Perlahan namun pasti.
-JinJai-
***
Jai menyusuri koridor kelas X dengan perasaan gembira, sesekali ia bersenandung ria. Suaranya itu cukup bagus, untuk ukuran seorang Jinny, namun untuk para siswi lain, suara Jai itu memukau, menusuk hingga kerelung hati terdalam, sungguh sangat lebay.
"Pagi kak," sapa salah satu siswi yang berpapasan dengan Jai di koridor.
"Pagi juga.." balas Jai seraya tersenyum manis.
"Ya ampun, sapaan gue dibales,"
"Lo liat kan ta
Hujan kali ini membawa satu hadiah terbaik, senyummu yang khusus untukku.- Jai -***Jai tengah bersandar santai di motornya, menunggu Jinny yang belum lewat-lewat sedari tadi, padahal saat Jai masih di kelas, Jinny sudah duluan keluar, entah kemana.Perlahan ia menghembuskan napasnya, dilihatnya awan yang mulai mendung, tampaknya akan segera hujan.Dari arah lain Jinny berjalan mengendap - ngendap, ia sengaja melakukannya agar Jai tak melihat dan memaksa Jinny untuk pulang bareng dengannya. Perlahan ia berjalan dan menoleh ke sana-kemari, beraharap Jai tak akan menyadari kenberadaannya di keru
Kesannya emang kayak bercanda, tapi serius, itu jujur dari lubuk hati gue yang terdalam.- Jai -***Jinny berjalan gontai di koridor sekolah, ia tak lagi bersemangat seperti biasanya. Sudah satu minggu Jai belum masuk ke sekolah, dan entah mengapa Jinny merasakan rindu akan kejahilannya. di rumah pun ia tak berani untuk memjenguk Jai, gengsi mengalahkan segalanya.Jinny melangkah masuk ke kelasnya dengan ogah-ogahan, tapi seketika ia tersenyum lebar kala mendapati Jai yang sedang memunggunginya. Jai terlihat asyik bercanda dengan para sahabatnya.Jinny berdehem pelan, menetralkan wajahnya agar terlihat biasa saja. Ia melangkah menuju bangkunya dan duduk diam disana.Jai tersenyum tipis, kala mendapati Jinny yang sudah ma
Dapetin hati lo itu kayak menggapai bintang, terlihat mustahil. Namun, gue akan tetep berjuang karna hati gue selalu berbisik bahwa tidak ada yang sulit dalam cinta.- Jai -***Jinny kini tengah memberengut kesal di tempat duduknya, ia menatap orang di depannya dengan perasaan jengkel, marah, dan kawan - kawannya.Sementara yang dipandangi hanya terkekeh pelan."Gue bilang juga apa, gak ada yang bisa nolak pesona gue,"Jinny berdecih pelan seraya mencibir ke arah Jai. Iya, saat ini Jinny sedang jalan bersama dengan Jai, dan berada disala
Jangan mengambil kesimpulan sendiri kalo lo belum tau yang sebenarnya.- JinJai -***"Jinn... Dia siapa?" Angga melepas pelukannya pada Jinny dan melirik orang yang sedang menanyakannya."Kenalin gue Angga," ucap Angga, ia tersenyum hangat sambil mengulurkan tangannya."Jinn.. dia siapa?" tanya Jai lagi.Angga terkekeh pelan lalu berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Jai."Kalo gue pacarnya Jinny, lo
Gue belum tau apa itu cinta yang sebenarnya, dan gue sama sekali belum nemu dimana letak jawabannya.- Jai -***"Ngapain lo disini?!" tanya Jinny, sedikit berteriak.Sementara orang di depannya hanya terkekeh pelan seraya menggaruk tengkuknya."Sana pulang!" ucap Jinny lagi."Siapa Jinn?" tanya Bita, mendengar anaknya yang sedari tadi seakan berteriak, akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri Jinny."Sore tante," ucap seseorang itu, berusaha untuk sopan."Oh iya, temannya Jinny ya?" tanya Bita."Saya Aldi tante, kakak kelasnya Jinny di sekolah,"Iya itu Aldi, orang itu yang kini tengah berada di depan Bita dan Jinny."Oh iya-iya, ayo masuk dulu," ajak Bita."Iy-"
Bukan cintanya yang salah, namun manusianya. Cinta takkan pernah salah orang, cinta juga tak pernah salah tempat ataupun waktu. Cinta tau mana yang harus disingkirkan dan mana yang harus diperjuangkan.- JinJai -***Hari ini SMA Merah Putih digemparkan oleh berita jadiannya Jinny dan Aldi, banyak yang menanggapinya dengan kata - kata pedas dan juga pandangan sinis saat mereka berdua sedang berjalan bersama, tidak terkecuali dengan Sindi and the geng. Mereka menatap Jinny sinis, bahkan sesekali mencibir.Sementara Jai berjalan dengan santainya, dengan earphone di telinganya ia berjalan tanpa melihat ataupun memperdulikan semua orang di sampingnya. Hari ini dan kedepannya akan menjadi hari yang berat baginya.Jai
Hanya dia yang berhati sampah, yang berani mainin hati cewek setulus lo.- Jai -***Suasana GOR terlihat sangat ramai, banyak siswi dari sekolah lain yang datang untuk menyemangati atau hanya sekedar melihat cowok - cowok tampan. Setelah melalui berbagai pertandingan dibeberapa hari yang lalu, tim putra dan putri SMA Merah Putih berhasil melaju ke babak semi final. Kali ini mereka harus menang untuk melaju ke final nanti. Dan untuk sesi pertama akan dimainkan oleh tim putra.Tim lawan juga terlihat sedang bersiap-siap, tahun lalu, mereka adalah juara pertama diturnamen ini. Jadi, mereka tak boleh diremehkan.Jai terlihat bersiap - siap di bangkunya, matanya sesekali meli
Gue gak akan percaya, karna orang yang gue cintai, gak mungkin sebejat itu.- Jinny -***Jinny melangkahkan kakinya gontai. Capek, dia sangat capek hari ini. Walaupun mengalami kemenangan, entah mengapa ia merasa sangat kesal. Jinny menyipitkan matanya, menatap lekat orang yang berada jauh di depannya, sepertinya ia mengenal orang itu dan dia adalah seorang pria. Karna penasaran Jinny mempercepat langkahnya dan mendekati pria itu. Mata Jinny melebar.."Ngapain lo disini?!" tanya Jinny, agak sedikit berteriak heboh.Pria itu, adalah Angg
Butuh kesabaran ekstra buat dapetin lo, dan kini gue harap lo mau nerima cinta gue.***Jai berdiri di sana, di atas panggung, lengkap dengan gitarnya. Ia melihat Jinny dari sana sambil tersenyum, sementara yang ditatap hanya diam melotot di tempatnya. "Gue berdiri di sini, buat ngungkapin perasaan gue sama seseorang." Jai masih menatap Jinny, sementara para penonton, khususnya wanita berteriak heboh."Terimakasih untuk dia yang sudah memakai gaun biru, warna kesukaan gue." Penonton kembali berteriak heboh, apalagi mereka yang juga memakai gaun biru. Berharap saja jika yang di maksud oleh Jai adalah me
Untuk hari yang spesial, tentunya harus tampil memukau.***"BANG TARA!!"Tok. Tok.. Tok.Jinny tak ada hentinya mengetuk pintu kamar Tara, sudah sedari tadi ia teriak sampai habis suara namun sama sekali tak di dengar oleh Tara. Jinny semakin kesal dibuatnya, ia menatap pintu kamar itu lekat.Brakk.."JINNY! SUARA APA ITU?""ANJING TETANGGA NABRAK PAGAR MA." Jinny mendengus sebal sambil
Kekhawatiranmu, membuatku tersadar, apa mungkin kau juga punya rasa?***"Harusnya lo itu langsung lari aja!"Jai memarahi Jinny habis-habisan, ia merasa sangat panas saat melihat Luis memegang tangan Jinny begitu. Sedangkan Jinny hanya diam di tempatnya sambil menundukkan kepalanya."Maaf," Jai tertegun, ia menatap perempuan yang ada di hadapannya itu lekat. Jai menjulurkan tangannya dan menghapus air mata yang telah menetes di pipi Jinny. Ia benar-benar bodoh, mengapa ia bisa kelepasan seperti ini. Apalagi sampai membuat Jinny menangis begini, kalau sudah begini, apa bedanya ia dengan laki-laki brengs
Bukan gak mau, hanya mencari waktu yang tepat saja.***"Jai kampret!" Jai menutup telinganya rapat-rapat. Sudah sejak tadi Sasya terus mengomelinya, beginilah, begitulah, ia bosan, bosan dan bosan. Ia mengerti maksud dari Sasya itu baik, hanya saja dia butuh waktu yang tepat. Untuk saat ini mentalnya belum terlalu kuat."Jai, lo ngerti gak sih? Gue gemes deh sama kalian, sama-sama gengsi, udah sama-sama cinta aja masih ditutup-tutupin." Sasya mulai mendesah frustasi. Angga yang berada di sampingnya hanya terkekeh geli melihat kelakuan pacarnya itu."Iya Sya, gue ngerti." Jawab Jai.
Mungkin ini jawaban, dari lelahnya menunggu.***Jai memegang erat buku di tangannya. Dalam hati ia tak henti bersyukur, akhir dari perjuangan ini sangat memuaskan, setidaknya cinta pertamanya tak berakhir dengan kisah yang tak terbalaskan."Sasya, cepetan."Jai melotot, sesegera mungkin ia berlari ke bangkunya lalu menyembunyikan buku di tangannya ke dalam laci meja. Ia merogoh sakunya, mengambil sebuah ponsel dari sana dan pura-pura memainkannya."Sya, cepetan elah." Teriak Jinny, kini ia sudah berada di dalam kelas, dan sedikit terkejut karna melihat Jai juga ada di sana. 
Kalau memang cinta, katakan saja, kenapa harus takut? kenapa harus malu?***Sudah dua minggu sejak Jinny terbaring lemah di rumah sakit, dan kini ia bisa bersekolah seperti biasanya. Jinny menatap gerbang sekolahnya lekat, ia merindukam sekolahnya ini.Jinny melangkah memasuki sekolahnya, ia menoleh pada Pak Ujang yang sedang asyik meminum kopinya."Pagi, pak Ujang." Sapanya.Pak Ujang menoleh lalu ia tersenyum hangat pada Jinny."Eh, ada neng geulis, udah sembuh neng?"Jinny mengangguk menanggapi pertanyaan pak Ujang, setelah itu ia pamit menuju kelasnya."JINNNNNNYYY!!!" teriak Sasya, heboh, ia segera berlari dan berhambur ke pelukan sahabatnya itu."Gue kangen sama lo."Jinny berdecih. "Alay
Gak nyangka aja, lo bisa berbuat sekeji itu.***"Gue bisa bantu kalian nyari siapa pelaku sebenarnya."Jai terdiam di tempatnya, begitu pula dengan beberapa orang yang berada di sana. Tara maju mendekat ke arah Sindi."Gue harap lo serius sama kata-kata lo." Setelah mengucapkannya, Tara membuka ikatan Sindi dan membiarkannya mencari bukti siapa pelaku sebenarnya.Sementara Mawar, masih dibiarkan terikat karna ada sesuatu yang harus mereka tanyakan. Zidan menatap wajah sepupunya itu, dalam hati juga ia kasian, tapi kalo dia bersalah, Zidan tak akan segan-segan untuk menghabisinya.
Siapapun itu, gak bakal dapat maaf dari gue. Kalo dia udah nyakitin seseorang yang gue sayang.- Jai -***Jai masih duduk di bangku kantin dengan wajah lesu, ia sangat lelah, juga sangat frustasi. Sudah dua malam ia tak tidur karna terus menunggu Jinny yang berada di rumah sakit. Kata Dokter, tulang belakang Jinny mengalami keretakan akibat pukulan benda keras. Jai kembali memeras otaknya, memikirkan siapa pelaku sebenarnya.Apakah Mawar dan Sindi? Ataukah orang lain? Batin Jai terus berdebat.Sampai sebuah pukulan mendarat indah di tengkuknya. Jai mendongak dan mendapati para sahabatnya yang sudah duduk manis di tempat masing-masing."
Satu waktu, di satu tempat yang terasa hitam dan gelap, aku melihatmu sebagai cahaya yang terang.- Jinny -***Jinny mengemasi buku-bukunya dan memasukkan kedalam tas berwarna pink miliknya- hadiah dari papanya saat ia berulang tahun yang ke-16. Sesekali ia tersenyum dan tertawa menanggapi lelucon yang di lontarkan oleh Sasya."Jinn.."Jinny menoleh dan mengerutkan keningnya, menatap Sasya bingung."Pangeran lo nungguin tuh," ucap Sasya seraya menunjuk orang yang tengah bersandar di pintu kelas, menunggu Jinny."Pangeran, pala lo peang." Dengus Jinny seraya menatap orang itu jengah, namun tak sengaja matanya menatap orang yang masih dudu