Share

Bab 31

Penulis: Alibn A.
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu ...! Kenapa kamu ada di sini?"

"Huh, sudah hampir dua tahun kita tidak pernah bertemu sejak kelulusan di kampus. Kamu jauh berbeda sekarang."

"Terima kasih. Ngomong-ngomong, apakah kau yang bersembunyi di balik jendela tadi?" Aku tidak bisa basa-basi dan menahan penasaranku sehingga bertanya pada wanita di depanku ini secara langsung.

"Iya, benar. Tebakanmu tidak salah," jawabnya tak acuh.

"Apa maksudmu bersembunyi seperti itu? Apa yang kau inginkan?"

"Apa maksudku? Kau ingin tahu?" Tatapan matanya nyalang padaku. Amarah itu masih kuingat, seakan sama di saat pertama kali ia melihatku duduk berdua bersama Arga di kantin kampus masa-masa kuliah dulu.

"Ya, tentu. Saya ingin tahu. Sikapmu sangat mencurigakan jika kau mengintip seperti itu."

"Kau makin pandai berbicara dan berani sekarang," ucapnya mencibir.

"Sudahlah! Apa yang kau inginkan?" tanyaku padanya sambil memotong pembicaraannya. "Kalau kau masih menginginkan Arga, sebaiknya lupakan saja. Ia suamiku," ucapku tanpa basa-ba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 32

    POV LunaIngin sekali aku berontak dan mendorongnya agar menjauh dariku, tapi tidak bisa. Aku benar-benar tidak kuat menandingi kekuatannya. Dia sangat bertenaga dan energik. Aku tidak mungkin bisa mengimbanginya, apalagi dalam keadaan lemah seperti ini.Tangan kiri ini mencari terus tombol darurat tadi, tapi tidak dapat aku raih. Aku masih berusaha terus meskipun belum berhasil. Aku melihat darah mengalir di selang infus menuju ke atas. Sepertinya Nala sengaja mengaturnya. Seketika gebrakan pintu yang tertutup rapat terdengar di telinga ini. Beberapa orang bergegas memasuki ruangan, tempat di mana aku sedang dirawat. "Non, ada apa? Anda baru saja menekan tombol darurat!" Mereka bertanya padaku dengan wajah panik sambil bergantian menatap ke Nala. Aku pikir bahwa aku tidak berhasil menekan tombol darurat tadi karena tanganku tidak kuat lagi menggerakkan tanganku. Tapi ternyata, aku bisa. Sebenarnya aku tidak ingat lagi karena panik. "Astaga, jarum infusnya!" seru perawat yang lain

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 33

    POV Luna"Ingat, ini belum berakhir! Kau akan kubalas nanti dan menanggung akibatnya," ucap Nala padaku kemudian beranjak dari ruangan ini dengan kesal.Tanpa rasa malu maupun bersalah, ia pergi begitu saja. Di mana hati dan pikiran jernihnya? Apakah dia tidak merasakan lagi rasa malu, sehingga tidak segan berbicara seperti tadi di depan orang banyak."Maafkan atas kecerobohan kami, Pak. Mulai saat ini, kami akan memaksimalkan keamanan pasien di rumah sakit ini." Dokter Salman mengucapkan permohonan maaf sekali lagi ke Arga. Wajahnya sangat serius dengan penuh penyesalan. Wajar saja dia mengucapkan permintaan maaf, karena hal ini berhubungan dengan reputasi rumah sakit yang ia pimpin jika saja benar-benar terjadi kepadaku. Pertimbangannya adalah pasiennya istri seorang pengusaha terkenal. Hal ini yang sangat dikhawatirkan olehnya jika terendus oleh media. "It's okay. Lupakan saja, Pak. Semoga tidak terjadi ke pasien yang lain lagi.""Terima kasih, Pak, atas pengertiannya. Omong-omon

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 34

    POV LunaIa menatapku lebih dulu dari ujung kepala sampai kaki kemudian tidak menoleh lagi padaku. Ia hanya pergi berlalu membiarkanku berdiri sendiri di depan pintu. Aku pikir dia akan memberitahu Pak William, wakil direktur tentang keberadaanku di sini sebelum dia pergi, tapi ternyata tidak.Aku mencoba mengetuk pintu sendiri. Suara dari dalam mempersilakan aku untuk masuk."Silakan duduk, Nona!""Terima kasih, Pak." "Nona Luna?""Iya, Pak."Sosok Pak William ternyata masih muda, mungkin seumuran dengan Arga. Aku pikir seorang wakil direktur ialah orang tua, yang usianya berkisar 50-an, tapi ternyata tidak.Kulitnya sangat putih. Tatapannya tajam. Wajahnya tampan, tidak jauh berbeda dengan Arga. Akan tetapi ia tampan versi imut, sedangkan Arga, tampan dengan didominasi maskulinitas.Auranya sangat terasa saat dia berbicara. Sangat wajar bahwa dia sosok yang disegani. Saat menyapa, ia terlihat tenang, tetapi serius dan juga tajam. "Baik. Berdasarkan resume yang anda kirimkan, kami

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 35

    POV LunaAku beranjak dari tempat dudukku sambil membawa minuman dan juga roti yang kupesan. Lebih baik menghindarinya secepat mungkin daripada menambah masalah. Jujur, aku tidak mengenalnya sama sekali. Dia memaksakan kehendaknya padaku untuk mengenalinya. Akan tetapi, dia tidak terlihat seperti orang biasa. Pakaian yang ia kenakan terlihat sangat mahal. Apalagi tas yang masih tersampir di bahunya, siapapun bisa menebak bahwa harga dari tas tersebut sangat mahal.Hari ini merupakan hari pertama aku bekerja. Akan tetapi, aku tidak pernah menduga akan mendapatkan masalah di hari pertamaku. Tunggu! Aku baru ingat sekarang! Pagi tadi, aku diingatkan oleh seorang resepsionis dengan kata-kata yang mengisyaratkan aku agar betah bekerja di sini. Mungkinkah keadaan yang kualami ini yang dia maksud?Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mungkin saja, aku bisa menemuinya di sini dan menanyakan apa maksud ucapannya tersebut. Tetapi, aku tidak melihatnya.Aku terus berjalan mencari tempat

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 36

    POV Luna"Aku sudah menyelesaikannya, kau bisa mengeceknya sekarang." Setelah mengucapkan itu, aku mengirim file ke e-mail yang digunakannya mengirim ke komputer yang aku pakai. Ia masih mengamati naskah tersebut di monitornya. Aku melihat ke arahnya sejenak sambil menunggu instruksi berikutnya, berharap tak ada kesalahan yang aku lakukan. "Mmm, lumayan! Tambahkan sentuhan akhir di bagian biodata," titahnya padaku. Meskipun ia tidak tersenyum sedikit pun saat mengucapkannya padaku, tetapi aku cukup senang mendengar pujiannya atas kinerjaku.Aku pun melanjutkan mengedit lagi. Kali ini dengan sedikit semangat. Dalam bekerja apapun, aku sangat serius dan fokus, sehingga tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 16.50. Setelah itu aku selesai dengan pekerjaanku. File tersebut aku kirim balik padanya kemudian mematikan komputer kerjaku. Beberapa karyawan mulai beranjak dari tempat kerja mereka masing-masing. Bunyi kendaraan meraung-raung, bahkan asap motor tua pun sudah mengepul, t

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 37

    POV LunaAku bangun hampir kesiangan. Setelah membersihkan diri, aku menuju ruang makan. Melihat makanan yang telah tersaji, nafsu makanku tiba-tiba muncul. Aku langsung melahapnya karena sangat lapar.Semalam, aku makan tidak terlalu banyak karena terlalu mengantuk. Karena terlalu larut malam menunggu Arga dan ia belum pulang, aku memutuskan tidur terlebih dahulu setelah makan seadanya.Subuh tadi, ia sudah berangkat ke kantor. Arga sudah memberitahuku sebelumnya. Jadi, aku harus berangkat sendiri ke kantor tanpa diantar olehnya. Tapi, dia sudah janji akan menjemputku nanti sore.Sebuah taksi telah tiba di depan rumah. Aku pun beranjak dari tempat duduk dan menuju taksi. Setengah jam berlalu, aku tiba di kantor. "Halo, Bu Luna! Selamat pagi!" Pak William menyapaku di meja kerja. Aku cukup terkejut dan merasa canggung kalau disapa di meja kerjaku langsung. Belum lagi dilihat oleh beberapa karyawan lain yang sedang duduk. Aku sedikit bertanya-tanya, kenapa dia tidak memanggilku ke

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 38

    POV Luna"Kau harus berhati-hati dengan Celine. Dengar-dengar, wanita itu menyukai Pak William juga.""Iya, seperti dugaanmu! Mereka sama-sama menyukai Pak William dan selalu mencari cara untuk menarik perhatiannya. Siapa saja yang berani menarik perhatian Pak William, maka secara otomatis orang tersebut akan menjadi musuh mereka juga."Jadi, itu masalahnya! Pantas saja, dia tidak suka padaku dan bahkan cemburu saat Pak William berbicara padaku, bukan padanya. Setelah berbincang cukup singkat dengan mereka berdua, aku pun kembali ke meja kerjaku. Rani dan Ivony lebih dulu pergi karena mereka tiba-tiba menerima sebuah panggilan.Saat sedang menunggu lift terbuka, dua orang wanita di sebelahku sedang berbisik-bisik, kemudian bertanya padaku, "Apakah benar tas yang kau miliki itu, tiruan?" "Bagaimana mungkin kau sangat percaya diri berjalan dengan barang palsu?""Lebih baik jujur dengan diri sendiri daripada harus memaksakan terlihat kaya, tapi palsu." Aku menoleh ke arah mereka, "Apak

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 39

    POV ArgaSemenjak Luna bekerja, aku melihatnya selalu merenung. Ia tidak seantusias saat pertama kali akan bekerja. Aku sangat gelisah melihat perubahannya yang selalu murung. Akhirnya beberapa hari yang lalu, aku memutuskan untuk menjemputnya dan sekaligus untuk melihat sendiri. Dahiku berkerut saat aku melihat mobil putih berhenti di depan mobilku. Seorang lelaki menyapa Luna dan menawarkan untuk mengantar Istriku pulang. Aku sulit mengenali wajah lelaki itu dari dalam mobilku karena hanya setengah bayangannya yang memantul dari cermin.Deru jantungku berdegup kencang. Gigi gerahamku saling bergesekan. Wajahku berubah merah padam. Sorotan mataku menyipit dan tidak berkedip, masih menatap lurus ke depan. Aku tidak bisa mendengar jelas apa yang diucapkan lelaki itu karena posisiku agak jauh. Saat menunggu Luna, aku tidak sengaja mendengar suara para karyawan wanita sedang menggunjingkan Luna. "Saya tidak mengerti, kenapa karyawan baru itu sangat tebal muka, meskipun sudah ditah

Bab terbaru

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 49

    POV ArgaButik milik Luna semakin laris dan menjadi buah bibir warga internet.Butik tersebut baru berjalan sekitar lima bulan, tetapi sudah meningkat pesat. Peminatnya sudah sangat banyak dari berbagai pelosok. Promosinya sangat masif dilakukan reseller secara langsung, maupun secara tidak langsung oleh customer sendiri."Nyonya, semua undangan sudah berdatangan." Suara seseorang di balik sambungan telepon."Tolong beritahu Lastri untuk mengkoordinir penerima tamu," titah Luna di balik sambungan telepon. "Baik, Nyonya. Ada kabar buruk, Non!""Kabar buruk apa?""Be-berapa pieces baju sebagai contoh yang akan ditayangkan nanti, basah terkena air hujan." Suara dibalik telepon terdengar cemas."Masih ada contoh gambar desainnya 'kan?""Mohon maaf, Non, tidak ada. Saya sudah menanyakan ke teman yang lain, tapi tidak ada." "Sherly! Kenapa kau tidak menyimpan file-nya sebagai arsip?""Saya mo-hon maaf, Non." Sherly terdengar putus asa.""Acaranya sebentar lagi! Aduh ....""Kenapa tidak ka

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 48

    POV ArgaPagi ini aku sudah siap dengan pakaian yang rapi. Jariku masih sibuk mengetik sebuah pesan sambil menunggu jemputan. Tak butuh waktu lama, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah kemudian berhenti di depan pintu. "Silakan masuk Tuan!""Terima kasih, Pak Iwan." Aku beranjak dari tempat duduk dan menuju mobil."Sama-sama, Pak. Pesawat akan berangkat sejam lagi. Kita masih memiliki waktu untuk boarding pass." Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Selama dua hari Luna pergi dari rumah, aku sangat gelisah. Selalu memikirkan keadaannya dan bagaimana dia menghabiskan harinya di sana. Mobil memasuki Bandara kemudian berhenti. Setelah penerbangan dari Surabaya ke Jakarta sekitar satu setengah jam lebih, kami pun tiba. Kami langsung menuju mobil hitam yang menunggu kami. Mobil hitam tersebut sudah kami pesan sebelumnya. Pak Iwan mengendarai mobil dan membawaku ke hotel, tempat Luna menginap. "Tuan, silakan! Di sini kamarnya!" Andry menunggu kami dan menunjukkan kamar Luna. "

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 47

    POV Arga"Bi Minah, lihat Non Luna, Gak?" Dadaku memompa tidak menentu sambil menuruni anak tangga. "Maaf, Tuan, saya hanya melihatnya pagi tadi. Dia sangat rapi, mungkin dia pergi kerja ke kantor!" "Bi Minah tidak melihatnya membawa koper?""Koper! Tidak Tuan. Dia tidak membawa apa-apa, Tuan. Aku hanya melihatnya berpakaian rapi saja seperti biasa." "Dia mengatakan apa-apa sebelum pergi?""Tidak, Tuan. Ada apa sebenarnya Tuan?"Bi Minah terlihat bingung, tidak mengerti dengan pertanyaanku. Apa Luna pergi tanpa sepengetahuan Bi Minah?Argh!Oh, aku ingat Pak Yanto. Dia pasti melihat Luna. Aku bergegas keluar dan memanggil Pak Yanto agar segera mendekat padaku."Pak, lihat Non Luna keluar?" "Iya, Pak. Pagi tadi, ia keluar seperti biasanya.""Pak Yanto tidak melihat Non Luna membawa koper?" "Saya tidak memperhatikannya, Pak. Soalnya Non Luna menyuruh taksi masuk ke dalam dan saya tidak melihat jelas saat dia masuk ke dalam taksi.""Argh! Kenapa kalian tidak bisa membantu! Info ap

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 46

    POV Luna"Arga, semua tamu undangan telah hadir. Apakah sebaiknya kita duduk dulu? Setelah itu, baru kita pergi." Aku berbisik pelan ke Arga dengan harapan dia mau menghentikan langkahnya dan mengikuti saranku. Aku tahu seperti apa temperamen Arga. Kalau dia sudah bertekad dan memutuskan sesuatu, ia tidak akan pernah menarik lagi apa yang telah ia katakan sebelumnya. "Pa-k Arga, mohon maaf atas kelalaian saya karena tidak memberi peringatan ke pasangan saya sebelumnya. Saya akan melakukan apapun yang anda minta untuk aku lakukan terhadap wanita itu."Air muka Pak Peter berubah pucat. Ia sangat gelisah, bagaimana meyakinkan Arga agar mendengarnya. Aku juga kasihan melihatnya yang entah seperti apa acara ini akan berlangsung. Ternyata tujuan utama pelaksanaan acara ini untuk menarik banyak investor yang akan bekerjasama dengan mereka. Itulah mengapa, Pak Peter sudah tidak mempertimbangkan lagi image-nya di depan tamu undangan yang hadir dengan memohon kepada Arga.Arga merupakan sala

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 45

    POV LunaDi saat kami tiba, beberapa mobil sudah terparkir. Kami membuka pintu mobil kemudian keluar."Ayo!" Arga mengulurkan tangannya padaku. Aku pun meraihnya."Kok, tanganmu berkeringat? Kau gugup?""Iya, kan ini pertama kali bagiku!""Selamat datang, Tuan!" Kami disambut oleh seseorang yang ditugaskan untuk menerima tamu. "Mari ikuti saya, Tuan dan Nyonya, aku akan menunjukkan tempat duduk untuk kalian."Kami pun mengikutinya. Sepertinya acaranya belum dimulai karena para tamu mulai berdatangan. Beberapa wajah tidak aku kenal sama sekali."Bapak dan Ibu, silakan duduk di sini!" Tempat kami Sepertinya sangat istimewa di bagian depan sekali. Aku melirik ke kanan dan kiri, beberapa wajah yang tidak asing. Mereka ialah dewan direksi yang baru saja melakukan rapat bersama Arga siang tadi. Beberapa pasang mata memerhatikan kami. Semua berdiri menyalami kami. Sepertinya sekitar kurang lebih lima belas menit lagi akan dimulai bila mengikuti waktu sesuai undangan. "Baik, terima kasih.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 44

