“Mami.. Achell seneng banget deh bisa pergi berdua sama Mami.” Stefany menghentikan jari-jarinya yang sedang mengetikan sumpah serapah kepada Vero. Wanita itu mengangkat kepalanya, menatap Marchellia dibalik roda kemudi. Gadis cantik itu ternyata tengah mengulas senyum padanya. Terlihat sangat tulus. Suaranya yang gembira dan terdengar seperti anak remaja di usia lebih seperempat abad tak mengurangi kemurnian dalam menyampaikan isi hatinya. “Mami juga,” Stefany membalas senyum sang menantu. Marchellia– Stefany tidak akan menyangkal jika istri dari putra keduanya itu sangat baik. Dia hanya terlalu manja seperti Vero kepada ayah mertuanya. Orang tua Marchellia pasti begitu menyayangi anak bontotnya. Jika Vero hanya dimanjakan oleh Daddy-nya, Marchellia mendapatkan keseluruhan. Itu yang Stefany ketahui dari Clara. Ia tidak begitu dekat dengan Marchellia ataupun keluarga menantu keduanya. Mereka adalah keluarga-keluarga yang tidak tersentuh meski anak-anak mereka mengenal sejak kecil.
“Jess.. Jemput istri kamu di rumah orang tuanya.” Gerakan Jessen melepas tali sepatunya di ruang keluarga terhenti, “Papi darimana tau Achell disana?!” “Dia abis bikin Mami kamu masuk rumah sakit.” Ucap Vero terkesan seperti mengadu. “Mami kamu shock liat kelakuan dia sama Maminya di Mall. Nggak tau kronologi pastinya, yang pasti Mami pingsan terus dibawa Siti ke rumah sakit.” Jelas Vero. Jessen mengangguk– Anak muda itu mengerti. Dulu ia juga seperti itu ketika pertama kali bertemu, sayangnya ia tak sampai masuk ke dalam rumah sakit. “Trauma Mami pasti,” celetuk Jessen yang diiyakan oleh Vero. “Kalau nggak aku sama Achell nginep disana seminggu.. Kasihan Mami, bisa-bisa dia benci Achell nanti kalau liat wajahnya.” Stefany dan Marchellia merupakan dua wanita yang tidak bisa Jessen pilih jika seseorang menempatkannya pada situasi pelik nanti. Setelah ini Maminya mungkin akan sangat jarang mau berkumpul dengan ibu mertuanya. Perbedaan sifat yang kentara pastilah menjadi jurang pemis
Jessen merentangkan tangannya. Ia sedang menyandarkan tubuh dan kepalanya pada pinggiran kolam renang, sedang tubuhnya dibiarkan mengambang begitu saja di dalam air. Satu kata yang dapat menggambarkan diri Jessen hari ini– Menyenangkan! Jessen menyukai tempat tinggal orang tua Marchellia dan seluruh isi di dalamnya. Haruskah ia tinggal selamanya?! Bukankah istrinya juga memiliki hak untuk tetap tinggal?! Sepertinya menetap di rumah orang tua Machellia bukanlah ide yang buruk. “I’m free..” Kekeh Jessen.Jika dipikir-pikir, menikahi Marchellia merupakan keberuntungan. Istrinya cantik dan juga kaya raya– tentunya. Sebuah keselarasan yang memang harus dimiliki oleh pendamping-pendamping Husodo di zaman modern ini agar tidak dimanfaatkan wanita-wanita pengeruk harta. Marchellia Darmawan, Orang yang belum mengenalnya mungkin akan menaruh kekaguman setinggi langit. Parasnya menawan memiliki body goals setara model-model dewasa. Selain itu Marchellia juga mempunyai beberapa gelar yang me
“Mbul.. Your Papi kayaknya nggak suka aku ada disini?” Jessen menerima handuk yang baru saja Marchellia ulurkan padanya. Jangan pernah bermimpi dilayani oleh Marchellia— karena itu pasti hanyalah bunga tidur semata. Sama seperti Jessen, Marchellia terbiasa mendapatkan pelayanan dari bangun sampai menutup mata. Bedanya Jessen tak seekstrim sang istri. Ia masih bisa melakukan beberapa hal sendiri, tidak seperti Marchellia yang full service.‘Ini yang bikin nggak siap kawin, jadi Bapak Rumah Tangga gue!’ Gerutu Jessen sembari memasukkan handuk basah ke tempat pakaian kotor. “Bajunya udah aku siapin di ruang ganti, Mbul. Nanti kimononya letakkin disitu ya!” Jessen menunjukan keranjang di sudut ruangan.“Iya Ecen, terima kasih.”“Sama-sama, Mbulku.” Setengah rela Jessen mengucapkannya. Masih mending Princess kemana-mana memang. Setidaknya Jeremian masih merasakan nikmatnya menjadi suami seutuhnya selain merasakan ena-ena.Ena-ena?!Otak Jessen berjalan cepat. Ia teringat perkataan Dodit ya
Hal yang pertama Jessen lihat ketika membuka matanya adalah foto sepasang anak kecil dengan usia berbeda– itu sosok dirinya dan Marchellia dua belas tahun lalu, tergantung indah pada sebuah pigura emas sebagai bingkainya. Jika memori dalam otaknya masih baik-baik saja, maka pengambilan foto tersebut terjadi tepat setelah mereka membeli dua pasang cincin di sebuah pusat perbelanjaan yang berakhir dengan kejangnya sang papi. Cerita lama, tapi Jessen masih mengingatnya dengan baik.Jessen tersenyum, mengalihkan tatapannya pada seseorang yang membuat lengannya kebas. ‘Akhirnya,’ setelah sekian purnama, mereka melakukannya juga. Meski tidak bertahan lama, tapi Jessen patut berbangga telah melepas keperjakaannya yang suci. Namanya juga baru coba-coba. Tidak keluar terlebih dahulu dari Marchellia saja sudah suatu kebanggaan tersendiri yang mestinya harus dirayakan. “Bener kata Papi, enak ternyata ena-ena.” Kikiknya geli sendiri. Jessen menarik pelan lengannya agar Marchellia tak terbangun
Jessen harus mencari cara untuk menyelamatkan wajahnya yang tampan. Mata pria muda itu terus mengedar, seolah mencari sesuatu di dalam kamar sang istri. Sementara Marchellia membersihkan diri ala kadarnya– ia harus segera bergerak cepat sebelum istrinya itu keluar dari kamar mandi. “Topeng!” Pekik Jessen ketika matanya menangkap keberadaan sebuah topeng yang tergantung di dekat Televisi besar milik istrinya. Ya– Barang itu mungkin bisa menyelamatkan dirinya ketika makan malam berlangsung. Setidaknya topeng tersebut bisa menutupi sebagian wajahnya agar ia dapat menyembunyikan rasa malu yang membakar tampang kerennya. “Marchellino Bebong! Segede apa punya dia sampai ngatain gue kecil!” Nanti Jessen akan mengintip pusaka kebanggan Marchellino. Awas saja jika tak segahar miliknya yang panjang menjulang– Jessen akan pastikan seluruh media Indonesia memposting kepunyaan Kakak Iparnya yang najisin!“Ecen..”Sebelum Marchellia melemparkan pertanyaan, Jessen telah lebih dulu menjelaskan keb
Mian meraih ponselnya yang terus berdering. Matanya mengerjap, mencoba mengumpulkan nyawa terlebih dahulu sebelum menjawab telepon manusia kurang kerjaan yang mengganggunya pada tengah malam.“Berisik banget..” Mian melirik Princess yang bergerak memunggunginya. Ia menghela napas dalam ketika membaca ID sang penelepon. Manusia satu ini, kenapa senang sekali membuat keributan. Gara-gara dirinya pelukannya dengan Princess jadi terlepas.“Angkat Buy.. Aku ngantuk, sumpah! Nggak kira-kira yang telepon!" “Iya aku angkat. Kamu lanjut tidur aja.” Mian mendaratkan kecupan pada bahu terbuka Princess sebelum beranjak menuruni ranjang. Pria muda itu membuka pintu kaca yang menjadi penghalang antara ruangan dengan balkon kecil di setiap masing-masing kamar. Menjejakkan kaki sembari merasakan angin menerpa kulit bagian atas tubuhnya yang tak terbalut apapun.“Yan!! Bukain pintu!!” Baru saja dirinya ingin menggeser tombol hijau yang tertera di layar ponsel, suara Jessen telah lebih dulu memberita
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau