"Dari ruangan Pak Dirga tadi?" tanya Bara ketika aku hendak melangkah keluar dari gedung kantor menuju parkiran."Iya," jawabku gusar."Entah kenapa sikapnya sangat berbeda. Padahal aku sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun," jelasku lirih."Mungkin kamu ada sesuatu yang dilakukan tanpa persetujuannya?" ucapnya tidak masuk akal.Jelas-jelas baru saja aku mengatakan kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun."Maaf-maaf, kupikir ada yang kamu lewatkan, Riko," ralatnya setelah melihat wajah kesalku."Tidak ada.""Kalau begitu aku malah ikut bingung,” ucapnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal."Tolong bantu aku untuk melakukan sesuatu, Bar," pintaku sebelum naik ke mobil."Apa?""Tolong bantu aku menemukan Rania, ini fotonya," ucapku sambil menyerahkan selembar foto Rania yang sedang memakai gamis hitam dengan kerudung yang panjang.Hanya foto ini yang aku punya sekarang, karena yang lain sudah dihilangkan Rania."Baik, aku akan berusaha membantumu untuk menunaikannya," uca
"Kok kamu tadi seperti takut gitu sama Pak Dirga?" tanyaku pada Sukma heran.Tapi ia malah diam."Bukankah papamu adalah orang penting di perusahaan RR itu?" tanyaku lagi.Kini Sukma hanya menghela napas berat. Seperti sedang mempunyai beban yang sangat besar."Papaku memang orang penting di sana, Mas. Tapi tetap saja lebih penting Pak Dirga. Karena dia adalah direktur yang baru saja diangkat oleh pimpinan yang tidak lain adalah papanya sendiri.Aku tercengang ketika mendengarnya."Berarti dia kaya, dong?" tanyaku kaget.Kupikir selama ini hanya perusahaanku yang ia punya. Ternyata perusahaan besar di kota juga milik papanya. Hebat."Bukan kaya lagi, Mas. Tapi sangat, sangat, dan sangat kaya. Kita bukanlah tandingan Pak Dirga. Bahkan kalau bisa, jangan sampai kita menyindirnya," jelas Sukma.Benar apa yang dikatakannya, kita bagai semut jika dibandingkan dengan keluarga Pak Dirga. Apalagi setelah tahu kalau ternyata kekuasaan yang dipegang keluarga Sukma lu masih di bawah kendalinya.
Aku semakin terpesona ketika sosok Rania mulai mendekat dengan anggun. Dengan cepat, aku merapikan pakaian yang kukenakan.Takut, kalau dia akan melihat penampilanku yang berantakan.'Rania, akhirnya kita bertemu kembali.' batinku bersorak bahagia.Sosok itu berhenti sejenak, matanya mengitari ruangan ini, dan berhenti tepat di diriku.Tatapan teduh tapi menyimpan banyak rahasia itu perlahan kembali melangkah.Padahal masih lumayan jauh, tapi dadaku sudah berdetak sangat cepat. Apa ini yang namanya cinta bersemi kembali?Tapi untuk apa dia di sini?Mataku tidak bisa lepas dari tatapannya. Apalagi cara berjalannya sangat anggun, ditambah dengan riasan wajah yang sangat pas menambah pesonanya berkali-kali lipat.Apa dia mau melamar pekerjaan, ya? Atau aku tawari saja dia untuk menjadi sekretarisku?Ah ... rasanya hatiku melayang-layang hingga ke angkasa. Tidak ... tapi lebih jauh lagi. Bahagianya.Rania tersenyum manis ke arahku. Sekarang kita hanya berjarak beberapa langkah saja.Dia b
Astagfirullah, Mama. Aku benar-benar tidak menyangka kalau posisi bisa membuatnya sampai seperti ini."Ma, Rania gak mau ketemu Mama," ucapku berat, tapi aku tetap harus menyampaikan ini. Sungguh teganya dia mempermalukan Mama begini."Kamu jangan mengada-ada, Riko! Dia sendiri yang sudah berjanji akan menemui Mama setelah setelah pekerjaan ini selesai," ucapnya dengan tatapan mata tajam. Jelas Mama tidak tahu kalau Rania sudah pulang, dari tadi di sini terus. Hanya mencuci piring.Padahal karyawan di sini sangat banyak, tidak kebayang Mama mencuci banyak alat makan."Aku benar, Ma. Di luar sudah tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas kemanan," jelasku pelan dan hati-hati.Mama terdiam sebentar, "Mungkin Rania kau menemui Mama besok," ucapnya lagi yang ternyata masih belum menyerah.Aku hanya bisa mengusap wajah frustasi. "Ayo kita pulang, Ma," ajakku lagi. "Terus cucian ini bagaimana?" tanyanya bingung."Tinggal saja, Ma. Besok akan ada orang yang mengerjakannya.""Enggak. Kalau dik
"Hari ini aku bahkan ragu untuk pergi ke kantor, apalagi menyampaikan salam dari Mama kepada Rania. Enggak mungkin banget. Kecuali kalau aku punya kesempatan berduaan. Baru."Kenapa kamu Riko, mau bolos?" tanya Mama sinis. Daripada mendengar perkataannya yang tidak-tidak, aku lebih baik ke kantor. Meskipun nanti harus menanggung malu. Mau bagaimana lagi."Seriusan Rania direktur baru kita itu mantan istrimu?" todong Randy ketika aku baru saja turun dari mobil."Gak ada urusan." jawabku ketus. Padahal ingin aku mengakui dengan bangga kalau Rania adalah istriku. Karena kita belum bercerai secara resmi atau sah.Tapi enggak bisa. Semuanya terasa seperti tali yang mengikatku kuat."Cie ... baper. Cuman masalahnya benar gak tuh?" tanyanya membuat napasku naik turun."Maksudmu apa?" tanyaku sewot."Eh, malah baper beneran. Maksudnya kamu jangan ngaku-ngaku," ucapnya bangga, lalu tertawa terbahak-bahak."Cukup! Tidak ada yang lucu Randy." Tegas Bara. Randy yang merasa terusik pun langsung pe
Astagfirullah, Mama. Aku benar-benar tidak menyangka kalau posisi bisa membuatnya sampai seperti ini."Ma, Rania gak mau ketemu Mama," ucapku berat, tapi aku tetap harus menyampaikan ini. Sungguh teganya dia mempermalukan Mama begini."Kamu jangan mengada-ada, Riko! Dia sendiri yang sudah berjanji akan menemui Mama setelah setelah pekerjaan ini selesai," ucapnya dengan tatapan mata tajam. Jelas Mama tidak tahu kalau Rania sudah pulang, dari tadi di sini terus. Hanya mencuci piring.Padahal karyawan di sini sangat banyak, tidak kebayang Mama mencuci banyak alat makan."Aku benar, Ma. Di luar sudah tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas kemanan," jelasku pelan dan hati-hati.Mama terdiam sebentar, "Mungkin Rania kau menemui Mama besok," ucapnya lagi yang ternyata masih belum menyerah.Aku hanya bisa mengusap wajah frustasi. "Ayo kita pulang, Ma," ajakku lagi. "Terus cucian ini bagaimana?" tanyanya bingung."Tinggal saja, Ma. Besok akan ada orang yang mengerjakannya.""Enggak. Kalau dik
PoV RaniaKetika rencana yang kusangka berjalan sukses setelah kabur, ternyata tidak. Mama dan Papa sudah tahu tentang tindakanku ini. Mereka pun memberikan ceramah terbaiknya untukku."Kali ini mereka benar-benar kelewatan, Ma," ucapku tegas."Bahkan Mas Surya pun ikut campur," lanjutku lirih.Tatapan mereka yang semula tajam, kini berubah menjadi teduh. Masa laluku dengan Mas Surya memang tidak sesederhana yang mereka lihat.Jika sudah menyangkut dia, otomatis Mama dan Papa akan setuju dengan keputusanku untuk bercerai. Tapa diminta, Papa langsung meminta pengacaranya untuk menangani kasusku. Tentu saja karena aku tidak ingin bertemu dengannya lagi.Kecuali di kantor, jadi aku bisa menunjukkan kedudukanku padanya."Besok kamu sudah bisa menggantikan Mas Dirga di perusahaan," ucap Papa memberitahukan. Reflek, aku memeluknya dan Mama bergantian."Katanya Sukma malah jatuh cinta sama suami kamu," sahut Mas Dirga ragu. Mungkin dia nyangka kalau aku masih punya perasaan padanya. Padahal
"Aku tidak ingin kau menyentuh tangan calon istriku seperti itu," ucapnya penuh penekanan.Seseorang yang suaranya membuat dadaku berdebar. Jelas aku tahu siapa laki-laki ini.”Siapa anda? Rania masih istriku," ucap Mas Riko penuh percaya diri dan penekanan. Tentu saja dia tidak akan mengalah begitu saja dan melepaskan aku. Pasti akan ada huru-hara. Dulu saja disia-siakan. Sekarang malah ingin mengejar kembali.”Istri?” Laki-laki itu menatap Mas Riko dengan tatapan mengejek."Tentu saja," jawab Mas Riko mantap. Aku benar-benar tidak tahu dari mana asal keberaniannya itu. Dulu, ketika aku masih menjadi istrinya, dua tidak pernah mengatakan dan mengakui seperti ini. Padahal Bu Retno dan Ica jelas-jelas menindasku.”Waw ... kau terlalu percaya diri, Riko." laki-laki itu tertawa sesaat. Setelahnya menampilkan ekspresi wajah mengerikan."Memang! Karena akulah laki-laki yang dicinta Rania," jawabnya tambah gila."Apa kau tahu kalau surat perceraian kalian sedang proses menuju rumahmu?" ujar
PoV Riko"Meskipun dia Surya, perkataannya pasti tidak serius. Aku berani bertaruh kalau dia hanya becanda." Bara menepuk pundakku dengan sangat keras. Padahal jelas-jelas barusan suaranya Mas Surya terdengar sangat mengerikan."Perkataannya sangat menakutkan, mana mungkin hanya becanda." tegasku menepuk pundak Bara dengan keras. "Lagipula selama ini aku tidak pernah mendengarnya berbicara menakutkan begini." lanjutku yakin.Bara menatapku sekilas, lalu matanya terlihat mencari di mana keberadaan laki-laki yang mirip dengan Mas Surya itu. Suaranya pun kini sudah tidak terdengar. Aku akui penciumannya memang tajam, tapi bukankah anjing pengendus saja seringkali salah? Apalagi dengan Bara.Dia tiba-tiba menatapku dengan tajam. "Jangan samakan aku dengan hewan, sebelum menyamakan, sepertinya anda lebih cocok dibandingkan dengan hewan daripada aku," ucapnya sambil menyeringai."Maaf, aku hanya menyamankan penciumanmu. Bukan orangnya." Aku menjawab jujur. Bagaimana mungkin berani memprovo
"Hai, Ran!" sapaku pada Rania sambil melambaikan tangan. Ia pun demikian, bahkan bibirnya dihiasi senyuman yang manis."Mau ke ruangan Pak Dirga?" tanyaku lirih sambil menyeimbangi langkahnya."Tentu saja, memangnya mau ketemu siapa lagi. Masa sih man-tan suami?" ucap Rania terkekeh, entah kenapa hatiku merasa tersentil ketika mendengarnya, seolah perkataan itu memang ditujukan untukku."Hehehe, mungkin aja, Ran. Kupikir juga begitu." Aku sengaja bersikap percaya diri, jangan sampai dia tahu kalau aku masih memendam perasaan yang teramat dalam padanya.Untung saja Mas Surya membawaku ke rumahnya, jadi tidak melihat bidadari ini setiap waktu."Hah? Gak mungkinlah aku begitu, Dik Riko!" jawabnya malah meledekku.Tanpa bisa dipungkiri dia benar, statusku sekarang hanyalah adik iparnya. Rasanya hatiku semakin sakit, begitu juga ada ini. Sangat sesak."Hai, Sayang!" sama Mas Dirga dari dalam, tepat di depan pintu ruangannya.Ruanganku dengannya memang berdampingan, sudah pasti hati ini aka
Dengan langkah yang terburu-buru, kami langsung masuk ke dalam rumah Rania yang ternyata beberapa orang sudah berkumpul di ruang keluarga."Apa benar Tante Nesya ada sangkut pautnya dengan semua kasus ini?" tanya Mas Surya serius. Pasalnya kita semua memang tidak ingin lagi terjadi hal-hal yang sangat merugikan kita.Semua orang terdiam. Mereka hanya meminta kita duduk dengan pelan dan kembali menatap Tante Nesya dengan tatapan yang aku sendiri tidak tahu.Aku merasa tidak mungkin, bahkan mustahil kalau semua yang telah terjadi adalah perbuatannya. Apalagi jika mengingat kalau dia adalah bibi dari Mas Dirga."Jelaskan semuanya, Tan!" suara Mas Dirga terdengar dingin dan pelan. Tapi membuat kita semua bergetar.Selama ini dia memang tegas, tapi masih ada humornya. Namun, jika dilihat sekarang sepertinya tidak.Tante Nesya menatap kami satu persatu dengan tatapan kejam. Seolah kita yang sudah melakukan tindakan kekerasan, sepertinya orang ini memang tidak sesederhana yang terlihat."Apa
Kami kembali terdiam ketika Zein tiba-tiba datang dan memberikan informasi yang membuat kita terkejut.Bagaimana tidak, Ica, gadis yang selama ini aku sayangi, dan selalu menjadi prioritas utama wanita yang selama ini menjadi ibu angkatku ternyata hanya seorang anak angkat.Sama seperti aku dan juga Mas Surya."Apa jangan-jangan dia adik kandungmu?" tanya Rania kepada laki-laki yang dulu adalah Bosku, ternyata kakak sepupu itu dengan nada yang terdengar seperti tuduhan.Ternyata dunia itu sempit, ya."Enggak lah. Enak aja. Mana ada aku punya adek begitu." Mas Dirga menolak dengan tegas.Tapi jawabannya malah membuat Mas Surya semakin penasaran tentang hubungan Mas Dirga dengan Ica. Semua itu terlihat dari bagaimana caranya dia menatap."Bisa aja kan ya?" Rania tetap kekeh dengan apa yang disampaikannya tadi.Aku sendiri tidak tahu mana yang sebenarnya. Sekarang sebelum ada bukti, aku belum bisa percaya. Banyak yang terjadi begitu saja."Jangan tuduh aku seperti itu!" Mas Dirga tetap b
PoV Rania "Om Rio!" seruku ketika melihat pelaku yang mencoba untuk membakar kantor pusat Papa. Benar-benar Om Rio sungguhan. Semua orang terperanjat ketika mendengarnya. Mana mungkin penjahat ini adalah adik papaku yang baik hati? "Aku sangat tidak menyangka kalau kamu bisa melakukan hal keji seperti ini, Rio!" suara Papa terdengar menggelegar. Mas Dirga, aku, dan yang lainnya langsung berjalan mundur, agar kakak-beradik ini lebih leluasa untuk bicara. "Keji? Kau yang keji. Dasar manusia hina!" laki-laki yang aku kenal baik itu pun bersuara. Padahal dari tadi dia hanya diam dan menunduk. Papa terlihat semakin geram, "Hukum saja orang ini selama-lamanya, Pak," ucap Papa pada petugas kepolisian. "Baik, Pak. Kami hanya menunggu kedatangan Bapak selaku anggota keluarga pelaku," jawab Pak polisi dengan tegas. "Kami akan menahan Pak Rio sesuai dengan hukum yang berlaku!" lanjutnya yang membuat kami semua tersenyum sekaligus bingung. Terutama aku. Apa masalah sebenarnya yang ada
PoV Rania"Kenapa, Mas?" tanyaku tanpa rasa bersalah. Memang laki-laki itu begini, ya. Ketika dikejar, malah menjauh. Eh, pas ditinggalkan malah mendekat.Ribet, deh.Kucoba untuk mengatur napas yang naik turun. Jangan sampai Mas Dirga tahu kalau aku hanya sekadar melakukan tes. Bisa bahaya."Aku tak suka kamu mendekati istri kakak sepupumu, Riko," ucapnya dengan nada tetap tenang.Masa iya dia masih terlihat adem ayem melihat istri dan anaknya dekat sama mantan suami. Bukankah harusnya kepanasan, ya? Gak tahu lah.Tapi kuyakin di dalam lubuk hatinya yang dalam pasti cemburu."Aku belum mengakui kalau kau adalah kakak sepupuku!" Mas Riko menatap suamiku sengit.Tapi aku tidak keberatan, Mas Dirga memang berhak mendapatkannya. Tadi dia sudah sok manis di depan Anggi."Bodo amat!""Kamu kok gak tanya kenapa Mas gak kerja?" tanya Mas Riko yang bersemangat untuk mendekat."Cukup! Aku suaminya, dia juga gak tanya kenapa aku gak kerja. Ngapain harus tanya anak tengil kayak kamu!" geram Mas
Aku terus saja menatap Zein dengan tatapan membunuh. Memang sudah lama aku kesal padanya, apalagi ketika dengan beraninya dia memintaku untuk menjadi seorang istri.Dasar.Padahal jelas-jelas mamanya tidak akan setuju jika aku jadi menantunya. Karena keluarga besar Zein selalu menganggapku sebagai putri kesayangan mereka.Tatapanku semakin tajam ketika Mama dan Papa semakin antusias mendengarkan perkataannya yang sama sekali tidak masuk diakal. Nyesel dulu aku selalu menceritakan tentang diriku yang konyol hanya untuk mendapatkan perhatian Mas Dirga.Dulu aku memang sekonyol itu, sih. Tapi kan sekarang intinya sudah enggak dan Mas Dirga sudah menjadi milikku."Bahkan Rania itu berkali-kali mengancam perempuan yang pernah dekat dengan Mas Dirga," ucapnya dengan dibarengi gelak tawa.Ingin rasanya aku mencabik bibirnya itu sekarang juga.Siapa suruh punya mulut itu pandai berbicara keburukan orang. Ih, bikin kesal saja.Aku tiba-tiba berdiri dari duduk dan menghampirinya. "Cukup! Aku
PoV Rania"Rizky mana, Ma?" tanyaku pada Mama yang sedang membaca sebuah majalah populer."Oh, tadi dibawa Bibi Nesya. Katanya kangen. Padahal baru beberapa hari ya, Ran," ucapnya hanya menoleh sekilas padaku.Deg ... kenapa Bibi Nesya ingin membawa Rizky?Pikiranku mendadak kacau, perasan ini sangat menyakitkan. Bukan aku berpikiran yang negatif terhadap keluarga suami.Bukan.Tapi ini menyangkut keselamatan.Entah kenapa aku selalu ragu kalau Bibi Nesya meminta Rizky. Bahkan dikali pertama saja dia sudah mengecewakan kita.Sekarang apa lagi."Tenanglah, katanya tidak akan lama," ucap Mama lagi tanpa rasa khawatir sedikit pun.Naluri seorang ibu mengatakan kalau ini bukan pertanda hal yang baik-baik saja. Apalagi dia tahu kalau Rizky adalah anak Mas Riko. Bahkan masih menjalin hubungan baik dengan Bu Retno.Sungguh tidak habis pikir dengan pikirannya. Jelas-jelas Bu Retno-lah penyebab di balik kematian beberapa anggota keluarganya."Assalamu'alaikum."Suara salam Mas Durga dan Papa m
Aku terkejut setengah mati dengan tindakan yang Bu Retno lakukan ini. Embel-embel 'Mama' pun juga hilang. Rasanya hati nurani ini menolak untuk berkata yang baik-baik padanya.Tapi berbeda dengan Mas Surya, dia sangat terlihat tenang. "Kembalikan anakku!" teriak Rania dengan mata yang sembab. Entah dari kapan dia menangis, karena penampilannya saja sudah terlihat berantakan."Aku tunggu keputusannya, terserah Tante pilih yang mana. Tapi seharusnya tahu kan jalan terbaik mana yang harus ditempuh?" tanya Dirga dengan dengan tatapan yang sama tenang dari Mas Surya.Sungguh di luar dugaan, kalau ternyata Pak Dirga adalah kakak sepupu kita."Tidak! Aku tidak akan membiarkan kalian mendapatkan kebahagiaan di atas lukaku!" teriak Bu Retno yang menatap kami satu persatu dengan tatapan tajamnya."Atas dasar apa orang lain mempunyai anak laki-laki, sementara aku hanya punya perempuan?" lanjutnya yang terdengar sangat kecewa."Itu semua adalah takdir, aku pun hanya punya Rania. Bukankah dia wan