    POV Luna"Kau mau ikut denganku ke perusahaan?" Aku pun mengangguk.Arga telah rapi dengan kemeja dan celananya. Ia akan segera keluar dari kamar. Ia mengajakku ke kantornya. Karena aku tidak memiliki kesibukan maka aku memutuskan mengikutinya. "Kalau kau tidak betah, kau boleh berhenti saja dari pekerjaanmu." Arga berbicara padaku sambil menyetir mobil.Kalau dipikir-pikir lagi, saran Arga memang benar. Sepertinya, aku tidak mungkin akan bertahan lama lagi bekerja di pekerjaanku sekarang."Kau kenapa? Kau masih diam dari tadi," tanyanya lagi."Tidak, kok. Aku suka dengan pekerjaan ini.""Tapi, lingkungannya tidak membuatmu nyaman." "Hanya masalah kecil, kok. Aku pasti bisa melewatinya.""Kau bisa mencari tempat lain, kalau kau ingin ...." Arga berbicara lagi setelah keheningan beberapa lama."Aku sudah mencoba, tidak ada lagi. Di daerah ini kan hanya dua saja. Yang satu, sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.""Atau aku membantumu berbicara dengan direkturnya?""Arga!" tatapku pa

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 43

    Dia terlihat sangat jauh berbeda, tidak terlihat seperti anak gadis yang kukenal dulu. Bila ditaksir, dress yang dipakainya berkisar jutaan, tidak kurang sedikit pun nilainya dari mata siapa saja yang melihat."Rita!" "Panggil aku Nyonya Peter!" ucapnya sambil berkacak pinggang. "Dia Tuan Peter, calon suamiku dan juga salah seorang pemilik saham di perusahaan ini."Dahiku berkerut saat mendengar ucapannya. "Kau yang bernama Luna?""Iya, benar, Tuan." Lelaki itu menatapku dengan tatapan penuh hasrat. "Saya banyak mendengar tentangmu dari Rita!" Aku sedikit merinding ditatap seperti itu dan matanya masih terpaku menatapku. Matanya tidak berkedip sedikit pun. Aku tidak berani menatap padanya, aku mengalihkan pandangan ke arah lain.Aku sudah menduga bahwa Rita telah membicarakan sesuatu yang buruk tentangku. Mungkin dibumbui dengan cerita-cerita fiksi buatannya agar terdengar dramatis.Ia dari dulu tidak pernah suka padaku, bahkan tidak menganggapku sebagai kakak atau apapun namanya.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 42

    POV Luna"Selamat sore, Tuan. Tadi, ada seorang wanita yang mencari Non Luna." Pak Yanto mendatangi kami ketika Arga akan memarkirkan mobil.Aku saling pandang dengan Arga karena bingung. Kalau wanita yang dimaksud adalah salah seorang klien di perusahaan Arga, mungkin Pak Iwan yang akan menghubungi Arga. Namun, Wanita tersebut mencariku."Bapak tidak mempersilakan dia untuk masuk dulu?""Dia tidak mau, Non. Setelah aku bilang Non Luna masih kerja, dia langsung pergi.""Apakah ada yang ingin dia sampaikan, Pak?""Sepertinya, tidak ada, Non.""Pak Yanto ingat ciri-cirinya seperti apa?""Rambutnya ikal, tingginya sebahu, dan kulitnya kuning langsat, dan mungkin usianya sekitar 20-an."Arga menoleh padaku dan mengucapkan, "Apakah mungkin itu Rita?"Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh Pak Yanto, Rita yang sangat memenuhi. "Apakah Pak Yanto lihat tanda di keningnya?""Oh, iya. Aku baru ingat! Ada tanda bintil hitam.""Baik, Pak. Terima kasih.""Sama-sama, Non."Aku hampir saja tidak mengi

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 41

    POV Arga"Dasar wanita jalang tidak tahu malu! Kau memanggil tuan ini dengan menyebut namanya. Apakah kau tidak tahu tata krama?" Mataku melirik sekilas ke mejanya. Dia yang tadi mengenalkan diri dengan nama Celine. "Dasar wanita jalang! Kau memang wanita bermuka tebal. Hanya karena kau membaca nama yang tersemat di dadanya, kau seolah mengenalnya untuk menarik perhatiannya!" "Kau memang pelacur yang berpengalaman!"Tiba-tiba bunyi tamparan keras melekat ke pipi wanita di depanku. Kalau aku tidak salah dialah yang bernama Lusi. Aku masih mengingatnya ketika dia mengejek Luna."Aku punya nama. Apakah kau tidak tahu membaca papan nama yang ada di meja kerjaku?" Luna menatapnya tajam. Bibirnya bergetar. Mataku membulat saat melihat Luna yang cukup berani menampar pipi wanita di sampingnya."Kau ... Wanita jalang! Berani sekali menamparku. Apa kau bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini?" Wanita itu histeris. Matanya seakan melompat dari tempatnya.Saat tangannya akan mendarat di pipi L

DMCA.com Protection Status