Luke duduk dengan tenang di samping laki-laki yang tengah menyetir dengan rahang mengeras. Laki-laki itu Jeffrey dan Jeffrey sedang marah. Tapi Luke tahu kalau ia tidak perlu melakukan apapun untuk membuat amarah orang itu meledak padanya.
“Aku yang keliru atau kamu memang semakin berengsek?” Suara Jeffrey terdengar rendah dan serak. Luke tahu orang itu terlalu menahan emosinya.
“Kita sama-sama tahu kalau aku memang berengsek.” Luke tersenyum. Ia sedikit bangga pada dirinya yang sangat tahu tabiat temannya itu.
“Tingkat keberengsekanmu naik ke tingkat yang lebih berbahaya.” Jeffrey menyahut dengan geraman di akhir kalimatnya. Tapi Luke malah tertawa pelan.
“Semakin berbahaya, maka Phoenix akan semakin hidup.” Nada suara itu terisi dengan kekejaman. Kekeh kecil muncul dari sela-sela bibirnya.
“Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa ada jiwa sialan dalam tubuh rupawan? Iblis seharusnya tidak hidup di dunia manusia.” Jeffrey membelo
Warning! Terdapat kata-kata kasar! Hanya untuk keperluan cerita! Tidak untuk ditiru!
Rena melangkah menuju perpustakaan dengan sangat pelan. Meski tubuhnya masih terasa sakit, ia bertekad untuk mengerjakan berkasnya. Tubuhnya memang kesakitan, tapi pendidikannya adalah yang utama. Selain itu ada yang mengganjal di hatinya, Rena memang tidak merasakan nyaman di hatinya. Rasa tidak nyaman karena pembicaraan tadi dan karena meninggalkan teman-temannya tanpa pamit. Dia tidak terbiasa untuk bersikap egois hingga bersikap sedikit egois seperti tadi berhasil sedikit mengganggunya. Kepala Rena sampai terasa penuh karena rasa bersalah. “Oh! Hai, Rena Martin!” Seorang perempuan memanggil nama Rena dan Rena menatapnya untuk menemukan perempuan itu melihat ke arah jam tangannya sebentar. Perempuan itu adalah seorang dosen sekaligus penjaga perpustakaan yang sudah cukup akrab dengannya. Rena memang sangat menyukai perpustakaan, oleh karena itulah penjaga perpustakaan jadi mengenalnya. “Selamat pagi.” Ini pukul 10.32 am, masih pagi. “Selamat
“Bagaimana kabar James?” Irene mencoba mencairkan atmosfer beku sejak Rena pergi tadi. Tidak ada yang menyukai keadaan itu, jadi dia memutuskan mencoba untuk memecahkan suasana. “Baik. Anak itu baik-baik saja.” Ben tersenyum, mengingat betapa menggemaskannya kaki tangan paling diandalkannya itu. “Terkadang aku merasa kasihan padanya. Ia masih terlalu kecil untuk pekerjaan mengerikan itu.” Amora ikut menimpali. James sangat menggemaskan untuk mahasiswa yang memasuki semester awal. Jadi dia tidak bisa membayangkan kalau anak itu telah bekerja di bidang yang mengerikan. “Ben menyayangi anak itu, James tidak akan disakiti. Dia tidak akan membiarkan seseorang yang dia sayangi berada di dalam masalah.” Bella mengerti bagaimana Amora mencintai anak itu. James telah Amora anggap bagai putra sendiri. “Tapi bagaimana bisa anak sekecil itu menarik pelatuk dan melesakkan peluru di antara mata seseorang? Itu terlalu mengerikan untuk anak seusianya.” Amora berkata dengan rasa khawatir yang kenta
Luke benci rumah sakit karena di tempat itulah ia melihat orang yang pernah dicintainya meraung penuh kesedihan. Jadilah Luke membawa tubuh lunglai Rena ke rumah mereka yang besar dan memanggil Helena untuk segera datang. Luke sudah meminta Amora untuk mengganti baju Rena tadi, tepat setelah mereka tiba. Mencoba membuat tubuh kurus itu merasa nyaman meski ia sendiri merasa tidak nyaman mendengar ada banyaknya luka-luka yang pasti menyakitkan. “Bagaimana keadaan Rena? Apa ada sesuatu yang buruk?” Luke yang baru saja datang dari menerima beberapa panggilan segera bertanya, ia tampak khawatir. Ia mendapatkan panggilan dari pekerjaannya sementara Helena memeriksa keadaan Rena yang masih belum sadar. “Rena baik-baik saja. Luka karena pemukulan tidak banyak bertambah buruk dan hanya ada sedikit luka baru. Ia hanya perlu istirahat dan meminum obatnya dengan teratur agar bisa sembuh total.” Helena menyahut dengan tenang sambil mengemas peralatannya. Ia akan pergi setelah ini, karena pekerja
