Winda dan Anna pulang ke tempat kos mereka dengan secercah harapan. Winda berharap ucapan Dani itu benar adanya, kalau ia mau bertanggung jawab dan menikahi dirinya. Meskipun tidak ada perasaan apapun di antara mereka, setidaknya Winda tidak harus menanggung aib sendiri."Kamu yakin akan menikah dengan pria itu? Kamu bahkan baru dua kali bertemu dengannya dan tidak mengenalnya, Win." Anna membuka pintu kamar kos mereka."Yah, apa yang bisa aku perbuat sekarang? Sepertinya itu adalah jalan keluar yang terbaik. Kasihan anak ini kalau lahir tanpa seorang ayah. Orang juga akan mencibir dan menghina aku jika mengetahui aku hamil dan melahirkan tanpa suami," jawab Winda sambil mengusap perutnya yang masih rata. "Semoga saja ucapannya benar, kalau dia membutuhkan waktu untuk mempersiapkan semuanya sebelum menikah denganmu. Semoga Mas Dani tidak berpikir untuk kabur dan melepaskan kewajibannya padamu dan anak ini" ujar Anna. Winda memeluk boneka beruang miliknya, ia menghela nafas dan menja
Perdebatan antara Rizal dan Anna terus terjadi di halaman rumah kos itu. Beberapa penghuni kos dan tetangga mulai mendekat dan melihat keributan itu. Semua itu membuat Winda semakin tertekan dan sedih. Ia berusaha berdiri dan masuk ke dalam rumah itu. Sadar bahwa kehamilannya telah menjadi rahasia umum, Winda tak sanggup lagi melihat tatapan mata yang merendahkan dirinya. Apalagi hinaan itu meluncur dari bibir pria yang ada di hatinya selama ini. Winda tertatih dan berpegangan pada dinding. Orang-orang lebih berfokus pada Anna dan Rizal, dan mengabaikan kondisi Winda yang rapuh. Baru beberapa langkah berjalan, Winda merasa pandangannya gelap dan akhirnya tubuhnya limbung. "Tolong, Winda pingsan!" seru orang-orang di sekitarnya. Rizal dan Anna langsung menghentikan pertengkaran dan menghampiri Winda. "Angkat dia ke kamar!" pinta Anna. Rizal menggendong Winda dan membaringkannya di tempat tidur. Anna langsung memberikan minyak kayu putih pada Rizal dan memijat tangan dan kaki Wind
"Kamu serius mau menikahi wanita itu? Kamu belum mengenal dia, dan kita sama sekali gak mengetahui latar belakang keluarganya. Bagaimana kalau mereka bukan orang baik-baik?" tanya Ibu Dani. "Dia mengandung anakku, Bu. Aku harus bertanggung jawab," jawab Dani. "Kamu bertemu dengannya di tempat hiburan malam. Apa kamu yakin kalau itu anakmu? Bagaimana kalau dia membohongi kamu? Ibu yakin bahwa sebenarnya dia juga gak yakin kalau itu anakmu. Dia sudah berhubungan dengan banyak pria asing di luar sana," "Nanti kita bisa pastikan setelah anak itu lahir, Bu. Hati nurani ku berkata kalau bayi itu memang anakku," jawabnya lagi. Ibu Dani sangat gusar, ia bertanya lagi, "Mungkin saja kamu hanya merasa bersalah atau terbawa perasaan, atau itu hanya pelampiasan karena kamu sedang merindukan Annisa dan anak-anakmu. pikirkanlah baik-baik! Bagaimana kalau dia menipu kamu?""Apa alasannya, Bu? Uang? Aku sedang terpuruk dan gak punya uang, Bu. Apa Ibu bayangkan bagaimana kalau memang itu anakku, d
"Pokoknya Mama gak setuju kamu menjalin hubungan dengan Annisa. Dia itu sudah pernah menikah dan mempunyai dua anak. Artinya, pasti ada sifat atau karakter Annisa yang buruk, sehingga membuat suaminya menceraikan dia. Apa kata semua teman dan saudara kita kalau kamu menikah dengannya? Kita ini keluarga mapan dan terhormat, banyak teman dan kolega yang akan membicarakan gerak-gerik kita," sergah Mama Surya. "Ma, Surya mencintai Annisa. Dia itu wanita yang istimewa bagiku. Aku sudah cukup lama mengenal dia, jadi aku tahu persis bagaimana karakternya. Annisa itu wanita yang baik, Ma. Kalau kemarin dia gagal berumah tangga, itu bukan karena kesalahannya," jawab Surya. "Kamu itu seperti sudah dibutakan oleh cinta. Wanita bukan hanya Annisa. Mama bisa mencarikan wanita yang lebih baik daripada Annisa, lebih cantik, berpendidikan tinggi, dan dari keluarga terhormat."Mama Surya langsung meninggalkan Surya yang duduk di sofa. Baru kali ini ia dan sang mama berdebat sedemikian hebat. Surya m
Setelah beberapa hari menunggu tanpa titik temu, akhirnya orang tua Winda mengalah. Mereka cemas Dani akan undur dan membatalkan rencana pernikahan itu. Saat ini sepertinya mengalah adalah pilihan terbaik bagi Winda, yang terpenting adalah mereka tidak mendapat malu dan hinaan karena Winda yang hamil tanpa bersuami. Selain itu, dengan pernikahan siri itu, Winda dapat melahirkan nanti dengan seorang suami di sisinya."Baiklah, kita selenggarakan saja pernikahannya di sini secepatnya. Untuk acara di kampung kita tunda saja," kata Ayah Winda mengalah. Semua persiapan pernikahan akhirnya dikerjakan secepatnya dan apa adanya. Dani tidak mempunyai banyak dana untuk menyelenggarakan acara yang meriah. Tidak banyak tamu undangan yang akan hadir dalam acara itu, hanya keluarga inti dan tetangga sekitar rumah yang akan datang dan mengucapkan selamat. Winda menyewa kebaya dan menggunakan jasa salon kecil di dekat rumah Ibu Dani. Rumah itu bahkan tidak didekorasi seperti layaknya rumah seorang
Annisa dan Surya mulai merencanakan pernikahan mereka yang akan digelar bulan depan. Mereka mulai mencari tempat untuk acara di hari istimewa mereka. Annisa juga mulai mengunjungi beberapa salon untuk memberikan penampilan terbaiknya di hari itu. Bersama Karina, Annisa dengan bersemangat mencari gaun dan kebaya yang akan dipakai olehnya dan juga untuk seragam keluarga. Siang itu, Annisa dan Karina baru saja singgah di sebuah salon yang berlokasi di dekat sekolah Shafira. Karena jam sekolah Shafira sudah hampir berakhir, Annisa dan Karina menunggu sebentar di depan sekolah. Beberapa menit kemudian, murid-murid sekolah itu mulai keluar dari pintu gerbang. Beberapa teman sekelas Shafira juga sudah keluar. Namun Shafira belum juga terlihat. Annisa terus melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Shafira. Beberapa menit kemudian, Shafira keluar bersama seorang guru dan satu pria asing. Annisa terkejut dan menjadi cemas, ia takut terjadi sesuatu pada Shafira. Annisa segera membuka pin
Pagi itu matahari belum menampakkan sinarnya secara total. Seorang pria muda sudah berlari kecil keluar dari rumahnya. Rutinitas setiap pagi itu dijalaninya dengan penuh semangat. Sejak penolakan Karina yang menyakitkan itu, Jhon berjuang keras untuk mengubah pola hidupnya. Jhon melakukan diet, rajin berolahraga dan menjalani pola hidup lebih sehat. Ia juga membatasi makanan berminyak dan berlemak, makanan cepat saji, dan tidak tidur larut malam. Jhon juga mulai merubah penampilannya, mulai dari menanggalkan kacamata tebal dengan model kuno, juga pakaian yang ketinggalan jaman dan membuatnya lebih tua dari usianya.Awalnya proses ini tentu tidak mudah bagi Jhon yang sudah terbiasa makan dalam jumlah banyak dan sering, juga ia yang jarang melakukan banyak aktivitas fisik. Pria itu harus berjuang menahan rasa lapar dan kebiasaan buruknya untuk makan dan minum yang manis di malam hari. Ia berusaha lebih banyak makan buah dan sayuran. Mama Jhon yang melihat penderitaan dan perjuangan
Tok.. Tok.. Tok.."Winda! Bangun! Dasar pemalas!" Suara ketukan pintu dan teriakan ibu mertua membangunkan Winda yang masih terlelap bergelung di bawah selimut. Sekujur tubuh yang terasa letih dan kepala yang sering berdenyut nyeri membuatnya baru bisa tidur menjelang subuh. Sudah tiga hari Winda tidur di rumah ibu mertuanya, berusaha menjalani kehidupan baru yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ini bagaikan mimpi buruk baginya, ditambah lagi suami yang belum mendapatkan pekerjaan.Winda sering menahan rasa lapar, atau keinginan untuk makan makanan tertentu seperti layaknya orang yang sedang hamil muda. Untuk saat ini, bisa makan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah cukup baik bagi keluarga mereka. Winda membuka matanya perlahan, ia menyingkirkan tangan Dani yang melingkar di atas dadanya dan duduk sejenak. Ia tahu persis, ibu mertuanya itu tidak akan berhenti mengetuk pintu dan berteriak sebelum ia bangun dan membuka pintu. Dahulu sebagai anak kos Winda bebas bang
Lily sempat mengunjungi Annisa dan ingin mengambil Bagas kembali. Namun tentu saja Bagas yang tidak pernah mengenal Lily langsung menolak. Bagas menangis dan berteriak, lalu bersembunyi di balik pintu.Lily menatap Bagas yang kini sudah bertumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. "Mbak Nisa, aku kangen sama Bagas. Aku ingin menebus kesalahanku dan merawatnya," kata Lily. "Kalau kamu menyayangi Bagas, biarkan dia tinggal bersamaku, Li. Aku gak akan mengijinkan kamu membawanya, karena itu hanya akan membuatnya terluka. Dia bahkan gak mengenal kamu, Li," ujar Annisa. Lily memejamkan matanya dan diam beberapa saat. "Dulu kamu pergi begitu saja, tanpa memikirkan bagaimana Bagas bisa hidup. Kamu asyik dengan duniamu sendiri dan gak pernah menanyakan kabarnya. Sekarang kamu kembali dan mengatakan ingin membawanya? Aku akan berjuang untuk mempertahankan Bagas tetap bersamaku. Saat ini dia sudah menjadi anakku, adiknya Shafira," kata Annisa dengan tegas. "Bagas, ini mama kandungmu, Saya
Pagi itu Dani kembali melangkahkan kakinya ke minimarket tempat ia menjadi tukang parkir. Ia berusaha tetap bersemangat, sekalipun kondisi ini bertentangan dengan harapannya. Sebentar lagi Winda akan melahirkan dan membutuhkan biaya. Dani biasa bekerja dari pagi sampai sore. Sekalipun ia memakai topi dan masker agar wajahnya tidak mudah dikenali, tetapi akhirnya beberapa tetangga melihat dirinya saat sedang bekerja. Namun kini Dani pasrah, ia tidak peduli lagi dengan ucapan orang-orang. Bahkan ada yang mengedarkan berita bahwa Dani, papa Shafira bekerja sebagai tukang parkir. Selama Shafira ada di rumah Ibu Dani, rumah itu lebih ramai dari biasanya. Beberapa tetangga datang untuk berfoto bersama Shafira. Hari-hari Shafira menjadi sangat melelahkan. Menjelang siang, Ibu Dani mendengar suara ketukan di pintu depan. Ia segera membukakan pintu dan melihat punggung seorang gadis yang membelakanginya. "Cari siapa?" tanya Ibu Dani. Wanita berambut panjang dan pirang itu berbalik badan.
Mendengar berita tentang Lily, Surya segera pulang dan menjemput Annisa. Mereka langsung menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tak menentu. Geram, kesal, cemas, dan amarah memenuhi hati Annisa dalam perjalanan ke rumah sakit itu. "Mengapa mereka gak memberi tahu keadaan Shafira pada kita, Mas?" tanya Annisa dalam kegeraman. "Tenang, Sayang, beruntungnya jaman sekarang berita cepat menyebar melalui media sosial, sehingga kita bisa mengetahui keadaan Shafira dan dimana dia sekarang," jawab Surya sambil tetap fokus mengemudi."Aku gak akan pernah mengijinkan Mas Dani dan ibunya untuk menyentuh Shafira lagi!" ucap Annisa. Surya sangat memaklumi rasa sakit dan kemarahan yang sedang melanda Annisa. Annisa adalah wanita yang mengandung dan membesarkan Shafira dengan penuh cinta, sehingga wajar ia merasa marah ketika melihat anaknya sakit dan menderita seperti itu. Annisa dan Surya akhirnya tiba di rumah sakit Permata. Annisa sudah tidak sabar, ia ingin segera berlari menuju kamar p
Dani sangat terkejut ketika melihat Shafira ada di rumah ibunya. Ia langsung memeluk Shafira dan menumpahkan rasa rindu yang sudah lama terpendam dalam hatinya. "Fira, Papa kangen sekali," ucap Dani. "Pa, Fira mau pulang ke rumah Mama," jawab Shafira sambil menangis. "Bu, kenapa Fira bisa ada di sini?" tanya Dani."Memangnya kenapa? Itu yang kamu mau, kan? Ibu menjemputnya tadi, karena kamu gak punya usaha dan inisiatif untuk mengambil anakmu kembali," jawab ibu. Shafira terus menangis tanpa henti sejak tiba di rumah itu. Berbagai cara sudah Dani lakukan untuk menenangkan Shafira, tetapi ia tetap rewel dan memanggil-manggil nama Annisa. Dani memberi isyarat pada Winda untuk mengajak Shafira ke kamar, karena ia ingin lebih banyak berbincang dengan ibunya. Winda menggandeng tangan Shafira dan membujuknya masuk ke dalam kamar. Dani mulai beralih menatap ibunya dan berbicara dengan volume suara yang tidak terlalu keras. "Bu, apa Ibu mengambil Shafira dengan paksa? Kasihan Annisa dan
"Apa?! Kamu jadi tukang parkir? Memalukan! Apa gak ada pekerjaan lain?" seru Ibu Dani. "Kalau ada pekerjaan lain yang lebih baik, aku pasti mau, Bu. Masalahnya aku sudah mencoba melamar pekerjaan ke banyak tempat lain, tapi sampai sekarang gak ada jawaban. Aku rasa sementara gak masalah kalau aku menjadi tukang parkir, yang terpenting itu halal dan kita bisa makan," jawab Dani. "Ibu gak mau! Apa kata orang lain? Keluarga kita ini terhormat, kamu juga sudah Ibu sekolahkan tinggi, masa hanya menjadi tukang parkir?" oceh Ibu Dani. Winda berusaha memberanikan diri untuk bicara, menengahi keributan itu. "Bu, ini hanya untuk sementara. Kita doakan saja Mas Dani cepat mendapat pekerjaan yang lebih baik. Aku setuju pendapat Mas Dani, yang penting sekarang kita bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,""Siapa yang minta pendapatmu? Pokoknya Ibu mau kamu mengerjakan pekerjaan lain, bekerja di kantor dan punya gaji tetap!" Winda tersentak dan langsung kembali bungkam. Sementara itu Dani hanya
Sambil mengemudi mobil, Surya melirik Annisa yang banyak diam sejak pertemuan dengan Dani dan istrinya tadi. Annisa terlihat melamun dan berpikir, sesekali ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. "Sayang, ada apa? Apa kamu masih merasa sakit hati melihat Dani bersama wanita lain?" tanya Dani. "Ah, bukan begitu, Mas. Aku hanya sedikit terkejut tadi. Tapi aku bersyukur, karena aku dan Mas Dani sudah menemukan pasangan baru dan kebahagiaan masing-masing," jawab Annisa. "Kalau kamu masih merasa aneh, aku memakluminya. Kamu dan Dani cukup lama menikah, jadi wajar jika tetap ada kenangan di antara kalian berdua," ujar Surya. Annisa mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Surya. Ia berkata lembut, "Mas Dani adalah bagian dari masa laluku. Sekarang aku punya kamu, Mas. Kebahagiaanku sempurna karena ada kamu dan anak-anak kita,""Terimakasih, Sayang. Kamu juga harus tahu, bahwa aku sangat bahagia memiliki kalian," ujar Surya. "Oh ya, bagaimana kalau kita percepat saja
Dani mengakhiri panggilan telepon itu dan terdiam beberapa saat. Setelah kembali menguasai dirinya, ia berkata pada Winda, "Win, kita ke rumah sakit sekarang. Aku sudah mendapatkan pinjaman uang,""Uang dari mana, Mas? Apa kamu meminjamnya?" tanya Winda. "Iya, terpaksa aku meminjam pada mantan istriku. Sudahlah, yang terpenting kamu bisa dirawat di rumah sakit," jawab Dani. Dani mengantarkan Winda ke rumah sakit, mengurus semua proses administrasi dan menemaninya sampai masuk ke kamar perawatan. Setelah itu Dani berpamitan untuk mengambil pakaian Winda di rumah dan mengembalikan mobil yang ia pinjam pada Pak Imron. Ibu Dani melihat Dani memasukkan beberapa pakaian Winda ke dalam tas ranselnya. Ia bertanya, "Dan, apa Winda jadi dirawat di rumah sakit?""Iya, Bu," jawab Dani. "Dari mana kamu mendapatkan uang?" tanya Ibu Dani lagi. "Aku terpaksa meminjam pada Annisa, Bu. Aku gak tahu bisa mendapatkan uang dari mana lagi," jawab Dani. Ibu Dani duduk di tempat tidur di dalam kamar it
"Bu Winda harus dirawat di rumah sakit, Pak. Ini demi keselamatan ibu dan bayinya," kata dokter setelah memeriksa Winda. "Apa?! Memangnya istri saya kenapa, Dok? Apa tidak bisa dirawat di rumah saja?" tanya Dani. "Bu Winda sepertinya mengalami kontraksi dan harus beristirahat total di tempat tidur. Dia saat ini tidak boleh terlalu lelah dan memaksakan diri. Jika tidak, bisa berbahaya untuk bayi yang sedang dikandungnya. Janin Ibu bisa gugur nantinya. Kita juga harus memeriksa Bu Winda lebih mendetail, dan peralatan di rumah sakit pastinya lebih memadai. Secara fisik, sepertinya Bu Winda kurang mendapatkan asupan atau gizi yang diperlukan, apalagi dalam kondisi hamil seperti ini," beber dokter muda itu. "Dasar merepotkan! Ibu sudah sering mengingatkan kamu, jangan malas makan! Kalau sudah begini bagaimana? Dari mana kita mendapat uang untuk biaya rumah sakit?" seru Ibu Dani sambil menoyor kepala Winda. Dokter yang memeriksa sempat terkejut melihat Ibu Dani tak segan mengoceh dan me
"Nis, bukankah itu Dani?" tanya Surya. "Iya, Mas," jawab Annisa sambil melihat ke arah mantan suaminya yang berlari menjauh. Surya bertanya lagi, "Apa yang terjadi padanya? Apa sekarang dia menjadi tukang parkir?" "Aku juga gak tahu, Mas. Sejak kami berpisah, aku sudah gak mendengar kabarnya lagi," Annisa juga hampir tidak mempercayai apa yang dilihatnya, ia tidak habis pikir, apa yang sudah terjadi pada Dani dan keluarganya. Namun Annisa tidak terlalu peduli lagi, baginya Dani adalah bagian dari masa lalunya. Annisa sudah menutup lembaran kelam masa lalunya itu. Kini Annisa sudah membuka lembaran baru, memiliki jalan hidupnya sendiri bersama Surya dan anak-anaknya. ---Dani terengah-engah dan berhenti di bawah sebuah pohon rindang. Ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan mantan istrinya dalam kondisi seperti ini. Dani merasa malu karena hidupnya berubah total sejak Annisa meninggalkan dirinya. 'Nis, apa kamu sudah menikah dengan Surya? Sekarang aku sudah menikah dengan W