"Santai aja, Bro. Kenapa jadi gugup begitu?" Pria itu mendekati Feri, bahkan menepuk pelan pundaknya."Shanum, bagaimana kabarmu? Nggak nyangka ya kalau kita bertemu lagi di sini," ucap pria itu yang ternyata adalah mantan kekasih Shanum, Zayn."E–eh, aku … baik. Kamu?" tanya Shanum kikuk. Giliran dirinya yang kini mendadak gugup, seolah-olah baru saja tertangkap basah tengah selingkuh."Aku juga baik. Senang bertemu dengan kalian," ucap Zayn ringan. Pria itu melepaskan tangannya dari bahu Feri."Eh, iya. Kebetulan banget ya. Aku sama Shanum baru aja selesai dan mau pulang sekarang." Feri berusaha mengubah suasana yang dari awal sangat canggung itu. "Benarkah. Wah, kalau gitu kapan-kapan kita bisa janjian di sini ya. Udah lama nggak kongkow bareng juga, kan?" usul Zayn.Baik Feri maupun Shanum, keduanya tidak langsung merespon usulan Zayn. Mereka justru saling melempar tatapan. "Itu …." Ucapan Feri terjeda ketika Zayn kembali bersuara dengan nada tergesa. Zayn memang mempunyai janji
#38 "Apa kata Mas Arya, Bu?" tanya Lila begitu melihat sang ibu selesai berbicara dengan kakaknya."Kata masmu, kita boleh lakuin apa aja asal bisa melancarkan rencana Arya. Yang jelas kita harus buat Shanum luluh." Bu Desi menjawab apa adanya."Yah … pokoknya terserah aja, Bu. Aku nggak mau ikut-ikutan." Lila menyatakan ketidaksukaannya. Bukan karena dia tidak lagi membenci Shanum, melainkan tidak ingin ribet saja."Nggak bisa gitu dong, La. Kita ini harus kompak, supaya rencana kita berjalan lancar." Bu Desi terus menghasut putri bungsunya. "Iya-iya, Bu. Jadi, sekarang gimana. Kita pura-pura baik gitu di depan Mbak Shanum, terus kita juga minta maaf ke dia?" Lila memastikan sekali lagi ide yang sempat dibisikkan oleh sang ibu beberapa menit yang lalu. "Tepat sekali. Ya, sebenarnya ibu juga gak suka sama keadaan ini, La. Tapi mau gimana lagi, kan. Mau nggak mau kita harus buat Shanum luluh agar dia nggak sampai ngusir kita sebelum Arya berhasil mengambil alih semua kekayaan Shanum
Cukup lama Shanum berkutat dengan lemari dan beberapa penyimpanan tersembunyi yang ada di dalam kamarnya. Shanum terus mencari dan mencari sampai mendapatkan sesuatu petunjuk, meski kemungkinannya sangat kecil. Ia takkan menyerah dan harus menemukan bukti itu.Arya pasti masih menunggui istri mudanya itu di rumah sakit. Sehingga, ini adalah kesempatan bagi Shanum untuk mencari bukti itu sampai dapat."Di mana ya? Kenapa nggak ada apa pun di sini? Apakah Mas Arya sungguh-sungguh menyembunyikan semua buktinya?" Shanum menghentikan aktivitasnya sejenak tatkala tidak mendapati petunjuk setelah sekian lama mencari.Ia nyaris saja putus asa, karena pencariannya tidak membuahkan hasil."Aku nggak boleh menyerah. Aku yakin sebuah kejahatan pasti meninggalkan bukti, walaupun secuil. Baiklah, jika kali ini aku tak menemukan apa pun. Aku yakin bukti itu akan muncul tanpa perlu susah payah mencarinya. Bukankah seperti itu biasanya? Hal yang kita cari akan sulit ditemukan, tetapi sesuatu yang tida
"Apa? Nggak boleh! Anara nggak boleh balik dan tinggal di kampung lagi, Arya! Apa kata tetangga nantinya!" ucap ibu kandung Anara saat Arya menjelaskan rencananya untuk menitipkan istri mudanya itu sementara waktu."Tapi, Ma … Arya janji nggak akan lama kok. Sampai urusan Arya di sini beres, aku pasti akan segera menjemput Anara kembali ke Jakarta," pinta Arya memelas. Sementara, Anara hanya menyimak perdebatan ibu dan suaminya dari ranjang tempat tidurnya.Bukan tanpa alasan kalau sang ibu menolak kemauan Arya yang memintanya tinggal di kampung sementara waktu. Hal itu karena, sang ibu mengkhawatirkan julidan orang-orang mengenai dirinya.Mereka tidak tahu kalau Anara sudah menikah siri dan bahkan sedang mengandung. Sehingga, Bu Rani tak mau ambil risiko kalau Anara pulang dan akan berakhir menjadi bahan gunjingan orang. "Pokoknya, Mama nggak setuju, Arya!" Bu Rani terus menekankan ketidaksetujuannya. Ia datang seorang diri karena sang suami memilih pergi, ketika Anara terus keukeu
Arya terkekeh kecil mendengar Rendy terkejut karena baru kali ini seorang Arya meminjam uang. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.‘Sial! Jika bukan karena Shanum sialan itu, aku vak akan merendahkan diri seperti ini! Tunggu saja, tidak lama lagi kamu akan hancur ditanganku!’ batin Arya geram.“Ya, begitulah, Ren. Saat ini aku sedang mengalami sedikit kendala. Shanum tidak mau memberikanku uang untuk membantu kerabatku yang sedang dirawat di rumah sakit.” Arya mulai mengarang cerita yang menyudutkan Shanum di hadapan sahabatnya. [“Begitukah? Masa' sih Shanum begitu?"] Rendy yang mengenal sekilas sosok Shanum seakan tak percaya pernyataan Arya. "Sikap seseorang bisa berubah kapan saja." Arya berkata penuh penekanan. "Kamu mau bantu nggak? Jangan buang-buang waktuku?" tanya Arya terdengar arogan dan tak sabaran.["Hahaha … ya sudah. Katakan berapa banyak yang kamu butuhkan? Aku akan segera mengirimkannya.”] Randy yang percaya dengan ucapan Arya akhirnya tak tega melihat temannya
Siang ini jalanan begitu padat sehingga membuat mobil Arya berapa kali harus berhenti di tengah kemacetan ibu kota.“Apa kita tidak bisa lewat jalan lain, Arya? Mama sudah merasa pegal sekali, kenapa AC mobil ini gak bisa mendinginkan kita di dalam mobil,” keluh Bu Rani seraya mengusap keningnya yang berkeringat.“Sabar, Ma. Kita gak bisa putar balik atau melewati antrian mobil di depan. Sebentar lagi juga jalan, kok.” Anara mengusap lengan Bu Rani untuk menenangkan.Arya lebih memilih untuk tidak menghiraukan keluhan Bu Rani karena dirinya sudah pusing memikirkan rencana untuk meluluhkan hati Shanum.‘Kalau saja Shanum bisa aku singkirkan dengan cepat, gak mungkin aku berada di situasi yang sulit seperti ini. Sial! Lagi-lagi wanita itu yang membuat aku harus merendahkan harga diri di depan mamanya Anara!’ batin Arya geram, tangannya mencengkeram kemudi dengan erat, meluapkan kekesalannya kepada Shanum.Setelah melewati kemacetan, akhirny
“Kamu sudah makan, Nak?” tanya Bu Desi seraya melangkah mendekati Arya yang hendak masuk ke dalam rumah.Arya hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan ibunya itu.Lila yang hanya bisa mengekor di belakang kakak dan ibunya tidak mengatakan apa pun. Gadis itu hanya menuruti perintah sang ibu untuk menyambut kepulangan Arya.“Makan dulu, ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu.” Bu Desi menarik lengan kekar Arya menuju ke ruang makan dan mengambilkan nasi beserta lauk di atas piring.“Terima kasih, Bu. Di mana Shanum? Apa dia sudah makan?” tanya Arya dengan suara yang sengaja ia keraskan agar terdengar ke seluruh telinga penghuni rumah itu.“Dia sudah makan di luar dan sekarang sedang istirahat di dalam kamar. Mungkin dia sangat lelah karena baru pulang.” Suara Bu Desi terdengar begitu ramah dan penuh pengertian kepada menantunya itu.“Arya, apa kamu sudah mengurus mereka dan mengembalikannya ke kampung?” tanya Bu Desi setengah berbisik.“Mereka gak mau pulang ke kampun
Sosok pria tampan tampak masuk ke dalam rumahnya ketika dirinya sudah menyelesaikan urusannya bersama klien. Langkah ringan Zayn membawanya masuk ke dalam rumah, lalu mata hazelnya tampak mencari gadis kecil kesayangannya.“Bi, apa gadis kecilku sudah tidur?” tanya Zayn kepada Bi Ijah yang merawat anak gadisnya itu.“Non Sena sudah tidur dari tadi, Tuan.” Bi Ijah menerima tas kerja Zayn untuk ia letakkan di ruang kerja majikannya.“Bagaimana dia hari ini?” Zayn selalu menanyakan bagaimana perkembangan anaknya lewat Bi Ijah. Pria itu tampak sambil mengendurkan dasinya. "Sekarang non Sena sudah mulai bisa berbicara meskipun belum jelas. Dia memanggil ‘papa’ itu kata pertama yang non Sheina ucapkan.” Mata Bi Ijah berbinar ketika membicarakan gadis yang masih berusia dua setengah tahun itu.“Benarkah? Aku jadi nggak sabar ingin bertemu dengannya. Bi ... Terima kasih sudah merawat dan menjaga Sheina dengan baik. Aku berhutang budi seumur hidup kepadamu.” Tak bisa dipungkiri bahwa Zayn sang
"Kenapa Stella jelek-jelekin aku di depan Sena, ya? Dia punya masalah apa sama aku?" gumam Shanum tak mengerti dengan sikap buruk yang ia terima oleh orang yang bahkan tidak ia kenal.Zayn dan Shanum masih sibuk mengurus Sena yang sudah terlanjur membenci Shanum karena perkataan Stella. Zayn tak menyangka, masih ada banyak penghalang yang mengusik dirinya menuju hari bahagianya. "Kamu tenang aja, Sha. Aku nggak akan membiarkan Stella memberikan pengaruh buruk sama Sena," tegas Zayn. Pria itu harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin sebelum keadaan menjadi semakin keruh. Sudah susah payah Zayn meminta restu dari kedua orang tuanya. Zayn tidak akan membiarkan pernikahannya gagal karena Sena.Keduanya pun mulai memberikan pengertian pada Sena dan mencoba menghapus pemikiran buruk bocah itu mengenai Shanum. Pria itu harus bisa mengembalikan Sena seperti sedia kala."Sena sayang, Tante Shanum nggak seperti yang dibilang Tante Stella. Tante Shanum bukan tante jahat. Selama in
Pernikahan antara Shanum dan Zayn tinggal menghitung hari. Tidak lama lagi, pasangan kekasih itu akan menjadi pasangan sehidup semati. Zayn benar-benar tidak sabar ingin segera meresmikan hubungannya dengan Shanum. Namun berbeda dengan Zayn, Shanum justru merasakan kegelisahan yang tidak wajar menjelang hari pernikahannya.Satu minggu lagi, Zayn dan Shanum akan menggelar acara pernikahan sederhana. Shanum diterima dengan baik oleh keluarga Zayn, maupun oleh anak Zayn.Tapi entah kenapa, mendadak Shanum merasa resah tanpa alasan yang jelas. Padahal ia sudah mendapatkan restu dan Shanum juga bisa mengakrabkan diri dengan Sena. Menurut Zayn, tidak ada lagi masalah di antara mereka dan Zayn yakin pernikahan mereka akan berjalan lancar."Hari ini mau dijemput jam berapa?" tanya Zayn pada Shanum melalui sambungan telepon."Nanti aku kabari, Mas. Aku ada pekerjaan yang belum selesai.""Kamu nggak lupakan sama janji makan malam kita hari ini? Sena udah nungguin," ujar Zayn.Shanum mengulas se
Acara kunjungan di rumah tahanan pun berakhir. Arya harus segera kembali ke sel, sementara Lila dan Bu Desi harus segera pergi meninggalkan rutan."Hati-hati di jalan, ya. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Arya sebelum berpisah dari ibu dan juga adiknya."Mas juga hati-hati di sini. Jaga kesehatan!" sahut Lila."Ibu pergi ya, Arya? Sehat-sehat di sini, ya? Nanti Ibu jengukin kamu lagi," ungkap Bu Desi berpamitan pada putranya dengan manik mata berkaca-kaca.Arya dan Lila saling beradu pandang. Setelah Lila mengajak Bu Desi pergi nanti, mungkin Bu Desi tidak akan bisa sering-sering menjenguk Arya di dalam penjara."Ibu nggak perlu terlalu sering datang ke sini. Arya akan baik-baik saja di sini, Bu. Ibu sama Lila juga harus hidup dengan baik selama Arya nggak ada, ya?" cetus Arya.Perpisahan antara ibu dan anak itu pun kembali diwarnai dengan tangisan. Bu Desi dan Lila pun keluar dari rutan, dan bergegas pulang ke kontrakan. "Untung aja masih ada ongkos buat pulang," gumam Lila."Kamu
Suasana rumah tahanan itu pun mulai penuh dengan tangis haru. Arya benar-benar senang dan bersyukur, akhirnya keluarganya datang mengunjungi dirinya setelah beberapa bulan pria itu berada di penjara. Mereka bertiga menangis, meluapkan kerinduan yang sudah lama terpendam."Maafkan Ibu, Arya. Ibu udah lama nggak jenguk kamu. Ibu minta maaf baru bisa datang sekarang," ucap Bu Desi pada sang putra. Tidak hanya Bu Desi saja yang mengucapkan kata maaf, Lila juga ikut merasa bersalah karena sudah mengabaikan sang kakak. "Lila juga minta maaf, Mas. Selama ini Lila nggak pernah jengukin Mas," sahut Lila.Arya menghela napas. Sebenarnya pria itu sangat kecewa pada ibu dan juga adiknya. D i saat dirinya tengah menghadapi kesulitan, Arya justru ditinggalkan oleh keluarganya. Pria itu menderita seorang diri di dalam jeruji besi."Maafkan kami ya, Arya? Ke depannya, Ibu sama Lila akan sering-sering jengukin kamu di sini," ujar Bu Desi.Arya hanya diam. Ini kesempatan pria itu untuk mengeluarkan un
Mata Lila tampak berkabut. Rasanya tak kuasa jika harus mengatakan apa yang baru saja menimpanya pada sang ibu.Namun, gadis itu tetap memutuskan untuk membangunkan sang ibu, agar wanita yang melahirkannya itu tak perlu merasakan linu ketika bangun di pagi hari esok. Usai menyeka air mata serta jejak kesedihan di wajahnya, kini Lila yang terlihat jauh lebih tegar daripada saat pertama masuk ke rumah pun mulai memanggil sang ibu untuk membangunkannya. "Ibu." Lila berbisik pelan seraya menepuk lengan Bu Desi.Wanita itu menggeliat ketika mendapat tepukan tiba-tiba yang mengganggu tidurnya yang baru setengah jalan itu."Kenapa kamu pulang semalam ini, hm? Ke mana saja kamu? Apa kamu membuat masalah baru lagi setelah terlibat dengan suami orang itu," cecar Bu Desi membuat Lila seketika menganga, tak percaya jika rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Desi. "Astaga, Bu. Apa nggak bisa nanyanya satu-satu dan pelan? Dan lagi, apa ibu bisa nggak berburuk sangka ke aku, hm?" Lila mena
Lila tidak menyadari bahwa setelah ditimpa sebuah musibah sebagai bentuk karmanya merebut suami orang pasca rumahnya dihancurkan oleh istri sah dari mantan istri David, kini Lila akan segera terjerembab dalam masalah baru yang jauh lebih kompleks.Dirinya sama sekali tidak mengetahui segala hal berkaitan utang-piutang yang dimiliki sang kakak, Arya, dari mulai kepada siapa dan seberapa besar nominal tersebut. Sekarang, Rendy tiba-tiba datang mendatanginya dan mengajaknya menaiki sebuah mobil hitam metalik.Senyum Rendy mengembang begitu puas. Terutama saat Lila menuruti saja saat Rendy mengajaknya ke salah satu hotel di kota mereka. Lila masih mencoba berpikir positif mengingat bagaimanapun Rendy adalah salah satu rekan kerja Arya dulu yang kebetulan pernah ditemuinya sebanyak dua kali.“Ayo, masuk,” tukas Rendy masih mempertahankan senyum miliknya kemudian melirik ke tas Lila. “Oh, ya. Kamu pasti capek kan abis kuliah? Udah sini, tasnya aku
“Tante cantik kok diam aja?” tanya Sena dengan nada khas anak-anaknya, saat melihat Shanum tiba-tiba terdiam saat bermain rumah-rumahan.Shanum yang sebenarnya sedari tadi mencemaskan reaksi orang tua Zayn terhadap rencana pernikahan mereka itu, pun dibuyarkan lamunannya oleh suara imut Sena yang sempat dihiraukannya itu.“Maaf ya, Sena, Tante sedang gak fokus,” sahut Shanum sambil tersenyum.Menatap Shanum sambil memiringkan kepalanya, Sena pun bertanya dengan polos, “Fokus itu apa, Tante?”Shanum hampir saja tidak bisa menahan tawanya saat mendapati hal tersebut. Ia merasa konyol karena membicarakan isi pikirannya pada anak kecil berusia 3 tahun itu.“Fokus itu ….”Saat hendak menjawab pertanyaan Sena, tiba-tiba saja Zayn sudah bergabung dengan mereka. Seperti apa yang dikatakannya sebelum ini, laki-laki itu keluar membawa serta tas berisi perlengkapan Sena seperti baju ganti, susu, dan beberapa ha
Tak terasa telah tiga hari telah berlalu. Usai kejadian nahas yang menimpa Shanum itu, rangkaian permasalahan silih berganti menyambanginya sebagai buntut dari peristiwa tersebut.Kendati demikian, peristiwa mengerikan itu tak hanya membawa rentetan malapetaka saja. Adapun berkah yang dibawa olehnya yakni kedekatan yang semakin terasa antara Zayn dan Shanum sendiri.Ya, usai kejadian penculikan Shanum tempo hari, Zayn yang senantiasa menjaga dan merawat Shanum di sampingnya itu, membuat hati Shanum yang semula ragu untuk terbuka kepadanya, pun akhirnya berhasil sepenuhnya menerima kembali kehadiran laki-laki tersebut.Seperti sekarang, Zayn sendirilah yang senantiasa menemani Shanum yang masih trauma itu keluar masuk kantor polisi dan pengadilan. Dalam kondisi yang masih sedikit syok, wanita itu tetap harus memberikan kesaksian agar memperoleh keadilan seperti yang telah dijanjikan oleh undang-undang itu sendiri.“Mas, sebenarn
“Apaan? Kalian mau nyulik gue? Gue nggak kenal kalian!” Lila masih mengomel penuh rasa kesal, sayangnya mereka tidak mengenal kata menyerah sebab langsung menyeret tangan Lila.Bersamaan dengan kericuhan itu semua, tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pria yang rasanya begitu familiar dan tak asing di telinga Lila.“Hai, Lila,” panggil seorang pria muda dengan berbaju rapi muncul dari belakang dua orang berbadan kekar tadi. Lila terkejut mendengar sapaan tersebut, mengingat sebentar, kemudian langsung merespons.“Kak Rendy!” teriak Lila cepat setelah berhasil memicingkan netra bermaksud untuk lebih mengenali sang pria muda tersebut. Pria itu langsung tersenyum penuh arti dan mengangguk seolah memberikan kode.“Iya, ini aku, Lila.” Rendy kemudian meminta para dua orang tadi untuk menyingkir sebentar untuk berbincang dengan Lila. “Udah lama nggak ketemu, ya. Ternyata kabarmu masih baik.”Rani dan Rena kebingung