Sudah nyaris seminggu Kiki dan Dya saling tidak bertegur sapa. Suasana di antara mereka semakin dingin. Semakin Dya diam, Kiki justru semakin senang, karena dengan begitu dia tidak perlu bersusah payah untuk berdrama. Seperti pagi ini, mereka berangkat dengan mobil sendiri-sendiri. Namun, entah kenapa pagi ini mereka bisa sampai bersamaan. Dya berjalan lebih dulu, sedangkan Kiki berjalan tak jauh di belakang Dya. Mereka menuju ke lift yang ada di lantai basement. “Dya, kenapa kamu tidak berangkat bersama Pak Kiki saja jika kalian sampainya bersamaan?” Seorang teman akhirnya menggoda. Dya menoleh ke belakang di mana Kiki berada. Sebenarnya Dya sadar jika pasti akan ada pertanyaan seperti ini dari teman-temannya, dan tak mungkin terus menghindar. “Kalian tahu bukan jika suamiku sibuk menemani Presdir kapan pun. Jadi kalau aku bawa mobil sendiri, aku tidak harus tergantung.” Dya terpaksa memberikan alasan itu. Kiki yang berhenti di depan lift pun mendengar jawaban Dya itu, tapi ti
Mendengar alasan Dya, Kiki hanya memicingkan matanya saja. Terasa aneh alasan itu. Namun, dia tidak mau ambil pusing.Lift akhirnya terbuka, kemudian Kiki dan Dya masuk. Mereka tidak sendiri, ada beberapa karyawan yang ikut masuk juga. Mereka semua menuju ke ruangan mereka masing-masing.Saat lift terbuka di ruangan Dya, maka Dya langsung keluar, sedangkan Kiki masih melanjutkan ke lantai atas.Dya yang ke ruangannya segera menuju ke meja kerjanya. Beberapa saat kemudian, tampak Ana berjalan ke ruangannya. Wajah wanita itu tampak kelelahan. Sampai di meja kerjanya saja dia sampai menegak minuman di dalam botol.‘Sepertinya dia jalan sampai lantai atas.’ Rasanya Dya senang sekali karena Ana kesusahan. Merasa itu balasan pas karena mendekatinya. Dya memulai menyalakan laptopnya, kemudian merapikan sedikit meja kerjanya.Suara telepon terdengar saat Dya sedang merapikan mejanya. Dilihatnya sang oma menghubunginya. Dya heran kenapa omanya menghubungi pagi-pagi sekali. Dengan segera, dia
Dya memberanikan diri untuk mengatakan hal itu. Berharap jika Kiki bisa mengerti dan mau memperlihatkan pada omanya jika mereka bahagia. Senyum tipis tertarik di sudut bibir Kiki. Merasa lucu dengan permintaan Dya itu. “Aku memang akan melakukan perintah, tapi bukan perintahmu!” Kiki jelas hanya akan melakukan perintah Nyonya Clarisa, termasuk datang ke acara makan malam kali ini. Dya hanya bisa menghembuskan napasnya kasar. Ternyata Kiki memang tak semudah itu untuk diajak kerja sama. “Tapi, jika oma lihat kita seperti orang asing, maka dia akan curiga jika pernikahan kita tidak baik-baik saja.” Dya mencoba membujuk Kiki lagi. “Bagus jika dia melihatnya. Jadi dia tahu jika memaksakan kehendak cucunya bukan hal yang baik.” Kiki melemparkan sindiran pada Dya. Rasanya Dya tidak bisa membalas setiap kata yang keluar dari mulut Kiki. Setiap kata yang keluar begitu sangat tajam hingga membuat hatinya sakit. Namun, ini adalah langkah yang diambilnya. Jika berhenti di tengah jalan, art
Dya yang mendapati pertanyaan sang oma merasa bingung. Tidak tahu harus menjawab apa, mengingat mereka tidak menginap di vila yang diberikan sang oma.Berbanding terbalik dengan Dya, Kiki tampak tenang. Tak memikirkan apa yang harus dijawab. Tentu saja itu membuat Dya kesal. Harusnya Kiki yang memikirkan alasan ini karena Kiki yang mengubah rute perjalanan mereka.“Enak, Oma. Vilanya besar dan bisa langsung melihat laut dari vila.” Dya tersenyum ketika menjelaskan, meyakinkan sang oma agar percaya.“Pilihan oma memang tidak pernah salah.” Oma Clarisa tampak senang sekali.Naven memerhatikan perbincangan itu. Seketika dia teringat dengan ucapan Kiki yang tidak akan menyentuh Dya jika tidak ada cinta. Artinya sewaktu bulan madu mereka tidak melakukan apa pun.“Sudah, ayo makan. Aku sudah lapar.” Naven sengaja mengakhiri obrolan agar semua aman.“Iya, ayo, makan. Aku juga sudah lapar. Maklum ibu menyusui.” Nerissa ikut menimpali sang suami, tahu kondisi seperti apa.“Iya, ayo.” Dya pun la
“Bagus kalau begitu.” Oma Clarisa sangat senang semua anak, cucu, dan cicit berkumpul di rumah. Rumah jadi terasa ramai dan membuat rumah jadi hidup.Dya hanya memandangi Kiki, memikirkan kenapa Kiki menjawab seperti itu, padahal Dya mau menolak permintaan oma itu. Namun, Dya memikirkan jika bukannya bagus jika mereka berada dalam satu kamar. Mereka akan semakin dekat.“Baiklah, kalian lanjutkan saja mengobrolnya. Oma mau ke kamar. Mau istirahat.”Mama Ruby langsung bergerak membantu Oma Clarisa untuk bangun, kemudian mengantarkan Oma Clarisa ke kamar.Suasana ruang keluarga yang tadinya tegang, tiba-tiba berubah. Oma Clarisa memang selalu memaksa kehendaknya. Apalagi Oma Clarisa sudah tua, jadi seperti anak kecil yang harus dituruti. Jadi mau tidak mau semua menuruti keinginan Oma Clarisa.“Maafkan oma.” Naven menatap Kiki, merasa tidak enak dengan Kiki, apalagi sikap sang oma benar-benar memaksa sekali.“Tidak apa-apa, Pak.” Kiki mengulas senyumnya.“Oma sudah tua, jadi kadang memang
“Kita lihat saja.” Kiki yang selesai bicara segera berbalik dan keluar dari kamar. Melihat Kiki yang hilang dari pandangannya, Dya hanya bisa menangis. Tidak menyangka jika niat Kiki adalah itu. Ternyata pria itu ingin membuat dirinya yang melepaskan. Karena itu, suaminya itu terus memberikan jarak di antara mereka. “Aku berjanji tidak akan melepaskanmu. Apa pun yang terjadi.” Kiki yang keluar dari kamar segera menuju ke taman belakang yang berada di lantai bawah. Karena suasana tenang, dia bisa lebih nyaman. Untuk sejenak Kiki menyesali ucapannya. Harusnya, dia tidak perlu mengatakan niatnya. Karena Dya akan justru semakin kuat menghadapi semua sikap dinginnya. Jika seperti ini akan sulit lepas dari Dya. “Kamu sudah di sini.” Tiba-tiba pundak Kiki ditepuk, tentu saja itu membuat Kiki terkejut. Buru-buru dia menoleh ke belakang dan mendapati Naven di sana. “Pak Naven.” “Maaf aku membuatmu terkejut.” Naven tertawa ketika melihat wajah Kiki yang seketika panik sa
Dya bangun lebih dulu dibanding Kiki. Saat bangun, dia melihat Kiki yang masih tampak pulas. Tidur menghadap ke punggung sofa. Saat turun dari tempat tidur, langkahnya diayunkan ke kamar mandi. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat Kiki yang tiba-tiba berbalik. Tampak Kiki menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan. Melihat Kiki yang kedinginan, pandangan Dya beralih ke pendingin ruangan. Terlihat suhu memang berada di paling dingin. Jadi wajar jika Kiki kedinginan. Tak tega melihat Kiki yang kedinginan, Dya langsung memilih untuk mematikan pendingin ruangan. Pandangannya kembali ke Kiki yang pastinya kini terasa hangat. Untuk memastikan, Dya memilih untuk menghampiri Kiki. Melihat wajah Kiki yang tadinya putih pucat, berubah kemerahan, menandakan jika Kiki sudah lebih hangat. Saat memandangi wajah Kiki, ada rasa tertarik Dya untuk memandang lebih lama. Karena itu, Dya memilih berjongkok untuk dapat melihat wajah Kiki dari dekat. Melihat wajah pulas
Usai menginap di rumah Oma Clarisa, Kiki dan Dya kembali pulang. Tak ada interaksi lebih setelah itu. Mereka berdua sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Apalagi banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Hari ini Dya diminta mengecek persiapan event akan diadakan. Apakah booth-booth sudah dipasang atau belum. Dya pergi bersama dengan beberapa teman-temannya. Beruntung semua berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Booth mulai terpasang dari beberapa stand fashion. “Sepertinya kita cari makan siang di sini saja sebelum kembali ke kantor.” Seorang teman memberikan ide. “Kalau begitu ayo kita cari restorannya.” Dya ikut saja dengan teman-temannya. “Baiklah.” Mereka semua segera ke restoran yang berada di mal. Memesan makanan dan makan bersama. “Apa kalian tahu, jika Aldo kemarin minum obat perangsang yang kamu berikan. Alhasil, dia tidak bisa kerja hari ini karena kelelahan semalam bersama istrinya.” Seorang teman bergosip menceritakan tentang teman mereka. “Dasar pria gila. Bis
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak