Tanyanya lagi."Teman.""Tapi kok perhatian banget ya sama kamu." Tanya Rasya terus penasaran."Kayaknya sih Dia suka sama aku." Jawabku jujur agar Rasya penasaran lagi."Terus, kamu juga suka sama Dia?" Tanya Rasya terlihat tidak suka wajahnya."Ya enggak lah! Aku kan sudah punya suami." Jawabku agar Rasya tidak salah paham.Rasya lega mendengar jawaban
Papahku senang sekali melihat Luna kembali ke rumah."Luna, bagaimana kabarnya?" Tanya papah."Alhamdulillah, Luna baik-baik saja,Pah." Jawab Luna tersenyum."Luna, kalau Rasya berani macem-macem sama kamu, bilang sama Papah ya." Kata Papah membela Luna."Hhmm,iya Pah." Jawab Luna tertawa kecil.Kata-kata Papah kepada Luna sepertinya memberikan peringatan juga kepadaku, aku akan mencoba menjadi suami yang baik buat Luna.Di dalam kamar, Luna masih belum bicara dengan denganku. Akhirnya, aku memutuskan untuk berbicara lebih dulu."Lun, sekali lagi aku minta maaf ya. Bukan maksud aku ingin menyakiti hati kamu soal kata-kataku waktu itu. Hanya saja aku tidak mengerti bagaimana menjadi seorang suami.""Iya." Jawab Luna."Lun, kalau ada sesuatu kamu boleh bilang sama aku. Jangan ada yang di tutup-tutupi biar aku mengerti.""Iya." Jawab Luna lagi."Kamu kok dari tadi cuma bilang 'iya' terus?" Tanyaku heran."Kam
Author POVSudah beberapa hari Luna tidak pulang ke rumah Rasya. Rasyapun tidak mencoba untuk menjemput Luna. Mereka hidup masing-masing untuk sementara. Dan selama beberapa hari itu juga Luna tidak masuk kuliah.Brian senang bisa bersama lagi dengan Ibunya, tapi di sisi lain dia juga sedih. Karena, masalah ibunha belum di selesaikan.Di kampus, Brian berusaha bertemu dengan Rasya untuk berbicara serius dengannya."Aku mau bicara serius." Kata Brian."Ada apa,Brian?" Tanya Rasya."Aku mau kasih pilihan. Mau pertahankan Ibuku atau melepaskannya?" Tanya Brian to the point."Maksudnya?" Tanya Rasya bingung,tidak mengerti dengan pertanyaan Brian."Kamu tidak berusaha menjemput Ibuku dan menyelesaikan masalah?" Tanya Brian lagi."Kami tidak ada masalah kok." Ucap Rasya polos yang membuat Brian sedikit geram."Kalau tidak ada masalah, kenapa Ibuku tidak mau pulang ke rumahmu." Brian bertanya sedikit keras."Mungkin Dia kang
Aku tahu, sepertinya ibuku sedang ada masalah dengan suaminya. Tapi, aku enggak mau maksa beliau untuk cerita sekarang kalau beliau belum bersedia menceritakan semuanya sama aku. Ibuku butuh ketenangan di rumah ini, jadi aku tidak boleh mengganggunya.Mobil sudah siap berangkat, tapi ibuku belum siap-siap berangkat kuliah."Bu, ayo berangkat!" Seruku kepada ibu."Brian, hari ini Ibu ijin dulu. Jadi, kamu berangkat sendiri saja." Kata ibu." Ya sudah, kalau begitu aku berangkat dulu. Assalamu'alaikum." Ucapku sambil mencium tangan ibuku."Wa'alaikumussalam. Hati-hati ya!" Jawab salam ibu.***Rasya POVSaat aku bangun tidur, ternyata Luna tidak ada di kasur. Sepertinya Luna ada di kamar mandi. Eh, tapi kok dari tadi malam dia belum keluar-keluar dari kamar mandi ya? Aku coba buka pintunya, ternyata tidak ada orang. Mungkin dia sudah ada di meja makan duluan.Aku sudah rapi memakai pakaian, tinggal sarapan. Semuanya anggota keluarg
Luna tidak tahu kalau mereka menunggunya,dia pun merasa tidak enak dengan semuanya. Rasya tidak memberitahu Luna kalau keluarganya sedang menunggunya."Kita udah nunggu 1 jam. Perut sudah lapar. Kamu enggak datang-datang." Ucap Mamah Rasya dengan sinis."Maaf mah, Luna tidak tahu." Jawab Luna menunduk."Lain kali kalau mau terlambat datang. Kabarin Rasya ya biar kita tidak menunggu." Ucap Papah Rasya dengan lembut."Iya Pah."Saat makan malam Luna hanya makan sedikit. Selain dia sudah makan dengan Brian diapun tidak ada nafsu makan kalau di meja makan bersama keluarga Rasya.Setelah makan malam, Luna dan Rasya masuk kamar. Luna ingin bicara sama Rasya kenapa dia tidak memberitahu Luna kalau keluarganya menununggu untuk makan malam."Rasya, kenapa kamu enggak ngasih tahu aku kalau keluarga kamu nungguin aku. Tadikan aku bilang mau nemuin Brian dulu di rumah.""Aku tidak mau membebani kamu Luna. Kamu bebas mau melakukan apa saja."
Hari pernikahan pun telah tiba. Keluarga Brian sangat bahagia melihat Rasya menikah. Namun sejujurnya mamah Rasya tidak suka Brian menikah dengan janda tapi karena suaminya sudah mendesak akhirnya setuju juga."Selamat Brian! Akhirnya kamu menikah dan mendapatkan bagian dari bisnis Papah. Kamu beruntung mempunyai istri cantik seperti Luna." Ucap Papah Rasya yang terlihat sangat bahagia."Iya Pah. Terima kasih." Jawab Brian.Di sudut pelaminan Brian terlihat sedih dan bahagia melihat Ibunya menikah lagi. Sedih, karena Ibunya sudah jadi milik orang lain. Bahagia karena ada mau lagi mendampingi Ibu selama ini. Brianpun segera menghampiri dan memeluk Ibunya."Ibu! Selamat ya! Semoga Ibu selalu bahagia dengan suami Ibu." Bisik Brian di telinga Luna sambil menangis."Brian, kamu kok nangis?" Tanya Luna."Aku menangis bahagia,Bu" Ucap Brian yang semakin memeluk erat Ibunya.Rasya yang melihat pemandangan itu langsung menghampiri mereka berdua