Raya mendapat pesan dari anak buahnya yang saat ini memantau Darren dan Komo. Keduanya mengatakan apa yang mereka dengar. Raya senang karena usahanya untuk mendapatkan Darren tidak sia-sia. "Aku harus segera mengabari Dinda. Atau tidak? Ehmm, lebih baik tidak. Biarkan saja dia usaha sendiri. Aku tidak mau dia merebut Darren. Aku akan ikut ke Dubai. Dan membuat rencana baru lagi. Bagus, Raya kamu pintar." Raya benar-benar mendapatkan angin segar untuk merebut Darren. Darren dan Komo masih memperhatikan dua pria yang terlihat melirik ke arahnya. Komo memberikan kode untuk Darren mencari siapa orang yang ada di belakang kedua pria tersebut. "Kita tidak tahu siapa orang yang menyuruhnya. Lihatlah, sepertinya keduanya sibuk berkomunikasi. Di sini tidak ada yang mencurigakan. Gue tidak bisa melihat target tapi tunggu dulu. Kenapa gue curiga dengan seseorang di sana?" tanya Komo mengarahkan pandangannya ke arah seseorang yang di ujung sudut dengan posisi yang tertunduk dan itu membuat Kom
Dinda tidak diizinkan untuk mencari tahu siapa yang ada di luar sedangkan yang diluar lagi-lagi kesal karena Dinda tidak juga muncul. "Benar-benar wanita aneh. Dua kali gue ke sini, dua kali juga dia tidak keluar. Apa telinga dia sudah tuli ya. Gue baik hati untuk datang lagi ke sini. Tapi, dia tidak juga keluar juga. Dasar aneh. Sudahlah, lebih baik gue pulang saja. Nyesal gue ke sini," ucap Raya yang kesal karena lagi-lagi Dinda tidak membukakan pintu buatnya. Raya berubah pikiran, dia ingin memberitahukan Dinda mengenai apa yang Darren bicarakan. Dia menginginkan Dinda yang melakukannya agar Dinda yang dibenci oleh Darren. Dengan begitu, dia leluasa untuk mendapatkan Darren. Brakkk! Pintu mobil dibanting cukup kencang. Raya segera meninggalkan rumah Dinda dengan wajah kesal. Berbeda dengan Dinda yang masih saja bergelut dengan Dino dan mereka sampai di ujung klimaks. Dino yang lelah segera tertidur berbeda dengan Dinda. Dengan cepat mengambil pakaian dan setelah itu ponselnya.
Dinda langsung memandang pria yang dia tabrak tadi. Dinda terkejut karena pria yang dia tabrak adalah paman Boni. Yang tidak lain paman dari Darren. "Kenapa kamu memandangi wajahku? Apa kamu tidak punya mata hingga menabrakku? Atau kamu sengaja menabrak saya untuk menggoda saya? Murahan," sindir paman Boni dengan tatapan mengejek. "Jaga ucapan paman, jangan buat asumsi jika aku menyukai paman. Aku tidak ingin dekat dengan tua bangka seperti paman. Aku bisa paman, dapatkan yang lebih dari paman," jawab Dinda dengan tegas. "Benarkah itu? Aku tidak yakin jika kamu melakukan itu, bisa saja kamu memanfaatkan saya, oh bukan lebih tepatnya keponakan saya. Tapi, saya peringatkan kepada kamu, Dinda. Kamu tidak akan pernah bisa untuk mendekati Darren karena saya tidak suka dengan wanita yang suka membunuh orang," bisik paman Boni ditelinga Dinda. Dinda mengepalkan tangannya dengan erat meredam emosi dan amarahnya. Paman Boni segera meninggalkan tempat tersebut. Paman Boni tidak tahu jika d
Masih dalam mode kesal Darren melihat ke arah Paijo. Sejak kapan dia bisa beranjak dari tempat tersebut. Bukannya tadi dia duduk di sana sekarang sudah ada di sebelahnya dan berbisik. "Saya tidak tahu Paman. Jadi jangan pandangi saya seperti itu, paham tidak kalian berdua," jawab Darren tegas. Komo dan Paijo menahan senyum melihat kelakuan dari Darren mereka tahu jika saat ini bos mereka pasti kesal dengan mereka berdua. "Ya sudah ayo kita bahas. Hubungi satu orang yang mau menjalani misi ini cepat lah. Kita atur semuanya harus cepat karena tadi Paman bertemu dengan mantan kamu, dia sepertinya ingin menghancurkan rumah tangga kamu dan Anne. Segera buat dia menyesal, Paman juga sedang mengumpulkan semua bukti semoga saja bisa memperkuat laporan kita ke kantor polisi." Paman Boni sedang menyusun semua bukti untuk menjerat Dinda. "Kita masuk dulu. Kamu, Paijo cepat hubungi Mona sekarang. Minta dia ke sini!" Perintah Darren. "Siap. Saya akan hubungi Mona sekarang," sahut Paijo yang
"Di mana? Di rumahmu?" tanya Komo singkat. "Tidak bos, buat apa dia di rumahku, dia ada di club malam. Saya tahu di mana club itu," jawab Paijo. "Kamu sering ke club, Paijo. Wah, hebat juga kamu ya. Pantas saja kalau pagi kamu sering molor dibawah kolong meja, ternyata kamu di sana. sekali lagi kamu lakukan, saya pecat kamu," hardik Komo dengan tatapan tajam. Paijo menggarukkan kepala, dia keceplosan karena mengatakan hal itu. "Ye ini seperti tidak pernah ke sana saja. Aneh bener deh ye, sok suci!" bela Mona dengan tatapan menyebalkan di mata Komo. "Dengar ya, gue itu tidak pernah ke sana. Kalau pun pernah itu pun karena undangan klien. Sisanya gue tidak pernah lakukan itu," jawab Komo. "Sudah, sekarang pergi sana, ingat kalian jangan tergoda dengan dia. Dan ingat satu hal, buat dia mengatakan semua rencananya," ucap Darren. "Siap, ye jangan khawatir, eike akan buat dia buka mulut. Sekarang eike pergi dengan desek. Bye-bye, Paman botak, sampai ketemu lagi," ucap Mona melambaikan
Mona tersenyum manis saat Raya memperkenalkan namanya. Paijo yang melihatnya hanya bisa tersenyum kecil tanpa terlihat sama sekali oleh Raya. "Boleh aku mengajakmu makan. Sebagai hadiah perkenalan antara kita berdua," jawab Mona menawarkan Raya untuk makan bersama. "Boleh, ayo kita pergi makan. Aku yang traktir. Jangan menolaknya, tampan," ucap Raya dengan mengelus lengan Mona menggunakan jari telunjuk. Mona yang melihatnya berdehem. Dia pria sejati walaupun dia berbeda tapi pada hakikatnya dia pria sejati. Paijo melihat perubahan dari Mona berdehem. "Tuan, silahkan," ucap Paijo. "Iya," jawab Mona yang melirik ke arah Paijo. Paijo yang dilirik oleh Mona memberikan kode dengan bola matanya yang di gerakkan ke arah luar. Ketiganya berjalan menuju kasir setelah membayar, barulah mereka ke restoran paling mahal. Paijo sengaja membawa ke tempat yang paling mahal karena dia tahu, wanita seperti Raya pasti akan terpengaruh jika melihat lawan jenisnya terlihat wah.'Mimpi apa aku semalam
"Apa yang kalian lakukan hahhh! Kenapa kalian bisa sampai menghabiskan uang sebanyak ini. Kalian beli apa?" tanya seorang pria yang tidak lain adalah Komo. Komo menerima laporan keuangan dari bank karena selama ini apapun yang masuk dan keluar dari kartu debit yang dibawa oleh Paijo masuk ke dalam ponselnya. Jadi, saat tahu pengeluaran yang digunakan oleh Paijo dan Mona membuat Komo terkejut. "Hustt, aduh tenang dulu, bos tampan, jangan teriak-teriak ga jelas. Saya akan rincikan nanti. Saya makan dulu, sudah cukup saya tersiksa tadi. Tolong ya, jangan seperti ini. Saya mohon ya, kali ini saja," ucap Paijo yang berbicara berbisik dia takut jika ada yang mengetahuinya. Komo yang di tatap horor oleh Darren serba salah. Dia mau iya tapi Darren memandangnya seperti rentenir minta hutang. Mengatakan tidak juga sulit 'Bisa mati tegak aku melihat dua orang ini' bathin Komo. Komo akhirnya pasrah dan dia membiarkan dulu masalah yang terjadi. "Baiklah, nanti saya minta penjelasan ya, janga
"Ye suka desek tidak? Ayo ngaku, jujur saja elu, jangan bohong," ejek Komo membuat Mona membolakan matanya. Pantas saja, dirinya dipandangi sebegitu hebatnya ternyata hanya ingin menggodanya. "Eike, tidak pernah sedikitpun suka dengan desek. Desek pasti tidak perawan lagi. Mungkin ya, tapi masa bodoh lah, eike tidak peduli." Mona menyangkal dirinya suka dengan Raya. "Sudah, jangan kalian pedulikan lagi dia. Yang penting jangan tergoda dan jika pun ada yang tergoda dan jatuh cinta silahkan. Jangan salahkan saya. Sejujurnya, Raya tidak lah wanita nakal. Itu menurut saya," jawab Darren yang sedikit membela Raya karena baginya Raya itu hanya wanita manja dan dia selalu dituruti keinginannya jadinya dia seperti itu. "Baiklah, kalian bisa kembali ke rumah masing-masing. Saya dan bos juga mau pulang. Pas jam pulang juga jadi sekarang kalian rehat kan diri sebelum menjalankan misi lebih dalam lagi," ucap Komo meminta ke Paijo dan Mona untuk pulang. Keduanya segera berdiri dan meninggalka
Raya tidak menjawabnya, dia membuang wajahnya. Mustafa pasrah, dia akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Tidak akan memaksa wanita jika tidak mau menikah dengan dirinya. Lebih baik dirinya pergi dan menjauh. Sejak kejadian tersebut Mustafa tidak lagi bertemu dengan Raya. Dia bekerja di tempat penjual bunga milik Marlin. Toko bunga yang dia kelola sangat ramai karena wajah rupawan Mustafa membuat toko bunganya ramai di datangi oleh pelanggan terutama pelanggan wanita. Anne dinyatakan hamil, Danda dn Darren juga Nyonya Dini ikut bahagia, begitu juga dengan Komo juga mendapat kabar jika Marlin hamil. Bulan berganti bulan, baik Darren dan Komo sudah mendapatkan buah hati mereka. Tepat satu tahun, anak kedua Darren berjenis kelamin laki-laki di beri nama Dafa Putra Stockholm berulang tahun."Mama, adik tidak mau pakai pakaiannya!" teriak Danda mengatakan jika adiknya Dafa tidak mau memakai pakaiannya.Darren dan Anne yang mendengar teriakkan Danda menggelengkan kepala. "Lihat anakmu itu,
Darren menggelengkan kepala dia tidak tahu apa yang terjadi. Baginya anak dan istrinya sudah selamat itu yang terpenting. Tidak berapa lama mobil polisi tiba. "Itu mobil polisi, ayo kita keluar dan lihat apakah dia selamat atau tidak." Darren mengajak Anne dan anaknya turun. Komo yang sudah menghubungi Surya bisa bernapas lega, Surya sudah sampai di lokasi dan sudah membawa ambulan untuk mengevakuasi kecelakaan. "Aku harap Darren dan keluarga kecilnya selamat." Komo memarkirkan mobil sedikit jauh dari lokasi kecelakaan. Jalanan yang tadinya sepi mulai ramai. Warga sekitar mendengar terjadinya kecelakaan berbondong-bondong ke lokasi kejadian. Garis polisi terpasang. Komo berlari mencari Darren dan saat melewati kerumunan warga akhirnya Komo bisa bertemu dengan Darren serta anak dan istrinya. "Syukur lah, elu bisa selamat. Gue pikir elu yang kenapa-napa. Apa yang terjadi sebenarnya, kenapa elu bisa diserang oleh si rubah itu. Dan kenapa si rubah itu yang kecelakaan?" tanya Komo pe
Mustafa, pria tersebut sudah berubah menjadi pria pada umumnya. Dia tidak lagi berbicara seperti biasanya. Dia jatuh cinta dengan Raya pada pandang pertama. Tentu saja itu membuat Mustafa senang karena gaya bicaranya yang semula seperti pria gemulai sekarang dia menjadi pria sejati. "Aku yakin dia pasti bertemu dengan Dinda, si rubah itu. Aku tidak mau Raya terpengaruh lagi. Aku harus selamatkan Raya," ucap Mustafa yang segera mengikuti Raya. Raya yang tahu di mana sekolah Danda segera ke sana. Raya melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, dia ingin segera bertemu dengan Dinda dan tentunya dia ingin membantu Dinda karena sedari awal dia membantu Dinda. "Sayang, bawa mobilnya pelan saja, jangan ngebut. Lagi pula masuk sekolah juga masih lama, tapi tumben ya tidak macet," ucap Anne meminta ke Darren untuk tidak terburu-buru. "Ini standar saja, Sayang. Tidak ngebut juga. Kamu tenang saja. Jalan masih lenggang karena besok hari libur, jadi banyak yang malas kerja," jawab Darren. "Ck
Paman Boni segera menjawab panggilan telpon yang masuk. Panggilan tersebut dari anak buahnya yang mengikuti Dinda. "Hmm, ada apa?" tanya Paman Boni. "Dia baru membunuh satu orang lain. Kami tidak tahu dia siapa dan mayatnya dibuang di jurang," jawab anak buah paman Boni mengatakan jika Dinda membunuh orang. Paman Boni mendengar apa yang dikatakan oleh anak buahnya terkejut. "Apa? B~bunuh orang? Apa tidak salah?" tanya Paman Boni yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh anak buahnya. "Iya, kami tidak salah sama sekali. Kami ada di sana saat dia membuangnya. Kami juga ada rekaman saat dia membuang mayat itu. Segera kami kirim, Tuan," jawab anak buah Paman Boni. Paman Boni tidak pernah menyangka jika Dinda lagi-lagi membunuh orang. Entah yang ada di pikiran wanita itu. Dia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. "Baiklah, sekarang kalian awasi dia. Jangan sampai ketahuan. Nanti saya hubungi lagi," ucap Paman Boni mengakhiri panggilan dengan anak buahnya. Darren dan Ko
"Ini tidak salah? Benar ini suara dia dan dia mengatakan hal itu?" tanya Darren lagi memastikan apa yang terjadi dengan suara rekaman tersebut. "Benar, itu suara dia. Gue juga dengar sendiri dia mengatakan itu. Jadi, apa rencana lu?" tanya Mona. "Sebentar dulu, suara elu kenapa berat gitu. Apa ketelan balok lu saat di dekat Raya? Atau suara lu baru di cor?" tanya Komo yang sedikit curiga kenapa suara sahabat istrinya berubah seperti itu. "Bener bos, suaranya berubah. Apa tadi ke sini elu. . Makan biji kedongdong ya, makanya nyangkut di tenggorokan elu. Bos, ini tidak bisa dibiarkan, dia harus di operasi. Kalau tidak suaranya tidak pulih," ucap Paijo meminta ke Komo membawa Mustafa atau Mona untuk operasi suara. Mona menghela nafas, dia tidak mengerti kenapa keduanya mempermasalahkan suarnya yang seperti itu. Mona menatap ke arah Darren yang masih terus mengulang suara dari Dinda terlihat juga wajahnya mengetat saat suara Dinda yang meminta menghabisi kesayangannya itu. "Jadi, apa
Raya akhirnya mengikuti apa yang Mustafa katakan. Dia menjawab panggilan dari seseorang yang tidak lain adalah Dinda. Raya mengaktifkan speaker dan berjalan menuju Mustafa. Raya duduk di sebelah Mustafa. Dia melihat ke arah Mustafa dengan wajah ketakutan. Mustafa memberikan kode kepada Raya untuk tidak khawatir dan takut kepadanya. Raya pun memberanikan diri untuk menjawabnya. "H~halo, ada apa?" tanya Raya dengan suara terbata-bata. "Wah, kamu senang sekali aku tidak menghubungi kamu. Apa selama ini kamu tidak tahu aku menunggu hasil kerjamu. Jangan katakan kalau kamu sedang bersama pria dan bermain di ranjang. Ck, dasar perempuan murahan!" hina Dinda yang membuat Mustafa mengetatkan rahangnya mendengar perkataan dari Dinda. Raya yang tidak terima di hina segera angkat bicara. "Aku perempuan murahan. Kamu yang murahan, aku tidak pernah sedikitpun mengejar suami orang. Dan aku juga tidak mengakui jika suami orang itu suamiku, tidak sepertimu. Sudah selingkuh tapi masih mengakui suam
Anak buah Paman Boni mengikuti Dinda mereka ingin tau kemana Dinda pergi dan mereka ingin mencari tahu apa yang Dinda lakukan. Dinda terus melaju menuju tempat yang akan dia tuju. Walaupun menempuh perjalanan yang cukup jauh Dinda tidak peduli. "Aku harap tidak ada yang menemukanmu, aku akan buat kamu di tempat yang jauh dan ini balasan atas apa yang terjadi. Aku pastikan kamu akan membusuk di sana," gumam Dinda yang terus menerus mengomel sepanjang perjalanan. Perjalanan yang cukup jauh akhirnya membawa Dinda sampai di tujuannya. Suasana sudah gelap gulita saat sampai di tepi jurang. Dinda melihat suasana yang cukup sepi. 'Baiklah, saatnya aku membuang ini semuanya. Aku akan membuangnya di sana. Semoga tidak ada yang tahu apa yang aku lakukan.' bathin Dinda yang turun dari mobil dan berjalan ke arah bagasi mobil. Dari kejauhan anak buah Paman Boni sudah merekam semua yang di lakukan Dinda. Mereka terkejut melihat apa yang dikeluarkan oleh Dinda. "Lihatlah, dia bawa apa itu. Apa
"Kita tunggu kabar dari Mona sahabatmu itu dan paman Boni karena saat ini Paman Boni mengumpulkan data. Sekarang sudah jangan kamu pikirkan itu. Kita harus berjaga-jaga, jangan sampai kita lengah," jawab Darren memeluk Anne. Anne balas memeluk Darren dia percaya suaminya akan melindunginya. Keduanya berada di kamar mandi dan tentu saja saat ini, Darren ingin bermain panas di kamar mandi. "Baby, mandikan aku boleh?" tanya Darren dengan senyum mengembang. "Kalau mandi saja aku mau, tapi kalau mandi keringat aku tidak mau, Sayang. Kasihan Danda dia pasti menunggu kita di bawah, nanti saja," jawab Anne yang berjalan ke arah kamar mandi. Anne bukan menolak suaminya, tapi saat ini dia sudah mandi dan anaknya juga pasti menunggu mereka. Jika terlalu lama yang ada Danda akan mencarinya terlebih lagi dengan mertuanya. "Baby, ayo dunk. Udah tegang ini, lihatlah, kamu tidak kasihan. Masa aku harus main solo. Nggak enak, Baby," rengek Darren yang mengikuti ke Anne kemana saja. Anne menghel
Mendengar perkataan Raya, Mona atau Mustafa langsung melumat bibir Raya. Tidak peduli dengan jawaban dari Raya. Baginya sudah terlanjur gairahnya keluar jadi dia harus menuntaskannya. "Jangan menyalahkan aku jika nanti kamu kehilangan sesuatu dari dirimu, Baby," ucap Mustafa yang memperingati jika dia akan mengambil sesuatu dari Raya. Mustafa mengira jika Raya sudah tidak virgin lagi. Jadi, dia berkata seperti itu untuk membuat Raya mencegahnya tapi nyatanya Raya tidak melakukannya dia ikut dalam gairahnya alhasil keduanya melanjutkan tanpa lgi peduli apa yang terjadi nanti. "Euhmm, aku ingin lebih," racau Raya. "Aku akan memberikannya lebih padamu, Sayang. Tunggulah dulu," jawab Mustafa. Mustafa merobek pakaian Raya begitu saja dan membuangnya di sembarangan tempat. Mata Mustafa membola saat melihat lekuk tubuh Raya. Walaupun masih tertutup segitiga dan penghalang gunungnya tapi kemolekan tubuh Raya benar-benar menggoda. "Sangat cantik, tubuh yang aku sukai, ayo kita lakukan s