Suasana mendadak heboh. Ariana melarikan diri setelah berhasil melewati para penjaga yang lengah. Mereka langsung berpencar untuk mengejar Ariana yang telah pergi membawa kipas maroon miliknya.
Brak!
Ariana tersungkur ketika menghindari anak panah yang akan menghantam kakinya. Kevin dan Tara tampak mulai mendekat dengan kudanya. Ariana yang tidak menyerah kembali beridiri dan berlari sekuat tenaga. Tepian jurang yang ditumbuhi pepohonan membuat langkahnya terhenti. Namun, dikarenakan Kevin dan Tara yang sudah dekat Ariana sepontan berlari ke arah jurang.
“Ariana!” Sorak Kevin yang terkejut dengan tingkah gadis itu.
Sekejap saja, Ariana hilang dari pandangan mata bersamaan dengan suara hantaman di dasar jurang. Kevin terduduk lemas setelah gagal menyelamatkan gadis itu.
“Sepertinya … dia terjatuh bersama pepohonan yang lapuk. Jurang ini dalam dan banyak hewan buas, jangan berpikir untuk mengeceknya ke bawah Tuan!” pesa
Brak!Kevin yang tidak punya pilihan lain langsung menabrakkan tubuhnya ke tubuh Alva agar bisa terhindar dari serang anak panah itu. Tanpa membuang waktu, mereka kembali berdiri dan melihat anak panah yang sudah tertancap di bekas pertarungan Alva.“Pergilah! Jangan ganggu pertarunganku!” ucap Kevin pada Alva.Mendengar hal itu Alva menjadi jengkel. Dia mengeluarkan botol kecil dan menyelupkan senjatanya pada ramuan di dalam botol.“Jangan meremehkanku!”Syutt!Alva melempar dua pisau kecilnya ke tubuh lawan.“Bodoh … turuti saja ucapanku sekarang!” ucap Kevin kesal.Kevin mengempal tangan kanannya dan memberi sebuah pukulan pada pipi kiri Alva. Tanpa memberi kesempatan untuk membalas, Kevin langsung mendorong tubh Alva agar menjauh.Syutt!Tak!Lagi dan lagi anak panah berhasil Kevin hindari. Dia menatap tajam Anya yang masih bersiap membidiknya.&ld
Alva dan Bian serta Kevin berpencar untuk mencari lokasi penukaran buronan. Berulang kali mereka memeriksa setiap pelosok hutan namun tidak menemukan satu tanda pun, yang mereka temukan hanyalah gerombolan rusa yang sedang mencari makan dan memandang dengan curiga.Hingga pada waktu yang ditentukan, mereka kembali ke tempat yang dijanjikan tanpa membawa satu informasi penting pun. Bian yang masih menjaga jarak dengan Kevin hanya menyampaikan pesannya padaAlva.Ting!Alva terkejut ketika Kevin mengayunkan pedangnya seolah sedang menangkis sesuatu. Tak berselang lama sebuah anak panah terjatuh di tanah setelah beradu dengan pedang milik Kevin itu. Mereka sama-sama terkejut, dan segera memasang posisi siaga.Syut!Ting!Dengan cepat Kevin mengayunkan pedangnya dan menangkis anak panah yang datang.“Di mana mereka?” bisik Kevin.Wusssh!Dua kipas Bian melewati mereka, melayang menuju dua batang pohon untuk
Tubuh yang masih berdenyut menahan rasa nyeri harus bertahan dengan rasa sakit dari tali yang mengikat tangan dan kaki yang cukup kencang. Alva menyadari jika dirinya sudah berada di sebuah pondok kecil dan terikat di sebuah kursi. Sel tahanan yang terbuat dari kayu mengelilinginya membentuk sebuah persegi.Kreet!Pintu pondok terbuka saat seorang wanita memasuki tempat itu dengan membawa sebuah ember kecil. Melihat Alva sudah tersadar, wanita itu sontak menampakkan senyuman manisnya pada Alva. Bukannya senang, Alva justru merasakan sesuatu yang berbeda dari senyuman wanita itu. Sebuah senyuman yang menunjukkan satu perbedaan pada jiwa seorang manusia.“Sudah bangun manis?” tanya wanita itu sambil membuka pintu tahanan.Alva memandangi wanita itu hingga tak berkedip untuk beberapa saat.“Jangan menatapaku seperti itu! Kenapa kau melihatku seolah aku penjahat?” tanya wanita itu dengan suara lemah lembutnya.“Aww!
Alva sudah menatap langit-langit yang sama selama dua hari di dalam ruang tahanan yang sangat sederhana. Kegelisahan yang kian menjadi hanya menjadi keputusasaan baginya. Kevin yang masih belum tahu kabarnya dan Bian yang tidak tahu bagaimana nasibnya membuatnya semakin sulit untuk tidur dengan nyenyak.Alva berbaring di atas jerami yang menjadi alas tidurnya di tempat itu. Beberapa kali ia melirik arah pintu utama dan berharap siapa pun datang menolongnya.“Benda ini membuatku tidak berdaya,” gerutunya.Gelang besi yang terikat erat di lengan atasnya membuatnya tenaganya selalu habis lebih lebih cepat. Gelang yang berisikan obat dan jarum selalu menekan jumlah gerak yang bisa dia lakukan. Sebentar saja jantungnya berdebar kencang, maka dia akan kewalahan dan tenaganya habis terbuang sia-sia. Dia juga sudah mencoba untuk melepaskan gelang itu dengan cara apapun, namun tidak berhasil dan hanya menyakiti dirinya sendiri.Drap!Alva menole
Suara berisik jangkrik mulai memekakkan telinga. Hari yang menggelap dan udara yang mendingin menandakan matahari sudah kembali ke pengaduannya.“Grrrr!”Krak!“Hmmmph!”Deg!Wuush!Tak!Brak!Bian membuka matanya secara perlahan. Matanya langsung tertuju dengan harimau yang juga sedang memandanginya dengan tajam. Dengan tubuh yang masih bersandar di pohon, Bian menatap balik harimau itu dengan matanya yang sayu. Dengusan dan langkah kaki yang tegas harimau itu tampakkan, perlahan ia mendekati Bian yang menjadi incarannya.Wusssh!Krak!Kedua kipas Bian berputar di depannya lau menancap di sisi kiri dan kanan gadis itu.“Grrr!” harimau itu tak mau kalah. Dia mulai mengintimidasi Bian yang hanya duduk memandanginya.Bian mengatur napasnya, setelah beberapa lama dia terpejam ia kembali membuka matanya.Krak!Harimau itu spontan mundur ketika mera
Bian tidak memberi respon apa-apa dan tetap tak mengalihkan pandangannya dari mata pria itu. Pria itu tersenyum kecut dan meletakkan gelasnya di atas nampan pelayan istana.“Jangan menatapku seperti itu! Perkenalkan namaku Clay Daffin, putra mahkota Kerajaan Daya. Namamu siapa? Kulihat dari tadi kau sendirian saja,” tanya Clay sambil mengulurkan tangan kanannya.Bian melangkahkan kaki kirinya ke belakang, lalu disusul kaki kanannya. Dia berlari meninggalkan Clay sendirian.“Hei mau ke mana?” sorak Clay bingung.“Apa aku semenakutkan itu?” gerutunya yang tidak mencoba mengejar.Drap!Bian berhenti di ujung aula yang mulai sepi oleh penikmat pesta. Lorong istana yang longgar penjagaan membuat Bian berniat menyusuri ruangan itu.“Hei!”Deg!Bian kembali terkejut ketika bahunya ditepuk oleh seorang pria.“Kau mau ke toilet? Sebelah kanan sana! Di sini area pelayan
Teng!Alva langsung melihat tempat yang menjadi asal suara itu. Sebuah tempat di samping istana telah ramai dikunjungi warga. Mereka tampak sibuk berdesakan mengerumuni tempat itu.Deg!Mata Alva terbelalak saat melihat bendera hitam telah berkibar di tempat itu.“Tidak mungkin … eksekusi? Gawat!” gumamnya.“Apa yang harus kita lakukan? Ini baru sehari setelah penyelamatanku. Apa dia berniat memancingku untuk keluar?” tanya Alva.“Kita harus menyelamatkannya sebelum menyentuh benda besar itu,” jawab Bian.“Jumlah mereka banyak, pemanahnya juga sudah bersiap di sekitaran benteng. Bagaimana cara kita membawa Kevin dan teman-temannya keluar dengan selamat?”Alva melirik Bian yang sama-sama tertuju pada Istana Alta yang ramai dikunjungi warga.“Aku hanya punya satu rencana dan aku harap ini berhasil. Pada kali ini, aku berharap besar padamu!” ungkap Alv
Saat hari semakin menggelap cahaya api unggun terlihat semakin terang. Bian masih terlelap melepas lelah. Sedangkan Kevin sudah sadar dan ikut membantu Alva menyiapkan makanan yang telah mereka dapatkan.“Kau yakin dia tidak apa-apa?” tanya Kevin.“Tidak apa-apa, dia hanya kelelahan. Aku yakin dia tidak tidur nyenyak sejak kita diserang. Daripada itu … sebenarnya itu yang ingin kutanyakan padamu. Apa kau tidak apa-apa?”Kevin menunduk dan melempar kayu ke dalam api unggun.“Sepertinya ada yang lebih membuatmu terpukul dari kematian anak buahmu. Apa itu?” tanya Alva.“Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku baik-baik saja … aku hanya butuh waktu untuk melewati semua ini.”Alva berdiri dan merenggangkan tubuhnya.“Jangan pernah berpikir untuk menggunakan ilmu itu padaku lagi!” gertak Kevin.Alva menghela napas dan duduk bersila kembali.“Kau
Syuut!Trang!Bian berhasil menangkis satu peluru yang hampir mengenainya. Ruangan itu tampak hening meskipun pasukan profesor telah bersiap-siap untuk pergi.“Dua? Tiga? Mereka hanya sedikit namun mereka menyebar dalam ruangan ini. Aku tidak tahu pasti di mana mereka. Yang bisa kulakukan adalah menunggu mereka menyerang,” pikir Bian.Profesor dan yang lain mulai bergerak.Trang!“Ketemu!”Wuush!Ngiiing!“Arrrgh!”Teriakan itu pun seketika berhenti.“Dia berniat mengejar mereka. Setidaknya itu bisa memperingatkan yang lain jika mereka lebih aman jika diam di tempat!”Syyut!Trang!“Arrgh!” Bian terduduk ketika salah satu peluru mengenai perut bagian bawahnya. Darahnya mulai mengalir deras.“Setidaknya aku menemukan satu dari mereka!”Wuush!“Arrrgh!”“Tinggal satu lagi. Aku harus mencarinya sebelum aku kehabisan darah. Di mana kau?” gerutunya. “Perasaanku mulai tidak tenang! Aku harap dia baik-baik saja!” pikir Alva.“Alva! Jangan melamun!” sorak Kevin.Dor!Suara pistol mulai kemba
Pulau Gati telah terlihat. Mereka mulai memenuhi pelabuhan yang tetap ramai seperti biasa.“Prof. Pulau ini memang memiliki banyak pelabuhan. Tetapi … melihat mereka yang sudah tahu dengan kedatangan kita. Bukannya hal yang mungkin jika mereka sudah melarikan diri atau pun mereka membunuh kita saat tiba?” bisik Alva.“Benar. Tetapi … lihatlah sekitar laut! Kapal-kapal itu bukan berlayar tanpa alasan. Mereka berpatroli dan mengepung pulau ini agar tidak ada yang melarikan diri.”“Lalu … kenapa mereka bisa menyerang kita kemaren?”“Itu karena kita sudah masuk wilayah dalam penjagaan. Maksudnya kita sudah masuk dalam sarang mereka, sedangkan para kapal hanya berjaga dalam jarak tertentu agar mereka tidak keluar. Mereka harus menjaga jarak agar tidak mudah diserang musuh. Kemungkinan besar, kemaren mereka masuk melalui penyusupan.”“Apa kalian semua tahu soal kapal penjaga itu?”“Tidak. Aku tidak percaya dengan anak buahku sekarang. Aku merasa salah satu dari teman-temanmu itu ada yang me
Angin laut mulai berhembus kencang. Dua kamar yang dipesan, satu untuk Bian dan satu untuk Alva dan Kevin secara bergantian. Cara terbaik untuk lebih menghemat uang, mengingat mereka masih harus menyewa satu kapal lagi. Namun, sebuah pertemuan yang tidak diduga. Alva kembali bertemu dengan rombongan sang profesor.“Kau … masih hidup?” tanya profesor yang melihat Bian diantara mereka.“Umurnya lebih panjang dari dugaan. Kenapa? Kalian hendak membunuhnya lagi? Jika iya, maka langkahi dulu mayatku!” terang Kevin memasang badan dengan nada tegasnya.“Kau … siapa?” tanya anggota yang lain.“Aku adalah orang yang mengobatinya setelah terjatuh dari tebing itu. Karena itu … aku tidak akan terima jika ada orang yang akan melukainya lagi!”Deg!“Sudahlah … kita tidak ada urusan lagi dengan Lingkar Hitam. Sekarang misi kita hanyalah Regu Venom,” terang profesor.“Kebetulan sekali Prof! Kami memang hendak ikut membantu penyerangan itu!” ucap Alva.“Dari mana kau tahu soal penyerangan itu?”“Seseo
Alva sedikit menenggak ludah lantaran jendral membicarakan soal Lingkar Hijau.“Tuan … apa anda mengetahui semua urusan istana?” tanya Kevin.“Beberapa. Terkadang mereka merahasiakannya dariku!”“Apa Tuan … tahu soal Ariana?” sambung Alva.“Tentu saja. Aku sangat kecewa pada diriku sendiri yang tidak bisa ada untuknya. Saat pemindahan ke Rubi bahkan saat pengirimannya ke perbatasan … aku tidak tahu soal kebijakan itu karena aku sibuk mengurus daerah Timur. Tahu-tahu … dia sudah tidak ada di tempat. Saat aku ingin menjenguknya di Istana Rubi … aku dilarang keras oleh Petinggi. Karena itu … aku hanya bisa mengirim sedikit hadiah dariku melalui pelayan untuknya. Aku pun tidak tahu apa itu benar – benar tersampaikan padanya atau tidak.”“Bahkan anda tidak mengetahui soal pemindahan itu?”“Iya. Rasanya sedih, aku tidak tahu kenapa. Sepertinya mereka berniat menjauhkanku darinya. Padahal aku sangat menyayanginya. Meskipun banyak muncul gosip yang tidak mengenakkan, bagiku … aku sudah menga
Ting!Bian berhasil menangkis pedang yang hampir memenggal leher pangeran.Buk!Penyusup itu tertatih – tatih lantaran kakinya yang terasa amat nyeri. Alva dan Kevin pun segera keluar dan membantu mereka.“Alva! Anak itu!” panggil Bian.Alva menoleh dan melihat pangeran yang mulai memucat. Dia mendekat dan mengecek keadaannya.Sreet!Dia pun menyobek lengan baju pangeran yang telah berlumuran darah.“Membiru!” batinnya.Dia pun menoleh kesekitaran yang terlihat sepi.“Ck … keadaan seperti ini pun tidak ada medis yang berjaga?” gumamnya.“Aku harus memberikan pertolongan pertama padanya!” sambungnya.“Arrgh!”Anindira pun mulai terkena sayatan pedang.“Mereka hanya bertiga … tetapi menjadi sulit karena mereka pengguna racun meskipun memang satu lawan satu,” batin kevin.Dengan matanya yang mulai berkunang-kunang, Anindira tetap berusaha melihat pertarungan di sekitarnya. Musuh yang mulai mengabaikannya mulai mengambil ancang-ancang untuk menyerang yang lain.Matanya terbelalak saat mel
Semuanya langsung terfokus pada suara yang berasal dari tempat duduk sekitaran ratu. Pedang Ro telah menancap di langit-langit setelah dihadang oleh kipas Bian. Alva yang merupakan sasaran pedang itu seketika menjadi panas dingin setelah melihat kipas Bian yang menancap pada dinding batu. “Cerdik sekali Tuan Puteri! Sebaiknya jangan lakukan itu lagi! Jangan sembrono! Semua tempat ini dalam jangkauan kami!” gertak Kevin yang sebenarnya terkejut dengan kejadian itu. “Itu … karena kemampuannya! Kau sudah membunuhnya tadi! Dia menggunakan semacam sugesti pada Yang Mulia Ratu! Kami memang merubah sistem kerajaan semenjak pemerintahan Ratu Indriana. Kami memang mengasingkan Puteri Ariana karena kami takut ramalan itu benar. Kami hanya melakukan tugas kami untuk melindungi kerajaan!” “Ramalan ya! Sepertinya ramalan itu benar! Sebuah kebetulan! Dia datang kembali setelah enam tahun lamanya dengan kemampuannya yang tidak bisa dinalar oleh otak. Bagaimana menurutmu? Dia benar-benar datang unt
Srak!Drap!Dua ekor kuda kembali berpacu. Bedanya kini Bian menunggangi kuda yang sama bersama Kevin. Alva yang telah kembali normal telah mendengar semua cerita beberapa hari yang lalu. Malu dan bersalah, setidaknya itulah yang dia rasakan saat menatap mata Bian.“Maaf, aku tidak pernah tahu apa yang terjadi ketika tubuhku berusaha melawan racun!”Itulah pembelaan yang dia katakan ketika tangan Bian mendadak dingin saat ia tarik agar mau mendengarnya berbicara. Sesudah itu, mereka masih belum ada bicara hingga saat ini.Canggung!“Aku penasaran siapa yang menyerang kita kemaren!” ucap Alva.“Sepertinya hanya perampok! Aku tidak menemukan apapun yang mencurigakan dari salah satu anggota mereka.”“Hmm … mereka hebat juga!”“Kuakui itu. Mungkin mereka mantan dari suatu perkumpulan!”“Ngomong-ngomong … kita akan masuk dari mana? Penjagaan di istana itu pasti sangat ketat!”“Aku sudah tahu jalan masuknya. Kita akan masuk dari Istana Rubi. Tempat itu sangat dekat dengan ruang kerja peting
Drap!Srak!Dua ekor kuda berlari dengan kencang ke arah ibu kota Kerajaan Amara. Tempat yang harus di tempuh selama tiga hari dengan berkuda tanpa halangan.“Kau benar – benar sudah tidak apa-apa?” tanya Alva.“Tentu saja, aku baik-baik saja. Perasaanku jauh lebih baik setelah memukulmu!”“Haa? Tidak terdengar seperti pujian untukku!” jawab Alva.“Yaa … setidaknya kau harus meningkatkan bentuk tubuhmu agar bisa bertahan dengan serangan mendadakku. Kulihat tanganmu membiru!”“Tak bisakah sedikit saja kau merasa berdosa padaku setelah melakukan hal itu?”“Kenapa? Kau sendiri yang memanasiku! Kau harus terima resikonya!”Alva hanya bisa tersenyum mengiyakan pernyataan Kevin yang benar.“Pinggangmu tidak sakit duduk menyamping begitu?” tanya Alva pada Bian.“Ini lebih baik!”“Alva, awas!” teriak Kevin.“Ngiiik!” Kuda yang mereka tunggangi sontak menukik. Dengan sigap Alva memeluk Bian dan memposisikannya agar tidak langsung terjatuh ke tanah.Trak!Kevin melepas anak panahnya ke tempat k
“Ternyata begini caramu memandangi nasib ya?” ejek Alva.Kevin hanya berdecak dan mengabaikannya.“Aku kira kau akan memilih balas dendam seperti sebelumnya!”Pria itu tampak terkejut dan memandangi Alva yang telah duduk di sampingnya.“Tidak ada yang memberitahuku. Aku hanya menebak ke mana kau pergi selama dua tahunan itu. ““Kenapa aku harus mencari jauh-jauh jika orang yang kucari ada di depan mata?” tanya Kevin dengan tatapannya yang tajam.“K-kau bercanda’kan?”Srak!Brak!“Uggh!” Alva terhempas jauh setelah berhasil menangkis serangan Kevin yang mendadak.“Sebaiknya kau jangan ikut campur!” gertak Kevin pada Bian yang hendak mendekat.“Sialan. Ternyata kau serius … baiklah jika itu maumu! Akan aku layani dengan serius!” ucap Alva riang.Syuut!Trak!Bian hanya bisa diam memandangi Alva dan Kevin saling beradu pukulan. Beberapa kali mereka saling terhempas akibat serangan bertenaga mereka. Dia pun berpindah ke atas pohon yang lebih teduh.Setelah tiga puluh menit berlalu, pertar