Saat Luke kembali, ia mendapatkan kekacauan. Tadi siang Luke memang kembali ke kantornya untuk menyelesaikan beberapa urusan. Setelahnya ia hanya ingin pulang ke rumah, melihat calon istrinya dan dilayani dengan sangat baik oleh perempuan bertubuh kurus itu. Meski Rena terluka, tapi Luke tidak bisa menyangkal tentang keluarbiasaan perempuan itu dalam melayaninya. Seperti apa yang terjadi tadi siang, setelah Rena memakan bubur dan meminum obatnya, ia malah segera membantu Luke untuk bersiap-siap. Tapi Luke benar-benar bingung sekarang. Hari sudah mulai gelap, namun semua lampu di rumah itu belum dinyalakan, kecuali lampu kamarnya. Ia juga tidak melihat Rena dan Jeffrey di manapun di lantai bawah. Mereka hanya tinggal bertiga, tapi ini cukup aneh untuk tidak melihat Jeffrey di ruang keluarga dan tidak menemukan Rena di dapur. Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya, suara pekikan terdengar dari arah atas, dari kamarnya. Luke segera pergi ke tempat itu dengan langkah se
Luke menggeram dengan suara yang seperti berasal dari belakang tenggorokan. Luke terengah-engah, itu merupakan salah satu pencapaian paling tidak nikmat yang pernah dirasakannya. Karena Luke sedang merasa tidak baik, benar-benar tidak baik. Sedangkan Jane melenguh saat Luke menarik diri. Lalu Luke merebahkan tubuh di sebelah kanan tubuh mungil itu. _"Jangan pernah mencintai. Jangan pernah jatuh cinta. Cinta akan menghancurkanmu. Cinta bisa menjatuhkanmu.”_ Luke mendesis karena ingatan tadi sore saat ayahnya meneleponnya masih terasa segar dalam ingatan. Jujur ia tersakiti, hatinya tersakiti. Ia tahu ia tidak bisa mencintai, tapi sesuatu di hatinya terasa berbeda. Luke memejamkan mata saat merasakan sebuah tangan melingkari perutnya dan rambut halus dari kepala yang mungil menyentuh dadanya. Luke tidak menginginkan apapun, kecuali memandang bayangan Rena di pelupuk mata. Sedangkan Jane hanya terdiam saat keheningan menyelimuti mereka. Jane sungg
Sudah cukup lama sejak Rena membiarkan tubuh kurusnya ditelan pintu kamar mandi. Sedangkan Luke berdiri dari tempat ia duduk, merasa gairah semakin membakar dirinya. Dengan cepat mengangkat tangannya, membuka satu persatu kancing kemeja lalu melepaskannya dan membiarkannya jatuh lunglai ke lantai. Luke lalu berjalan tanpa suara. Ia mencari sosok itu dengan mata bulatnya, berniat memberi sedikit kejutan untuk calon istrinya. Hingga Luke melihatnya, tubuh itu berdiri di dekat keran, punggungnya tampak menggairahkan. “Rena.” Luke bisa merasakan tubuh Rena yang tersentak karena sentuhannya yang terlalu tiba-tiba. Luke mengusap-usap bahu dan lengan atas Rena seraya mengecup tengkuk dan leher calon istrinya tanpa henti. Rena awalnya terkejut, tapi ia akhirnya menjenjangkan leher sebagai bentuk penyerahan diri. Rena akan membiarkan dirinya terbakar gairah yang ada di dalam Luke. “Aku ingin kamu menghiburku.” Luke berujar rendah di perpotongan leher Rena lalu memeluk pinggang kurus itu. Luke
Jeffrey mencuci piring dengan gerakan yang ceroboh dan Rena tersenyum geli. Tadi Rena hendak mencuci piring-piring itu, tapi Jeffrey menahannya. Jeffrey sangat-sangat peduli dengan perempuan itu. Dia masih terluka, mencuci piring mungkin bisa membuat luka di tangannya memburuk.“Tanganmu baik-baik saja?” Jeffrey berkata setelah meletakkan piring terakhir.“Sudah membaik, Luke yang tidak ingin aku membuatnya kembali terluka.” Rena sedikit tersenyum. Tanpa sengaja ia teringat suara rendah kekasihnya yang begitu membahagiakan.“Bagaimana bisa? Kalian berhubungan seks tapi kamu tidak kembali terluka?” Jeffrey mengangkat alisnya, mengabaikan Rena yang langsung sedikit menunduk.“Luke menahanku untuk tidak terus meremas tangan. Ia tidak ingin aku kembali terluka.” Suara Rena benar-benar lirih, wajah manis itu juga menunduk semakin dalam. Jeffrey sangat tahu kalau Rena adalah satu-satunya orang yang h
“Riana ...” Rena mencicit dengan suara yang terdengar lirih, masih merasa ini seperti mimpi. Riana adalah seorang kakak yang berasal dari panti asuhan yang sama dengannya, mereka terpisah karena ia diadopsi.Dua tahun yang lalu ia pernah mengunjungi panti asuhan itu diam-diam, sekedar untuk mencari tahu kehidupan kakaknya setelah mereka terpisah. Karena yang ia tahu Riana tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena masalah ekonomi, tapi yang ia dapatkan adalah Riana telah menghilang. Hingga sekarang mereka bertemu lagi, di sini, di rumah Luke yang besar dan mewah.“R-Riana ...” Rena kembali memanggil dengan lirih, tapi kali ini suaranya terdengar gemetar. Tidak dirasakannya lagi Luke yang melepaskan tautan tangan mereka. Luke membiarkan Rena tenggelam dalam rasa haru.“Rena, adikku.” Mata Riana telah berkaca-kaca dan setelah ia berkedip, setetes air mata menuruni pipi kanannya. Ia juga sama tidak perc
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia